Anda di halaman 1dari 29

70 Hukum puasa 1

DAFTAR ISI

Pengantar 2
Definisi puasa 3
Hukum puasa 3
Keutamaan puasa 3
Manfaat puasa 5
Adab dan sunnah puasa 5
Yang semestinya dilakukan pada bulan
Ramadhan 7
Hukum hukum puasa 8
Penetapan masuk bulan Ramadhan 9
Siapa yang wajib berpuasa ? 9
Puasa orang musafir 11
Puasa orang sakit 14
Puasa orang tua renta dan lemah 16
Niat puasa 18
Berbuka dan Imsak (mulai berpuasa) 20
Yang membatalkan puasa 21
Hukum hukum puasa terkait perempuan 27
Penutup 29
70 Hukum puasa 2

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya,


memohon pertolongan serta ampunan-Nya, kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan
keburukan amal kita, barang siapa yang Allah
berikan hidayah-Nya maka tidak ada yang bisa
menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah
sesatkan maka tidak ada yang bisa menunjukinya,
Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Ia Esa
dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Allah telah memberikan karunia kepada hamba-


Nya dengan menciptakan musim musim kebaikan,
yang padanya pahala dilipatgandakan, kesalahan
dihapus, derajat ditinggikan.
Di antara musim kebaikan ini adalah bulan
Ramadhan, pada bulan ini Allah mewajibkan puasa
kepada hamba-Nya, mensugesti untuk berbuat
kebajikan, serta mensyukurinya.
Karena ibadah pada bulan ini sangat agung,
maka semestinya kita mempelajari hukum hukum
yang terkait dengan bulan puasa ini.
Risalah singkat ini adalah intisari hukum hukum
seputar puasa, adab dan sunnah sunnahnya.
? Definisi Puasa
70 Hukum puasa 3

(1) Shaum (puasa) menurut bahasa adalah menahan


diri, sedang menurut istilah Syara’ adalah menahan
diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak
terbit fajar sampai terbenam matahari dengan
disertai niat.

? Hukum puasa

(2) Ummat telah Ijma’ (konsensus) bahwa puasa


bulan Ramadhan adalah wajib, dan siapa yang
dengan sengaja tidak berpuasa pada bulan
Ramadhan walau sehari, maka ia telah melakukan
dosa besar.

? Keutamaan puasa

(3) Di antara keutamaan puasa : 1. Allah


mengkhususkan puasa untuk diriNya 2. Allah
memberikan ganjaran tak terhingga untuk yang
melaksanakannya 3. Doa orang yang berpuasa tidak
ditolak 3. Orang yang berpuasa diberi dua
kebahagiaan 4. Puasa akan memberikan syafaat bagi
pelakunya kelak di hari kiamat 5. Bau mulut orang
70 Hukum puasa 4

yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari bau


kesturi 6. Puasa itu perisai dan benteng yang kokoh
dari azab neraka 7. Dengan berpuasa sehari di jalan
Allah, maka Allah akan menjauhkan wajah
seseorang yang berpuasa dari neraka sejauh
(perjalanan) tujuh puluh tahun 8. Di surga ada pintu
bernama Ar-Rayyan, hanya orang orang yang
berpuasa yang masuk surga melalui pintu ini, tidak
yang lain.
Keutamaan khusus puasa Ramadhan: 1. Salah
satu Rukun Islam 2. Padanya Al-Quran diturunkan
3. Padanya ada malam yang lebih utama dari seribu
bulan 4. Bila Ramadhan tiba, pintu pintu surga
dibuka, pintu pintu neraka ditutup, setan setan
dibelenggu 5. Puasa Ramadhan bernilai puasa
sepuluh bulan.
70 Hukum puasa 5

? Manfaat puasa

(4) Hikmah dan manfaat puasa sangatlah banyak:


1.Yang paling utama adalah agar menggapai
ketakwaan kepada Allah 2. Mengusir setan,
mengarahkan nafsu syahwat dan menjaga kemaluan
3. Melatih jiwa untuk menghindari hawa nafsu dan
menjauhi maksiat 4. Melatih kedisiplinan 5. Syiar
persatuan kaum Muslimin.

? Adab dan sunnah puasa

(5) Adab dan sunnah puasa, ada yang wajib dan


sunnat, di antaranya:
 Makan sahur dan mengakhirkannya.
 Menyegerakan berbuka puasa. Berdasarkan
sabda Rasulullah: “Manusia senantiasa berada
dalam kebaikan selama mereka menyegerakan
berbuka puasa”. Rasulullah berbuka puasa
sebelum melakukan shalat dengan menyantap
ruthab (korma muda), bila tidak dengan ruthab
maka dengan tamr (korma kering), bila tidak
maka dengan air minum, dan beliau berdoa
setelah berbuka puasa:
70 Hukum puasa 6

ِ َّ‫ذَ َهب الظَّمأُ و ْابَتل‬


َ ‫َج ُر إِ ْن َش‬
ُ‫اء اهلل‬ ْ ‫ت اْأل‬
َ َ‫ت اْلعُ ُر ْو ُق َو َثب‬ َ َ َ

“Telah hilang rasa dahaga, urat-urat telah


basah, dan insyaAllah pahala telah
tetap/tercapai”

 Menjauhi perbuatan rafats (terjatuh pada


maksiat)
 Di antara yang menghilangkan kebaikan dan
mengundang keburukan saat berpuasa adalah
sibuk dengan acara acara seperti cerdas
cermat, sinetron, film film, pertandingan,
ngobrol tak berarti, dan nganggur di jalan
jalan.
 Tidak makan banyak. Karena sabda
Rasulullah: ”Tidak ada wadah yang paling
bahaya yang diisi oleh anak Adam selain
perut… “.
 Berderma dengan ilmu, harta, pengaruh, fisik,
maupun perilaku. Rasulullah sangat dermawan
dengan kebaikan, dan beliau lebih dermawan
pada bulan Ramadhan.
70 Hukum puasa 7

? Yang semestinya dilakukan


pada bulan Ramadhan

 Mengkondisikan suasana dan jiwa untuk


melakukan ibadah.
 Bersegera taubat dan kembali kepada Allah.
 Gembira dengan masuknya bulan Ramadhan.
 Berpuasa yang baik dan sempurna.
 Khusyu saat melakukan shalat tarawih.
 Tidak lemah dan malas pada sepuluh hari
pertengahan.
 Berusaha mendapatkan malam qadar (lailatul
qadr) dan menghidupkannya dengan ibadah.
 Memperbanyak sedekah.
 Melakukan I’tikaf.
70 Hukum puasa 8

? Hukum hukum puasa

(6) Di antara puasa yang disyariatkan ada yang harus


dilaksanakan secara berurutan seperti puasa
Ramadhan, puasa kaffarat (sangsi) pembunuhan
secara tidak sengaja, puasa kaffarat karena
bersetubuh pada siang hari Ramadhan dan lain lain.
Ada pula puasa yang boleh dikerjakan tidak
berurutan seperti puasa qadha’ Ramadhan, puasa
sepuluh hari bagi yang tidak membayar hadyu
(sesembelihan karena berhaji tamattu’), dan lain
lain.
(7) Puasa sunnat menambal kekurangan puasa wajib.
(8) Ada larangan (dari hadits) melakukan puasa pada
hari Jumat saja, dan hari sabtu saja kecuali kalau
puasa wajib, juga dilarang puasa sepanjang tahun,
menyambung puasa (siang lanjut ke malam), dan
diharamkan berpuasa pada dua hari raya.
70 Hukum puasa 9

? Penetapan masuk bulan Ramadhan

(9) Penetapan masuknya bulan Ramadhan adalah


dengan ru’yah hilal (melihat bulan sabit Ramadhan),
atau dengan menyempurnakan bilangan bulan
Sya’ban. Sedang mengandalkan hisab (penghitungan
bulan) untuk menentukan masuknya Ramadhan
adalah perkara yang diada-adakan.

? Siapa yang wajib puasa?

(10) Puasa wajib atas setiap Muslim yang baligh,


berakal (tidak gila), muqim (tidak musafir), mampu
(tidak sakit/lemah), dan tidak sedang berhalangan
seperti haidh dan nifas.
(11) Anak anak disuruh berpuasa bila telah berumur
tujuh tahun. Sebagian Ulama menyebutkan bahwa
anak boleh dipukul karena tidak berpuasa bila telah
berumur sepuluh tahun seperti halnya bila
meninggalkan shalat.
(12) Bila seorang kafir masuk Islam, atau seorang
anak baligh, atau seorang yang gila sadar pada siang
hari Ramadhan, maka mereka harus menahan diri
(dari yang membatalkan puasa) pada sisa hari itu,
70 Hukum puasa 10

namun ia tidak wajib mengqadha’ puasa hari itu


maupun hari hari sebelumnya.
(13) Seorang yang gila tidak diwajibkan berpuasa.
bila terkadang gila dan terkadang sadar, maka dia
harus berpuasa pada saat ia sadar. Begitu pula
halnya dengan orang yang pingsan.
(14) Seorang yang meninggal pada pertengahan
Ramadhan tidak wajib atasnya maupun atas
keluarganya kewajiban apapun (seperti fidyah atau
yang lainnya) pada sisa hari Ramadhan.
(15) Seorang yang tidak tahu kewajiban berpuasa
Ramadhan, atau tidak tahu kalau makan atau
berhubungan dengan isteri itu diharamkan bagi
orang yang berpuasa, maka Jumhur Ulama
memandang ia dimaafkan bila kondisinya memang
benar benar tidak tahu dan tidak ada tempat bertanya
atau tidak tinggal di tengah tengah kaum Muslimin,
namun bila dia berada di tengah tengah kaum
Muslimin dan memungkinkan baginya untuk
bertanya maka ia tidak dimaafkan (artinya puasanya
batal dan wajib mengqadha’)
70 Hukum puasa 11

? Puasa musafir

(16) Seseoarang yang musafir boleh berbuka (tidak


berpuasa) dengan syarat: 1. Perjalanannya sejauh
jarak dibolehkannya berbuka (80 km lebih) atau
disebut musafir menurut ‘Urf (kebiasaan
masyarakat) 2. Sudah keluar dari daerah tempat
tinggalnya dan bangunan yang bersambung dengan
bangunan daerah tersebut 3. Perjalanannya bukan
perjalanan maksiat (menurut jumhur ulama) 4. Tidak
bermaksud dengan perjalanannya itu untuk
membolehkan berbuka.
(17) Para ulama sepakat bahwa orang yang musafir
boleh tidak puasa (dengan menggantinya di luar
Ramadhan), baik ia mampu berpuasa atau tidak, baik
berat baginya berpuasa atau ringan.
(18) Seseorang yang berazam (berniat dengan kuat)
akan melakukan perjalanan, maka ia tidak berniat
memutuskan puasanya kecuali setelah ia melakukan
perjalanannya, dan ia tidak memutuskan puasanya
kecuali setelah ia keluar dari daerahnya dan berpisah
dengan bangunan yang bersambung dengan
daerahnya tersebut.
(19) Bila matahari telah terbenam lalu seseorang
berbuka puasa, namun kemudian ia naik pesawat
terbang dan ia melihat matahari, maka tidak wajib
70 Hukum puasa 12

baginya imsak (menahan diri dari hal hal yang


membatalkan puasa), karena ia telah
menyempurnakan puasa hari itu.
(20) Seseorang musafir yang telah sampai pada
daerah tujuannya dan berniat muqim (menetap)
padanya lebih dari empat hari, maka ia wajib
berpuasa menurut jumhur ulama.
(21) Seseorang yang memulai puasanya saat ia
muqim, lalu musafir pada siang hari, maka ia boleh
memutuskan puasanya.
(22) Boleh berbuka puasa (tidak berpuasa) orang
yang karena profesi atau pekerjaannya selalu dalam
keadaan musafir bila ia memiliki tempat kembali
(tempat tinggal) yang tetap, seperti tukang post,
sopir taksi atau bus antar kota, para pilot dan
pegawai, sekalipun mereka musafir setiap hari, dan
wajib bagi mereka mengqadha’ puasa yang
ditinggalkan, begitu pula halnya dengan nakoda dan
awak kapal laut bila mereka memiliki tempat
kembali yang tetap di daratan.
(23) Bila seorang yang musafir tiba di rumahnya
pada siang hari, maka sebaiknya ia menahan diri dari
segala hal yang membatalkan puasa pada sisa hari
itu demi kehormatan bulan Ramadhan, namun ia
wajib mengqadha’ puasanya baik dia menahan diri
atau tidak.
70 Hukum puasa 13

(24) Bila seseorang memulai bepuasa di suatu


tempat, kemudian ia musafir ke daerah yang
penduduknya sudah mulai berpuasa sebelum atau
sesudahnya, maka ia mengikuti penduduk daerah
yang ia datangi tersebut.
70 Hukum puasa 14

? Puasa orang sakit

(25) Segala kondisi sakit yang karenanya seseorang


disebut tidak sehat secara fisik, maka ia boleh tidak
berpuasa karenanya. Sedang sakit ringan seperti
batuk, sakit kepala maka tidak boleh meninggalkan
puasa karenanya. Bila menurut dokter atau
berdasarkan pengetahuan seseorang yang karena
kebiasaan dan pengalaman, atau menurut perkiraan
yang kuat bahwa puasa bisa menyebabkan ia sakit,
atau memperparah sakitnya, atau melambatkan
kesembuhannya, maka ia boleh berbuka puasa,
bahkan makruh baginya berpuasa.
(26) Bila puasa menyebabkan seseorang pingsan,
maka ia berbuka puasa dan mengqadha’nya, bila
seseorang pingsan pada pertengahan hari, lalu sadar
sebelum tenggelam matahari atau setelahnya, maka
puasanya sah selama ia berpuasa sejak pagi hari.
Bila ia tidak sadarkan diri sejak fajar hingga magrib,
maka menurut Jumhur Ulama bahwa puasanya tidak
sah. Mengqadha’ puasa bagi orang yang pingsan
adalah wajib hukumnya menurut Jumhur ulama,
seberapapun lama masa pingsannya.
(27) Siapa yang sangat lelah berpuasa karena rasa
lapar atau rasa haus yang sangat, hingga khawatir
nyawanya terancam atau hilang salah satu inderanya,
70 Hukum puasa 15

maka ia boleh berbuka dan mengadha’ puasa hari


itu. Para pekerja / yang berpropesi berat tidak boleh
memutuskan puasa, namun jika mudarat baginya
meninggalkan pekerjaan/profesinya dan khawatir
nyawanya terancam pada siang hari saat ia berpuasa
tersebut, maka ia boleh berbuka dan
mengqadha’nya. Ujian sekolah bagi para siswa
tidaklah menjadi alasan untuk memutuskan puasa
pada siang hari Ramadhan.
(28) Seorang yang mengidap penyakit yang tidak
akut namun ada harapan sembuh, maka ia menunggu
sampai sembuh lalu mengqadha’ puasa yang ia
tinggalkan; dan tidak mencukupi baginya ith’am
(memberi makan satu orang miskin untuk satu hari
yang ditingalkan sebagai pengganti puasa). Sedang
orang yang mengidap penyakit akut dan orang tua
renta dan lemah, maka mereka boleh tidak puasa dan
mengganti satu hari yang ditinggalkan dengan
seukuran setengah sha’ (menurut Imam Malik,
Syafii dan Auzai ¼ Sha’ = 1 mud) dari bahan
makanan pokok di tempatnya ( 1 sha’ = 2172 gram,
maka ½ sha’ = 1086 gram, sebagian ulama
memandang 1 sha’ = 2500 gram, berarti ½ sha’ =
1250 gram; pent.)
(29) Seseorang yang sakit lalu sembuh, dan ia
berkesempatan untuk mengadha’ lalu ia tidak
mengadha’ hingga meninggal dunia, maka
70 Hukum puasa 16

dikeluarkan dari hartanya untuk memberi makan


orang miskin setengah sha’ untuk satu hari. Namun
bila ada salah seorang anggota keluarganya mau
menggantikan qadha’ puasanya maka boleh.
70 Hukum puasa 17

? Puasa orang tua renta


dan lemah

(30) Orang tua renta dan jompo yang sudah tidak


memiliki kekuatan sama sekali tidak wajib bagi
mereka berpuasa, boleh bagi mereka meninggalkan
puasa selama puasa sangat melelahkan bagi mereka
dan sangat sulit mereka lakukan. Sedang orang yang
sudah pikun dan sudah tidak mumayyiz lagi maka
tidak wajib atasnya puasa, juga tidak ada kewajiban
apapun atas keluarganya karena taklif (kewajiban
syara’) sudah gugur darinya.
(31) Seseorang yang memerangi musuh, atau
daerahnya dikepung musuh dan bila ia berpuasa
akan melemahkannya dari berperang, maka ia boleh
berbuka sekalipun ia tidak musafir, begitu pula bila
ia butuh untuk berbuka sebelum berperang ia boleh
melakukannya.
(32) Siapa yang sebab berbukanya adalah sebab
yang nyata seperti sakit, maka tidak mengapa ia
berbuka secara nyata dan terang terangan, dan
seseorang yang sebab berbukanya tidak nyata seperti
haidh maka sebaiknya dia berbuka secara sembunyi
untuk menghindari tuduhan negatif.
70 Hukum puasa 18

? Niat puasa

(33) Disyaratkan niat pada puasa fardhu (seperti


puasa Ramadhan), begitu pula pada puasa wajib
seperti puasa qadha’ dan kaffarat. Niat boleh pada
semua bagian malam sekalipun sesaat sebelum fajar.
Niat itu adalah azam (keinginan kuat hati)
melakukan suatu perbuatan. Melafazkannya adalah
perkara yang diada-adakan. Seseorang yang
berpuasa Ramadhan tidak perlu memperbarui niat
setiap malam Ramadhan, namun cukup berniat
puasa pada awal Ramadhan.
(34) Puasa sunnat mutlak tidak disyaratkan niat pada
malam hari, sedang puasa sunnat tertentu (seperti
puasa 6 hari syawal, senin, kamis dll) maka
sebaiknya berniat pada malam hari.
(35) Seseorang yang mulai melakukan puasa wajib
seperti puasa Qadha’, nazar dan kaffarat maka ia
harus menyempurnakannya, dan tidak boleh
dibatalkan tanpa uzur, sedang seorang yang puasa
sunnat boleh memilih, terserah dia mau lanjutkan
puasa atau membatalkannya sekalipun tanpa uzur,
karena dia adalah amir (yang bertanggung jawab)
terhadap dirinya.
(36) Barang siapa yang tidak mengetahui masuknya
bulan Ramadhan kecuali setelah terbit fajar, maka
70 Hukum puasa 19

dia wajib menahan diri dari segala hal yang


membatalkan puasa pada sisa harinya, dan wajib
baginya mengqadha’ menurut jumhur ulama.
(37) Seseorang yang dipenjara atau ditawan, bila
mengetahui masuknya bulan puasa baik dengan
melihat atau diinformasikan oleh seseorang yang
terpercaya, maka wajib baginya berpuasa, kalau
tidak ada informasi maka dia berijtihad dan
melakukan yang yang lebih kuat menurut
dugaannya.
70 Hukum puasa 20

? Berbuka dan Imsak


(mulai berpuasa)

(38) Bila matahari telah terbenam maka saat itulah


waktu berbuka bagi orang yang berpuasa, dan tidak
jadi ukuran cahaya merah yang masih nampak di
ufuk.
(39) Bila fajar (shadiq) telah terbit, maka wajib bagi
orang yang hendak puasa menahan diri (dari segala
yang membatalkan puasa) seketika, baik dia
mendengar azan atau tidak, adapun menahan diri
(imsak) beberapa menit sebelum terbit fajar seperti
10 menit misalnya dengan maksud ihtiyath (kehati-
hatian), adalah perkara yang tidak ada dasarnya.
(40) Negeri yang siang dan malamnya sepanjang 24
jam, tetap wajib bagi penduduk muslim negeri
tersebut berpuasa sekalipun siangnya panjang.
(sebagian ulama memandang mereka
memperkirakan lama waktu siang lumrahnya lalu
berbuka sekalipun masih siang, berdasarkan hadits
tentang masa dajjal di muka bumi).
70 Hukum puasa 21

? Yang membatalkan puasa

(41) Hal hal yang membatalkan puasa selain haidh


dan nifas, tidak dikatakan membatalkan puasa
kecuali dengan tiga syarat:
1. Si pelaku mengetahui hukum, tidak jahil.
2. Ingat/sengaja, tidak lupa.
3. Keinginan sendiri, tidak terpaksa.
Di antara hal yang membatalkan puasa adalah:
1.makan minum 2. bersetubuh 3. muntah dengan
sengaja 4. berbekam.
(42) Di antara yang membatalkan puasa juga adalah
hal hal yang semakna dengan makan dan minum,
seperti obat obatan atau serbuk yang ditelan melalui
mulut, suntikan yang mengenyangkan, begitu juga
transfusi darah. Adapun suntikan yang bukan
pengganti makan dan minum namun untuk
pengobatan, maka tidak mempengaruhi puasa,
begitu pula dengan pencucian ginjal tidak
membatalkan puasa. Sedang suntikan pada urat/otot,
obat tetes mata dan telinga, mencabut gigi,
mengobati luka, semua hal ini menurut pendapat
yang lebih kuat adalah tidak membatalkan puasa.
Semprotan ke mulut bagi penderita penyakit sesak
nafas tidak membatalkan puasa. Begitu pula
mengambil darah untuk didiagnosa tidak
70 Hukum puasa 22

membatalkan puasa, obat tenggorokan asal tidak


ditelan juga tidak membatalkan. Orang yang
menambal giginya lalu merasakan rasa mint (sejuk)
atau lainnya pada tenggorokannya, hal itu tidak
mempengaruhi puasanya.
(43) Barangsiapa makan atau minum dengan sengaja
pada siang hari bulan Ramadhan tanpa uzur (alasan
yang dibenarkan syara’) maka dia telah berbuat dosa
besar, ia harus tobat dan mengqadha' (mengganti)
puasanya.
(44) Jika seseorang lupa lalu makan dan minum
maka hendaknya ia tetap melanjutkan puasanya,
karena itu merupakan karunia dari Allah. Jika
melihat orang lain makan dan minum karena lupa
maka ia harus mengingatkannya.
(45) Seseorang yang butuh memutuskan puasanya
karena menolong orang yang hendak meninggal
(karena tenggelam atau kebakaran misalnya) ia
boleh berbuka dan mengqadha' puasanya.
(46) Barangsiapa yang wajib atasnya puasa (tidak
sedang musafir atau sakit misalnya) menyetubuhi
isterinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja
dan tanpa dipaksa maka dia telah merusak puasanya.
Ia wajib bertobat dan melanjutkan puasanya pada
hari itu serta wajib mengqadha' dan membayar
kaffarat mughallazhah (denda berat). Dan hal yang
sama juga berlaku hukumnya pada orang yang
70 Hukum puasa 23

berzina, melakukan homoseksual atau menyetubuhi


binatang.
(47) Jika seseorang berkeinginan menyetubuhi
isterinya lalu berbuka terlebih dahulu dengan makan
atau minum maka dosanya lebih besar, dan dia telah
mencemarkan kesucian Ramadhan dua kali, yakni
dengan makan dan bersetubuh.
(48) Seorang suami dibolehkan mencium,
bermesraan, berpelukan, bersentuhan dan
memandang berkali-kali terhadap isterinya, jika ia
bisa mengendalikan nafsunya, namun jika ia orang
yang mudah terangsang birahinya dan tidak bisa bisa
menahan dirinya maka hal itu tidak boleh baginya.
(49) Jika ia sedang menyetubuhi isterinya tiba-tiba
terbit fajar (terdengar adzan) maka ia harus segera
menyudahinya. Puasanya tetap sah, meskipun ia
mengeluarkan mani setelah menyudahinya. Jika ia
masih tetap melanjutkannya padahal fajar telah terbit
maka puasanya batal, dan karenanya ia wajib
bertaubat, mengqadha' puasanya dan membayar
kaffarat mughallazhah.
(50) Jika seseorang dalam keadaan junub pada pagi
hari, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Ia
boleh mengakhirkan mandi junub, atau mandi bersih
dari haidh atau nifas setelah terbit fajar, tetapi ia
harus bersegera agar segera melaksanakan shalat
Shubuh.
70 Hukum puasa 24

(51) Jika orang yang puasa mimpi basah hingga


mengeluarkan mani pada siang hari Ramadhan,
maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut
ijma' (kesepakatan) para ulama, dan ia tetap wajib
melanjutkan puasanya.
(52) Barangsiapa yang mengeluarkan mani pada
siang hari bulan Ramadhan dengan sesuatu yang
mungkin dihindari, seperti menyentuh atau
memandang berulang-ulang maka ia wajib bertobat
kepada Allah dan menahan diri dari makan dan
minum pada sisa hari itu, dan ia wajib
mengqadha’nya pada hari lain.
(53) Seseorang yang muntah tanpa sengaja puasanya
tidak batal, tetapi barangsiapa muntah dengan
sengaja maka puasanya batal dan ia wajib
mengqadha’nya. Adapun mengunyah sesuatu
(seperti permen karet atau yang lainnya) yang manis
atau ada rasa lain maka mengunyahnya adalah
haram. Jika bagiannya atau rasanya masuk ke
tenggorokan maka batal puasanya. Adapun dahak
atau ingus, jika ia telan sebelum sampai di mulut
maka tidaklah membatalkan puasa, jika ia telan
setelah sampai di mulut maka batal puasanya.
Adapun mencicipi makanan tanpa dibutuhkan
hukumnya makruh.
(54) Siwak hukumnya sunnah bagi orang yang puasa
pada sepanjang siang hari.
70 Hukum puasa 25

(55) Sesuatu yang terjadi pada orang puasa seperti


luka, mimisan, masuknya air atau cairan lain ke
tenggorokannya tanpa ia sengaja maka hal itu tidak
merusak puasanya. Demikian pula halnya bila cairan
di mata turun ke tenggorokan, menyemir rambut
dengan hinna’ (daun pacar/inai) lalu dirasakan ada
rasanya pada tenggorokan tidak membatalkan. juga
tidak membatalkan puasa memakai cream atau
lotion untuk kulit, meminyaki rambut atau kumis
atau mencium wangi-wangian.
(56) Sebaiknya orang yang berpuasa tidak
melakukan berbekam (atau hal hal yang semakna
dengan berbekam yang mengeluarkan darah
banyak), karena perbedaan pendapat dalam masalah
ini kuat sekali.
(57) Merokok adalah salah satu yang membatalkan
puasa. Dan ia tidak boleh menjadi alasan seseorang
untuk meninggalkan puasa.
(58) Tidak mengapa orang yang berpuasa
mendinginkan badannya dengan berendam di dalam
air atau menyelimuti badannya dengan kain yang
dibasahi.
(59) Jika seseorang makan, minum atau
menyetubuhi isterinya karena mengira waktu masih
malam, tetapi ternyata telah terbit fajar maka ia tidak
berdosa dan tetap melanjutkan puasanya.
70 Hukum puasa 26

(60) Jika ia berbuka karena mengira matahari telah


tenggelam padahal belum, maka menurut jumhur
ulama ia wajib mengqadha’ puasanya.
(61) Jika telah terbit fajar sedang di mulutnya masih
ada makanan atau minuman maka para fuqaha
sepakat bahwa ia harus memuntahkannya dan
puasanya sah.
70 Hukum puasa 27

? Hukum hukum puasa


terkait perempuan

(62) Anak perempuan yang sudah baligh namun


malu diketahui orang lain sehingga ia tidak puasa,
maka ia harus bertaubat, mengqadha’ puasa yang ia
tinggalkan, serta membayar fidyah bila qadha’
puasanya itu dilakukan setelah Ramadhan tahun
berikutnya lagi, begitu pula hukumnya perempuan
yang berpuasa saat haidh karena malu dan belum
mengqadha’nya.
(63) Seorang isteri tidak boleh berpuasa (selain
puasa Ramadhan) kecuali dengan izin suaminya,
namun bila suaminya musafir maka tidak mengapa.
(64) Jika seorang perempuan melihat lendir putih
yang dengannya dia tahu bahwa ia telah suci dari
haidhnya maka ia wajib meniatkan puasa sejak
malam. Jika ia tidak mengetahui status kesuciannya
maka hendaknya ia mengusapnya dengan kapas atau
sejenisnya. Jika kapas itu dikeluarkan dalam
keadaan bersih maka ia berpuasa. Dan seorang
wanita yang haidh atau nifas, jika darahnya berhenti
pada malam hari lalu niat puasa, kemudian terbit
fajar sebelum ia mandi maka menurut semua ulama
puasanya sah.
70 Hukum puasa 28

(65) Wanita yang mengetahui bahwa kebiasaan


haidhnya adalah besok misalnya, maka ia tetap harus
dalam niat puasa, dan tidak boleh berbuka sampai ia
melihat ada darah.
(66) Yang paling utama bagi wanita haidh adalah
menerima sunnatullah pada dirinya, ridha dengannya
dan tidak mencari jalan untuk mencegah haidh pada
bulan Ramadhan.
(67) Jika wanita hamil keguguran, dan janinnya
telah berbentuk maka ia dalam keadaan nifas dan
tidak boleh berpuasa. Jika belum berbentuk maka ia
adalah darah istihadhah (penyakit) dan wajib
berpuasa jika ia mampu. Perempuan yang nifas
(baru bersalin) jika telah suci sebelum 40 hari maka
ia harus puasa dan mandi untuk shalat. Dan jika
lebih dari 40 hari maka ia niat puasa dan mandi,
sedang darah yang keluar dianggap darah istihadhah.
(68) Darah Istihadhah (penyakit) tidak
mempengaruhi sahnya puasa.
(69) Pendapat yang kuat adalah mengqiyaskan
(analogikan) orang hamil dan menyusui kepada
orang sakit. Keduanya boleh berbuka dan tidak ada
kewajiban lain selain qadha’, baik tidak puasa
karena khawatir terhadap dirinya atau terhadap janin
yang dikandungnya.
(70) Perempuan yang wajib puasa jika disetubuhi
oleh suaminya pada siang hari Ramadhan dengan
70 Hukum puasa 29

kerelaannya maka sangsi baginya adalah sama


dengan sangsi terhadap suaminya (sama-sama kena
kaffarat mugallazhah). Namun jika ia dipaksa maka
ia harus berusaha menolaknya, dan ia tidak wajib
membayar kaffarat karenanya.

Demikian masalah masalah seputar puasa


yang bisa kami sebutkan, semoga Allah membantu
kita untuk bisa selalu mengingat-Nya, mensyukuri-
Nya, dan menyembah-Nya dengan ideal, juga kita
memohon kepada-Nya semoga Ia tutup bagi kita
bulan suci Ramadhan dengan ampunan-Nya, Dia
bebaskan kita dari siksa neraka, amin.
Semoga shalawat dan salam tercurahkan selalu
kepada Rasulullah, kepada kerabat dan sahabat
sahabatnya.

Rasulullah  bersabda:
... ‫ شهر مبارك‬, ‫قد جاءكم شهر رمضان‬
‫من حرم خيرها فقد حرم‬
ailak adapek gnatad haleT

ay nalub ,nahdamaR
mem kadit gnay apais
repmem kadit aid akam ”
iasaN nad damhA.RH) (

14

Anda mungkin juga menyukai