Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fathin Adilah Shauma

BP : 1710113053
Mata Kuliah : Pancasila/ Kelas 4.3

Pentingnya Kejujuran bagi Setiap Elit Politik dan Penegak Hukum

Ketika kejujuran telah menjadi langka, maka kehidupan ini akan penuh dengan
kebohongan, kepalsuan dan kemunafikan, dan bila itu tiada berhenti maka kerusakan demi
kerusakan akan terjadi di muka bumi.
Indonesia memasuki masa transisi dari era otoritarian ke era demokrasi. Dalam masa
transisi itu, dilakukan perubahan-perubahan yang bersifat fundamental dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk membangun tatanan kehidupan politik baru yang demokratis. Namun
dalam perjalanannya, tatanan kehidupan politik yang demokratis ini, lambat laun tergerus
oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Ini dapat terlihat bagaimana saat ini para elit
berkuasa lebih mudah menghalalkan segala cara apapun untuk mewujudkan kepentingannya.
Mereka sudah tidak lagi mengindahkan nilai-nilai etik dan moralitas berpolitik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Berbicara mengenai etika berpolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita
harus mengakui bahwa saat ini banyak kalangan elite politik cenderung berpolitik dengan
melalaikan etika kenegarawanan. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara salah satunya mengedepankan kejujuran, Politik bukanlah semata-mata perkara
yang pragmatis sifatnya, yang hanya menyangkut suatu tujuan dan cara mencapai tujuan
tersebut, yang dapat ditangani dengan memakai rasionalitas.
Dalam berpolitik, kejujuran sangat memerlukan keberanian. Suatu keberanian yang
dilandasi kesadaran, proses berpolitik yang tak sehat tak hanya merusak proses demokrasi
yang tengah dibangun. Tetapi, juga merusak tatanan dan sistem politik yang seharusnya
dijunjung tinggi dan dipatuhi bersama. Artinya, secara kasat mata publik melihat, politik saat
ini masih didominasi permainan-permainan tidak sehat yang melahirkan para politisi
bermental tidak sehat. Sehingga, orientasi politiknya pun tidak sehat, sebatas memperkaya
dan menguntungkan diri sendiri dan atau kelompoknya meski harus menempuh cara-cara
yang tidak sehat. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, semakin menunjukkan tidak
mampu berbuat jujur.
Terkait dengan cita-cita membentuk bangsa dan negara Indonesia yang lahir dari
proses politik yang sehat, kejujuran dalam berpolitik mutlak menjadi landasan etisnya.
Sayangnya, kejujuran menjadi mitos politik yang mungkin dianggap usang dan terlalu
tradisionil digenggam oleh para politisi saat ini. Kejujuran nyaris selalu hilang dalam setiap
pagelaran demokrasi seperti pemilu, pilkada, atau yang lainnya. Dimulai dari ketidakjujuran,
persoalan terus berlanjut hingga kerja mengurus rakyat secara serius dan kongkret selalu
terhambat dan terbengkalai. Utamanya masalah peraturan dan undang-undang yang
menjamin kejujuran dan keadilan secara komprehensif. Pemilu Legislatif yang sudah
dilakukan dan mengundang kesan adanya kepentingan tarik-menarik partai politik, urusan
bisnis, urusan kursi dan sebagainya sudah sepatutnya dihilangkan. Hukum dibuat dan
ditegakkan tanpa bertumpu pada etika, moral, dan hati nurani sehingga menjauhi rasa
keadilan. Aturan hukum yang dibuat seringkali tak membawa perbaikan yang diinginkan.
Politik sebagai instrument untuk meraih kebajikan melalui artikulasi kepentingan
seharusnya didasari oleh kejujuran. Hanya dengan kejujuran maka tujuan kebajikan tersebut
akan bisa direalisasi. Oleh karenanya, maka politik berbasis hati nurani dan kejujuran
memang menjadi bagian yang seharusnya tidak terpisahkan dari seluruh para elit politik di
mana pun posisinya. Para elit politik sebaiknya lebih mengedepankan kepentingan nasional
dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Hal ini penting menjadi
perhatian masyarakat agar para elit politik --yang sedang berebut kekuasaan, tidak melupakan
persoalan mendasar bangsa yaitu kesejahteraan rakyat.
Di ranah penegakan hukum, para penegak hukum sering berhenti pada keinginan
menegakkan bunyi pasal-pasal undang-undang itu sendiri tanpa melibatkan moral dan etika.
Penegakan hukum yang hanya sekedar menekankan dan mengedepankan formalitas-
prosedural di atas etika dan moral keadilan publik sebagai sukma hukum, menyebabkan
keadilan seringkali gagal diwujudkan. Bisa dilihat dari banyaknya perkara hukum yang tidak
mendapatkan penyelesaian yang baik. Kalau pun kasusnya selesai, tidak memenuhi rasa
keadilan masyarakat. Tetapi untuk mendorong terciptanya keadilan hukum bagi kondisi
hukum di Indonesia saat ini adalah dengan mengkampanyekan keutamaan kejujuran. Watak
jujur perlu ditanamkan, dikembangbiakan dan menjadi bagian dari karakter personal dari
pengemban hukum. Kejujuran yang dimiliki secara personal akan memberikan pengaruh
pada watak jujur dari lembaga penegak hukum.
Berkata dan bertindak jujur harus menjadi olah keseharian pengemban hukum.
Kejujuran menjadi barang berharga dan langka dalam kehidupan keseharian masyarakat
Indonesia. Manusia Indonesia sudah lama dibentuk untuk menjadi manusia yang bertopeng
dengan wajah kemunafikan yang ditampilkan. Sehingga berkata dan bertindak jujur menjadi
kesulitan tersendiri, dan membutuhkan pelatihan atau pembelajaran untuk melakukannya.
Penegakan hukum harus dilakukan dengan kejujuran, tanpa bermaksud
menyembunyikan praktek korupsi. Hukum harus ditegakkan dengan kejujuran dari para
pengembannya. Hukum harus tampil apa adanya, tanpa rekayasa, tanpa keinginan untuk
memperoleh keuntungan dari proses penegakan hukum. Kedalaman praktek kejujuran dalam
menegakkan hukum akan mampu mencegah praktek korupsi yang dilakukan oleh pengemban
hukum.
Jujur atau kejujuran merupakan sebuah karakter yang dapat membawa bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Tidak akan
tercapainya keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum dalam bemasyarakat,
berbangsa, dan bernegara tanpa adanya kejujuran. Jika para elit politik dan penegak hukum
menanamkan kejujuran maka tidak akan terjadinya gejolak di masyarakat dalam pembuatan
kebijaksanaan negara.

Anda mungkin juga menyukai