Anda di halaman 1dari 36

SISTEM IMUN

“RHEUMATOID ARTHRTITIS”

OLEH:
Yohana M.A.E RANBALAK (C1814201102)
Yunita F.K Kumayas (C1814101103)
Yosep Arsono (C1814201104)

Tingkat 2B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STELLA MARIS MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa,
pembuatan makalah maupun askep ini telah kami selesaikan. Dengan judul materi
“RHEUMATOID ARTHRITIS” ini kami berharap agar dapat berguna bagi siapaun
yang membacanya.
Adapun dalam pembuatan makalah maupun asuhan keperawatan ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah dengan materi sistem imun. Kami menyadarinya
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran
masih sangan kami perlukan guna untuk memotivasi kami agar lebih baik
kedepannya.
Daftar Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
B. Etiologi
C. Anatomi dan Fisiologi
D. Klasifikasi
E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinik
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
I. Komplikasi
J. Prognosis
K. Penanganan

BAB 3 PENUTUP
BAB1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeletal makin
dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan
kesehatan. Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat
sering diujikan. Biasanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa
penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering merupakan
masalah utama. Insiden puncak dari artritis reumatoid terjadi pada umur
dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering
dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan
pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen
yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin
juga terdapat predisposisi terhadap penyakit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Rheumatoid Arthritis(RA)?
2. Apa penyebab dari RA?
3. Bagaimana jalannya terjadi penyakit RA?
4. Apa saja pengobatannya dan tindakan keperawatannya?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Rheumatoid Arthritis(RA)
2. Untuk mengetahui penyebab dari RA?
3. Untuk mengetahui bagaimana bisa terjadi penyakit RA
4. Untuk mengetahui pengobatan sekaligus tindakan keperawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh
organ tubuh (Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536).
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang
menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 :
1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang
bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
 jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu
Bedah Orthopedi, hal.165)
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang
tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi
dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan
deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama
mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (
Diane C. Baughman. 2000 ).
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat, peradangan (inflamasi) terjadi
secara terus-menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke
struktur sendi di sekitarnya seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi,
legamen dan tendon. Inflamasi ditandai dengan penimbunan sel darah
putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan
jaringan granular. Inflamasi kronik menyebabkan hipertropi dan
penebalan membran pada sinovium, terjadi hambatan aliran darah dan
nekrosis sel dan inflamasi berlanjut. Pembentukan panus terjadi oleh
penebalan sinovium yang dilapisi
 jaringan granular. Penyebaran panus ke sinovium menyebabkan
peradangan dan pembentukan jaringan parut memacu kerusakan sendi dan
deformitas.
Biasanya jaringan ikat yang pertama kali mengalami kerusakan adalah
 jaringan ikat yang membentuk lapisan sendi, yaitu membrane sinovium.

B. ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara
pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan,
hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar
adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone &
Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis
reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik 
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II;
faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II
kolagen dari tulang rawan sendi penderita. Faktor pencetus mungkin
adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau
mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal
terhadap mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini
berhasil mengancurkan mikro- organisme, namun individu yang mengidap
AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap
antibodi IgG semula. Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri
ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan
menimbulkan peradangan kronik dan destruksi
 jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap
penyakit autoimun.
C. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Anatomi Fisiologi Rangka
Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal
(tulang). Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari
tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat
menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan
sikap dan posisi.
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang  – tulang (sekitar
206 tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh.
Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian
tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan menjadi
rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.
Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan
torso.
a. Kolumna vertebra
b. Tengkorak 

i. Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-


organ panca indera.

ii. Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi


gigi.

iii. Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.

iv. Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.

Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang


pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan
tungkai pada rangkai aksial.

Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih. Fungsi Sistem
Rangka:
a. Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh,
tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan
organ, juga memberi bentuk pada tubuh.
b. Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka
saat bergerak, adanya persendian.
a. Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam
tubuh.
b. Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
c. Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid
(yellow marrow).
Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan
atas.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan
didalamnya terdiri dari tulang karang, bagian luas terdiri dari
tulang padat.
3. Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang
terdiri dari 2 tulang karang di sebelah dalam dan tulang
padat disebelah luar.
4. Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang
pendek.

Gambar : tulang pada tubuh manusia


(http://kerzt.files.wordpress.com/2009/02/normal.gif)
Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang
pendek, panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan
bentuk tidak beraturan. Terdapat juga tulang yang berkembang didalam
tendon misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang
memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya.Bagian
tulang tumbuh secara longitudinal, bagian tengah disebut epiphyse yang
berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler
dengan total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki
arteri menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat
pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi
pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks,
morrow, dan sistem harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik)
mempersarafi tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis
sementara serabut syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.

Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang


Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan
pertumbuhan maksimal. Tulang merupakan jaringan yang dinamis
walaupun demikian pertumbuhan yang seimbang pembentukan dan
penghancuran hanya berlangsung hanya sampai usia 35 tahun. Tahun
– tahun berikutnya rebsorbsi tulang mengalami percepatan sehigga
tulang mengalami penurunan massanya dan menjadi rentan terhadap
injury.Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral
dan hormone sebagai berikut :

 Kalsium dan Fosfor . Tulang mengandung 99% kalsium dan 90%


fosfor. Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik.
Apabila kadar kalsium meningkat maka kadar fosfor akan
berkurang, ketika kadar kalsium dan kadar fosfor berubah,
calsitonin dan PTH bekerja untuk memelihara keseimbangan.
 Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam
menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal.
Menghambat reabsorbsi tulang dan meningkatkan sekresi fosfor
oleh ginjal bila di perlukan.

 Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah


untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus
halus,
 juga memberi kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas
kalsium dari tulang.
Proses Pembentukan Tulang
Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar
ultraviolet matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi
denagan kalsium dan fosfor, vitamin ini penting untuk pembentukan
tulang.
Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin,
termasuk vitamin D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah
ialah D3 (kolekalsiferol), yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada
kulit ketika dikenai sinar ultraviolet matahari. D3 pada kulit atau
makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa  –  globulin
sebagai transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25
dihidroksi kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan
ke ginjal untuk transformasi ke dalam metabolisme vitamin D aktif
mayor, 1,25 dihydroxycho lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya
kalsitriol yang di produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan
kadar fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor penambahan
produksi kalsitriol terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH atau
pengurangan kadar fosfat dalam cairan darah.
Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus
secara optimal dan bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk
membantu pengaturan kalsium darah. Akibatnya, kalsitriol atau
pengurangan vitamin D dihasilkan karena pengurangan penyerapan
kalsium dari usus, dimana pada gilirannya mengakibatka stimulasi PHT
dan pengurangan, baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah.
  Hormon parathyroid . Saat kadar kalsium dalam serum menurun
sekresi hormone parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct
dalam menyalurkan kalsium ke dalam darah lebih lanjutnya
hormone ini menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal dan
memfasilitasi absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.

 Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang


tulang dan penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa
sebelum pubertas.

 Glukokortikoid  mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan


hormone ini dapat meningkat atau menurunkan katabolisme
untuk mengurangi atau meningkatkan matriks organic. Tulang ini
juga membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor dari
usus kecil.

 Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan


menghambat hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun
seperti pada masa menopause, wanita sangat rentan terjadinya
massa tulang (osteoporosis).

Persendian
Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur
(berdasarkan ada tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang
yang beratikulasi dan jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan
paersendian tersebut) dan menurut fungsi persendian (berdasarkan
jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada persendian).

Gambar. Sendi
(http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_376/images/hal14a.jpg)
 Klasifikasi struktural persendian :
 Persendian fibrosa

 Persendian kartilago

 Persendian sinovial.
 Klasifikasi fungsional persendian :
 Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati
Secara struktural, persendian di dibungkus dengan jaringan
ikat fibrosa atau kartilago.

 Amfiartrosis
Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan sebagai respon terhadap torsi
dan kompresi .

 Diartrosis
Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi
sinovial.Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan
sinovial,suatu kapsul sendi yang menyambung kedua
tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi
kartilago artikular.
 Klasifikasi persendian sinovial :
 Sendi fenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih
besar,menuju ke tiga arah. Contoh : sendi panggul dan
sendi bahu.

 Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja.


Contoh : persendian pada lutut dan siku.

 Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar


aksis sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala
proximal tulang radius dan ulna.

 Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua


arah di sudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara
tulang radius dan tulang karpal.
 Sendi pelana : Contoh : ibu jari.
 Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara
satu tulang dengan tulang lainnya. Contoh : persendian
intervertebra.

2. Anatomi Fisiologi Otot.


Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah
energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap
perubahan lingkungannya. Jaringan otot, yang mencapai 40% -50%
berat tubuh,pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang
serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan
dan melakukan pekerjaan.

Gambar. Otot pada tubuh manusia

 Fungsi sistem Muskular


 Pergerakan

 Penopang tubuh dan mempertahankan postur

 Produksi panas.
 Ciri-ciri otot
 Kontraktilitas

 Eksitabilitas

 Ekstensibilitas

 Elastisitas
 Klasifikasi Jaringan Otot
Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya
striasi silang (lurik), dan secara fungsional berdasarkan kendali
konstruksinya, volunteer (sadar) atau involunter (tidak sadar), dan
 juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang hanya ditemukan
di jantung.
 Jenis-jenis Otot
 Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka.

 Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot
ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti
kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti
pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius,
dan sistem sirkulasi darah.

 Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya


ditemukan pada jantung.

D. KLASIFIKASI

a. Buffer(2010) mengklasifikasikan RA menjadi 4 tipe:

1. Rheumatoid Arthritis klasik

Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala


sendi yang harus berlangsung teru-menerus, paling sedikit
dalam 6 minggu

2. Rheumatoid Arthritis Defisit

Pada tipe ini terdapt 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung teru-menerus, paling sedikit dalam 6
minggu

3. Probable Rheumatoid Arthtritis

Pada tipe ini terdapt 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung teru-menerus, paling sedikit dalam 6
Minggu

4. Possible Rheumatoid Arthritis

Pada tipe ini terdapt 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung teru-menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan

b. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat 3 stadium:

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan


sinovial yang ditandai dengan hipertermi, edema karena
kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan


sinovial juga pada jaringan disekitarnya yang ditandai
dengan adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan


berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara
menetap.

E. PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk panus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Panus masuk ke tulang sub chondria.

Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan


pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan
sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi
lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.
Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya artritis reumatoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan
masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang
yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Yang lain. terutama yang mempunyai faktor reumatoid (seropositif gangguan
reumatoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus.
Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami
perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.
Faktor Pencetus: Bakteri,
mikroplasma, atau virus

Penyakit autoimun Menginfeksi sendi


secara antigenik 

Predisposisi Genetik  Individu yang mengidap


AR Reaksi autoimun
membentuk antibodi IgM
dalam jaringan
sinovial
(antibodi IgG)

Pelepasan Faktor
Reumatoid (FR)
Respon IgG
awal
menghancurkan
FR menempati dikapsula sendi mikroorganisme

Inflamasi Kronis Pada Tendon, Ligamen juga terjadi deruksi jaringan

Akumulasi Sel Fagositosis Pembentukan


Darah Putih ektensif  Jaringan Parut

Pemecahan
Terbentuk n Kolagen Kekakuan sendi
odul- nodul
rematoid

Edema, poliferasi Rentang


membrane Gerak Berkuran
Kerusakan sinovial
sendi Progresif  g

Atrofi Otot
Deformitas Sendi Membrane
sinovium
menebal &
hipertropi

Ndx: Kerusakan
Mobilitas Fisik  Panus
Ndx: Gangguan
Citra Tubuh
Kartilago Hambatan
dirusak  Aliran Darah

Nekrosis Sel

Erosi Sendi dan Tulang Nyeri

Menghilangnya Ndx: Nyeri


permukaan sendi Kronis

Penurunan
elastisitas dan
kontraksi otot

Ndx: Kurang Ndx: Kurang


Perawatan diri Pengetahuan
Mengenai penyakit
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala setempat
• Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning
stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak
lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam
dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
• Lambat laun membengkak, panas merah, lemah.
• Poli artritis simetris sendi perifer → Semua sendi bisa terserang,
panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling
sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan,
meskipun sendi yang lebih besar seringkali terkena juga.
• Artritis erosif → sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi
yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat
dilihat pada penyinaran sinar X.
• Deformitas → pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi
sendi metakarpofalangea, deformitas boutonniere dan leher
angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang
disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi
mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan
bergerak yang total.

• Rematoid nodul → merupakan massa subkutan yang terjadi pada


1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku
(bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan
bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
• Kronik → Ciri khas rematoid artritis.

Tanda dan gejala sistemik 


Lemah, demam, takhikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia.
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri
pada saat
istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.

b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya
kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi
pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap.
Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada
pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis
tulang.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Laboratorium
Faktor rematoid : positif pada 80%-95% kasus.
Fiksasi lateks: positif pada 75% dari kasus-kasus khas.
 Reaksi-reaksi aglutinasi: Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus
khas.
 LED: Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin
kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
Protein C-reaktif : Positif selama masa eksaserbasi. SDP: Meningkat
pada waktu timbul proses inflamasi.
 JDL: Umumnya menunjukkan anemia sedang.
 Ig (IgM dan IgG): Peningkatan besar menunjukkan proses
autoimun sebagai penyebab AR.
Sinar x dari sendi yang sakit: Menunjukkan pembengkakkan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
Scan radionuklida: Identifikasi peradangan sinovium.
 Artroskopi langsung: Visualisasi dari area yang menunjukkan
iregularitas/degenerasi tulang pada sendi.
 Aspirasi cairan sinovial: Mungkin menunjukkan volume yang
lebih

besar dari normal; buram, berkabut, munculnya warna kuning


(respon inflamasi, perdarahan, produk-produk pembuangan
degeneratif); elevasi SDP dan leukosit, penurunan viskositas dan
komplemen (C3 dan C4).
 Biopsi membran sinovial: Menunjukkan perubahan
inflamasi dan perkembangan panas.
2. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang
sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasisendi

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :


a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab,
dan prognosis penyakit ini.
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi
berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien
d) Termoterapi
e) Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
f) Pemberian Obat-obatan :

 Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang


diberikan pada dosis yang telah ditentukan.

 Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :

 Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik,


Antipyretik, Anty Inflamatory)

 Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)

 Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)

 Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)

 Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)


 Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)

 Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)

I. KOMPLIKASI

a) Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti


adanya proses granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan
nodule.
b) Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
c) Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
d) Terjadi splenomegali

J. PROGNOSIS

Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung


pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50
– 70% pasien artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih
buruk. Golongan ini umumya meninggi 10  –  15 tahun lebih cepat dari
pada orang tanpa artritis reumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi,
penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran
cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari
30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi
ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini
memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang
luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.

K. PENCEGAHAN

Selain dengan menggunakan obat-obatan, untuk mengurangi nyeri


 juga bisa dilakukan tanpa obat , misalnya dengan menggunakan kompres
es. Kompres es bias menurunkan ambang nyeri dan menggurangi fungsi
enzim. Kemudian banyak jenis sayuran yang dapat di konsumsi oleh
penderita rematik, misalnya jus seledri, kubis dan wortel yang dapat
mengurangi gejala rematik. Beberapa jenis herbal juga dapat melawan
nyeri rematik, misalnya jahe, kunyit, biji seledri, daun lidah buaya atau
minyak juniper yang bisa menghilangkan bengkak pada sendi. Menjaga
berat badan ideal

juga perlu. Kelebihan berat badan dapat membebani sendi di bagian


ekstermitas bawah. Selain itu bobot tubuh berlebih dapat memperbesar
resiko terkena penyakit rematik. Olahraga ringan seperti jalan kaki
bermanfaat bagi penderita rematik. Ini karena Jalan kaki dapat membakar
kalori, memperkuat otot, dan membangun tulang yang kuat tanpa
menggangu persendian yang sakit.
Selama periode bebas gejala, ini pedoman diet dapat membantu
melindungi terhadap serangan penyakit rematik masa depan:
a. Jaga asupan cairan tubuh anda tinggi. Sekitar 8 sampai 16 gelas
(sekitar 2 sampai 4 liter) air setiap hari.
b. Batasi atau menghindari alkohol.

c. Makan diet seimbang. Makanan sehari-hari Anda harus


menekankan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan bebas atau
rendah lemak susu produk-lemak.
d. Dapatkan protein dari lemak susu produk-rendah.
e. Batasi konsumsi daging, ikan dan unggas.
f. Menjaga berat badan yang diinginkan.

L. DIAGNOSIS

Kriteria American Rheumatism Association untuk Rheumatoid Arthtrits


(Arnelt,1998)
KRITERI DEFINISI
A
Kaku pagi Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan diseitarnya,
hari sekurang-kurnagnya selama 1 jam sebelum perbaikan
maksimal
Arthritis Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih
efusi (bukan peertumbuah tulang). Dalam kriteria ini
terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu, PIP,
MCP, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan
MTP kiri dan kanan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti yang terta
diatas.
Arthtritis simetris Keterlibatan sendi yang sama seperti yang tertera pada
kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP
atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak
bersifat simetris.
Nodul RA Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juxta-atrikular yang diobservasi
oleh seorang dokter.
Faktor serum Terdapatnya fitler abnormal faktor reumatoid serum yang
diperiksa dengancara yang memberikan hasil positif <5%
kelompok kontrol yang diperiksa.
Perubahan gambaran Perubahan gambaran radiologis yang khas bagi RA pada
pemeriksaan sinar X posteroanterior atau peergelangan
tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau
deklasifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi

Diagnosa RA, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan


kriteria 1 sampai 4 harus ditemukan minimal 6 minggu. Selain kriteria diatas, dapat
pula digunakan kriteria diagnosis RA berdasarkan skor dari American College of
Rheumatology (ACR/Eular) 2010. Jika skor ≥6, maka pasien pasti menderita RA.
Sebaliknya jika skor <6 pasien mungkin memenuhi kriteria RA secara prospektif
(gejala kumulatif) maupun retrospektif (data dari keempat domain didapatkan dari
riwayat penyakit) (Putra dkk,2013).
SKOR
Distribusi Sendi(0-5
1 sendi besar 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil 2
4-10 sendi kecil 3
>10 sendi keci 5
Serologi(0-3)
RF negatif dan ACPA negatif 0
Positif rendah RF atau positif rendah ACPA 2
Positif tinggi RF atau positif rendah ACPA 3
Durasi Gejala(0-1)
<6 minggu 0
>6 minggu 1
Acute Phase Reactant(0-1)
CRP normal dan LED normal 0
CRP abnormal dan LED anormal 1
KONSEP ASUHAN DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN POLA GORDON


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Apakah pernah mengalmai sakit pada sendi-sendi?
b. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
c. Riwayat keluarga dengan RA
d. Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
e. Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit, dll
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Jenis, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang
bersifat pospor/zat kapur) vtamin dan protein.
b. Riwayat gangguan metabolik
3. Pola eliminasi
Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola aktivitas dan latihan
a. Kebiasaan sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
b. Rasa sakit/nteri pada saat melakukan aktivitas
c. Tidak mampu melakukan aktivitas berat
5. Pola istirahat dan tidur
a. Apakah ada gangguan tidur
b. Aktivitas yang dilakukan sebelum tidur
c. Terjadi kekakuan selama ½-1 jam setelah bangu tidur
d. Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur
6. Pola persepsi dan kognitif
Adakah nyeri sendi saat digerakkan atau istirahat
7. Pola persepsi dan kognitif diri
a. Adakah perubahan pada bentuk tubuh(deformitas/kaku sendi)
b. Apakah pasien akan merasa malu dan minder dengan penyakitnya
8. Pola peran dan hubungan
a. Bagaimana hubungan denga kelaurga
b. Apakah ada perubahan peran pada pasien
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Adakah gangguan seksualitas?
10.Pola mekanisme koping/stress
Adakah perasaan takut, ceman akan penyakit yang dideritanya?
11.Pola keyakinan dan kepercayaan
a. Apakah agama pasien?
b. Adakah gangguan beribadah
c. Apakah pasien menyerahkan semua penyakitnya pada Tuhan?

Pemeriksaan Fisik:
1. Lakukan inspeksi dan palpasi pada persendian di masing—masing sisi,
amatilah warna kulit, lembut tidaknya, pembengkakan dan ukuran kulit
2. Lakukan pengukuran gerak pasif pada persendian sinovial, catat bila
terjadi nyeri saat persendian digerakkan
3. Lakukan inspeksi dan palpasi pada otot skeletal seacar bilaterla, catat bila
ada atrofi, tanus yang mungkin berkurang, ukur seberapa besar kekuatan
otot
4. Dibagian wajah, periksa mata untuk sindroma siorgen, katarak anemia
dan tanda-tanda adanya hiperviskositas pada fundus, kelenjar parotis
membesar, mulut kering, suara sesak, sendi krepitus
5. Kaji tungkai bawah, pembengkakan pada betis dan tanda-tanda kompresi
medulla spinalis
6. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
7. Kaji aktivitas sehari-hari.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan citra tubuh
4. Defisit perawatan diri
5. Defisit pengetahuan
C. TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri kronis berhubungan  Comfort level Pain Management
dengan ketidakmampuan  Pain control
a. Lakukan pengkajian nyeri
fisik-psikososial kronis  Pain level
secara komprehensif termasuk
(metastase kanker, injuri Setelah dilakukan tindakan
lokasi, karakteristik, durasi,
neurologis, artritis) keperawatan selama …. nyeri kronis
frekuensi, kualitas dan faktor
Nyeri Akut berhubungan pasien berkurang dengan kriteria
presipitasi
dengan: hasil:
b. Observasi reaksi nonverbal
Agen injuri (biologi, kimia,  Mampu mengontrol nyeri (tahu
dari ketidaknyamanan
fisik, psikologis), kerusakan penyebab nyeri, mampu
c. Bantu pasien dan keluarga
jaringan menggunakan tehnik
untuk mencari dan menemukan
nonfarmakologi untuk
dukungan
mengurangi nyeri, mencari
d. Kontrol lingkungan yang dapat
bantuan)
mempengaruhi nyeri seperti
 Melaporkan bahwa nyeri
suhu ruangan, pencahayaan
berkurang dengan
dan kebisingan
menggunakan manajemen
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,
untuk menentukan intervensi
intensitas, frekuensi dan tanda
g. Ajarkan tentang teknik non
nyeri)
farmakologi: napas dala,
 Menyatakan rasa nyaman
relaksasi, distraksi, kompres
setelah nyeri berkurang
hangat/ dingin
 Tanda vital dalam rentang
h. Berikan analgetik untuk
normal
mengurangi nyeri: ……...
 Tidak mengalami gangguan
i. Tingkatkan istirahat
tidur
j. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
2. Gangguan mobilitas fisik  Joint Movement : Active a. Exercise therapy : ambulation
berhubungan dengan Tidak  Mobility Level
nyaman, nyeri ,  Self care : ADLs b. Monitoring vital sign
Kerusakan muskuloskeletal  Transfer performance sebelm/sesudah latihan dan
dan neuromuskuler , Setelah dilakukan tindakan lihat respon pasien saat latihan
Penurunan kekuatan otot, keperawatan selama….hambatan c. Konsultasikan dengan terapi
kontrol dan atau masa mobilitas fisik teratasi dengan kriteria fisik tentang rencana ambulasi
hasil: sesuai dengan kebutuhan
 Klien meningkat dalam d. Bantu klien untuk
aktivitas fisik menggunakan tongkat saat
 Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah terhadap
peningkatan mobilitas cedera
 Memverbalisasikan perasaan e. Ajarkan pasien atau tenaga
dalam meningkatkan kekuatan kesehatan lain tentang teknik
dan kemampuan berpindah ambulasi
 Memperagakan penggunaan f. Kaji kemampuan pasien dalam
alat Bantu untuk mobilisasi mobilisasi
(walker) g. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
h. Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
i. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
j. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3. Gangguan citra tubuh  Body image Body image enhancement
berhubungan dengan:  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal
Biofisika (penyakit kronis), Setelah dilakukan tindakan respon klien terhadap tubuhnya
kognitif/persepsi (nyeri keperawatan selama …. gangguan - Monitor frekuensi mengkritik
kronis), kultural/spiritual, body image dirinya
penyakit, krisis situasional,  pasien teratasi dengan kriteria - Jelaskan tentang pengobatan,
trauma/injury, pengobatan hasil: perawatan, kemajuan dan
(pembedahan, kemoterapi,  Body image positif prognosis penyakit
radiasi)  Mampu mengidentifikasi - Dorong klien mengungkapkan
kekuatan personal perasaannya
 Mendiskripsikan secara faktual - Identifikasi arti pengurangan
perubahan fungsi tubuh melalui pemakaian alat bantu
 Mempertahankan interaksi - Fasilitasi kontak dengan individu
sosial lain dalam kelompok kecil

4. Defisit perawatan diri  Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
(ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk
Berhubungan dengan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan diri yang mandiri.
penurunan atau kurangnya keperawatan selama …. Defisit  Monitor kebutuhan klien untuk
perawatan diri teratas dengan kriteria alat-alat bantu untuk kebersihan
motivasi, hambatan
hasil: diri, berpakaian, berhias, toileting
lingkungan, kerusakan  Klien terbebas dari bau badan dan makan.
 Menyatakan kenyamanan terhadap  Sediakan bantuan sampai klien
muskuloskeletal,
kemampuan untuk melakukan mampu secara utuh untuk
kerusakan neuromuskular, ADLs melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong klien untuk melakukan
nyeri, kerusakan persepsi/
bantuan aktivitas sehari-hari yang normal
kognitif, kecemasan, sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara
kelemahan dan kelelahan
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat, peradangan (inflamasi)
terjadi secara terus-menerus terutama pada organ sinovium dan
menyebar ke struktur sendi di sekitarnya seperti tulang rawan,
kapsul fibrosa sendi, legamen dan tendon. Inflamasi ditandai
dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen,
fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi
kronik menyebabkan hipertropi dan penebalan membran pada
sinovium, terjadi hambatan aliran darah dan nekrosis sel dan
inflamasi berlanjut. Pembentukan panus terjadi oleh penebalan
sinovium yang dilapisi jaringan granular. Penyebaran panus ke
sinovium menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan
parut memacu kerusakan sendi dan deformitas.
B. Saran
Dalam pembuatan tulisan ini tentu saja masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kata sempurna. Tetapi, lebih dari itu dalam
penyusunannya tetap diperhatikan dan semoga dapat berguna bagi
yang membaca

Anda mungkin juga menyukai