Anda di halaman 1dari 19

Kasus 2

Topik: Kejang Demam Kompleks


Tanggal (kasus): - Presentator: dr. Selvia Ferina
Tanggal (presentasi): - Pendamping: dr. Elvina Yulianti, M.Ked(Ped), Sp.A / dr.Husnaina Febrita
Tempat Presentasi : -
Obyektif Presentasi:
 Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus  Bayi Anak Remaja v Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : M, 7 bulan, Kejang Demam Kompleks
Tujuan:
- Mampu mendiagnosis kejang demam kompleks
- Mampu memberikan penatalaksanaan pada kejang demam kompleks
- Mampu memberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk mencegah kejang demam kompleks
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset  Kasus Audit
Cara membahas:  Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien: Nama: M Nomor Registrasi: 11.50.22
Nama klinik: RSUD Kota Sabang Telp: (-) Terdaftar sejak: 16 April 2019
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang dibawa oleh orang tua dengan keluhan demam sejak ± 2 hari yang lalu. Demam tinggi terus-menerus disertai dengan
kejang sejak pagi ini. Kejang sudah 2 kali, berdurasi ± 5 menit. Jarak antara kejang ± 6 jam. Kejang bersifat kaku dan bergeter di
seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas. Setelah kejang os sadar dan menangis kuat. Os juga mengeluh mual dan muntah.
Muntah sudah 3 kali. Muntah isi cairan susu. BAB dan BAK dalam batas normal.

2. Riwayat Pengobatan: disangkal


3. Riwayat kesehatan/penyakit: disangkal
4. Riwayat keluarga: Tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami gejala ataupun riwayat gejala yang sama dengan
1
pasien.
5. Riwayat persalinan : Pasien lahir di dr. Sp.OG dengan BBL 2800 gram dan PB 49 cm
6. Riwayat imunisasi dan perkembangan: Riwayat imunisasi lengkap sesuai usia
7. Pemeriksaan Fisik :
STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Heart Rate : 120x/menit, reguler, kuat angkat
4. Respiratory Rate : 30/menit
5. Temperatur : 39,4o C
6. Tekanan Darah : -/- mmHg
7. Berat badan : 10 kg
STATUS GENERAL
KULIT
Warna : Sawo matang
Turgor : kembali cepat
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Bercak kemerahan : (-)

KEPALA
 Bentuk : Kesan Normocephali
 Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
 Mata : Cekung (-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

2
 Telinga : Serumen (-)
 Hidung : Sekret (-), NCH (-)
 Mulut
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Gigi geligi: : Karies (-)
 Lidah : Beslag (-), tremor (-)
 Mukosa : Basah (+) Koplik Spots (-)
 Tonsil : Hiperemis (-)
 Faring : Hiperemis (-)

LEHER
 Bentuk : Kesan simetris
 Kelenjar Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)

THORAK
 Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
 Tipe Pernafasan : Thorako Abdominal
 Retraksi : retraksi intercostal (-/-)

PARU-PARU

KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
3
Wheezing (-) Wheezing (-)

JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICR V medial linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
 Atas : ICR III sinistra
 Kiri : ICS V 4cm midclavicula sinistra
 Kanan : linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, bising (-)

ABDOMEN
 Inspeksi : Kesan simetris
 Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien dan hepar tidak teraba.
 Perkusi : Tympani (+), pekak hati (-), asites (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus (N)

GENITALIA : kelainan kongenital (-)

ANUS : (+), Tidak ada kelainan.

EKSTREMITAS : akral hangat (+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 11,7 gr/dl

4
Eritrosit : 4,11 x 106/mm3
Leukosit : 8,800 / mm3
Trombosit : 298, 000 / mm3
Hematokrit : 33,1 %
KGDS : 114 mg/ dL
DDR : negatif
IgG, IgM : IgG (-), IgM (-)
S. Typhi O : (-)
S. Paratyphi A : (-)
S. Paratyphi B : 1/80
S. Paratyphi C : 1/160
S. Typhi H : 1/80
S. Paratyphi A : (-)
S. Paratyphi B : (-)
S. Paratyphi C : (-)

DIAGNOSA SEMENTARA
Kejang Demam Kompleks
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL loading 100cc dilanjutkan dengan maintenance 25 gtt/i (mikro)
2. O2 nasal canule 2-3 LPM
3. Inj. Ranitidine 1/3 amp / 8 j
5
4. Inj. Norages 100 mg / 8 j
5. Inj. Ceftriaxone 400 mg / 12 j (skin test)
6. Inj. Phenobarbital 50 mg IM (extra di IGD)
7. Stesolid supp 5 mg (bila kejang berulang)
8. Paracetamol syr 4 – 6 x 1 cth
9. Domperidone syr 3 x 1 cth
10. Diazepam 1 mg
B6 10 mg  m.f.pulv.dtd. no X  3 x 1 pulv
PROGNOSIS : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Daftar Pustaka:
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2000; XXVII : 2059 – 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006.
6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002
6
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical association. 2010.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis kejang demam kompleks
2. Penatalaksanaan awal kejang demam kompleks
3. Penanganan lanjutan kejang demam kompleks
4. Pencegahan komplikasi kejang demam kompleks

SOAP
1. Subjektif :
Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang dibawa oleh orang tua dengan keluhan demam sejak ± 2 hari yang lalu. Demam tinggi terus-menerus disertai dengan
kejang sejak pagi ini. Kejang sudah 2 kali, berdurasi ± 5 menit. Jarak antara kejang ± 6 jam. Kejang bersifat kaku dan bergeter di seluruh
tubuh dengan mata mendelik ke atas. Setelah kejang os sadar dan menangis kuat. Os juga mengeluh mual dan muntah. Muntah sudah 3 kali.
Muntah isi cairan susu. BAB dan BAK dalam batas normal.
2. Objektif
Hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan penilaian sebagai berikut :
1. Dari keluhan utama dan riwayat penyakit yaitu demam tinggi terus menerus disertai dengan kejang yang berdurasi ± 5 menit dengan
frekuensi 2 kali
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien demam tinggi terus menurus (39,1o C), NCH (+), retraksi interkostal (+/+), ronchi (+) pada
kedua lapang paru

7
3. Pada pemeriksaan penunjang foto thorax AP ditemukan tampak corakan bronkovaskular meningkat kearah lebih dari 1/3 lateral hilus
dextra et sinistra dan tampak infiltrat homogen di lobus medial-inferior pulmo dextra et sinistra.
3. Assesment (penalaran klinis):

Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. 3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu
rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4

Epidemiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5
tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan
insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun
2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden
kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia
dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti.
Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat
mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua

8
dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6

Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :


 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya

9
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4

1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)


- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)


- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial

- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang.

Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan
oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh
yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-
anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam

10
keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi
otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia
(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :


1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

3. Sulit bernapas

4. Busa di mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)

11
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.

- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap
cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan
membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.
12
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.
4. Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan
pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial.

Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan
saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering
tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan
cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Demam Epilepsi Meningitis


Ensefalitis

1. Kejang Pencetusnya Tidak berkaitanSalah satu gejalanya


demam dengan demam demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)

13
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Mengatasi kejang secepat mungkin

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah
sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10
kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila
kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar

14
oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan
pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es
dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan
panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh
darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin
rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan
4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.

3. Memberikan pengobatan rumat


Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan
lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6
bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

 Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang
harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari
atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang
demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas
10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan
anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam

15
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

 Profilaksis jangka panjang


Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk
mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut:
1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan

3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1) Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi
hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2) Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.

3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti
fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

16
4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal,
darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

Prognosis
Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian
ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74%.
Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan
dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a.   riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.   kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c.    kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

4. Plan
Diagnosis: Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat didiagnosis dengan kejang demam
kompleks.
Pengobatan: Pada kasus ini , pengobatan dilakukan dengan tindakan non-operatif
Penatalaksanaan di IGD:
1. IVFD RL loading 100cc dilanjutkan dengan maintenance 25 gtt/i (mikro)
2. O2 nasal canule 2-3 LPM
17
3. Inj. Ranitidine 1/3 amp / 8 j
4. Inj. Norages 100 mg / 8 j
5. Inj. Ceftriaxone 400 mg / 12 j (skin test)
6. Inj. Phenobarbital 50 mg IM (extra di IGD)
7. Stesolid supp 5 mg (bila kejang berulang)
8. Paracetamol syr 4 – 6 x 1 cth
9. Domperidone syr 3 x 1 cth
10. Diazepam 1 mg
B6 10 mg  m.f.pulv.dtd. no X  3 x 1 pulv
Pendidikan: diberitahukan keluarga pasien kejang demam memiliki prognosis yang baik. Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali dan memberitahukan pemberian obat untuk mencegah kejang demam.
Konsultasi: konsultasi dengan dokter spesialis penyakit anak.

18
Pendamping Pendamping

(dr. Elvina Yulianti, M.Ked(Ped), Sp.A) (dr.Husnaina Febrita)


NIP : 19790709 200604 2 003 NIP: 19800207 200803 2001

19

Anda mungkin juga menyukai