Efek terapi
Hormon tiroid memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan sel serta meregulasi sebagian besar proses metabolisme tubuh
yang mempengaruhi fungsi hemostasis tubuh.
Obat ini diindikasikan sebagai terapi pengganti hormon untuk kondisi hipotiroidisme
baik karena kekurangan produksi hormon tiroid, maupun karena pasien telah
menjalani tiroidektomi (kongenital atau didapat). Indikasi spesifik termasuk kondisi
hipotiroid primer (tiroidal), sekunder (hipofisis) atau tersier (hipotalamus). Hipotiroid
primer dapat terjadi karena defisiensi hormon fungsional, atrofi primer dari kelenjar
tiroid, tidak adanya kelenjar tiroid (kongenital) baik parsial atau total, atau efek dari
tindakan bedah, radiasi, atau obat dengan atau tanpa adanya goiter.[2,7,8]
Dosis untuk dewasa atau anak-anak dengan status tumbuh kembang dan
pubertas telah selesai. Terapi diberikan dalam dosis penuh pada individu sehat
berusia kurang dari 50 tahun, dan bagi usia diatas 50 tahun yang telah mendapatkan
terapi untuk hipertiroid atau mengalami hipotiroid dalam waktu yang belum lama
(beberapa bulan saja).
Dosis lebih dari 200 mcg/hari per oral jarang sekali ditemukan.
Dosis untuk pasien diatas 50 tahun, atau pasien dibawah 50 tahun yang
memiliki penyakit kardiovaskular.
Dosis inisial adalah 12,5 hingga 50 mcg/hari per oral sekali dalam
sehari. Dosis dapat ditingkatkan hingga 12,5 – 25 mcg/hari setiap 2 hingga 4 minggu
(disesuaikan dengan hasil laboratorium, yaitu sampai nilai TSH mencapai nilai
normal)
Dosis untuk supresi TSH pada kondisi kanker tiroid dan nodul tiroid
Belum adanya ketetapan nilai target TSH yang harus dicapai pada
terapi supresi TSH, dan efikasi dari supresi TSH pada kasus nodul jinak masih
kontroversial membuat pemberian dosis obat pada kasus ini sangat individualistik
sesuai dengan kondisi dan respon yang diberikan pasien.
Pada kasus nodul tiroid jinak atau goiter multinodular nontoksik, TSH
akan disupresi pada nilai yang lebih tinggi dibandingkan kasus kanker tiroid yaitu
0,1-0,5 mU/L untuk nodul dan 0,5-1,0 mU/L untuk goiter multinodular. Obat ini
dikontraindikasikan apabila kadar TSH serum sudah tertekan karena adanya efek
dari gejala sisa tirotoksikosis.
Dosis yang diberikan pada kasus Koma Myxedema. Kondisi ini merupakan
kasus emergensi dimana terjadi sirkulasi yang buruk dan hipometabolisme,
sehingga tidak dapat dipastikan terjadi penyerapan obat yang baik pada sistem
gastrointestinal. Dosis intravena diperlukan untuk mengatasi kondisi ini.
Dosis rawat : 50 hingga 100 mcg IV, sampai pasien dapat memberikan
respon pada terapi oral.
ekresi dan sintesis dari hormon Tiroid diatur dalam aksis hipotalamus-
hipofisis-tiroid. Thyrotropin-releasing hormone (TRH) akan dilepaskan oleh
hipotalamus untuk menstimulasi pengeluaran Thyrotropin-stimulating
hormone (TSH) dari hipofisis anterior. TSH akan kemudian memicu terjadinya
sintesis dan sekresi dari hormon tiroid, L-tiroksin (T4), dan L-triiodotironin (T3) , oleh
kelenjar tiroid. Sirkulasi dari hormon yang disekresikan ini (T3 dan T4) akan
memberikan efek negatif berupa penurunan sekresi TRH dan TSH. Sebaliknya,
ketika kadar hormon tiroid berkurang, maka sekresi TRH dan TSH akan meningkat.
Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh hormon tiroid sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Secara dominan efek fisiologis dihasilkan oleh T3 yang
merupakan turunan dari T4 melalui proses deiodinisasi pada jaringan perifer.
Hormon ini diduga bekerja dengan meregulasi traskripsi DNA dan sintesi protein
dengan cara masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan reseptor protein hormon
Tiroid yang kemudian melekat pada DNA. Kompleks ini kemudian akan
mengaktivasi transkripsi gen dan sintesis dari mRNA dan protein sitoplasma. Protein
yang dihasilkan kemudian akan meregulasi beberapa proses metabolisme dan
memegang peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel tubuh, pematangan
dari sel pada sistem saraf pusat dan tulang. Proses metabolisme yang dipengaruhi
diantaranya proses respirasi seluler dan termogenesis, seperti metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak. Efek anabolik hormon tiroid ini sangat dibutuhkan dalam
proses tumbuh kembang normal.
Levotiroksin yang menjadi terapi pengganti dari kerja hormon tiroid pun
memiliki fungsi kerja yang sama dengan hormon tiroid dan tentunya setiap individu
akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, penyesuaian dosis akan
sangat diperlukan selama pemberian terapi.
Farmakokinetik
Absorbsi
Hormon tiroid yang bersirkulasi akan berikatan dengan protein plasma lebih
dari 99%, termasuk dengan thyroxine-binding globulin (TBG), thyroxine-binding
prealbumin (TBPA) dan albumin (TBA) yang mana memiliki afinitas dan kapasitas
yang berbeda-beda dalam mengikat hormon. Afinitas tinggi yang dimiliki oleh TBG
dan TBPA dalam mengikat T4 akan menimbulkan peningkatan kadar serum,
penurunan laju metabolisme, dan waktu paruh yang lebih lama dibandingkan T3.
Hanya hormon yang tidak berikatan dengan protein yang dapat menimbulkan
efek fisiologis.
Terdapat banyak obat dan kondisi fisiologis yang dapat mempengaruhi ikatan
dari tiroid dan protein serum
Metabolisme
Kurang lebih 80% dari dosis harian Levotiroksin akan mengalami deiodinisasi
menjadi T3.
Eliminasi
Hormon tiroid secara primer akan dieliminasi melalui ginjal. Sebagian hormon
yang terkonjugasi akan mencapai kolon tanpa melalui proses perubahan, dan
dibuang melalui feses. Kira-kira 20% dari Levotiroksin akan dibuang melalui feses.
Seiring bertambahnya usia, proses eliminasi obat ini di ginjal akan mengalami
penurunan.[2]
Efek Samping
Dosis obat yang berlebihan (overdosis) dapat menyebabkan terjadinya sakit kepala,
kejang otot, tremor, gelisah dan cemas,nyeri dada, sesak napas, hingga detak
jantung yang meningkat atau berdebar. Segera hentikan penggunaan obat apabila
terjadi gejala tersebut.
Segera laporkan kepada bantuan medis apabila terdapat tanda atau gejala reaksi
alergi terhadap levotiroksin seperti sulit bernapas, bengkak di wajah, bibir, lidah
hingga tenggorokan. Hal lain yang menjadi efek samping serius yaitu :[2,7,8]
Nyeri otot
Mual muntah, diare, perubahan nafsu makan hingga perubahan berat badan
Interaksi Obat
Kalsium karbonat
Kolestiramin, kolestipol
Sukralfat
Multivitamin
Selain obat, terdapat pula produk makanan atau minuman yang perlu dihindari
selama mengonsumsi levotiroksin seperti jus anggur, susu formula soya, kacang
walnut, hingga makanan berserat tinggi. Produk makanan tersebut dapat
menurunkan penyerapan levotiroksin di saluran pencernaan apabila dikonsumsi
secara bersamaan.[2,10]
Levotiroksin tidak dapat diberikan kepada pasien yang memiliki beberapa kondisi
medis, yaitu gangguan kelenjar adrenal baik yang belum mendapatkan terapi hingga
yang tidak terkontrol, gangguan tiroid seperti tirotoksikosis, atau memiliki riwayat
atau kondisi saat ini berupa gejala serangan jantung. Obat ini tidak boleh digunakan
sebagai terapi untuk mengatasi masalah berat badan atau obesitas. Efek berbahaya
hingga kematian dapat terjadi pada penggunaan levotiroksin yang salah, terutama
bila penggunaannya diikuti penggunaan obat penurun berat badan atau penekan
rasa lapar.[2]
Secara alami, hormon tiroid memang diproduksi oleh tubuh manusia. Namun
demikian, ada beberapa kondisi medis yang tidak diperkenankan atau perlu
mendapatkan pengawasan khusus dalam mengonsumsi obat ini. Kondisi tersebut
diantaranya sebagai berikut: [2,8]