Disusun oleh:
Rizkyah Putri Amalia (P21345119071)
Tingkat 1D3-B
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Parasitologi Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut serta
dalam pembuatan makalah ini.
Selain itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak yang
harus diperbaiki, maka dari itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Penulis
2
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................1
1.3. Tujuan...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1. sejarah Schistosoma japonicum..................................................3
3.2. Saran............................................................................................11
Daftar Pustaka......................................................................................................12
3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah kecacingan sering dianggap remeh oleh masyarakat kita. Padahal
kalau kita kaji lebih dalam, penyakit yang ditimbulkan akan berakibat fatal. Apabila
Cacing telah masuk ke dalam tubuh kita, dia akan merusak organ-organ kita.
Manusia yang menderita kecacingan menjadi kurus, perut buncit, tidak nafsu
makan, prestasi menurun dan tidak bergairah dalam bekerja. Keadaan tersebut
lama-kelamaan juga berakitan kematian.
Hal-hal yang mempengaruhi cacing masuk kedalam tubuh kita antara lain,
kurangnya kesadaran akan pentingnya hidup bersih dan sehat. Higiene dan
sanitasi perorang yang masih rendah. Cacing terutama menyerang anak-anak,
diantaranya tidak cuci tangan sebelum makan, mandi dan mencuci pakaian yang
telah kotor. Jangan sampai manusia yang harusnya berkarya dan berprestasi,
harus gagal hanya karena cacing.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah berkembangnya Schistosoma japonicum
2. Bagaimana definisi Schistosoma japonicum?
3. Bagaimana taksonomi Schistosoma japonicum?
4. Bagaimana anatomi dan morfologi Schistosoma japonicum?
5. Bagaimana habitat Schistosoma japonicum?
6. Bagaimana siklus hidup Schistosoma japonicum?
7. Bagaimana cara penularan Schistosoma japonicum?
8. Bagaimana gejala klinis yang disebabkan Schistosoma japonicum?
9. Bagaimana pengobatan penyakit akibat Schistosoma japonicum?
10.Bagaimana pencegahan penyakit akibat Schistosoma japonicum?
4
C. TUJUAN
1. Mengetahui sejarah Schistosoma japonicum
2. Mengetahui definisi Schistosoma japonicum
3. Mengetahui habitat Schistosoma japonicum
4. Mengetahui penyebaran Schistosoma japonicum
5. Mengetahui taksonomi Schistosoma japonicum
6. Mengetahui morfologi Schistosoma japonicum
7. Mengetahui siklus hidup Schistosoma japonicum
8. Mengetahui gejala klinis Schistosoma japonicum
9. Mengetahui pengobatan Schistosoma japonicum
10. Mengetahui pencegahan Schistosoma japonicum
5
BAB II PEMBAHASAN
Sejarah penemuan Schistosoma japonicum
Tahun 1883 : Gejala Schistosomiasis japonicum pertama kali disebut Fujii
Tahun 1888 :Masima menemukan telur dalam jaringan hati mayat
Tahun 1904 :Fujinami menemukan cacing betina pada vena porta
Tahun 1904:Cacing dewasa padaanjing dipertelakan Katsurada sebagai
Schistosoma japonicum
Tahun 1912 :Miyagawa menemukan serkaria
Tahun 1913 :Memastikan keong sebagai hospes perantara S. japonicum
6
2. DEFINISI SCHISTOSOMA JAPONICUM
Cacing Schistosoma termasuk ke dalam class Trematoda dalam phylum
Platyhelminthes. Pada manusia ditemukan 3 spesies penting Schistosoma yaitu,
Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan schistosoma haematobium.
Schystosoma japonicum atau disebut juga dengan Cacing darah
yang merupakan anggota dari Trematoda (Platyhelminthes). Disebut cacing
darah karena hidup di dalam pembuluh darah balik atau vena
pada manusia, kucing, babi, sapi, biri-biri, anjing, dan binatang pengerat. Banyak
dijumpai di daerah Sulawesi.
7
6. MORFOLOGI SCHISTOSOMA JAPONICUM
Cacing dewasa menyerupai Schistosoma mansoni dan S.
haematobiumakan tetapi tidak memiliki integumentary tuberculation. Cacing
jantan, panjang 12-20 mm, diameter 0,50-0,55 mm, integument ditutupi duri-duri
sangat halus dan lancip, lebih menonjol pada daerah batil isap dan kanalis
ginekoporik, memiliki (6-8) buah testis. Cacing betina, panjang ± 26 mm dengan
diameter ± 0,3 mm. Ovarium dibelakang pada pertengahan tubuh, kelenjar
vitellaria terbatas di daerah lateral ¼ bagian posterior tubuh. Uterus merupakan
saluran yang panjang dan urus berisi 50-100 butir telur.
Telur berhialin, subsperis atau oval dilihat dari lateral, dekat salah satu
kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter
(tombol); berukuran (70-100) × (50-65) m. khas sekali, telur diletakkan dengan
memusatkannya pada vena kecil pada submukosa atau mukosa organ yang
berdekatan. Tempat telur s. japonicum biasa pada percabangan vena
mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus (Natadisastra,
2005).
Telur-telur cacing Schistosoma japonicum lebih besar dan lebih bulat
disbanding jenis lainnya, berukuran panjang 70 – 100 mm dan lebarnya 55 – 64
mm. Tulang belakang di telur S. japonicum lebih kecil dan kurang mencolok
dibandingkan spesies lainnya.
8
dan telur tersebut dapat menembus keluar dari pembuluh darah, masuk ke dalam
jaringan sekitarnya.
Selanjutnya telur dapat masuk ke dalam lumen usus dan ditemukan di dalam tinja.
Sebagian telur yang terjerat di dalam jaringan akan menimbulkan kelainan berupa
pembentukan pseudoabsces di sekitar telur dan kemudian dibentuk
pseudotubercle.
Sebagian telur akan mengalir dengan aliran darah dan masuk ke alat-alat tubuh,
terutama hati, dan menimbulkan kelainan di dalam hati atau alat-alat lain.
Telur yang terdapat di dalam tinja akan menetas di dalam air. Dan keluarlah larva
yang disebutmiracidium. Larva ini bercilia, dapat berenang di dalam air, dan akan
mencari hospes perantaranya.
10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Schystosoma japonicum atau disebut juga dengan Cacing darah
yang merupakan anggota dari Trematoda (Platyhelminthes). Disebut cacing
darah karena hidup di dalam pembuluh darah balik atau vena
pada manusia, kucing, babi, sapi, biri-biri, anjing, dan binatang pengerat. Banyak
dijumpai di daerah Sulawesi.
B. SARAN
Masyarakat harus bisa menyadari akan pentingnya berpola hidup sehat, dan
untuk menghindari resiko terkena penyakit ini salah satunya yaitu dengan cara
Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil
dari sumber yang bebas serkaria, Untuk membunuh serkaria yaitu dengan
menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48-72 jam sebelum
digunakan ini dianggap cukup efektif.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://catatanoce.blogspot.co.id/2010/12/schistosomiasis-japonicum.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Schistosoma_japonicum
http://mazzaguz.blogspot.co.id/2012/03/makalah-schistosoma-japonikum.html
12