Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA (BFFK)

UJI BIOADHESIF

Disusun Oleh :

Kelompok 5C

Muhammad Rasyid W. 11151020000037

Alifa Nurulhusna 11151020000039

Agitya Estetika Nisa 11151020000040

Muthoharoh 11151020000046

Mariyatul Qibtiyah 11151020000047

Zia Nur Azhar 11151020000052

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
Biofarmasetika dan Farmakokinetika (BFFK) ini. Adapun laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas setiap pasca Praktikum Biofarmasetika dan
Farmakokinetika (BFFK).

Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada para dosen
pembimbing praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika (BFFK, rekan-rekan
kelompok dan pihak lainnya yang turut berpartisipasi dalam terselesaikannya
laporan praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika (BFFK) ini.

Kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan laporan ini,


namun mustahil apabila laporan yang kami buat tidak ada kekurangan maupun
kesalahan, maka dari itu kami berharap kritik dan saran dari para pengoreksi juga
pembaca yang bersifat membangun, sehingga kedepannya kami dapat menjadi
lebih baik lagi dalam penyusunan laporan praktikum..

Kami berharap dari penyusunan praktikum ini dapat memberikan manfaat


bagi kami serta para pembaca.

September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Tujuan Praktikum...................................................................................2

BAB II DASAR TEORI

A. Bioadhesif...............................................................................................3

B. Uji Bioadhesif In Vitro............................................................................4

C. Uji Wash Off...........................................................................................4

D. Rhinos SR...............................................................................................4

E. Vita-Long C............................................................................................5

BAB III METODE KERJA

A. Alat dan Bahan......................................................................................7

B. Cara Kerja..............................................................................................7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan..................................................................................9

B. Pembahasan..........................................................................................11

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................14

ii
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

LAMPIRAN.....................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi, salah satunya
adalah sediaan dengan pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat
digunakan untuk membuat sediaan lepers lambat, salah satunya adalah
sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung. Bentuk
sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastm
Retentive Drug Delivery System (GRDDS). Keuntungan GRDDS
diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi
obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan
yang kurang larut pada Iingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga memiliki
kemampuan untuk menghantarkan obat-obatan secara lokal di dalam
lambung (contoh: antacid dan anti Helicobacter pylori) dan usus kecil
bagian atas.
Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat
menguntungkan untuk beberapa obat untuk meningkatkan bioavailabilitas
dan menurunkan dosis terapinya. Diantara berbagai sediaan sistem tinggal
di lambung, floating dan bio (muco)-adhesive adalah yang paling banyak
diteliti untuk meningkatkan efek terapi dan meningkatkan bioavailabilitas
sediaan yang tinggal di lambung (Malakar dan Nayak, 2013).
Daya mengapung sistem floating dibatasi jumlah cairan lambung
yang hanya mempunyai persentase yang sedikit pada komposisi isi
lambung untuk mengapung sehingga sediaan dapat jatuh dan terbawa
keluar dari lambung, daya mengapung dari sediaan mungkin sangat
terbatas yaitu hanya 3-4 jam (waktu pengosongan lambung normal).
Sistem bioadhesive menempel pada lapisan epitel mukosa lambung, yang
mana dapat terlepas dari mukosa dan dibawa keluar dari lambung akibat
adanya pengaruh dari motilitas lambung. Keterbatasan dari sistem floating
dan mucoadhesive tersebut memungkinkan untuk menggabungkannya
menjadi sistem floating bioadhesive yang akan dapat meningkatkan waktu

1
kontak dengan lapisan epitel lambung, efikasi terapetik dan
bioavailabilitas obat (Rathi, et al., 2012).

B. Tujuan Praktikum
Menguji kemampuan bioadhesif sediaan obat yang mengandung suatu
polimer tertentu

2
BAB II
DASAR TEORI

A. Bioadhesif
Bioadhesif dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan
(hasil sintesis atau produk biologi) teradhesi pada suatu permukaan
jaringan biologi untuk periode waktu yang lebih lama. Permukaan biologi
tersebut dapat berupa jaringan epitel atau dapat berupa lapisan penutup
mukus yang terdapat pada permukaan jaringan. Jika keterikatan tersebut
terjadi pada permukaan mukus, fenomena ini dikenal dengan mukoadhesif.
Mukoadhesif biasanya didefinisikan sebagai terjadinya pelekatan
(adhesi) antara dua material yang salah satunya merupakan mukus (R.
Shaikh et.al., 2011). Material lainnya dapat berupa polimer baik sintetik
maupun polimer alam. Sediaan mukoadhesif ini memanfaatkan sifat
bioadhesif dari berbagai polimer larut air, yang akan menunjukkan sifat
adhesif pada waktu terjadi hidrasi, kemudian akan menghantarkan obat
mencapai sasaran tertentu untuk waktu yang lebih ama dibandingkan
sediaan konvensional.
Lapisan mukosa dapat mudah ditemukan di tubuh sehingga sistem
penghantaran obat mukoadhesif dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal, nasal, okular
serta gastrointestinal. Prinsip penghantaran obat dengan sistem ini adalah
memperpanjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai
lapisan mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak
yang lebih baik antara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorbsi,
sehingga konsentrasi obat terabsorbsi lebih banyak dan diharapkan akan
terjadi aliran obat yang tinggi melalui jaringan tersebut.
Beberapa teori menjelaskan tentang fenomena mukoadhesif yaitu
sebagai berikut :
1. Teori Pembasahan

3
Teori ini menjelaskan adhesi sebagai proses embedding, dimana
agen adhesif berpenetrasi kepada permukaan secara irregular,
menghasilkan banyak ‘jangkar’ adhesif.
2. Teori Elektrostatik

Berdasarkan teori ini, transfer elektron terjadi antara interface


permukaan membran mukosa dan permukaan material yang
menempel. Ini menghasilkan pembentukan dua lapisan elektrik
pada permukaan dan gaya tarik antara keduanya bertanggung jawab
dalam menghasilkan kontak antara dua layer. (B.V. Deraguin,
1969).

3. Teori Adsorpsi
Berdasarkan teori ini, setelah kontak pertama antar permukaan,
material teradhesi ke permukaan disebabkan karena gaya tarik
permukaan antar struktur kimia dua permukaan (A. Ahuja, 1997).
Absobsi secara kimiawi terjadi karena hasil dari satu gaya atau
gabungan beberapa gaya seperti gaya Van Der Waal’s, ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik (Hansberger JR, 1967)
4. Teori Fraktur
Teori ini mendeskripsikan gaya yang dibutuhkan untuk
memisahkan dua permukaan yang saling beradhesi. Kekuatan
fraktur setara dengan kekuatan adhesif berdasarkan persamaan

σ  =  (E × ε/L)1/2

dimana σ adalah kekuatan fraktur, e adalah energi fraktur, E adalah


modulus young dari elastisitas, dan L panjang pecahan kritis. (Gu
J.M., 1988).

Ada beberapa faktor fisiologi GIT (Gastrointestinal Tract) yang


dapat membatasi penggunaan sistem penghantaran obat secara
mukoadhesif yaitu :

4
1. Absorbsi obat di saluran cerna dipengaruhi oleh motilitas lambung
dan usus yang dapat melepaskan material atau obat yang teradhesi di
mukosa lambung
2. Kecepatan penggantian musin baik pada keadaan lambung kosong
maupun penuh dapat membatasi waktu tinggal sediaan mukoadhesif
karena jika mukus lepas dari membran maka polimer bioadhesif
tidak dapat menempel lebih lama.
3. Adanya faktor patologis yang dapat merubah sifat fisikokimia dari
mukus.

Meskipun demikian semua permasalahan dapat dihindari dengan


menggunakan polimer yang sesuai atau dengan menggabungkan bahan-
bahan tertentu pada bentuk sediaan.

B. Uji Bioadhesif In Vitro


Uji bioadhesive ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat
granul dapat melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5
menit. Uji ini dilakukan dengan menggunakan jaringan lambung yang
telah dipotong dan dilekatkan pada penyokong alumunium kemudian
ditempatkan pada kemiringan 45 derajat.
C. Uji Wash Off
Uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul melekat
pada mukosa lambung selama 2 jam (Hamsinah, 2016). Selain itu dapat
digunakan untuk menguji kemampuan penghantaran bioadhesif dari suatu
granul dengan polimer tertentu.
D. Rhinos SR
Bentuk sediaan Rhinos adalah sustained release yang diproduksi oleh
Dexa Medica. Komposisi obat ini terdiri dari Loratadine 5 mg immediate
release, Pseudoephedrine HCl 60 mg sustained release. Obat ini
diindikasikan untuk hidung tersumbat, bersin, rinore, dan lakrimasi yang
menyertai flu atau salesma, rinitis alergika dan vasomotor. Pemberian obat
ini dapat diberikan bersama atau tanpa makanan dengan cara menelannya
utuh tanpa dikunyah atau dihancurkan.

5
E. Vita-Long C
Vitalong C adalah suplemen vitamin C dengan modifikasi sediaan
lepas berkala. Obat ini dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan
harian vitamin C maupun membantu defisiensi vitamin C.

6
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan bahan

a. Alat

1. Sel Silindris

2. Alat Disintegran

3. Thermostat

b. Bahan

1. Mukosa Lambung dan Usus Tikus Putih

2. Granul

3. Larutan NaCl Fisiologis

4. Lem Superglue

B. Cara Kerja

a. Uji Bioadhesif In Vitro

1. Mukosa lambung tikus diisolasi.

2. Jaringan lambung lalu dibuka, dibersihkan dengan larutan NaCl


fisiologis dan dipotong sekitar 1x1 cm.

3. Jaringan kemudian diletakkan di atas pelat alumunium dengan cara


dilem pada bagian luar mukosa.

4. Sebanyak 50 butir granul ester C ditempelkan di atas jaringan dan


dibiarkan berkontak selama 10 menit kemudian ditempatkan dalam sel
silindris dengan kemiringan 45oC .

7
5. Granul pada jaringan dielusi menggunakan cairan lambung buatan pada
suhu 37 ± 0,5oC dengan kecepatan aliran 22 ml/menit.

6. Jumlah granul yang masih melekat dihitung setiap 10 menit selama 60


menit.

b. Uji Wash Off

1. Usus lambung tikus diisolasi.

2. Jaringan usus dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis lalu dipotong


kira- kira 4 cm sebanyak 6 bagian.

3. Jaringan kemudian diletakkan di atas 6 kaca objek berbeda dengan cara


dilem pada bagian luar mukosa.

4. Sejumlah 50 granul ditempelkan dan disebar di atas mukosa usus pada


kaca objek.

6. Kaca objek dimasukkan ke dalam alat uji disintegrasi kemudian alat


dijalankan di dalam media cairan usus buatan pada suhu 37 ± 0,5oC.

7. Jumlah granul diukur setiap 10 menit selama 60 menit.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
a. Uji Bioadhesif

Bioadhesif C
Waktu Granul terjatuh Sisa Granul % Granul
10 15 35 70%
20 2 33 66%
30 3 30 60%
40 1 29 58%
50 1 28 56%
60 0 28 56%

Bioadhesif Kelas C
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70

Bioadhesif A
Waktu Granul terjatuh Sisa Granul % Granul
10 15 35 70%
20 0 35 70%
30 0 35 70%
40 0 35 70%
50 0 35 70%

Bioadhesif Kelas A
35.5
35
34.5
34
33.5
33
32.5
32
0 10 20 30 40 50 60 70
60 2 33 66%

9
b. Uji Wash OFF

Wash OFF C
Granul %
Waktu terjatuh Sisa Granul Granul
10 5 45 90%
20 0 45 90%
30 1 44 88%
40 0 44 88%
50 1 43 86%
60 1 42 84%

Wash Off Kelas C


45.5
45
44.5
44
43.5
43
42.5
42
41.5
41
40.5
0 10 20 30 40 50 60 70

10
Wash OFF A
Granul %
Waktu terjatuh Sisa Granul Granul
10 27 23 46%
20 0 23 46%
30 1 22 44%
40 0 22 44%
50 0 22 44%
60 0 22 44%

Wash Off Kelas A


23.2
23
22.8
22.6
22.4
22.2
22
21.8
21.6
21.4
B. Pembahasan 0 10 20 30 40 50 60 70

Uji bioadhesive in vitro dimaksudkan untuk melihat seberapa kuat


pelekatan granul pada mukosa lambung. Uji ini menggunakan jaringan mukosa
lambung tikus putih dan HCl PH 2,5 sebagai cairan lambung. Lambung dibuka
dan dicuci menggunakan NaCl fisiologis, kemudian diletakan pada penyokong
alumunium dengan bantuan lem. Sebanyak 50 gram granul rhinos di letakan pada
mukosa lambung tersebut dan dibiarkan berkontak selama 10 menit. Kemudian
diletakan pada sel silindir dengan kemiringan 45. Granul yang telah melekat
dielusi dengan cairan lambung buatan ( HCl PH 2,5) pada suhu 37 C karena
sesuai dengan suhu tubuh dengan kecepatan 22 ml/menit. Dan dihitung granul
yang melekat setiap 10 menit slama 60 menit.
Secara umum, bioadhesi merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua interaksi adhesif dengan substansi biologi. Sedangkan
mukoadhesi hanya untuk mendeskripsikan ikatan yang melibatkan mukus atau
permukaan mukosa. Sistem ini dirancang untuk mengendalikan pelepasan dan
absorbsi obat yang terlokalisasi pada sisi spesifik serta memperpanjang waktu
tinggal obat pada sisi pemberian.

11
Bentuk sediaan mukoadhesif berpotensi untuk memperbaiki dan
meningkatkan bioavailabilitas obat, selain itu bentuk sediaan ini memunculkan
interaksi yang kuat antara polimer dan lapisan mukus jaringan untuk membantu
meningkatkan waktu kontak (Winantari, A. N dkk, 2010).

Mekanisme pelekatan sediaan mukoadhesif pada mukus diawali dengan


adanya kontak antara sediaan dengan mukus, dilanjutkan dengan adanya
interpenetrasi polimer ke dalam mukus. Ada dua ikatan kimia yang terjadi pada
bioadhesi yaitu ikatan kovalen, ikatan ini tidak diinginkan karena sangat kuat.
Yang kedua adalah ikatan yang disebabkan karena gaya tarik-menarik antara
gugus molekul yang berbeda, seperti gaya elektrostatik, Van Der Waals, ikatan
hidrogen dan hidrofob. Komponen utama mukus yang bertanggungjawab pada
sifat adhesi dan kohesinya adalah glikoprotein (Indrawati, Teti dkk, 2005).

Berdasarkan hasil uji bioadhesif in vitro kelas C dengan granul Rhinos


memiliki pelekatan tidak cukup baik yaitu pelekatan 75% pada menit ke 10, 66 %
pada menit ke 20, 60% pada menit ke 30, 58% pada menit ke 40, dan 56% pada
menit ke 50 dan 60. Berdasarkan grafik granul yang tersisa terhadap waktu
bahwa semakin berkurang % granul yang tersisa. Apabila dibandingkan dengan
kelas A dengan granul vitalong C memiliki perlekatan yang baik yaitu perlekatan
75% pada menit ke 10-50 dan 66% pada menit ke 60. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena viskositas polimer rhinos tidak terlalu tinggi dibandingkan
dengan polimer vitalong C dan perbedaan polimer yang digunakan.

Mekanisme yang terjadi tahap pertama melibatkan kontak yang rapat


antara bioadhesif dan membran, baik dari permukaan bioadhesif yang memiliki
pembasahan bagus, maupun dari pengembangan bioadhesif. Pada tahap kedua,
setelah diadakan kontak, penetrasi bioadheshif ke dalam celah-celah permukaan
jaringan atau antar rantai dari bioadhesive dengan mukus yang terjadi.

Faktor yang mempengaruhi mucoadhesif yaitu faktor-faktor yang terkait


polymer (berat molekul; Konsentrasi polimer aktif; Fleksibilitas rantai polimer;
konfirmasi spacial; pengembangan), Faktor-faktor yang terkait lingkungan (pH
polimer-antarmuka substrat), Faktor fisiologis: kondisi musim.

12
Uji wash off digunakan untuk melihat keterikatan suatu obat yang
menggunakan terknologi bioadhesif pada mukosa usus yang diujikan secara
invitro dengan menggunakan alat uni disintegrasi tablet. Yang dilakukan pertama
adalah menggambil jaringan usus tikus/mencit sebagai hewan uji yang sudah
dibersihkan menggunakan larutan NaCl fisiologis, digunakan NaCl fisiologis
karena memiliki pH yang netral yang dekat dengan pH usus sehingga tidak akan
merusak lapisan mukosa usus, jaringan usus memiliki pH 6,8 ± 0, 1. Selanjutnya
jaringan usus direkatkan ke kaca objek menggunakan lem sinoakrilat, perhatikan
bahwa lem yang digunakan benar benar kering sehingga tidak akan obat yang
menempel yang dapat mengganggu hasil dari uji wash off, perhatikan juga bahwa
bagian yang ditempelkan ke kaca objek adalah bagian luar dari usus karena obat
tentunya akan melekat pada bagian dalam usus.

Selanjutnya partikel obat ditempelkan ke lapisan mukosa usus bagian


dalam. Dan dimasukkan ke alat desintegrasi dan dinaik turunkan 30 kali permenit,
alat ini berfungsi agar sampel obat mendapat gaya dorong dan pengaruh oleh suhu
yang ada pada air tersebut. Suhu diatu 37⁰C menikuti suhu normal tubuh manusia.
Jumlah granulnya yang lepas lalu dihitung tiap 10 menit selama 1 jam.

Hasil yang didapatkan di kelas C memperlihatkan bahwa sedikit partikel


obat yang lepas dari usus dari keseluruhan granul yang berjumlah 50 hanya
terdapat 8 yang terlepas secara keseluruhan selama 1 jam, bila dibandingkan kelas
A yang lepas jauh lebih banyak. Hal ini mungkin dikarenakan ketika penempelan
granul di usus, belum terlekat dengan maksimal, sehingga pada 10 menit awal
sudah banyak yang terlepas. Seharusnya granul obat ini hanya sedikit yang
terlepas karena sifat adesif ini dapat membantu obat lebih bertahan lama sehingga
ketersediaan untuk diabsorbsi juga semakin banyak.

Dari hasil kelas c juga terlihat bahwa yang jatuh dari uji pada lambung dan
usus memperlihatkan bahwa di lambung lebih banyak yang terlepas. Hal ini
disebabkan kelekatan obat di mukosa usus jauh lebih baik dibandingkan dengan
lambung karena kekasaran permukaan jaringan dimana jaringan usus memiliki
permukaan yang lebih kasar dari permukaan jaringan lambung karena banyaknya
fili pada permukaan jaringan usus berarti makin banyak celah untuk polimer

13
berpenetrasi sehingga kontak awal baik dan tedadi penjeratan mikropartikel lebih
lama sehingga daya adhesi pads usus lebih besar dibandingkan dengan daya
adhesi pada lambung. Sedangkan di lambung mempunyai lapisan tebal mukus
yang dapat menyebabkan terjadinya penggumpalan antara polimer dengan mukus
ketika berkontak yang kemudian akibat alat disintegrator yang dinaik turunkan
menyebabkan penggumpalan yang terbentuk menjadi menipis dan akhirnya
terlepas, dan karena lambung mempunyai filli yang sedikit sehingga pada saat
uji wash off menyebabkan granul mudah terlepas (Umar, Ningsih, & Meliana,
2014).

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Uji biadhesif dan uji wash off dilakukan untuk melihat seberapa kuat
pelekatan granul pada mukosa lambung dan usus. Pada praktikum kali ini
digunakan obat Rhinos SR dan vita-long C. Hasil menunjukkan Rhinos SR
memiliki pelekatan lebih bagus di usus daripada vita-long C dan vita-long C
memiliki pelekatan yang lebih bagus/baik di lambung dibanding Rhinos SR.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahuja A, Khar RK, Ali J. Mucoadhesive drug delivery systems. Drug Dev Ind
Pharm. 1997;23:489–515

Deraguin BV, Smilga VP. London: McLaren; 1969. Adhesion: Fundamentals and
Practice

Gu JM, Robinson JR, Leung SH. Crit Rev Ther Drug Carrier Syst. 1988; 5(1):21-
67.
Huntsberger JR. Mechanisms of adhesion. J Pain Technol. 1967;39:199–211.

Malakar J, Nayak AK, Goswami S. Use of response surface methodology in the


formulation and optimization of bisoprolol fumarate matrix tablets for
sustained drug release. ISRN Pharm 2012

Mohan, Ratih Et Al. 2012. Floating And Bioadhesive Delivery System Of


Metoprolol Succinate: Formulation, Development And In Vitro
Evaluation. Vol. 6. Asian Journal of Pharmaceutic

Putri, kurnia sari setio; Sulistomo, Bambang; Surini, silvia. 2017 . Kompleks
Polielektrolit Kitosan-Xanthan sebagai Matriks Sediaan Mukoadhesif.
Jurnal Fakultas farmasi Universitas Indonesia. Jakarta

Rachmat, H., & Rosalina, M. (2008). Pengembangan Sediaan Dengan Pelepasan


Dimodifikasi Mengandung Furosemid Sebagai Model Zat Aktif
Menggunakan Sistem Mukoadhesif. Majalah Ilmu Kefarmasian, V(1), 1–
8.
Shaikh, R., Raj Singh, T. R., Garland, M. J., Woolfson, A. D., & Donnelly, R. F.
(2011). Mucoadhesive drug delivery systems. Journal of Pharmacy and
Bioallied Sciences, 3(1), 89–100. http://doi.org/10.4103/0975-7406.76478

Umar, S., Ningsih, W., & Meliana, M. (2014). Formulation of Mucoadhesive


Ketoprofen Granule Using Chitosan Polymer. Jurnal Sains Farmasi &

15
Klinis, 1(1), 48–53. Retrieved from
http://jsfkonline.org/index.php/jsfk/article/view/11

16
LAMPIRAN
Persiapan Uji

Uji Bioadhesif

Uji Wash Off

17
18

Anda mungkin juga menyukai