INFANTISIDA
Penulis :
Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F
dr. Citra Manela, Sp.F
dr. Taufik Hidayat, M.Sc, Sp.F
1
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2019
2
d. Memberikan informed consent kepada keluarga korban
INFANTISIDA
DEFINISI
Infantisida merupakan pembunuhan bayi/orok yang dilakukan oleh ibu kandungnya
sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah
melahirkan anak. Unsur – unsur yang terlihat dalam definisi ini adalah : pembunuhan, oleh ibu
kandung, motivasi psikis ( takut diketahui melahirkan ) dan waktu ( baru lahir ).
UNDANG – UNDANG
Undang – undang yang mengancam kejahatan ini dengan hukuman adalah :
1. KUHP 341 : pembunuhan orok tanpa rencana ( maksimum 7 tahun )
2. KUHP 342 : pembunuhan orok direncanakan ( maksimum 9 tahun )
3. KUHP 343 : orang lain yang melakukannya/ turut melakukan ( pembunuhan biasa )
4. KUHP 305 : membuang anak dibawah 7 tahun ( maksimum 5 tahun 6 bulan )
5. KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati ( maksimum 7,5 – 9 tahun )
6. KUHP 307 : bila pelaku ayah/ ibu, ditambah sepertiganya
7. KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir ( seperdua dari KUHP 305 dan
306 )
8. KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran atau kematian.
PEMERIKSAAN OROK
Dari unsur – unsur pembunuhan orok diatas dapat ditarik beberapa hal penting :
1. Pengertian ”pembunuhan” mengharuskan kita untuk membuktikan :
lahir hidup
kekerasan
sebab kematian akibat kekerasan ( termasuk peracunan )
2. Pengertian ”baru lahir” mengharuskan penilaian atas :
Cukup bulan/ belum , dan berapa usia kehamilannya
3
Berapa usia paska lahirnya, serta memberikan pula asupan laik hidup ( viable )
atau tidaknya orok tersebut.
3. Pengertian takut diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih sayang si ibu kepada
anaknya yang diperlihatkan dengan belum adanya tanda – tanda perawatan
4. Pengertian ”si ibu membunuh anaknya sendiri” mengharuskan kepada kita untuk
mengupayakan pembuktian apakah mayat orok yang diperiksa adalah anak dari tersangka
ibu yang diajukan.
4
Hasil yang baik bila dilakukan sebelum ada pembusukan. Pada pembusukan yang masih
dini, pemeriksaan dilakukan terhadap jaringan paru yang tidak tampak busuk.
Tes pengapungan dimulai terhadap seluruh alat dalam leher ( yang telah diikat ) dan alat
dalam dada. Terapung atau tidak tes tetap dilakukan sampai akhir. Berturut – turut diuji apung :
kedua paru setelah dipisahkan dari trakhea, tiap lobus paru, dan kemudian potongan kecil tipis
jaringan perifer paru. Akhirnya, bila potongan kecil tipis paru tersebut mengapung, diletakkan
antara dua karton / kertas tebal ditekan dengan menginjaknya tanpa memutarnya dan dimasukkan
kedalam air lagi. Bila terapung berarti, terdapat udara volume residu atau dikatakan tes apung
positif.
Interpretasi :
Positif : pernah bernafas = lahir hidup
Negatif : belum pernah bernafas = lahir mati
sudah pernah bernafas = resorpsi pada asfiksia, apnoe lama
pneumonia kongenital
segera tenggelam pada kelahiran
pembusukan lanjut
5
Sebab kematian lainnya yang mungkin adalah : penyakit membran hilalin, penyakit
kongenital fatal, pneumonia, eritroblastosis fetalis, dll. Sedangkan kematian intrauterin bisa akibat
infeksi dalam rahim, asfiksia dalam rahim, dll.
6
1. Berat badan < 1000 gram, panjang badan < 35 cm, lingkar kepala < 32 cm ( fronto-
occipital ) atau disebut immature
2. Adanya kelainan kongenital yang fatal
Penentuan laik hidup atau tidaknya seorang orok tidak menentukan apa – apa, dan hanya
merupakan asupan bagi hakim dalm menentukan berat ringannya vonis.
7
3. Memeriksa golongan darah ibu dan orok
Hal ini juga sulit, karena tidak adanya golongn darah ayah. Ekslusi hanya dapat
ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama – sama pada satu iondividu,
sedangkan individu yang lain tidak mempunyai sama sekali, contohnya adalah
bila ibu golongan darah AB, sedangkan si orok golongan O atau sebaliknya
4. Pemeriksaan DNA
Dapat dilakukan dengan membandingkan DNA inti ibu dengan orok. Kesulitannya adalah
biasanya kita tidak mengetahui siapa ayah dari orok tersebut, sehingga faktor genetik
ayah tidak dapat diperhitungkan. Sebagai alternatif dapat juga dilakukan analisis DNA
mitokondria antara ibu dengan orok. DNA mitokondria mempunyai pola pewarisan yang
maternal lineage, sehingga DNA mitokondria ibu akan sama dengan DNA mitokondria
anaknya.
REFERENSI
1. Idries AM.Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Binarupa Aksara.
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Forensik FKUI.
3. Sampurna B,Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum;sebuah
pengantar.Jakarta:Forensik FKUI.
4. Di Maio D,Di Maio VJM.Forensic Pathology,New York.
5. Hamzah A,KUHP & KUHAP.Cetakan kesembilan,PT Rineka Cipta,Jakarta:1990
6. Knight B,Forensic Pathology,Second Edition.New York.Oxford University.
7. Gani, MH Infantisida dalam Ilmu Kedokteran Forensik, FK UNAND Padang 2008 hal :91-7
8. Camps FE The Fetus, Neonate, Infants and children, Gradwohls Legal Medicine 3rd ed John
Wright & Sons Ltd USA, 1976 : 411-4
9. Goodwin, W., Linacre, A., Hadi., S. 2007. An Introduction to Forensic Genetics. John
Wiley&Sons Ltd, West Sussex UK