Anda di halaman 1dari 8

MODUL ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

INFANTISIDA

Penulis :
Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F
dr. Citra Manela, Sp.F
dr. Taufik Hidayat, M.Sc, Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN

1
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2019

NOMOR MODUL : 04/For-UA/III/19


TOPIK : INFANTISIDA
SUBTOPIK :
LEARNING OBJECTIF :
1. Kognitif
a. Menjelaskan definisi infantisida
b. Menjelaskan undang – undang yang mengatur infantisida
c. Menjelaskan perbedaan lahir hidup dan lahir mati
d. Menjelaskan usia bayi dalam kandungan
e. Menjelaskan tanda perawatan
f. Menjelaskan tata cara menentukan usia paska lahir
g. Menjelaskan penentuan hubungan ibu dan anak
h. Menjelaskan kemungkinan tindak pidana pada kasus mayat bayi
i. Menjelaskan perbedaan infantisida dengan tindak pidana lain pada bayi
2. Psikomotor
a. Mampu melakukan anamnesa terhadap keluarga korban/pengantar/penyidik
kemungkinan tindak pidana yang dialami korban
b. Mampu melakukan beberapa tes pada pemeriksaan bayi baru lahir
c. Mampu melakukan pengumpulan barang bukti
d. Mampu melakukan pengambilan organ untuk pemeriksaan histopatologi forensik
e. Mampu melakukan pemeriksaan lengkap pada infantisida
f. Mampu menentukan sebab mati
3. Attitute
a. Memperkenalkan diri kepada keluarga korban/ penyidik yang mengantar korban
b. Memberikan waktu kepada keluarga korban/pengantar/penyidik untuk
menjelaskan kejadian yang dialami korban sesuai dengan pengetahuannya
c. Menerangkan kepada keluarga korban tindakan apa yang akan dilakukan kepada
korban dan tujuannya

2
d. Memberikan informed consent kepada keluarga korban

INFANTISIDA

DEFINISI
Infantisida merupakan pembunuhan bayi/orok yang dilakukan oleh ibu kandungnya
sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah
melahirkan anak. Unsur – unsur yang terlihat dalam definisi ini adalah : pembunuhan, oleh ibu
kandung, motivasi psikis ( takut diketahui melahirkan ) dan waktu ( baru lahir ).

UNDANG – UNDANG
Undang – undang yang mengancam kejahatan ini dengan hukuman adalah :
1. KUHP 341 : pembunuhan orok tanpa rencana ( maksimum 7 tahun )
2. KUHP 342 : pembunuhan orok direncanakan ( maksimum 9 tahun )
3. KUHP 343 : orang lain yang melakukannya/ turut melakukan ( pembunuhan biasa )
4. KUHP 305 : membuang anak dibawah 7 tahun ( maksimum 5 tahun 6 bulan )
5. KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati ( maksimum 7,5 – 9 tahun )
6. KUHP 307 : bila pelaku ayah/ ibu, ditambah sepertiganya
7. KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir ( seperdua dari KUHP 305 dan
306 )
8. KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran atau kematian.

PEMERIKSAAN OROK
Dari unsur – unsur pembunuhan orok diatas dapat ditarik beberapa hal penting :
1. Pengertian ”pembunuhan” mengharuskan kita untuk membuktikan :
 lahir hidup
 kekerasan
 sebab kematian akibat kekerasan ( termasuk peracunan )
2. Pengertian ”baru lahir” mengharuskan penilaian atas :
 Cukup bulan/ belum , dan berapa usia kehamilannya

3
 Berapa usia paska lahirnya, serta memberikan pula asupan laik hidup ( viable )
atau tidaknya orok tersebut.
3. Pengertian takut diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih sayang si ibu kepada
anaknya yang diperlihatkan dengan belum adanya tanda – tanda perawatan
4. Pengertian ”si ibu membunuh anaknya sendiri” mengharuskan kepada kita untuk
mengupayakan pembuktian apakah mayat orok yang diperiksa adalah anak dari tersangka
ibu yang diajukan.

LAHIR HIDUP atau LAHIR MATI


Tanda lahir hidup secara umum adalah :
Anamnesis saksi : pernah menangis, bernafas tau tidak. Pernafasan ini tidak berlaku bila
digunakan untuk pembuatan visum et repertum, apalagi mengingat bila saksi biasanya tidak ada
kecuali ibu yang merupakan pelaku pembunuhan.
Pada pemeriksaan orok :
1. Dada telah mengembang
2. Diafragma telah turun kesela iga 4-5 atau 5-6
3. Tepi paru menumpul, beratnya kira – kira 1/35 berat badan ( berat paru lahir mati kira –
kira 1/70 berat badan ) akibat semakin beratnya vaskularisasi paru
4. Gambaran paru ”mosaik” ( bercak merah muda tidak homogen pada dasar merah tua )
yaitu akibat daerah – daerah emfisematous dan atelektasis: atau gambaran seperti
marmer ( tonjolan tipis berupa garis putih berbentuk tak beraturan di permukaan, oleh
penebalan septum interkapsularis )
5. Derik udara paru ( krepitasi ), teraba seperti spons
6. Tes apung paru positif
7. Tes apung usus positif
8. PA : gambaran atelektasis dan emfisema yang bercampur karena pengembangan paru
yang tidak homogen dan perangai dinding alveoli, septum interkapsuler yang khas.
Adanya membran hialin menunjukkan lahir hidup.

TES APUNG PARU

4
Hasil yang baik bila dilakukan sebelum ada pembusukan. Pada pembusukan yang masih
dini, pemeriksaan dilakukan terhadap jaringan paru yang tidak tampak busuk.
Tes pengapungan dimulai terhadap seluruh alat dalam leher ( yang telah diikat ) dan alat
dalam dada. Terapung atau tidak tes tetap dilakukan sampai akhir. Berturut – turut diuji apung :
kedua paru setelah dipisahkan dari trakhea, tiap lobus paru, dan kemudian potongan kecil tipis
jaringan perifer paru. Akhirnya, bila potongan kecil tipis paru tersebut mengapung, diletakkan
antara dua karton / kertas tebal ditekan dengan menginjaknya tanpa memutarnya dan dimasukkan
kedalam air lagi. Bila terapung berarti, terdapat udara volume residu atau dikatakan tes apung
positif.
Interpretasi :
 Positif : pernah bernafas = lahir hidup
 Negatif : belum pernah bernafas = lahir mati
sudah pernah bernafas = resorpsi pada asfiksia, apnoe lama
pneumonia kongenital
segera tenggelam pada kelahiran
pembusukan lanjut

KEKERASAN DAN SEBAB KEMATIAN


Kekerasan yang paling lazim digunakan pada pembunuhan orok di DKI Jakarta adalah
membuat keadaan asfiksia mekanik 90-95% dari 30-40 kasusu pertahun, yaitu pencekikan,
penjeratan, pembekapan , dan penyumbatan. Tidak semua kekerasan ini memperlihatkan jejak,
terutama kekerasan yang menggunakan bahan lunak ( kain, bantal dll ) pada penjeratan dan
pembekapan, sehingga pemeriksaan mikroskopik intravitalitas luka kadang diperlukan.
Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul pada kepala (5-10%) dan kekerasan
tajam pada leher atau dada ( 1 kasus dalam 6 – 7 tahun ). Kekerasan tumpul pada kepala harus
dibedakan dengan akibat trauma lahir, baik pada partus lama maupun pada partus presipitatus.
Pada partus lama biasanya dijumpai kaput suksedaneum, sefal-hematom, moulase, hampir tidak
pernah dijumpai fraktur tengkorak dan perdarahan intraserebral ( biasanya hanya perdarahan
subdural dan atau subarakhnoid ). Partus presipitatus biasanya terjadi pada orok yang kecil

5
Sebab kematian lainnya yang mungkin adalah : penyakit membran hilalin, penyakit
kongenital fatal, pneumonia, eritroblastosis fetalis, dll. Sedangkan kematian intrauterin bisa akibat
infeksi dalam rahim, asfiksia dalam rahim, dll.

USIA DALAM KANDUNGAN


Cara yang paling praktis untuk menentukan usia dalam kandungan adalah dengan
menggunakan rumus Haase :
 Usia kehamilan 1 – 5 bulan : panjang tubuh = bulan kuadrat cm
 Usia kehamilan >5 bulan : panjang tubuh = bulan x 5 cm
USIA PASKA LAHIR
Dapat diperkirakan dengan:
1. Udara dalam saluran pencernaan;
 Terdapat udara dilambung, berarti baru saja lahir, namun belum tentu lahir hidup
 Terdapat udara didalam duodenum, berarti > 2 jam.
 Terdapat udara didalam usus halus, berarti 6 - 12 jam.
 Terdapat udara didalam usus besar, berarti 12 - 24 jam.
2. Bila mekonium telah keluar seluruhnya, berarti telah 24 jam atau lebih.
3. Perubahan tali pusat :
 Bila kemerahan di pangkalnya, berarti telah 36 jam.
 Bila kering berarti 2 – 3 hari. Bila putus berarti telah 6 – 8 hari, bahkan kadang –
kadang sampai 20 hari. Bila sembuh berarti 15 hari. Sedangakn bila a/v umbilikalis
menutup berarti telah 2 hari
 Pemeriksaan mikroskopik pangkal tali pusat dengan interprestasi seperti proses
penyembuhan luka
4. Duktus arteriosus menutup : 3 – 4 minggu
5. Duktus venosus menutup : > 4 minggu
6. Sel darah merah berinti hilang : > 24 jam ( masih ada bila diambil di sinusoid hati)

LAIK HIDUP ATAU VIABLE


Orok disebut non viable bila :

6
1. Berat badan < 1000 gram, panjang badan < 35 cm, lingkar kepala < 32 cm ( fronto-
occipital ) atau disebut immature
2. Adanya kelainan kongenital yang fatal
Penentuan laik hidup atau tidaknya seorang orok tidak menentukan apa – apa, dan hanya
merupakan asupan bagi hakim dalm menentukan berat ringannya vonis.

TANDA – TANDA PERAWATAN


Seorang orok yang lahir akan menerima perawatan sebagai berikut : tali pusatnya diikat 7
– 10 cm dari pangkal, dan dipotong, diberi antiseptik dan verban, kemudian dibebaskan jalan
nafasnya dengan penghisapan ( bila di RS ), dimandikan, diberi pakaian, diberi minuman berupa
air susu. Tentu saja tanda – tanda perawatan yang kita harapkan adalah hasil dari tindakan –
tindakan diatas, yaitu:
1. Tali pusat yang terpotong rata dan diikat ujungnya, diberi antiseptik dan verban ( bisa
hilang sebelum diperiksa )
2. Jalan nafas bebas
3. Verniks kaseosa tidak ada lagi
4. Berpakaian
5. Air susu didalam saluran cerna
Ditemukan tanda nomor 1 diatas saja sudah cukup untuk mengatakan bahwa telah ada
tanda perawatan, yang berarti bahwa pembunuhan tersebut bukan lagi termasuk pembunuhan
orok.

HUBUNGAN IBU DAN ANAK


Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari orok, yang kita periksa adalah
suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara yang dapat kita gunakan:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir orok.
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan ( tinggi fundus uteri, lokhia, kolostrum
dsb ) sedangkan saat lahir si orok, dilihat dari usia paska lahir + lama kematian.
2. Mencari data antropologi yang khas antara ibu dan orok. Kesulitannya adalah biasanya
kita tidak mengetahui siapa ayah dari orok tersebut, sehingga faktor antropologi ayah tidak
dapat diperhitungkan

7
3. Memeriksa golongan darah ibu dan orok
Hal ini juga sulit, karena tidak adanya golongn darah ayah. Ekslusi hanya dapat
ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama – sama pada satu iondividu,
sedangkan individu yang lain tidak mempunyai sama sekali, contohnya adalah
bila ibu golongan darah AB, sedangkan si orok golongan O atau sebaliknya
4. Pemeriksaan DNA
Dapat dilakukan dengan membandingkan DNA inti ibu dengan orok. Kesulitannya adalah
biasanya kita tidak mengetahui siapa ayah dari orok tersebut, sehingga faktor genetik
ayah tidak dapat diperhitungkan. Sebagai alternatif dapat juga dilakukan analisis DNA
mitokondria antara ibu dengan orok. DNA mitokondria mempunyai pola pewarisan yang
maternal lineage, sehingga DNA mitokondria ibu akan sama dengan DNA mitokondria
anaknya.

REFERENSI
1. Idries AM.Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Binarupa Aksara.
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.Ilmu Kedokteran Forensik.Jakarta:Forensik FKUI.
3. Sampurna B,Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum;sebuah
pengantar.Jakarta:Forensik FKUI.
4. Di Maio D,Di Maio VJM.Forensic Pathology,New York.
5. Hamzah A,KUHP & KUHAP.Cetakan kesembilan,PT Rineka Cipta,Jakarta:1990
6. Knight B,Forensic Pathology,Second Edition.New York.Oxford University.

7. Gani, MH Infantisida dalam Ilmu Kedokteran Forensik, FK UNAND Padang 2008 hal :91-7

8. Camps FE The Fetus, Neonate, Infants and children, Gradwohls Legal Medicine 3rd ed John
Wright & Sons Ltd USA, 1976 : 411-4

9. Goodwin, W., Linacre, A., Hadi., S. 2007. An Introduction to Forensic Genetics. John
Wiley&Sons Ltd, West Sussex UK

Anda mungkin juga menyukai