Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KESELAMATAN PASIEN DAN

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

“K3 Dalam Keperawatan”

Nama Kelompok :

1. Hamidah Amatullah(1611311010)
2. Rettania Lorenza H. (1611311022)
3. Nadya Putri Badrina (1611312002)
4. Ulfa Mawaddah Ningsih(1611312013)
5. Meri Handayani (1611312016)
6. Yolanda Sukarma(1611313012)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudulkan “:K3 Dalam Keperawatan”. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Pasien Dan
Keselamatan Kesehatan Kerja dan juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai “Keselamatan Kesehatan Kerja”.

Terima kasih penulis ucapkan kapada kedua orang tua penulis yang telah
memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke
tingkat yang lebih tinggi lagi,selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada
Dosen Pembimbing mata kuliah Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan
Kerja telah membimbing penulis dalam penyusunanan makalah ini..

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menerima
kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk
itu penulis ucapkam terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi
semua.

Padang, 19 Februari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Mamfaat…………...........………….......................……………........3

BAB II. PEMBAHASAN 4

2.1. Penyebab terjadinya adverse events


4
2.2. K3 dalam keperawatan: pentingnya, tujuan, manfaat, & etika
5
2.3. Ruang lingkup K3
8
2.4. Kebijakan K3 yang berkaitan dengan keperawatan di Indonesia
10
2.5. Konsep dasar K3
12
2.6. Risiko &hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan
18
2.7. Risiko &hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan
22
2.8. Risiko &hazard dalam implementasi asuhan keperawatan
25
2.9. Risiko &hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan
28

BAB III.PENUTUP 31

3.1 Kesimpulan 31

DAFTAR PUSTAKA 32

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi
yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut
International Labor Organization(ILO),setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian
yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.
Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah
kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan ,dimana diperkirakan
terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.
Dari data ILO tahun 1999,penyebab kematian utama yang berhubungan
dengan pekerjaan yaitu kanker sedangkan dalam kelompok penyebab lain
antara lain penyakit neurologis dan penyakit ginjal. Menurut WHO
,diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara berkembang dan 20-50% pekerja
di negara industri(dengan hanya beberapa pengecualian)mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai. Sehingga data mengenai
penyakit akibat kerja yang ada hanya merupakan bagian dari suatu puncak
gunung es. Selain itu pengawasan langsung di perusahaan terhadap program
kesehatan dan keselamatan kerja tidak dilakukan secara reguler,termasuk di
negara maju.
Hal tersebutlah yang mendasari kami membuat makalah ini untuk
membahas tentang K3 Dalam Keperawatan. Bertujuan untuk menambah
pengetahuan tentang bagaiamana Keselamatan Kesehatan Kerja dapat
terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya adverse events terkait prosedur invasif?
2. Apa pentingnya, tujuan, manfaat, & etika K3 dalam keperawatan?
3. Bagaimana ruang lingkup K3 dalam keperawatan?
4. Bagaimana kebijakan K3 yang berkaitan dengan keperawatan di
Indonesia?
5. Bagaimana konsep dasar K3?

6. Bagaimana risiko &hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan?


7. Bagaimana risiko &hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan?
8. Bagaimana risiko &hazard dalam implementasi asuhan keperawatan?
9. Bagaimana risiko &hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa penyebab terjadinya adverse events terkait prosedur
invasif
2. Mengetahui apa pentingnya, tujuan, manfaat, & etika K3 dalam
keperawatan
3. Mengetahui bagaimana ruang lingkup k3 dalam keperawatan
4. Mengetahui bagaimana kebijakan k3 yang berkaitan dengan keperawatan
di indonesia
5. Mengetahui bagaimana konsep dasar k3

6. Mengetahui bagaimana risiko &hazard dalam pengkajian asuhan


keperawatan
7. Mengetahui bagaimana risiko &hazard dalam perencanaan asuhan
keperawatan

5
8. Mengetahui bagaimana risiko &hazard dalam implementasi asuhan
keperawatan
9. Mengetahui bagaimana risiko &hazard dalam evaluasi asuhan
keperawatan

1.4 Mamfaat
1. Bagi Praktisi Kesehatan
Sebagai bahan informasi dan pembelajaran tentang pentingnya
keselamatan kesehatan kerja dalam melakukan tindakan.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bagaimana pentingnya
keselamatan kesehatan kerja
3. Bagi Peneliti
Memperoleh wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyebab terjadinya adverse events terkait prosedur invasif

Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event yaitu insiden yang


mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya adverse event di rumah
sakit diantaranya yaitu :

1. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan


sikap.
2. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan atau
keselamatan pekerja.
3. Faktor sumber bahaya yaitu:
 Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya karena metode kerja yang
salah, keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak sesuai dan sebagainya;
 Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari keberadaan
mesin atau peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan
4. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/ perawatan
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna

7
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja menurut Bennet dan
Rumondang (1985) pada umumnya selalu diartikan sebagai “kejadian yang tidak
dapat diduga“. Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu dapat diramalkan atau
diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh
karena itu kewajiban berbuat secara selamat dan mengatur peralatan serta
perlengkapan produksi sesuai dengan standar yang diwajibkan. Kecelakaan kerja
yang disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat memiliki porsi 80 % dan
kondisi yang tidak selamat sebayak 20%. Perbuatan berbahaya biasanya
disebabkan oleh:

a. Sikap dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap


b. Keletihan
c. Gangguan psikologis

2.2 Pentingnya, tujuan, manfaat, & etika K3 dalam keperawatan

a. Pentingnya K3 dalam keperawatan


Pentingnya K3 bisa dilihat atau ditelaah dari beberapa kasus terjadinya
kecelakaan di tempat kerja sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Hal
demikian bisa muncul karena adanya keterbatasan fasilitas keamanan kerja
dan juga karena kelemahan pemahaman faktor-faktor prinsip yang perlu
diterapkan rumah sakit atau dalam suatu perkerjaan. Filosofi keselamatan
dan kesehatan kerja dalam memandang setiap orang memiliki hak atas
perlindungan kehidupan kerja yang nyaman belum sepenuhnya dipahami
baik oleh pihak suatu pekerjaan.Karena itu perlu ditanamkan jiwa bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bentuk kebutuhan.

Selain itu setiap upaya yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerj
a hanya akan berhasil jika kedua pihak yaitu melakukan kerjasama sinergis
dan harmonis. Setiap pelaku harus bertekad dan berdisiplin memperkecil
terjadinya kecelakaan kerja sampai nol.

8
Manfaat bagi kepentingan berupa keselamatan dan kesehatan kerja yang
maksimum dan begitu pula bagi perusahaan berupa keuntungan maksimum.
Untuk itu maka rumah sakit hendaknya:
1. Mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang dikeluarkan
pemerintah secara taat asas
2. Membuat prosedur dan manual tentang bagaimana mengatasi keselamatan
kerja
3. Memberikan pelatihan dan sosialisasi keselamatan kerja pada
karyawan/timkes
4. Menyediakan fasilitas keselamatan kerja yang optimum
5. Bertanggung jawab atas keselamatan kerja para karyawan/timkes

b. Tujuan K3 dalam Keperawatan


Menurut Mangkunegara (2011), tujuan dari K3 adalah sebagai berikut :
 Agar setiap pegawai mendapat jaminan K3 baik secara fisik, sosial,
dan psikologis.
 Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan seselektif
mungkin.
 Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
 Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pegawai.
 Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi
kerja.

c. Manfaat K3 dalam Keperawatan


Menurut Robiana Modjo (2007), manfaat penerapan program keselamatan
dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:
 Pengurangan Absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program
keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan
angka risiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja,
sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan
sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang.

9
 Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan. Karyawan yang bekerja
pada perusahaan yang benar-benar memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami
cedera atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil
pula kemungkinan klaim pengobatan/ kesehatan dari mereka.
 Pengurangan Turnover Pekerja. Perusahaan yang menerapkan
program K3 mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa
manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka,
sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia
dan tidak ingin keluar dari pekerjaannya.
 Peningkatan Produktivitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyu Sulistyarini (2006) di CV. Sahabat klaten menunjukkan
bahwa baik secara individual maupun bersamasama program
keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap
produktivitas kerja.

Malthis dan Jackson (2002) menyebutkan, manfaat program keselamatan


dan kesehatan kerja yang terkelola dengan baik adalah:
 Penurunan biaya premi asuransi,
 Menghemat biaya litigasi,
 Lebih sedikitnya uang yang dibayarkan kepada pekerja untuk
waktu kerja mereka yang hilang,
 Biaya yang lebih rendah untuk melatih pekerja baru.
 Menurunnya lembur,
 Meningkatnya produktivitas.

d. Etika K3 dalam Keperawatan

Etika Ahli Kesehatan Kerja merupakan seperangkat perilaku anggota profesi


Ahli Kesehatan Kerja dalam hubungannya dengan klien/ pasien, teman sejawat
dan masyarakat pekerja serta merupakan bagian dari keseluruhan proses kesehatan
kerja ditinjau dari segi norma dan nilai moral. Masalah-masalah kecelakaan,

10
penyakit akibat kerja, keluhan-keluhan tenaga kerja, kehilangan waktu bekerja,
banyaknya angka absensi, menurunnya angka produktifitas tenaga kerja, dan
sebagainya, memerlukan perhatian penuh pihak profesi Ahli Kesehatan Kerja,
hukum, agama dan masyarakat luas. Sebagai pemberi pelayanan yang
berhubungan dengan bidang kesehatan dan keselamatan kerja maka mudah
dipahami bahwa seseorang Ahli Kesehatan Kerja memerlukan etika tenaga
kesehatan karena harus bekerja sama dengan bidang-bidang lain yaitu misalnya
dokter, ahli higiene perusahaan, ergonomi, psikolog, ahli gizi dan yang paling
penting adalah tenaga kerja. Tenaga Kesehatan Kerja yang merupakan tenaga
profesional, seyogyanya selalu menerapkan etika dalam sebagian besar aktifitas
sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma perilaku atau biasa disebut dengan
asas moral, harus selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat
kelompok manusia.
Etika yang berlaku dimasyarakat modern saat ini adalah Etika Terapan
(applied ethics) yang biasanya menyangkut suatu profesi, dimana didalamnya
membicarakan tentang pertanyaan-pertanyaan etis dari suatu individu yang
terlibat. Sehingga pada masing-masing profesi telah dibentuk suatu tatanan yang
dinamakan Kode Etik Profesi. Perilaku ini memang agak sulit menanganinya,
kecuali kesadaran sendiri masing-masing Tenaga Kesehatan dalam menerapkan,
mengaplikasikan, menghayati, memahami, kode etik profesinya. Karena, etika
profesi lebih bersifat moral, maka kesalahan yang terjadi apabila dilakukan oleh
tenaga kesehatan kerja, sanksi yang diberikan bersifat moral dan yang paling
dirugikan adalah para kliennya (tenaga kerja), sehingga untuk menangani
pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku pelayanan agar tidak terlalu
merugikan pengguna pelayanan, dibentuklah suatu Majelis Kode Etik Profesi
yang berlandaskan pada Etika dan Hukum yang berlaku.

2.3 Ruang Lingkup K3 dalam Keperawatan


Ruang lingkup K3 dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di
dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan
usaha yang dikerjakan.

11
b. Aspek perlindungan dalam K3 meliputi :
1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4. Proses produksi
5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
6. Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan K3 dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan
hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung
jawab atas keberhasilan usaha K3.

Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup


pekerjaan perawat hiperkes adalah :

1. Health promotion / Protection

Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja akan


paparan zat toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan perilaku
yang berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.

2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance

Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis pekerjaannya .

3. Workplace Surveillance and Hazard Detection

Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan


tenaga kerja.

Bekerjasama dengan tenaga profesional lain dalam penilaian dan pengawasan


terhadap bahaya.

4. Primary Care

12
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan kecelakaan pada
tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan, pengobatan, rujukan dan perawatan
emergensi.

5. Counseling

Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan


membantu untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis.

6. Management and Administration

Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab pada


progran perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan manajemen.

7. Research

Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, mengenali


faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.

8. Legal-Ethical Monitoring

Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan


kesehatan pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga
kerahasiaan dokumen kesehatan tenaga kerja.

9. Community Organization

Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga kerja.


Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan perawatan tenaga
kerja haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan atau dokter
yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar pengetahuan prinsip perawatan dan
prosedur untuk merawat orang sakit dan korban kecelakaan adalah merupakan
pegangan yang utama dalam proses perawatan yang berdasarkan nursing
assessment, nursing diagnosis, nursing intervention dan nursing evaluation adalah
mempertinggi efisiensi pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya.

Perawat hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan praktek-


praktek standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui

13
program pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu membantu
karyawan / tenaga kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

2.4 Kebijakan k3 yang berkaitan dengan keperawatan di indonesia


Di indonesia, terdapat undang- undang khusus yang memang sengaja
dibuat untuk membahas menegenai kesehatan dan keselamatan kerja yaitu
Undang-undang No.13 Tahun 2003: UU tentang Ketenaga Kerjaan, dalam Pasal
87 ayat 1 mengamanatkan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan
Sistem Manajemen Perusahaan. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai
penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat K3. Peraturan Pemerintah RI No.50
Tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: Setiap Perusahaan
wajib menerapkan SMK3 bagi Perusahaan Mempekerjakan pekerja / buruh paling
sedikit 100 (seratus) orang atau Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Permenaker No.5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) organisasi dapat mengelola Kesematan dan Kesehatan Kerja
dengan mengontrol setiap kegiatan bisnis organisasi. Sebuah sistem yang praktis
dan masuk kedalam struktur organisasi, aktifitas perencanaan, tugas dan tanggung
jawab, proses dan sumber daya yang dikembangkan, penerapan, pencapaian,
peninjauan dan pemeliharaan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
organisasi. Ada beberapa peraturan perturan tetang kesehatan kerja
1. Undang-undang Nomor 01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagaan Kerjaan
4. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal
3 (tiga) dan pasal 8 (delapan).

5. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-


Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja.

14
6. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

7. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit


Akibat Kerja.

8. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

2.5 Konsep dasar k3

Hazard, Risiko dan Sistem Kesehatan Kerja,

Dari sudut pandang kesehatan kerja, sistem kerja mikro mencakup empat
komponen kerja, yaitu pekerja, lingkungan kerja, pekerjaan, pengorganisasian
pekerjaan dan budaya kerja. Setiap komponen kerja mempunyai sumber atau
situasi yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi kesehatan pekerja. Hal
tersebut dapat berupa luka atau gangguan kesehatan. Sumber atau situasi yang
potensial tersebut dikenal sebagai hazard atau faktor risiko. yang dapat berupa (1)
hazards tubuh pekerja (somatic hazards); (2) hazards perilaku kesehatan
(behavioural hazards); (3) hazards lingkungan kerja (enviromental hazards)
berupa faktor fisik, kimia dan biologik; (4) hazards pekerjaan (work hazards)
berupa faktor ergonomik; (5) hazards pengorganisasian pekerjaan (work
organization hazards) dan (6) hazards budaya kerja (work culture hazards) berupa
faktor psikosial.

Pada kondisi tertentu Hazard kesehatan dapat menjadi nyata dan menimbulkan
luka atau gangguan kesehatan. Peluang hazard kesehatan untuk menjadi
kenyataan disebut sebagai risiko yang diukur dengan konsekuensi dan peluang
kejadian konsekuensi tersebut. Risiko semakin besar jika konsekuensi gangguan
kesehatan yang ditimbulkan berat, peluang atau frekuensi kejadian tersebut kerap.

Sistem kesehatan kerja merupakan kegiatan pengendalian risiko kesehatan yang


mencakup rekognisi hazard, penilaian risiko dan intervensi risiko. Sistem

15
kesehatan kerja dibangun di atas empat komponen yang sama, dengan melakukan
serangkaian upaya kesehatan kerja, agar setiap komponen menjadi sehat Dengan
mengenal/rekognisi hazard yang bersumber dari (1) perilaku hidup, perilaku
bekerja, kapasitas kerja dan status kesehatan pekerja, (2) lingkungan kerja, (3)
pekerjaan, serta (4) pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Selanjutnya,
menilai besar risiko masing-masing hazard (faktor risiko); dan dilanjutkan
dengan intervensi, berupa upaya untuk meniadakan atau meminimalkan risiko
yang ditimbulkannya.

 Penyakit akibat kerja (pak)

Sebetulnya, sejak abad ke-17-18 sudah diidentifikasi bahwa beberapa pekerjaan


tertentu bisa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, namun baru tahun
1919, tahun didirikannya ILO, pertama kali secara resmi dinyatakan adanya
penyakit akibat kerja yaitu, “Anthrax”. Kemudian daftar penyakit akibat kerja
tersebut terus berkembang menjadi 3 penyakit (1925), 10 penyakit (1934) dan
seterusnya, akhirnya didapat daftar penyakit akibat kerja yang lebih lengkap dan
terperinci yang terdiri dari 70 penyakit (Ensiklopedia ILO, 1998). Di Indonesia,
Daftar Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja telah disahkan melalui
Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993.

Definisi-definisi :

1. Penyakit akibat kerja – Occupational dieses


Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan – Work related disease
Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor
pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya
dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
3. Penyakit yang mengenai populasi pekerja - Disease afecting working
population

16
Penyakit yang terjadi pad populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di
tempat kerja, namun dapat diperbuat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
bagi kesehatan.

Dalam Enskopedi ILO edisi ke-3 tahun 1983 didefenisikan bahwa PAK
adalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan bukan akibat kerja masih
dipisahkan secara jelas, namun di beberapa negara penyakit yang disebabkan
pekerjaan dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan diberlakukan sama,
sebagai penyakit akibat kerja atau occupatinal dieses. Memang pengertian
penyakit akibat kerja dan penyakit yang berhubungan dengan kerja, selalu
menjadi topik pembahasan yang hangat .

Sehingga akhirnya pada tahun 1987, suatu komite pakar kesehatan kerja
dari WHO dan ILO, menawarkan gagasan, bahwa istilah “penyakit akibat
hubungan kerja” dapat digunakan tidak saja untuk penyakit akibat kerja yang
sudah diakui, tetapi juga untuk gangguan kesehatan dimana lingkungan kerja dan
prose kerja merupakan salah satu faktor penyebab yang bermakna disamping
faktor-faktor penyebab yang lin. Gagasan tersebut kemudian diadopsi oleh WHO
dan ILO pada tahun 1989.

Kriteria umum penyakit akibat hubungan kerja:

1. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit


2. Adanya fakta bahwa kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih
tinggi daripada masyarakat umum.
Selain itu, penyakit-penyakit tersebut daat dicegah dengan melakukan
tindakan-tindakan preventiv di tempat kerja.

Penyebab-penyebab akibat hubungan kerja

1. Golongan Fisik
Bising, Vibrasi, Radiasi, Suhu ekstrem, Tekanan, dll
2. Golongan Kimiawi
Ada lebih kurang100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses
industri, namun dalam daftar penyakit ILO, baru dapat diidentifikasi 31

17
bahan kimia sebagai penyebab, sehingga dalam daftar ditambah 1
penyakit, untuk bahan kimia lainnya.
3. Golongan Biologik
Bakteri, Virus, Jamur, Parasit, dll
4. Golongn Fisiologik
Disini tempat kerja yang kurang ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi
dan anatomo manusia.
5. Golongan Psikososial
Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan, dsb.

Di negara-negara maju, faktor-faktor fisik, kimiawi, dan biologik


sudahdapat dikendalikan, sehingga gangguan kesehatan akibat faktor-
faktor tersebut sudah sangat jauh berkurang, namun akhir-akhir ini justru
faktor ergonomik dan golongan psikososial, yang menyebabkan gangguan
muskoloskeletal, stress dan penyakit psikosomatis yang menjadi penyebab
meningkatnya akibat hubungan pekerjaan.

Diagnosa dan identifikasi penyakit akibat hubungan kerja melalui 2 pendekatan

1. Pendekatan Epidemiologis
Digunakan terutama apabila ditemukan adanyagangguan kesehatan atau
keluhn pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini diperlukan untuk
mengidentifikasi sdsnys hubungsn kausal antara suatu pejanan dan
penyakit. Sebagai hasil dari berbagai penelitian epidemiologis makin
banyak berhasil diidentifikasi pejanan yang dapat menyebabkan penykit.
Identifikasi tersebut mempertimbangkan :
 Kekuatan asosiasi
 Konsistensi
 Spesifisitas
 Adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit
 Hubungan dosis
 Penjelasan patofisiologi
2. Pendekatan Klinis (Individual)

18
Dilakukan untuk menentukan apakah seseorang menderita penyakit yang
diakibatkan oleh pekerjaan atau tidak.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:


 Menentukan diagnosa klinis
 Menentukan pejanan yang dialami individu tersebut dalam
pekerjaan
 Menentukan apakah ada hubungan antara pejanan dengan
penyakit
 Menentukan apakah pejanan yang dialami cukup besar
 Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan
 Menentukan apakah ada faktor lain di luar pekerjaan
 Menentukan diagnosa penyakit akibat hubungan kerja

Berdasarkan SK Presiden No. 22 Tahun 1993, disebutkan setidaknya ada 31


penyakit yang timbul karena hubungan kerja, dintaranya:

 Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk


jaringan parut (silicosis, antrackosilikosis, asbestosis) dan
silikikotuberkulisis yang silikosnya merupakan faktor utama
penyebab cacat dan kematian.
 Penyakit paru dan saluran nafas (broncopulmoner) yang disebabkN
oleh debu logam kertas.
 Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitivisasi dan
zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan
 Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya
yang beracun
 Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaan nya yang
beracun
 Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang
beracun
 Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang
beracun

19
 Penyakit yang disebabkan oleh mangan, arsen, raksa, timbal, fluor,
karbon disulfida, derivat halogen, benzena atau homolognya,
derivat nitro dan amina dari benzena atau homolohnya, atau
persenyawaannya yang beracun
 Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit
yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko
kontaminasi khusus
 Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau suhu rendah atau
panas radiasi atau kelembapan udara tinggi
 Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic,
bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk
atau residu dari zat tersebut
 Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk
bahan obat
 Dll

Penyakit Hati Akibat Kerja

Penyakit hati akibat kerja merupakan salah satu penyakit yang sering
terdiagnosis setelah kondisi pasien lemah atau terlambat, diagnosis penyakit
akibat kerja sangat sulit ditegakkan pada keadaan dini karena sulit dipastikan
apakah didapat di tempat kerja atau tidak.

Penyebab penyakit hati akibat kerja antara lain:

1. infeksi : virus, bakteri

2. non infeksi : kontak bahan hepatotoksik

Peranan kesehatan dan keselamatan kerja adalah mencegah timbulnya


penyakit sebelum timbul dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja, meningkatkan derajat kesehata pekerja dan keluarganya dengan
mengadakan pemeriksaan kesehatan rutin. Demikian juga tindakan kuratif.

1. INFEKSI

20
a. Hepatitis virus A, penularan lewat makanan/minuman. B dan C
lewat kontak darah, tusukan

Pedisposisi : medis, para medis, petugas pembersih limbah


medis
Pencegahan : tempat pembuangan jarum bekas yang aman,
makanan dan minuman pekerja yang higienis, pemeriksaan darah
atau serologi sebelum bekerja terutama untuk penyakit yang
cendrung menjadi kronis, pemakaian sarung tangan dan baju
lengan panjang saat melakukan tindakan yang invasif, cuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan
Promotif : pemberian vaksinasi terhadap pekerja dan
keluarganya terutama vaksin hepatitis B/A
Diagnosis : anamnesa, hepatomegali,peningkatan tes liver
fungsi, dan didukung pemeriksaan serologi virus.
Kuratif : pengobatan pada penderita hepatitis akut/kronis,
mengistirahatkan sesuai kondisi pasien, menempatkan pekerja pada
posisi yang sesuai.

2. NON INFEKSI
Kegagalan fungsi liver akibat terpapar bahan kimia yang toksik
terhadap hati, bahan ini masuk melalui inhalasi, yaitu,:
1. 2- nitropan
2. Dimetil formaldehide bahan untuk serat acrylic dan
polyurethane
3. Acetylane tetrachlorida
4. Trinitrotulune
5. Tetrachlor methane
6. Ethylene bromide
7. Glycol bromide
8. Hydrochlorofluorocarbons

21
2.6 Risiko &hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan
A. Pengertian Resiko Dan Hazard

Hazard merupakan semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi


menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) atau penyakit akibat kerja ( berdasarkan
OHSAS 18001:2007).

Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari kemungkinan terjadinya


peristiwa yang berhubungan dengan cidera parah atau sakit akibat kerja dan
terpaparnya seseorang atau alat pada suatu bahaya (OHSAS 18001:2007).

B. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap


Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,agar dapat
mengidentifikasi,mengenali masalah-masalah,kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik,mental,social,dan lingkungan.Pengkajian yang
sistematis(effendi,1996)

C. Contoh Hazard Dan Resiko Bagi Perawat Saat Melakukan Pengkajian

1. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga

2. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian

3. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di ajukan
perawat

4. Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat


pemeriksaan fisik.

5. Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya

Contoh Kasus :

Pada tanggal 27 maret 2016 di rumah sakit singapur terjadi kasus nyata kekerasan
fisik dan verbal pada saat perawat sedang melakukan pengkajian.perawat tersebut

22
pada saat melakukan pengkajian kepada pasien,mendapatkan kekerasan fisik
sekaligus verbal dari pasien yang ia kaji.seperti yang dikutip dalam suatu artikel
di media online:

“Ketika perawat Nur, 31 tahun melakukan pendekatan untuk mengumpulkan


data,salah satu pasiennya ngamuk,berteriak dan memukul mukul kepalanya ke
dinding. Dia mencoba menghentikan dan menenangkannya tapi pasien nya secara
emosinal malah menendang dadanya membuat dia terluka dan kejadian kekerasan
fisik maupun verbal dalam kasus tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan
perawat sendiri ataukan karena memang sang pasien memiliki emosinal yang
tidak dapat dikontrol. Dalam proses pengkajian sendiri,terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh perawat. Mulai dari pemahaman akan pengertian
pengkajian,tahap-tahapan pengkajian, sehingga metode yang digunakan
melakukan pengkajian. Dalam pengkajian pasien,perawat pun harus menyadari
akan adanya hazard dan resiko yang mungkin mereka dapatkan.

Beberapa macam upaya perlu di lakukan sebagai tindakan pencegahan upaya-


upaya tersebut dapat dilakukan baik dari pihak pasien,perawat itu sendiri maupun
dari pihak manajemen rumah sakit.berikut beberapa upaya yang perlu di lakukan
untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat
melakukan pengkajian:

1. Perawat harus melakukan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk


apapun kepada pihak rumah sakit

2. Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesame


manusia dengan dasar martabat dan rasa hormat

3. Dalam melakukan kontak kepada pasien,perawat seharusnya menjadi


pendengar yang baiksalah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian adalah
wawancarta.saat melakukan wawancaraperawat harus mampu menempatkan diri
sebagai tempat curhat pasien sebaik mungkin

4. Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara


menghindari tindakann kekerasan verbal dan fisik

23
5. Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susah
untuk di dekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien
terlebih dahulu.

6. Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata-kata yang


menyingung pasien dan keluarga.

7. Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta


persetujuan dari pasien terlebih dahulu.

8. Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diri


untuk menghadapi hazard dan resiko.

9. Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap


laporan-laporan kekerasan fisikmaupun verbal terhadap perawat

10. Memodifikasi lingkungan yang nyaman dirumah sakit mulai dari poli,
ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untuk
menentramkan suasana hati pasien dan keluarga.

D. Upaya Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat dalam Tahap


Pengkajian Berdasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja.

1. Batasi akses ketempat isolasi .

2. Menggunakan APD dengan benar.

3. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak
tertutup APD.

4. Petugas tidak boleh menyembunyikan wajahnya sendiri.

5. Membatasi sentuhan langsung ke pasien.

6. Cuci tangan dengan air dan sabun.

7. Bersihkan kaki dengan di semprot ketika meninggalkan ruangan tempat


melepas APD.

8. Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja.

24
9. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

Contoh Kasus Yang Berkesinambungan Dalam Upaya Mencegah Dan


Meminimalkan Hazard Dan Risiko Dalam Asuhan Keperawatan.

1. Pengkajian : Sebagian perawat saat akan melakukan tindakan tidak


melakukan cuci tangan dengan benar atau tidak sesuai dengan SOP.

2. Perencanaan : Akan dilakukan penyuluhan tentang pentingnya dan cara


cuci tangan yang benar.

3. Implementasi : Terpasangnya poster SOP cuci tangan disetiap washtaffle

4. Evaluasi : Para perawat sudah mulai melakukan tindakan cuci tangan


sesuai SOP

2.7 Risiko &hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan


Kesalahan saat merencanakan pengkajian. Misalnya jika perawat salah
dalam mengkaji, maka perawat akan salah dalam memberikan proses
perawatan/pengobatan yang pada akhirnya akan mengakibatnya kesehatan
pasien malah semakin terganggu. Hal lainnya yang dapat terjadi yaitu jika
perawat salah dalam merencanakan tindakan keperawatan maka perawatnya juga
akan mendapatkan bahaya seperti misalnya tertularnya penyakit dari pasien
karena kurangnya perlindungan diri terhadap perawatnya. Contoh kasus resiko
dan hazard saat melakukan perawatan: Pada tanggal 27 maret 2016, di rumah
sakit di Singapora terjadi kasus nyata kekerasan fisik dan verbal pada saatperawat
melakukan pengkajian. Perawat tersebut pada saat melakukan pengkajian kepada
pasien, mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal dari pasien yang dikaji.

Seperti yang dikutip dalam media online : “ketika perawat Nur

melakukan pendekatan untuk melakukan data, salah satu pasiiennya mengamuk,


berteriak dan memukul-mukul kepalanya di dinding. Dia mencoba menghentikan
dan menenangkannya tapi pasiennya malah emosi dan menendang dadanya,
sehingga membuatnya terluka. Dan kejadian kekerasan fisik maupun verbal
dalam kasus tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan parawat sendiri ataukah

25
pasien memiliki emosionalyang tidak dapat terkontrol. Dalam proses pengkajian
sendriri, terdapat beberapa hal hang harus diperhatikan oleh perawat mulai dari
pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahap dalam melakukan
pengkajian, hingga metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian. Dalam
melakukan pengkajian terhadap pasien, perawat harus tau akan adanya
hazard/resiko yang mungkin mereka akan dapatkan. Upaya yang dapat dilakukan
oleh perawat untuk meminimalisirkan resiko/hazard yang akan terjad, seperti

a. Batasi akses ke tempat isolasi


b. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( APD) dengan benar
c. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang
tidak tertutup dengan APD
d. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang
tidak tertutup dengan APD
e. Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang
tidak tertutup APD
f. Membatasi sentuhan langsung ke pasien
g. Cuci tangan sebelum melakukan dan setelak melakukan tindakan
Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan
h. Melakukan pemeriksaan secara berkala kepada perawat/pekerja
i. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi

Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap


Perencanaan Asuhan Keperawatan

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai


keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan
dapat diukur.Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar
sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah
sakit dan SMK3.

Perencanaan meliputi:

26
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko.
Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya,
penilaian serta pengendalian faktor resiko.

a. Identifikasi sumber bahaya

Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:

1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi

b. Penilaian faktor resiko

Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan
penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan kerja.

c. Pengendalian faktor risiko

Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan


bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat
risikonya lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat
pelindung pribadi (APP)

2. Membuat peraturan

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar


operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan
ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan
dan pihak yang terkait.

3. Tujuan dan sasaran

Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan,


bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator
pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART)

27
4. Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.

5. Program kerja

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit,


untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.

6. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab


manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta
kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan
melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan
disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik
harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat
kerja, meruuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya
masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan
mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan
dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program,
untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau
masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta
dicari pemecahannya.

2.8 Risiko &hazard dalam implementasi asuhan keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di
harapkan ( Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997 )

28
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.

Contoh upaya mencegah Hazard dan Risiko Implementasi Keperawatan :

1.      membantu dalam aktifitas sehari-hari

2.      konseling

3.      memberikan asuhan keperawatan langsung.

4.      Kompensasi untun reaksi yang merugikan.

5.      Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk


prosedur.

6.      Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari


anggota staf lain.

Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan :

1.      Mempertahankan keamanan klien

2.      Memberikan asuhan yang efektif

3.      Memberikan asuhan yang seefisien mungkin

Upaya Pencegahan  Kecelakaan Kerja Sama Secara Umum

1)      Upaya pencegahan keccelakaan kerja melalui pengendalian bahaya yang di


tempat kerja pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman di tempat kerja.

2)      Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan


pelatihan dan pendidikan,konseling dan konsultasi,pengembangan sumber daya
atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan k3.

3)      Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen prosedur


dan aturan k3, penyediaan sarana dan prasarana k3 dan pendukungnya,
penghargaan dan sanksi terhadap penerapan k3 di tempat kerja.

29
Terdapat Juga Beberapa Upaya Pencegahan Lain,Antara Lain :

Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna,terdiri dari


pelayanan promotif,prefentif,kuratif dan rehabilitative yang di laksanakan dalam
suau system yang terpadu.

Contoh Kasus

“Seorang perawat RSUD Gunung Jati Positif Difteri”

Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, kota Cirebon, diketahui positf difteri
pasca menangani pasien yang menderita penyakit yang sama.

CIREBON – seorang perawat di RSUD Gunung Jati,kota Cirebon, diketahui


positif difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi, perawat
tersebut diduga  tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada
pasien positif difteri tersebut, perawat terkena diffteri berinisal Ru dan bertugas
di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Gunung Jati. Ru diketahui
merupakan perawat pertama difteri yang masuk rumah sakit tersebut.

Analisa Kasus 1

Hazard yang ada di kasus :

Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit difteri dari pasien pasca
menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri.

Upaya pencegahan kasus 1

1.         Upaya pencegahan dari rumah sakit /tempat kerja 

a.    RS menyediakan APD yang lengkap sepeti masker, handskoon, dan scout dll.

Alasan : meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit / infeksi yang dapat


terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai perlindungan
diri dengan kasus di atas dapat di hindari jika perawat menggunakan APD
lengkap mengingat cara penularan difteri melalui terpaparnya cairan ke pasien.

30
b.   Menyediakan sarana untuk mencui tangan atau alkohol gliserin untuk
perawat.

Alasan : cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah terlanjur
terpapar cairan pasien baik pasien beresiko menularkan atau tidak menularkan.
Cuci tangan merupakan tindakan aseptic awalawal sebelum ke pasien maupun
setelah ke pasien.

c.    RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.

Alasan : bila sampah medis dan non medis tercampur dan di kelola dengan baik
akan menimbulkan penyebaran penyakit.

d.   RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan.

Alasan : agar petugas/perawat menjaga konsisten dan tingkat  kinerja


petugas/perawat atau timdalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan ( chek
list ) dalam pelaksanaan kegiaan tertentu bagi sesama pekerja. Supervisor dan
lain-lain dan SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan
mutu pelayanan.

2.         Upaya pecegahan pada perawat :

a.          Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti


mencuci tangan, memakai APD, dan menggunakan alat kesehatan dalam
keadaan  steril.

Alasan : agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani
meskipun pasien dari UGD dan memakai APD adalah salah satu SOP RS.

b.         Perawat mematuhi standar Operatinal Prosedure yang sudah ada RS dan


berhati-hati atau jangan berburu-buru dalam melakukan tindakan.

Alasan : meskipun pasien di ruang UGD dan pertama masuk RS, perawat
sebaiknya lebih berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan
ke pasien dan perawat menciptakan dan menjaga keselamatan tempat kerja

31
supaya dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit dari pasien
dan pasien juga merasa aman.

2.9 Risiko &hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja di


rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan
menilai sampai sejauh mana proses kegiatan keselamatan dan keselatan kerja
rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan dari suatu kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pemantauan dan evaluasi meliputi :

1. Pencatatan dan pelaporan keselamatan dan kesehatan kerja terintegrasi ke


dalam sistem pelaporan RS (SPRS).
2. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu kegiatan
untuk menilai keadaan keselamatan dan kesehatan kerja secara umum dan
tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala,
terutama oleh petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK
dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap
lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological
monitoring (pemantauan secara biologis)

3. Melaksanakan audit keselamtan dan kesehatan kerja


Audit keselamatan dan kesehatan kerja meliputi falsafah dan tujuan,
administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan,
kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan,
evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit keselamatan dan kesehatan kerja:

a. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.


b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai
ketentuan.

32
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu.
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi,
penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak.

Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan


untuk menjamin kesesuaian dan keefektivan dalam pencapaian kebijakan dan
tujuan keselamtan dan kesehatan kerja.

Contoh Kasus Yang Berkesinambungan Dalam Upaya Mencegah Dan


Meminimalkan Hazard Dan Risiko Dalam Asuhan Keperawatan.

1. Pengkajian : Sebagian perawat saat akan melakukan tindakan tidak


melakukan cuci tangan dengan benar atau tidak sesuai dengan SOP.
2. Perencanaan : Akan dilakukan penyuluhan tentang pentingnya dan cara
cuci tangan yang benar.
3. Implementasi : Terpasangnya poster SOP cuci tangan disetiap washtaffle
4. Evaluasi : Para perawat sudah mulai melakukan tindakan cuci
tangan sesuai SOP

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event yaitu insiden
yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan
bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahanmedis.Pentingnya K3 bisa dilihat atau ditelaah dari beberapa ka
sus terjadinya kecelakaan di tempat kerja sudah tidak menjadi rahasia
umum lagi. Hal demikian bisa muncul karena adanya keterbatasan
fasilitas keamanan kerja dan juga karena kelemahan pemahaman faktor-
faktor prinsip yang perlu diterapkan rumah sakit atau dalam suatu
perkerjaan. Filosofi keselamatan dan kesehatan kerja dalam memandang
setiap orang memiliki hak atas perlindungan kehidupan kerja yang
nyaman belum sepenuhnya dipahami baik oleh pihak suatu
pekerjaan.Karena itu perlu ditanamkan jiwa bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan bentuk kebutuhan.

34
Menurut Mangkunegara (2011),antara lain:agar setiap pegawai
mendapat jaminan k3 baik secara fisik, sosial, dan psikologis,agar setiap
perlengkapan dan peralatan kerja digunakan seselektif mungkin,agar
semua hasil produksi dipelihara keamanannya,agar adanya jaminan atas
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai,agar
meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
Manfaat K3 dalam Keperawatan diantaranya pengurangan
absentisme,pengurangan biaya klaim kesehatan,pengurangan turnover
pekerja,peningkatan produktivitas.Kontribusi Kesehatan Kerja dalam
sistem kerja yang utama adalah (1) mempertahankan, meningkatkan
derajat kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja; (2) melindungi
pekerja dari efek buruk lingkungan, pekerjaan serta pengorganisasian
pekerjaan dan budaya kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatn Pasien Rumah Sakit(patient


safety), 2 edn, Bakti Husada,Jakarta.

Hastuti,tri.dkk.2001.Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Jakarta:JIP

Prawira,Kusumar,Suma’mur.dkk.2014.Kesehatan Kerja dalam Perspektif


Hiperkes dan Keselamatan Kerja.Magelang:Erlangga

35

Anda mungkin juga menyukai