Disusun Oleh:
Mahasiswa Prodi D-IV Keperawatan Palembang
Periode 11 Februari – 23 Februari 2019
Oleh:
Alpita Dina PO.71.20.4.15.002
Eky Okta Vizar PO.71.20.4.15.006
Ikhlima Elfiani PO.71.20.4.15.008
Luh Icha PO.71.20.4.15.010
Meivi Pransisca A PO.71.20.4.15.012
Pandu Rifqi Amalia PO.71.20.4.15.014
Rizki Witia Ningsih PO.71.20.4.15.016
Sri Astuti PO.71.20.4.15.018
Tasya Syafhira A PO.71.20.4.15.020
Vini Silvia Indah PO.71.20.4.15.022
Andini Dwifenisah PO.71.20.4.15.025
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian stase
kegawatdaruratan di Bagian IGD RSUD Prabumulih Periode 11 Februari s/d 23 Februari
2019.
Prabumulih, Februari 2019
Mengetahui,
Kepala Ruangan IGD
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran pada stase kegawatdaruratan, khususnya di
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indra Gunawan,
S.ST selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
keadaan kritis dan apabila tidak dilakukan suatu usaha atau tindakan akan
bahwa status epileptikus merupakan kejang yang terjadi secara terus-menerus selama
lebih dari 30 menit atau adanya dua atau lebih kejang terpisah tanpa ada pemulihan
usia. Angka insiden status epileptikus berkisar antara 9,9 hingga 15,8 per 100.000
penduduk di Eropa dan kisaran 18,3 hingga 41 per 100.000 penduduk di Amerika
Serikat (Lawson., dkk, 2016). Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius
karena terjadi terus menerus tanpa berhenti dimana terdapat kontraksi otot yang
sangat kuat, kesulitan bernapas dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas
sehingga apabila status epileptikus tidak dapat ditangani segera, maka besar
kemungkinan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen dan dapat
menyebabkan kematian.
Aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 60 menit dan usia lanjut
yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau
berlanjut menjadi penderita Status Epileptikus. Angka kematian untuk status
epileptikus tetap tinggi, yaitu kisaran 22-25%, walaupun telah dilakukan pengobatan
secara agresif. Kematian pada status epileptikus disebabkan oleh hiperpireksia atau
regulatorik. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala dan cara mendiagnosis status
sesuai.
Selatan Tahun 2019, maka penulis mengangkat tertarik mengangkat tema mengenai
Tahun 2019.
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diangkat di ruang di
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
A. Manfaat Teoritis
Tahun 2019. Makalah ini juga diharapkan menjadi bagian dari landasan dalam
keperawatan.
B. Manfaat Praktis
agar dapat lebih meningkatkan mutu asuhan dan pelayanan kesehatan kepada
4. Bagi Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. DEFINISI
terus-menerus selama paling sedikit 30 menit atau adanya dua atau lebih
2014 & Rilianto, 2015). Trinka., dkk (2015) mengatakan bahwa definisi
tipe dari status epileptikus yaitu suatu kondisi yang diakibatkan dari kegagalan
mekanisme inisiase, yang memicu terjadinya kejang yang tidak normal dan
berkepanjangan (setelah titik waktu t1). Status epileptikus adalah kondisi yang
dapat memiliki konsekuensi jangka panjang (setelah titik waktu t2) yang
tergantung pada tipe dan lama kejang. Titik waktu t 1 mengindikasikan kapan
konsekuensi jangka panjang dari kejang dapat terjadi (Trinika., dkk, 2015).
2.1.2. ETIOLOGI
manifestasi akut dari penyakit infeksi system saraf pusat, stroke akut,
sebagainya)
sebagainya)
tergantung usia. Lebih dari separuh pasien SE pada anak-anak terjadi karena
demam atau infeksi sebelumnya, sedangkan pada dewasa, sebagian besar status
epileptikus disebabkan oleh lesi fokal dari otak yang bersifat akut terutama
2.1.3. KLASIFIKASI
a. SE fokal
b. SE general
c. SE refrakter (bangkitan masih tetap ada setelah mendapat dua atau tiga
a. SE-NK umum
b. SE-NK fokal
menjadi 2, yaitu :
dari 5 menit atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya
2015).
2.1.5. PATOFISIOLOGI
mekanisme ini, Na+ dan Cl- dipompa dari konsentrasi tinggi ke ruangan
Ketika stimulus diberikan, maka neuron akan melepaskan aksi potensial dan
aliran darah otak. Beban kerja yang meningkat ini terjadi selama detik-detik
depolarisasi yang masif dari potensial aksi neuron selama kejang memicu
sel. Oleh sebab itu, selama kejadian status epileptikus berlangsung, terjadi
patofisiologi dan terjadinya cedera neuron bahkan kematian sel saraf akibat
2.1.7.
Demam, Infeksi Serebral, Trauma Kepala, Gangguan metabolik (hipoglikemi, hiperglikemi, hiponatremi, dan
Trauma infeksi selaput otak berupa lesi
hipokalsemia), Ketidakpatuhan minum Obat Anti Epilepsi, Intoksikasi obat-obatan / alkhohol, dan Idiopatik.
Ketidakseimbangan ion
Depolarisasi membran
KEJANG
STATUS EPILEPTIKUS
Resiko Tinggi
Ketidakefektifan Kejang Ketidakseimbangan
Pola Nafas Berulang Nutrisi : Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
1. Elektroensefalografi (EEG).
2. Pemeriksaan Laboratorium
(Lawson, 2016).
2.1.9. PENATALAKSANAAN
Jika jalan napas telah bebas, intubasi tidak harus segera dilakukan,
2.2.1. PENGKAJIAN
2. Pengkajian Kesadaran
sekelilingnya.
pertanyaan perawat.
respon nyeri.
wajahnya.
4. Pengkajian Primer
memugkinkan.
gangguan servikal :
b. Distres pernafasan
gigitan tersebut
2) Breathing
3) Circulation
kejang
5) Exposure
5. Pengkajian sekunder
2) Keluhan utama:
kesadaran
3) Riwayat penyakit:
orang lain.
4) Riwayat kesehatan
7) Tumor intrakranial
9) Riwayat kejang :
lantai.
b. Thoraks
Pada pasien dengan sesak, biasanya menggunakan otot
bantu napas
c. Ekstermitas
involunter/kontraksi otot
d. Eliminasi
e. Sistem pencernaan
jaringan lunak