Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK ANAFILAKSIS

Dosen Pengampu : Rudi Hariyanto

Disusun Oleh : Kelompok 3

1. Intan Maharani (201701094)


2. Siti Ulyatus S. (201701102)
3. Vidia Nabela (201701104)
4. Devi Kurniawati (201701106)
5. Dwi Putri R. (201701109)
6. Nadhila Dwi S. (201701114)
7. Tri Franciska (201701118)
8. Winda Afruroh (201701120)
9. Vinda Dwi N. (201701119)
10. Lailatul Fitriyah (201701124)
11. Henderina Mariam L. (201701110)
12. Leoners Herwawan (201701112)
13. Yogas Prasiga (201701126)
14. Reggy Janice (201701187)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGATAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN SYOK ANAFILAKSIS” ini
dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan
anak.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan makalah ini,
sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapat kritikan
dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak
terjadi pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkanvasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat
dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipecepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigenspesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyaiefek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C. Smeltze, 2001)
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat
untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah pula menimbulkan reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping. Reaksi tersebut tidak saja
menimbulkan  persoalan baru disamping penyakit dasarnya ,tetapi kadang membawa
maut juga. Reaksi anafilaktik merupakan salah satu contoh efek samping yang
potensial berbahaya, Anafilaktik merupakan keadaan akut yang berpotensi
mengancam jiwa dan paling sering disebabkan oleh makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, dan lateks. Gambaran klinis anafilaktik sangat heterogen dan tidak spesifik.
Reaksi awalnya cenderung ringan membuat masyarakat tidak mewaspadai bahaya
yang akan timbul, seperti syok, gagal nafas, henti jantung, dan kematian mendadak.
2. Rumusan Masalah
a.) Apakah yang dimaksut dengan Anafilaksis ?
b.) Apa penyebab dari Anafilaksis
c.) Bagaimana manifestasi klinis dari Anafilaksis ?
d.) Bagaimana patofisiologi Anafilaksis ?
e.) Bagaimana pathway Anafilaksis ?
f.) Bagaimana komplikasi Anafilaksis ?
g.) Bagaimana pemeriksaan penunjang Anafilaksis ?
3. Tujuan
a.) Untuk mengetahui pengertian Anafilaksis
b.) Untuk mengetahui penyebab dari Anafilaksis
c.) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Anafilaksis
d.) Untuk mengetahui patofisioogi Anafilaksis
e.) Untuk mengetahui pathway Anafilaksis
f.) Untuk mengetahui komplikasi Anafilaksis
g.) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Anafilaksis
BAB II

TIJAUAN TEORI

1. Pengertian

Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut,menyeluruh dan bisa
menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen. ( Brunner dan Suddarth.2001).
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak
terjadi pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkanvasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat
dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipecepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigenspesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyaiefek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C. Smeltze, 2001)
Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua
atau padapemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara
tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh. (Pearce C, Evelyn.2009).”

2. Etiologi

Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen.Penyebab yang


sering ditemukan adalah:
a. Gigitan/sengatan serangga.
b. Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin).
c. Alergi makanan
d. Alergi obat, Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam alirandarah dan
bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsangsel-sel untuk melepaskan
histamin dan zat lainnya yang terlibatdalam reaksi peradangan kekebalan. Beberapa
jenis obat-obatan(misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen),
padapemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksiyang
menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan reaksiidiosinkratik atau reaksi
racun dan bukan merupakan mekanismesistem kekebalan seperti yang terjadi pada
anafilaksis sesungguhnya.
Pencetus Terjadinya Reaksi Anafilaksis
Obat-obatan antibiotic Penisilin
Sefaloporin
Streptomisin
Tetrasiklin
Ciprofloxacin
Amphotericin B
Nitrofurantoin
Vankomisin
Enzim Tripsin
Chymotripsin
L-Asparaginase
Penicillinase
As-paraginase
Chymotrypsin
Penicillinase
Streptokinase.
Toxin ATS
ADS
SABU
Ekstrak allergen untuk uji kulit dextran
Bahan yang digunakan Zat radioopac
untuk prosedur diagnose Bromsulfalein
Benzilpenisiloipolilisin
Sodium dehydrocholate
Sulfobromophthalein
Bahan yang dihasilkan Bisa ular
hewan atau serangga Bisa lebah
Racun serangga
Lobster
Udang
Kepiting
Semut api
Makanan Kacang-kacangan (kenari, mete, pistachio)
Ikan (tuna, salmon, cod)
Molusca (kerang, udang, lobster)
Putih telur
Susu
Buah Rambutan
Nanas
Semangka
Anastesi Lidocain
Procain
Darah lengkap atau produk Gamaglobulin
darah Kriopresipitat
Hormone Insulin
 ACTH (adrenocorticotrophic hormone)
TSH (thyroid-stimulating hormone)
ADH (antidiuretic hormone, vasopressin)
Paratiroid (parathormone).
Lain-lain Seminal fluid (air mani)
Latex
Karet
Logam emas

3. Manifestasi klinis
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepatdan lamanya reaksi
maupun luas dan beratnya reaksi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru
menjadi berat. Keluhanyang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut,
perihdalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan padatungkai, sesak, mual,
pusing, lemas dan sakit perut.
Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemuipada suatu anafilaksis adalah:
a. Gatal di seluruh tubuh
b. Hidung tersumbat
c. Kesulitan dalam bernafas
d. Batuk
e. Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kukuf)
f. Pusing, berbicara tidak jelas
g. Denyut nadi yang berubah-ubah
h. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
i. Mual, muntah dan kulit kemerahan

4. Patofisiologi
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat
lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi
mengi (bengek), gangguan pernafasan dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa
nyeri perut, kram, muntah dan diare.Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah
(yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari
pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah),
sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembeske dalam kantung udara di paru-paru dan
menyebabkan edema pulmoner.
Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup berat
sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang berlangsung
lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan
allergen dapat mengakibatkan kematian atau reaksi subletal.

5. Pathway
Makanan Bahan allergen (obat-obatan, gigitan serangga)

Lambung Masuk ke vili mukosa usus sirkulasi aktivitas komplemen (Ig A)

Hipermotilitas reaksi antigen-antibodi reaksi kompleks imun


Saluran cerna dalam tubuh (Ig E)

Nausea, muntah, basofil dan sel mast


Sakit perut melepaskan histamin

Ggn. Rasa nyaman histamine meningkat

Peningkatan permebabilitas vasodilatasi perifer Vasodilatasi pembuluh


Kapiler menyeluruh darah setempat

Cairan & protein hilangkedalam red flare (kemerahan) peningkatan tekanan kapiler

Ruang jaringan secara cepat & peningkatan permeabilitas

Banyak plasma hilang urtikaria pe permeabilitas kebocoran cairan yg cepat

Kapiler setempat dalam hidung

Syok sirkulasi dinding ggn. Integritas pembengkakan pd hipersekresi pembengkakan

Kulit area berbatas jelas mukosa


hidung

Perembesan cairan spasme otot polos bersifat gatal bersin-bersin kesulitan

Keluaran pembuluh bronkus bernafas

darah sesak nafas edema laring ggn. Pemenuhan


O2

kulit pucatdingin ggn. pola nafas

hipotensi resiko terhadap penghentian pernafasan

perubahan perfusi jaringan

6. Komplikasi
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten.
c. Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok.
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Untuk menentukan diagnose terhadap pasien yang mengalami reaksi
anafilaksis, maka dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap, SGOT, LDH, ECG dan
foto paru.
a. Pada pemeriksaan Hematologi Lengkap : hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinofil naik/ normal/ turun
b. X photo     : hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mucus plug
c. EKG          : gangguan konduksi, atrial dan ventrikuler distrimia, kimia meningkat,
sereum tritaase meningkat.
Selain itu ada beberapa tes alergi yang dapat digunakan untuk memperkuat
dagnosa terhadap terjadinya rekasi anafilaktik, antara lain:
Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
a. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu,
tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di
kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan
menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan
luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila
positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
Syarat tes ini :
1) Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin
(obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
2) Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.

b. Patch Tes (Tes Tempel).


Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit
dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat
dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak
kemerahan dan melenting pada kulit.
Syarat tes ini :
1) Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi,
posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.
2) 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti
bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
c. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini
memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses
dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam.
Kelebihan tes ini adalah dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh
obat-obatan.
d. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan
di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan
bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul
bentol, merah, gatal.
e. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan,
dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup
dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek
alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak
nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes
provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test
dan IgE spesifik metode RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo
Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis dinaikkan
secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30 menit. Dalam satu
hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya
harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe
lambat.
Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.
Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar,
dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.
8. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan
Penanganan anafilaksis adalah sebagai berikut:
a. Oksigenasi
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka
dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi.
Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda-tanda pre
syok/syok, tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang datar dengan
kaki ditinggikan 30o – 45º agar darah lebih banyak mengalir ke organ-organ vital.
Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan masker. Apabila terdapat obstruksi
laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan intubasi endotrakeal
untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan bila terdapat spasme
bronkus, apneu atau henti jantung mendadak.
b. Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan
mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP
dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta
pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai
kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer
dan otot polos bronkus. Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15
menit sesuai berat gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat
diberikan dengan dosis 0,3 – 0,5 mg (dewasa) dan 0,01 mg/ KgBB (anak) secara intra
muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit samapi tekanan darah sistolik mencapai 90-
100 mmHg. Cara lain adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml
garam fisiologis secara intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan
pemberiannya dengan monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung,
adrenalin dapat diberikan dalam larutan 1 : 100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml
adrenalin dalam 9,9 ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara
intravena pelan-pelan dalam 5 – 10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati
pada penderita yang mendapat anestesi volatile untuk menghindari terjadinya aritmia
ventrikuler.

c.      Pemberian cairan intravena


Pemberian cairan infuse dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 100 mmHg
(dewasa) dan 50 mmHg (anak). Cairan yang dapat diberikan adalah RL/NaCl,
Dextran/ Plasma. Pada dewasa sering dibutuhkan cairan sampai 2000ml dalam jam
pertama dan selanjutnya diberikan 2000 – 3000 ml/m² LPB/ 24 jam. Plasma / plasma
ekspander dapat diberikan segera untuk mengatasi hipovolemi intravaskuler akibat
vasodilatasi akut dan kebocoran cairan intravaskuler ke interstitial karena plasma /
plasma ekspander lebih lama berada di dalam intravaskuler dibandingkan kristaloid.
Karena cukup banyak cairan yang diberikan, pemantauan CVP dan hematokrit secara
serial sangat membantu.
d. Obat – obat vasopressor
Bila pemberian adrenalin dan cairan infuse yang dirasakan cukup adekwat tetapi
tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat
diberikan vasopressor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis
awal 0,3mg/KgBB/jam dan dapat  ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam
untuk mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan
untuk hipotensi yang tetap membandel.
e. Aminofilin
Sama seperti adrenalin, aminofillin menghambat pelepasan histamine dan mediator
lain dengan meningkatkan c-AMP sel mast dan basofil. Jadi kerjanya memperkuat
kerja adrenalin. Dosis yang diberikan 5mg/kg i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit untuk
mencegah terjadinya hipotensi dan diencerkan dengan 10 ml D5%. Aminofillin ini
diberikan bila spasme bronkus yang terjadi tidak teratasi dengan adrenalin. Bila perlu
aminofillin dapat diteruskan secara infuse kontinyu dengan dosis 0,2 -1,2 mg/kg/jam.
f. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel precursor IgE dan juga menghambat
pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid
digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin
dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan
adalah 7-10 mg/kg i.vprednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan
deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100 -200
mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap.

g. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target.
Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema
angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1-2mg/kg
sampai 50 mg dosis tunggal i.m. Untuk anak-anak dosisnya 1mg/kg tiap 4 -6 jam.
h. Resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan
sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu tindakan RJP yang dilakukan sama seperti pada
umumnya.
i. Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya,
maka sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak
bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan
dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi,
sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan
kasus gawat darurat.

Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena
kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap
dimonitor paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan
kontinyu ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perwatan Intensif. (Alirifan, 2011)
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Seorang wanita berusia 65 tahun menelepon dokter keluarganya karena mengeluh sakit di
bahunya. Dokter menelepon ke rumah, dan memberikan 40mg diklofenak (Difene) IM pada
17.20, Dokter meninggalkan rumah. 30 menit pasca pemberian, pasien merasakan
tenggorokan mulai membengkak, timbul ruam, pusing dan lemas. Panggilan darurat dibuat
oleh pasien pada 18.00. Ambulan merespon dari basis sekitar 30 menit dari kejadian. Riwayat
Pasien mengembangkan reaksi anafilaksis terhadap diklofenak IM yang diberikan oleh dokter
keluarga 30 menit sebelumnya. Pasien pingsan di kursi berlengan, setengah sadar saat kru
ambulans tiba pada 18.25.

1. Identitas pasien
Nama : Ny. A
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : -
Agama : -
Pekerjaan :-
Status : -
MRS : -
Tanggal Pengkajian :
2. Anamnesis
- Keluhan utama : pasien merasakan tenggorokan nya bengkak
- Riwayat penyakit sekarang : Awalnya pasien mengeluh sakit dibahunya
kemudian keluarga pasien menelpon dokter kerumahnya, dan dokter memberkan
40mg diklofenak (difene). Setelah 30 menit diberikan obat tersebut pasien
merasakan tenggorokan membengkak, timbul ruam, pusing dan lemas, kemudian
keluarga pasien memanggil ambulans pada pukul 18.00 untuk dibawah ke RS,
saat ambulans datang pada pukul 18.25 pasien pingsan dikursi berlengan.
- Riwayat penyakit dahulu : pasien tidak mengalami riwayat penyakit separah ini
sebelumnya
- Riwayat pengobatan : Sebelum dibawah ambulans pasien memanggil dokter
kerumahnya kemudian diberi obat 40mg diklofenak (difene) secara IM oleh
dokter
Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami seperti pasien
3. Pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik leher pasien tampak bengkak, timbul ruam, merasa
pusing dan lemas.
4. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Agen fisiologis Nyeri
Pasien mengeluh sakit di
bahunya
DO : -
2. DS : Bahan kimia iritatif Integritas Kulit
Pasien merasakan ternggorokan
mulai membengkak dan timbul
ruam
DO :
Leher tampak bengkak, timbul
ruam

5. Diagnosa
1. Nyeri b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri
2. Gangguan integritas kulit b.d bahan kimia iritatif d.d nyeri dan kemerahan
6. Rencana keperawatan / Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1. Nyeri b.d agen
pencedera fisiologis d.d
mengeluh nyeri

2. Gangguan integritas
kulit b.d bahan kimia
iritatif d.d nyeri dan
kemerahan

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak
terjadi pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkanvasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Gambaran klinis anafilaktik sangat heterogen dan tidak spesifik. Reaksi
awalnya cenderung ringan membuat masyarakat tidak mewaspadai bahaya yang akan
timbul, seperti syok, gagal nafas, henti jantung, dan kematian mendadak.

Saran

Pasien dengan riwayat reaksi anafilaksis harus diberikan edukasi tentang kondisi,
khusus nya dengan memperhatikan untuk mencegah faktor yang sudah diketahui
dapat mencetuskan reaksi anafilaksis pada tubuhnya. Serta tiap pasien dianjurkan
untuk memiliki dan dianjurkan cara menggunakan epineprin secara auto injeksi
(menginjeksi sendiri) dan melakukan konsultasi kepada orang lain setiap waktu.

Anda mungkin juga menyukai