Keunggulan absolut adalah situasi ekonomi di mana penjual mampu menghasilkan jumlah
yang lebih tinggi dari produk yang diberikan, saat menggunakan jumlah yang sama sumber daya
yang digunakan oleh pesaing untuk menghasilkan jumlah yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan
bagi individu, perusahaan, dan bahkan negara memiliki keuntungan absolut di pasar.
Kemampuan untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dengan lebih efisien juga
memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan lebih, dengan asumsi bahwa semua unit yang
diproduksi dijual.
Biaya juga merupakan faktor yang terlibat dalam menentukan apakah keuntungan absolut
ada. Ketika itu adalah mungkin untuk memproduksi lebih banyak produk dengan menggunakan
sumber daya yang lebih sedikit, ini biasanya diterjemahkan ke dalam biaya produksi yang lebih
rendah per unit. Bahkan dengan asumsi bahwa produsen menjual setiap unit dengan biaya sedikit
di bawah kompetisi, hasil akhir masih harus keuntungan yang lebih tinggi pada setiap unit yang
dijual.
Ada beberapa asumsi dari keunggulan Absolut ini yaitu :
1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja
2. Kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama
3. Pertukaran dilakukan secara barter tanpa mengeluarkan uang dan biaya ditanspor
ditiadakan.
Contoh: Secara matematis, teori absolute advantage dari adam smith dapat diilustrasikan dengan
data hipotesis sebagai berikut.
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat diketahui bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki
keunggulan absolute dalam produksi teh (12 kg), sedangkan Cina memiliki keunggulan absolute
dalam produksi sutra (8m). Berdasarkan DTDN dapat dilihat:
Harga 1 kg teh di Indonesia lebih murah (hanya ¼ sutra) dibandingkan dengan di Cina
yang lebih mahal (yaitu 2 m sutra). Sebaliknya, harga 1 m sutra di Cina lebih murah (hanya ½ kg
teh) dibandingkan dengan di Indonesia yang lebih mahal (yaitu 4 kg teh). Berdasarkan
perbandingan DTDN pada kedua negara di atas, maka dapat disimpulkan:
Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam produksi teh sehingga akan melakukan
spesialisasi produksi dan ekspor teh ke Cina. Sebaliknya, Indonesia akan mengimpor sutra ke
Cina. Sedangkan Cina memiliki keunggulan absolute dalam produksi sutra sehingga akan
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor sutra ke Indonesia. Sebaliknya, Cina akan
mengekspor teh dari Indonesia.
Teori keunggulan komparatif David Ricardo berdasarkan atas beberapa asumsi, antara lain sebagai
berikut:
1. Perdagangan internasional hanya terjadi antardua negara.
2. Perdagangan dilakukan secara sukarela (bebas).
3. Barang yang dipertukarkan hanya dua macam.
4. Tenaga kerja bersifat homogen satu negara.
5. Tenaga kerja bergerak bebas di dalam negeri, tetapi tidak bebas dalam hubungan antar negara.
6. Biaya-biaya produksi dianggap tetap.
7. Kualitas barang adalah sama.
8. Biaya transportasi tidak ada (nol).
9. Teknologi tidak berubah.
Pizza 1 3
Agar terlihat sederhana, diasumsikan ada dua negara (Amerika dan Eropa) dan dua
output (pizza dan pakaian). Keduanya memiliki sumber daya masing-masing 120 jam tenaga
kerja (TK) untuk memproduksi pizza dan pakaian. Namun Amerika mampu memproduksi i unit
pizza dengan 1 jam TK dan 1 unit pakaian dengan 2 jam TK. Sedangkan Eropa membutuhkan 3
jam TK untuk memproduksi 1 unit pizza dan 4 jam TK untuk pakaian. Sekedar keterangan,
Amerika mampu memproduksi keduanya dengan jam TK (input) yang lebih sedikit daripada
Eropa. Menurut Teori Keuntungan Absolut (Absolute Advantage), Amerika seharusnya
memproduksi keduanya sendiri. Namun tidak demikian menurut teori keuntungan komparatif.
Kita lihat perbandingannya dibawah dengan menggunakan teori keuntungan komparatif :
Dengan input 120 jam TK yang dimiliki masing-masing negara, jika dialokasikan
separuh-separuh, Amerika mampu memproduksi 60 pizza (60 jam TK / 1) dan 30 pakaian (60
jam TK / 2). Sedangkan Eropa mampu memproduksi 20 pizza (60 jam TK / 3) dan 15 pakaian
(60 jam TK / 4). Dengan demikian, total produksi yang dihasilkan kedua negara adalah 125 unit,
yang terdiri dari pizza dan pakaian.
Menurut teori keuntungan komparatif, Amerika seharusnya hanya memproduksi pizza
dan Eropa memproduksi pakaian. Ini karena produksi pakaian relatif lebih mahal bagi Amerika,
dengan rasio harga produksi 2 dibandingkan dengan 4/3 yang mampu diproduksi Eropa (lihat
gambar 1). Sedangkan pizza relatif lebih mahal bagi Eropa karena rasio harga produksinya
adalah 3/4 dibandingkan dengan 1/2 yang mampu diproduksi Amerika (lihat gambar 1). jadi,
perbandingan dalam teori ini adalah berdasarkan harga relatif di kedua negara, bukan hanya di
satu negara.
Dengan asumsi biaya transpotasi tidak ada atau relatif sangat kecil, Amerika kemudian
akan mengekspor pizza ke Eropa dan Eropa akan mengekspor pakaian ke Amerika. Karena biaya
produksi yang lebih murah, harga pizza Amerika yang diekspor juga akan lebih murah dan ini
mendorong harga pizza di Eropa turun. JIka harga pizza di eropa terlalu rendah bagi produsen
Eropa, mereka akan menutup produksinya karena tidak menguntungkan lagi. Akhirnya mereka
akan beralih ke produksi yang lebih menguntungkan, yaitu pakaian. Sedangkan kebutuhan pizza
di Eropa akan dipenuhi dengan impor. Hal yang sama juga terjadi terhadap pakaian di Amerika.
Pada akhirnya, perbedaan harga akan membuat Amerika hanya memproduksi Pizza dan Eropa
hanya memproduksi pakaian.
Setelah melakukan perdagangan
Total output kedua negara adalah sebagai berikut :
Pada gambar diatas, Amerika menggunakan semua inputnya (120 jam TK) untuk
memproduksi pizza saja, sehingga menghasilkan 120 pizza (120 jam TK / 1). Sedangkan Eropa
menggunakan semua inputnya untuk memproduksi pakaian saja, sehingga menghasilkan 30
pakaian (120 jam TK / 4). Ternyata total output kedua negara meningkat dengan melakukan
spesialisasi produksi ini, yaitu menjadi 150 unit.
Contoh lain : Berdasarkan hipotesis teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost
comparative advantage.
Negara Produksi
1 kg gula 1 m kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
Cina 6 hari kerja 5 hari kerja
Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage dapat dilihat bahwa tenaga kerja
Indonesia lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 kg gula (3/6 atau ½ hari
kerja) daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Indonesia
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya, tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 meter kain (3/6 hari kerja)daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau 2/1 hari kerja).
Hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
Ilustrasi diatas menjelaskan mengapa negara-negara perlu melakukan perdagangan internasional
dan bagaimana negara yang terlibat saling memperoleh keuntungan.
Daftar pustaka