Anda di halaman 1dari 23

Fenomena Gap

Pengaruh Celebrity Endorsement Terhadap Purchase Intention Dengan Brand Image

Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Iklan Produk Perawatan Kecantikan

Pond’s)

Beragam merek produk perawatan kulit tersedia di pasar di Indonesia. Keragaman

merek tersebut menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat dalam industri perawatan

kulit, sehingga mengharuskan perusahaan berupaya keras untuk mempertahankan pangsa

pasar yang telah dikuasai, bahkan apabila memungkinkan memperluas pangsa pasar tersebut.

Strategi yang sangat penting untuk memenangkan persaingan yang dilakukan perusahaan,

yaitu strategi pemasaran.

Ada banyak cara strategi pemasaran yang layak dipelajari, kemudian perusahaan

dapat memilih salah satu alternatif cara yang dipandang sesuai dengan kondisi perusahaan.

Iklan adalah salah satu pilihan yang ditempuh oleh perusahaan untuk berkomunikasi dengan

publiknya. Penggunaan selebritis dalam iklan diharapkan akan mampu menarik perhatian

pemirsa, sehingga iklan dapat diingat di benak pemirsa. Clemente (2002) menjelaskan bahwa

celebrity endorsement merupakan penggunaan selebriti dalam iklan dengan tujuan

merekomendasikan penggunaan produk yang disponsori.

Penelitian ini akan menggunakan objek produk perawatan kecantikan merek Pond’s.

Dalam menghadapi persaingan dengan produk perawatan kulit lainnya, Pond’s menggunakan

iklan untuk mempromosikan produknya dan didukung oleh selebritis sebagai endorser iklan.

Penggunaan selebritis sebagai endorser untuk mempromosikan produk Pond’s dapat


Pengaruh Celebrity Endorsement Terhadap Purchase Intention Dengan Brand Image

Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Iklan Produk Perawatan Kecantikan Pond’s)

Beragam merek produk perawatan kulit tersedia di pasar di Indonesia. Keragaman

merek tersebut menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat dalam industri perawatan

kulit, sehingga mengharuskan perusahaan berupaya keras untuk mempertahankan pangsa

pasar yang telah dikuasai, bahkan apabila memungkinkan memperluas pangsa pasar tersebut.

Strategi yang sangat penting untuk memenangkan persaingan yang dilakukan perusahaan,

yaitu strategi pemasaran.

Ada banyak cara strategi pemasaran yang layak dipelajari, kemudian perusahaan

dapat memilih salah satu alternatif cara yang dipandang sesuai dengan kondisi perusahaan.

Iklan adalah salah satu pilihan yang ditempuh oleh perusahaan untuk berkomunikasi dengan

publiknya. Penggunaan selebritis dalam iklan diharapkan akan mampu menarik perhatian

pemirsa, sehingga iklan dapat diingat di benak pemirsa. Clemente (2002) menjelaskan bahwa

celebrity endorsement merupakan penggunaan selebriti dalam iklan dengan tujuan

merekomendasikan penggunaan produk yang disponsori.

Penelitian ini akan menggunakan objek produk perawatan kecantikan merek Pond’s.

Dalam menghadapi persaingan dengan produk perawatan kulit lainnya, Pond’s menggunakan

iklan untuk mempromosikan produknya dan didukung oleh selebritis sebagai endorser iklan.

Penggunaan selebritis sebagai endorser untuk mempromosikan produk Pond’s dapat

dikatakan masih belum maksimal, meskipun ada kesesuaian antara atribut yang dimiliki

selebritis dengan produk Pond’s.

Hal ini bisa dilihat dari Top Brand Index untuk produk perawatan kulit yang pada

kategori tertentu menempatkan Pond’s sebagai top brand, namun pada kategori lainnya
merek Pond’s tidak menempati posisi pertama.

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan merek Pond’s hanya menduduki posisi

pertama untuk kategori produk sabun pembersih wajah, pelembab wajah, dan krim

pemutih.Sedangkan untuk kategori foundationserta hand & body lation berada di posisi

keempat.Hal inilah yang menarik bagi penulis karena penggunaan celebrity endorsement

dalam iklan Pond’s belum sepenuhnya menjaga konsistensi loyalitas konsumen Pond’s.

1. Analisis Pengaruh Jumlah Pajak Terdaftar Terhadap Penerimaan Pajak Dalam

Program Eksitensifikasi Pajak (Studi Kasus KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu).

Berbagai Kebijalakan pemerintah untuk meningkatkan penerrimaan negara dari sektor


pajak terus digulirkan. Pajak merupakan sumber Penerimaan negara yang digunakan untuk

membiayai pengeluaran rutin dan membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan

bersama dengan tujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakan menuju kesejahteraan.

Untuk memenuhi meningkatnya peranan pajak dalam pembiayaan negara, upaya

ekstensifikasi dan intensifikasi pajak diupayakan seoptimal mungkin dengan

mengintegrasikan dan meningkatkan kegiatan penyuluhan,  pelayanan serta penegakan

hukum.

Ekstensifikasi pajak adalah usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan cara

meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar. Sedangka intensifikasi pajak merupakan usaha

untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan cara menggali pajak dari wahjib pajak itu

sendiri. Eksitensifikasi dan intensifikasi seharusnya sama sekali tidak membebankan wajib

pajak dengan jumlah pajak yang lebih besar dari yang seharusnya terutang berdasarkan

peraturan, melainkan upaya untuk menumbuhkan kesadaran berpajak bagi mereka yang telah

menerima penghasilan diatas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan mendaftarkan dan

memperoleh NPWP serta membayar dan melaporkan secara jujur berapa pajak terhutang.

Langkah eksitensifikasi diarahka pada upaya-upaya menjangkau potensi pajak yang

belum terjangkau selama ini. Upaya eksitensifikasi ini diarahkan tepan sasaran, yaitu mereka

yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan melalui kewajiban

pajak tetapi belum atau tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

Berdasarkan pasal 2 angka 4 undang-undang No 6 tahun 1983 Jo undang-undang No 8

tahun 1994 Jo undang-undang No 16 tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan (KUP) diatur bahwa, wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya untuk

mendaftarkan diri dan diterbitkan NPWP secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila
berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki ditjen pajak ternyata orang pribadi telah

memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP.

Menurut keputusan menteri keuangan Republik Indonesia No.94/KMK/01/1994 tanggal

29 maret tetang organisasi dan tata kerja ditjen pajak pasal  273 pasal 276 menyatakan bahwa

seksi pengolahan data dan informasi (PDI) melalui sub seksi penggalian potensi pajak dan

eksitensifikasi wajib pajak (P3EWP) yang ada pada setiap kantor pelayan pajak mempunyai

peranan yang sangat strategis dalam rangka penggalian potensi pajak dan Eksitensifikasi

wajib pajak. Program eksitensi pajak dilakukan dengan pencarian data tentang wajib pajak –

Wajib pajak yang baru maupun wajib pajak yang telah terdaftar namun tidak melakukan

kewajiban perpajakannya.

Program ekstensifikasi yang dilakukan oleh seksi PDI KPP Jakarta Kebayoran  Baru Satu

selama ini telah membuktikan tejadinya peningkatan jumlah wajib pajak yang terdaftar, baik

wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Pada tahun 2001 jumlah wajib pajak

yang terdaftar 19.771, hal ini menunjukkan sebesar 9,63% bila dibandingkan dengan tahun

2000 yang hanya 18.304. Kenaikan jumlah wajib pajak terdaftar telah meningkatkan

penerimaan pajak pada tahun 2001 sebesar Rp.989.803.000.000 dari tahun 2000 yang hanya

sebesar Rp.867308.000.000, ini berarti tejadi kenaikan pajak pada tahun 2001 sebesar 14,

121%  atau 122.495.000.000. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2002, dengan jumah

wajib pajak yang terdaftar 22.417 yang berarti terjadi kenaikan sebesar 13,38% bila

dibandingkan dengan tahun 2001. Penerimaan pajak pada KPP kebayoran baru satu tahun

2002 adalah sebesar Rp.1.054.164.000.000 ( adanya kenaikan  6,50% atau sebesar Rp.

64.361.000.000) dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang diatas, terlihat bahwa program ekstensifikasi pajak yang
dilakukan oleh KPP bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Jumlah Pajak Terdaftar

Terhadap Penerimaan Pajak Dalam Program Eksitensifikasi Pajak (Studi Kasus KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu).

2. Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Minat Beli

Konsumen (Studi Kasus: CV Andri Motor 2 – Cabang Bekasi Barat).

Pada beberapa tahun terakhir ini, penjualan mobil di Indonesia memang terus mengalami

pertumbuhan yang pesat. Menurut data yang didapatkan dari Frost &Sullivan selaku

perusahaan konsultan pasar dunia menjelaskan bahwa penjualan kendaraan di Indonesia


tumbuh secara fenomenal sebesar 6.5% atau mencapai 1.31 juta unit pada tahun 2014. Hal ini

membuktikan bahwa minat pasar atas produk mobil di Indonesia masih berada pada posisi

yang sangat tinggi.

Melihat perkembangan tersebut, maka dapat dipastikan jumlah perusahaan-perusahaan

yang bergerak diindustri otomotif atau kendaraaan sangat banyak. Hal ini juga membuat

banyak pelaku bisnis di Indonesia mulai mencari lahan bisnis dari pertumbuhan penjualan

kendaraan tersebut seperti menjual mobil bekas, dikarenakan mobil bekas cenderung

memiliki kualitas yang tidak berbeda jauh dengan mobil baru, namun harga mobil bekas

pastinya lebih terjangkau oleh pasar di Indonesia.

Namun, pastinya bisnis tersebut memiliki ancaman-ancaman dari kompetitor yang juga

bergerak pada penjualan mobil bekas, sehingga perusahaan-perusahaan yang menjual mobil

bekas dituntut untuk memiliki manajemen pemasaran yang baik, sehingga dapat mengatur

konsep produk, harga, promosi, serta distribusi yang tepat.

Manajemen pemasaran itu sendiri adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,

penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan

pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Tjiptono, 2008:5).

Salah satu perusahaan yang bergerak pada penjualanmobil bekas dan saat ini sedang

mengalami permasalahan mengenai manajemen pemasaran adalah CV Andri Motor 2 yang

beralamat di Jalan Sultan Agung Km 28 No 31, Bekasi Barat. Perusahaan yang telah berdiri

sejak tahun 2007 ini menjual produk-produk mobil bekas dengan merek mobil Mercedes-

Benz, BMW, Mazda,Honda, Toyota, Mitsubishi, dan Suzuki. Permasalahan yang ditemui

dalam perusahaan saat ini adalah dimana minat konsumen untuk membeli produk dari CV
Andri Motor 2 sangatlah rendah.Hal ini dibuktikan dari jumlah komunikasi yang terjalin

antara perusahaan dengan konsumen sangatlah rendah dibandingkan formulir isian tamu

yang ditulis oleh konsumen itu sendiri. Hal ini dapat diperjelas dengan tabel berikut:

Dari tabel di atas, terlihat bahwa memang jumlah konsumen dari tahun 2011

sampai 2013 yang mengisi formulir namun tidak melakukan kontak lebih lanjut secara

total sejumlah 117 orang. Hal ini membuktikan adanya permasalahan mengenai minat

beli konsumen, sehingga membuat konsumen tidak melanjutkan komunikasi setelah

datang ke CV Andri Motor 2.Minatpembelian itu sendirimenurut Belch (2004) adalah

kecenderungan untuk membeli sebuah merek dan secara umum berdasarkan kesesuaian

antara motif pembelian dengan atribut atau karakteristik dari merek yang dapat

dipertimbangkan.

Melihat dari permasalahan mengenai minat pembelianyang rendah, selanjutnya

observasi diarahkan pada hal-hal yang diduga menyebabkan rendahnya minat pembelian

tersebut dan dugaan pertama yang menjadi penyebab rendahnya minat pembelian adalah
kualitas dari mobil bekas yang dijual oleh perusahaan.Dari observasi yang dijalankan,

beberapa mobil memang sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal dan ada beberapa

jenis mobil yang sulit untuk diperbaiki.Selain itu, ada juga mobil-mobil yang secara

mesin memang masih dalam keadaan baik, namun belum dipoles ulang, sehingga tidak

enak untuk dilihat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kualitas produk yang dijual oleh CV

Andri Motor 2 buruk, dimana kualitas produk menurut Kotler (2008:272) adalah

karakteristik produk atau jasa yang tergantung pada kemampuannya untuk memuaskan

kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau diimplikasikan.

Selanjutnya, dugaan kedua yang menyebabkan rendahnya minat beli konsumen

adalah dari pelayanan yang diberikan oleh CV Andri Motor 2 dimulai dari konsumen

datang hingga konsumen pergi. Dari wawancara yang dijalankan kepada 41 konsumen

dimana wawancara difokuskan pada pelayanan dalam CV Andri Motor 2 disimpulkan,

bahwa konsumen mengeluhkan mengenai pelayanan saat konsumen datang dimana

konsumen sulit untuk mengetahui informasi tentang produk dan fasilitas dari CV Andri

Motor 2 pun sangat buruk, serta ditambah dengan ketidakpastian informasi yang sering

terjadi saat konsumen menanyakan tentang harga mobil.

Dari beberapa konsep di atas, maka penelitian ini akan dilanjutkan guna

mengetahui pengaruh antara kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap minat beli

konsumen serta kesenjangan yang terjadi pada kualitas pelayanan yang saat ini

diterapkan oleh CV Andri Motor 2, sehingga disimpulkan bahwa judul penelitian ini

adalah Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Minat Beli

Konsumen (Studi Kasus: CV Andri Motor 2 – Cabang Bekasi Barat).


3. Pengaruh Kualitas Produk Dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Produk

“Sari Roti”, Di Kec. Tampan, Pekanbaru.

Suatu perusahaan dalam mengeluarkan produk sebaiknya disesuaikan dengan

kebutuhan dan keinginan konsumen. Dengan begitu maka produk dapat bersaing di pasaran,

sehingga menjadikan konsumen memiliki banyak alternatif pilihan produk sebelum

mengambil keputusan untuk membeli suatu produk yang ditawarkan. Hal inilah yang

menjadikan peran promosi penting untuk perusahaan.

Dengan promosi perusahaan dapat mengkomunikasikan produk kepada konsumen.


Keunggulan-keunggulan dari produk dapat diketahui oleh konsumen dan dapat menarik

konsumen untuk mencoba dan kemudian mengambil keputusan untuk membeli produk

tersebut. Jadi promosi merupakan salah satu aspek yang penting dalam manajemen

pemasaran karena dengan promosi, konsumen yang semula tidak tertarik terhadap produk

dapat berubah fikiran untuk membeli produk.

Perusahaan menggunakan promosi untuk memicu transaksi, sehingga konsumen mau

membeli suatu merek tertentu serta mendorong tenaga penjualan untuk secara agresif

menjualnya. Selain itu promosi mampu merangsang permintaan akan suatu produk. Dengan

promosi tersebut diharapkan konsumen mau membeli produk tersebut dan mendorong

konsumen yang telah membeli agar membeli produk lebih sering lagi, sehingga akan terjadi

pembelian ulang dan volume penjualan produk suatu perusahaan akan meningkat.

Promosi merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan penjualan suatu

perusahaan agar konsumen bersedia menjadi langganan. Mereka terlebih dahulu harus dapat

mencoba atau meneliti barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan, akan tetapi mereka

tidak akan melakukan hal tersebut, jika kurang yakin terhadap barang tersebut. Disinilah

perlu mengadakan promosi yang terarah, karena diharapkan dapat memberikan pengaruh

positif terhadao meningkatnya penjualan (Sugiyono, Endar 2004:17)

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan terhadap beberapa hal yang mempengaruhi

keputusan pembelian oleh konsumen dalam membeli roti dengan merk SARI ROTI,

diantaranya yaitu konsumen melihat apakah produk tersebut berkualitas dan apakah baik

untuk dikonsumsi karena banyaknya roti yang menggunakan bahan-bahan kimia yang

berbahaya bagi tubuh. Dan kenyataannya adalah roti tersebut sangat terjaga kualitasnya,

sangat lezat, roti yang empuk dan aman untuk dikonsumsi, karena roti tersebut langsung
dibuat dipabriknya dan langsung dijual oleh penjual dari pabrik tersebut. Roti ini tidak dijual

di supermarket atau di warung-warung, dikarenakan produk ini sangat dijaga kualitasnya,

yaitu jangka waktu roti yang dijual tidak lama karena perusahaan ingin konsumen

mendapatkan roti yang segar atau lezat untuk dikonsumsi.

Setelah beberapa waktu diteliti dilapangan secara langsung dengan menanyakan

pendapat dari konsumen juga penjual dari pabrik, diketahui bahwa roti ini sangat diminati

dan setiap konsumen yang mengetahui tentang kualitas juga rasa roti ini konsumen tersebut

kembali membeli lagi dan lagi.

Dengan promosi yang baik diharapkan akan terjadi komunikasi antara produsen

dengan konsumen. Dengan adanya komunikasi tersebut diharapkan dapat memperoleh

konsumen baru dan mempertahankan konsumen lama. Berdasarkan uraian tersebut, maka

penelitian ini berjudul PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN PROMOSI TERHADAP

KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK “SARI ROTI”, DI KEC. TAMPAN,

PEKANBARU.

4. Segmentasi Gaya Hidup Pada Mahasiswa Program Studi Pemasaran Universitas

Kristen Petra

Segmentasi adalah usaha untuk membagi suatu populasi menjadi kelompo-kelompok

yang dapat dibedakan satu sama lain. Salah satu cabang ilmu yang banyak mengambil

manfaat dari segmentasi adalah pemasaran. Dalam pemasaran dikenal istilah segmentasi

pasar yang berarti usaha untuk membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang dapat

dibedakan satu sama lain dalam hal kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang mungkin

akan memerlukan produk-produk dan strategi pemasaran tertentu untuk menjangkaunya

(Kotler dan Amstrong, 2004).


Pasar yang tersegmentasi dengan baik dapat dijangkau dan dilayani lebih efisien.

Selain itu, pasar yang tersegmentasi dengan baik lebih mudah dikelola karena suatu segmen

cenderung memberikan respon yang homogen terhadap suatu stimuli. Pengetahuan tentang

kebutuhan, karakter, atau perilaku pasar yang tersegmentasi akan memudahkan pemasar

untuk mengelola suatu segmen secara efektif (Kotler dan Amstrong, 2004).

Di luar kegiatan bisnis, segmentasi pasar dapat digunakan untuk memasyarakatkan

suatu undang-undang baru, melakukan kampanye-kampanye sosial, menyampaikan pesan-

pesan politik, menggairahkan kehidupan beragama dan mendidik siswa (Kasali, 1998).

Menggaris bawahi pendapat Kasali di atas, penulis tertarik untuk mengaplikasikan

segmentasi ke dalam dunia pendidikan. Melalui penelitian dasar eksploratif ini, dapat

diketahui segmentasi maha-siswa program studi pemasaran Universitas Kristen Petra. Penulis

tertarik untuk meneliti segmentasi mahasiswa program studi pemasaran Universitas Kristen

Petra karena program studi ini relatif baru dan masih banyak membutuhkan informasi

mengenai karakter mahasiswanya untuk menyusun program-program akademik yang lebih

baik. Harapan penulis, pengetahuan tentang segmentasi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut

sebagai salah satu bahan kajian dalam penyusunan strategi pengelolaan program studi

pemasaran.

Menurut Kotler dan Amstrong (2004), tidak ada cara tunggal untuk membuat

segmentasi pasar yang baik. Namun ada beberapa variabel pokok yang sering digunakan

sebagai pembeda untuk memecah populasi menjadi kelompok-kelompok atau segmen.

Beberapa variabel pokok yang sering digunakan sebagai pembeda antara lain adalah

geografis, demografis, psikografis dan perilaku. Orang-orang dalam satu demografis yang

sama dapat memiliki psikografis yang sangat berbeda. Salah satu unsur psikografis yang
paling sering digunakan oleh para pemasar adalah gaya hidup pelanggan(Kotler dan

Amstrong, 2004). Mencermati pendapat di atas, maka penulis akan melakukan segmentasi

berdasarkan gaya hidupsebagai variabel pembeda.

Research Gap

1. Seputar keberagaman pengukuran praktek Manajemen Sumber Daya Manusia

(MSDM)

Terdapat perbedaan dikalangan peneliti terkait dengan domain praktek MSDM yang

digunakan dalam penelitian untuk mengukur pengaruh MSDM terhadap kinerja organisasi.

Pentingnya identifikasi praktek MSDM yang dapat dijadikan ukuran standar untuk melihat

kontribusinya dalam mendukung pencapaian target bisnis yang lebih cepat, mendukung

kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dalam lingkungan yang sukar diprediksi
(Cho, 2004).

Lebih lanjut banyak akademisi dan profesional tidak sepakat “apa dan bagaimana

mengukur praktek MSDM” yang efektif (Cho & Mayer, 2003). Ulrich (1997), Ulrich & Lake

(1990) mengajukan beberapa domain praktek MSDM yang dapat berpengaruh positip bagi

kinerja organisasi. Untuk menjawab kesenjangan masalah domain pengukuran praktek

MSDM yang berkontribusi bagi kinerja organisasi, maka di dalam riset ini akan

dikembangkan model dan pengukuran domain generic MSDM yang merupakan ‘best

practices’, sehingga dapat dijadikan referensi bagi para akademisi. Selain itu secara spesifik

belum ada riset terpublikasi yang menggagas penelitian secara spesifik praktek MSDM yang

dapat mendukung manajemen perubahan dalam implementasi TQM, dengan demikian riset

ini juga menjawab permasalahan tersebut.

Tabel 2.1 Rangkuman Research Gap dan Penelitian Terdahulu

Metodologi
Penelitian,
No Permasalahan Penelitian Research Gap Judul & Peneliti Variabel dan Hasil
Instrumen
Penelitian
1. Terdapat perbedaan Inkonsistensi dalam Measuring the Survai 489 Staf Sebagian besar studi
pandangan teoritis dan hasil pengukuran variabel Impact of HRM dan Manajer mempergunakan
penelitian terkait dengan cara praktek MSDM yang Practices on Hotel, perangkat pengukuran
pengukuran praktek-praktek dapat berkontribusi pada Organisational menggunakan domain MSDM dan
MSDM yang dapat kinerja organisasi di Perfromance, Cho analisis faktor dan namun menggunakan
memberikan pengaruh temukan dalam berbagai & Mayer (2003) dan uji ANOVA. indikator kinerja yang
terhadap pencapaian kinerja penelitian MSDM. Seperti berbeda-beda. Ada
organisasi, termasuk praktek yang dilakukan oleh Cho Pengukuran 27 variabel TQM
MSDM spesifik terkait & Mayer (2003), Cho praktek MSDM, 5 (Quality Circle) yang
dengan strategi bisnis, (2004). variabel kinerja dikembangkan
misalnya TQM. organisasi sebagai praktek baru
Sedangkan sebagian MSDM.
penelitian lainnya
memandang perlunya
pemahaman yang sama
dalam penelitian praktek
MSDM dengan
mempertimbangkan
manajemen strategis,
Ulrich (1997), Chadwick,
C., dan Cappelli, P.
(1999), Capelli & Singh
(1992).
Examin Fokus pada exploratory, Ada praktek MSDM yang
ing the Survai 824 Certified Hotel memiliki pengaruh positif
impact Administrators dan Certified terhadap kinerja
of HR Manager Professional di perusahaan, ada sebagian
human North America, menggunakan praktek MSDM yang
resourc SEM. berpengaruh negatif
es terhadap kinerja
manage Domain Praktek MSDM, organisasi. Terdapat
ment: a Kinerja SDM, Kinerja perbedaan efektivitas
perform Organisasi dan Kinerja praktek MSDM pada level
ance- Finansial. Instrumen Staf dan Non-Staf.
based dikembangkan sendiri oleh
analytic peneliti.
al
model,
Cho
(2004)

2. Research Gap, Hubungan Orientasi Entrepreneur Dengan Kinerja Organisasi

Penelitian dengan sampel perusahaan besar yang dilakukan Covin dan Slevin (1990,

1994), Zahra & Covin (1995), Baker et al (1999), Wiklund (1999), Lee, Lee, dan Penning

(2001), Chow (2006) telah menunjukkan bahwa orientasi entrepreneur berpengaruh positip

terhadap kinerja perusahaan besar. Sedangkan penelitian dengan sampel perusahaan kecil

yang mendukung pengaruh positip orientasi entrepreneur terhadap kinerja telah dilakukan

oleh Atuahem-Gima dan Ko (2001), Monev, Yyoshev dan Manolopa (2005), Krauss et al

(2005),  Chow.(2006. Orientasi entrepreneur yang mencerminkan kecenderungan perusahaan

untuk bersikap inovatif, mencari peluang, berani mengambil risiko, otonom dan agresif

berkompetitif mempengaruhi kinerja organisasi,  juga telah dibuktikan Dess, Lumpkin &
Covin (1997).

Penelitian Knight Gary (2000) tentang keterkaitan orientasi entrepreneur, strategi

marketing, taktik dan kinerja pada perusahaan-perusahaan kecil dan menengah dalam

menghadapi globalisasi, juga menemukan bahwa orientasi entrepreneur berpengaruh positif

terhadap kinerja perusahaan, meskipun pengaruh tersebut dimediasi oleh marketing strategy

dan taktik. Zao, Zheng et al (2005), juga dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan

bahwa orientasi entrepreneur berpengaruh positip terhadap kinerja baik dalam bentuk kinerja

perusahaan maupun kinerja produk.

Penelitian Krauss et al (2005) pada para pengusaha kecil di Afrika Selatan

mempertegas pendapat beberapa peneliti yang disebutkan di atas dengan menghasilkan

kesimpulan bahwa orientasi entrepreneur memiliki pengaruh positip dan signifikan terhadap

tingkat pertumbuhan usaha, jumlah tenaga kerja dan eksternal success evaluation yang

merupakan ukuran kinerja perusahaan. Meskipun demikian penelitian ini juga menunjukkan

bahwa tidak semua konstruk-konstruk orientasi entrepreneur berpengaruh terhadap konstruk-

konstruk kinerja perusahaan. Beberapa karakteristik orientasi entrepreneur seperti orientasi

belajar, orientasi berprestasi, dan personal inisiatif berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pertumbuhan usaha, jumlah tenaga kerja dan exsternal success evaluation yang menjadi

indikator kinerja perusahaan. Beberapa karakteristik lainnya seperti orientasi kemandirian,

orientasi inovasi dan agresifitas berkompetisi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan

usaha.

Penelitian-penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Chow (2006), Lee et. al. (2007)

telah menunjukkan bahwa orientasi entrepreneur memiliki hubungan positip yang signifikan

dengan kinerja perusahaan. Penelitian Chow (2006) pada para manajer perusahaan-
perusahaan di China menunjukkan bahwa orientasi entrepreneur berpengaruh positip

terhadap kinerja organisasi baik pada perusahaan yang dikelola negara maupun swasta. Hasil

penelitiannya juga menyimpulkan bahwa pengaruh orientasi entrepreneur terhadap kinerja

pada perusahaan yang dikelola swasta lebih kuat dibanding perusahaan yang dikelola negara.

Selanjutnya, penelitian Lee et al (2007) pada para manajer perusahaan-perusahaan di Taiwan

menyimpulkan bahwa dengan sinergi orientasi entrepreneur dan kapabilitas pengetahuan

akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja perusahaan bila ditunjang dengan modal

sosial yang lebih besar.

Kontradiksi dengan hasil penelitian di atas, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

orientasi entrepreneur tidak berhubungan dengan kinerja seperi penelitian yang dilakukan

oleh Matsumo, Mentzer dan Ozsomer (2002) dan Sadler-Smit, Hampson, Chaston dan

Badger (2003). Beberapa konstruk orientasi entrepreneur seperti (Inovativeness,

proactiveness dan risk-taking) tidak memiliki hubungan dengan kinerja atau konstruk-

konstuknya, seperti penelitian Zahra dan Naubaum (1998) dan Luo (1999). Penelitian Zahra

dan Naubaum (1998) menunjukkan orientasi entrepreneur memiliki hubungan positip

dengan kinerja pada industri berteknologi tinggi, tetapi tidak signifikan pada usaha

berteknologi rendah. Penelitian Luo (1999) menunjukkan bahwa risk-taking tidak

berpengaruh positif terhadap kinerja. Bahkan penelitian Conan dan Smart (1994), Slater &

Narvel (2000), dan Auger, Barner dan Gallaugher (2003)  tidak menemukan suatu hubungan

yang signifikan antara orientasi entrepreneur dengan kinerja organisasi. Berikut ini tabel 1.3

disajikan Ikhtisar Research Gap, hubungan orientasi entrepreneur  dengan kinerja organisasi

sebagai berikut :

Tabel2.2 Ikhtisar Research Gap,  Hubungan Orientasi Entrepreneur Dengan Kinerja


Organisasi

Permasalahan Hasil Studi Penulis/Penggagas (Tahun) Metode


Terdapat Orientasi Covin dan Slevin (1990, 1994),
perbedaan hasil entrepreneur Zahra & Covin (1995), Analisis korelasi
penelitian mempunyai Dess, Lumpkin & Covin (1997), Regresi Moderat
mengenai pengaruh Baker et al (1999), Wiklund
hubungan terhadap kinerja (1999), Analisis Regresi
orientasi organisasi  Lee, dan Penning (2001), Analisis Regresi
entrepreneur Atuahem-Gima dan Ko (2001), Analisis Regresi
dengan kinerja Krauss et al (2005), Knighr
organisasi Garry (2005), Zheng Zao, et al Analisis Regresi
(2005),
Monev, et al (2005), ANOVA
Irene et. al (2006), SEM
Chow (2006), SEM
SEM
. SEM
Lee et. al. (2007), Stam  et. al. SEM
(2008)
Conan dan Smart (1994), SEM
Luo (1999)
Matsumo, Mentzer dan Ozsomer SEM
(2002), Sadler-Smit et al (2003), SEM
Slater & Narver (2000), Analisis Regresi
Orientasi Auger, Barnr dan Gallaugher Analisis Regresi
entrepreneurtidak (2003)
mempunyai SEM
pengaruh Analisis Regresi
terhadap kinerja Analisis Regresi

SEM

3. Research Gap, Hubungan Dukungan Penemuan Ide (Inovativeness) Terhadap

Kinerja Organisasi

Hasil penelitian empirik pengaruh dukungan penemuan ide (inovativeness) yang

merupakan konstruk dari orientasi entrepreneur terhadap kinerja organisasi juga masih

belum menunjukkan konsistensi. Penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh dukungan


penemuan ide (innovativeness) terhadap kinerja organisasi ditunjukkan oleh Utsch et al,

2000, Yoo (2001), Stam et al (2006, 2008) sedangkan penelitian yang menunjukkan

innovativeness tidak berpengaruh terhadap kinerja dihasilkan oleh Krauss et al, (2005) dan

Shang Lee et al, (2005).Beberapa research gap di atas, disajikan pada Tabel 2.3 sebagai

berikut :    

Tabel 2.3 Ikhtisar Research Gap,  hubungan dukungan penemuan ide (inovativeness)

terhadap kinerja Organisasi

Permasalahan Hasil Studi Peneliti Metode

Terdapat Dukungan penemuan Utsch et al, 2000, SEM


perbedaan hasil ide (innovativeness) Yoo (2001), Analisis Regresi
penelitian mempunyai pengaruh Stam et al (2006, 2008)
mengenai terhadap kinerja SEM
hubungan Dukungan penemuan Krauss et al, (2005) Shang
dukungan ide (innovativeness) Lee et al, (2005). SEM
penemuan ide tidak mempunyai
(innovativeness) pengaruh terhadap SEM
dengan kinerja kinerja
perusahaan

4. Research Gap, Hubungan Kecenderungan Mencari Peluang (Proactiveness)

Terhadap Kinerja Organisasi

Miller (1983) menyatakan bahwa sikap kecenderungan mencari peluang memiliki arti

bahwa perusahaan bersikap agresif di dalam pengejaran prioritas dan tujuan-tujuan, yang

dalam hal ini melampaui para pesaingnya. Lumpkin & Dess (2001) menganggap sikap

mencari peluang sebagai antisipasi keinginan dan kebutuhan masa mendatang di pasar serta

menciptakan keinginan sebagai first-mover (pelaku yang pertama).

Pada studi  Krauss et. al (2005) ditemukan personal inisiatif / mencari peluang yang
merupakan dimensi dari orientasi enterpeneur mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja. Demikian juga Zhou, Yim, & Tse (2005) dalam studinya pada 350 senior

manager China  dengan mencari peluang sebagai satu-satunya dimensi dari orientasi

entrepreneur menemukan pengaruh yang positip kinerja organisasi. Kontradiksi dengan

penelitian Krauss et al (2005) dan Zhou, Yim dan Tse (2005), penelitian Utsch dan Rauch

(2000) menghasilkan kesimpulan bahwa orientasi mencari peluang tidak memiliki pengaruh

terhadap kinerja organisasi.  Berikut ini tabel 2.3 Ikhtisar Research Gap, pengaruh orientasi

mencari peluang terhadap kinerja organisasi sebagai berikut 

Tabel 2.4 Ikhtisar Research Gap, hubungan kecenderungan mencari peluang terhadap

kinerja organisasi

Permasalahan Hasil Studi Peneliti Metode


Terdapat perbedaan Proactive Personal Krauss S.I,et al SEM
hasil penelitian /kecenderungan mencari (2005)
mengenai pengaruh peluang mempunyai
kecenderungan pengaruh terhadap kinerja
mencari peluang organisasi
terhadap kinerja    Utsch.A dan    SEM
organisasi Proactive Personal/    Rauch A.(2000)
kecenderungan mencari
peluang  tidak
mempunyai pengaruh
terhadap kinerja
organisasi
Sumber : Dikembangkan untuk studi ini
5. Research Gap, Hubungan Keberanian  Berisiko (Risk-Taking)  Terhadap Kinerja

Organisasi

Pada lingkungan bisnis yang bergejolak dan dinamis dewasa ini, manajemen risiko

merupakan komponen penting di dalam manajemen stratejik dan pertimbangan-pertimbangan

entrepreneur (Harris & Ogbonna, 2006). Di lingkungan bisnis ini, organisasi-organisasi perlu

membuat keputusan-keputusan stratejik yang agresif dan berisiko, untuk menghadapi

perubahan yang ditemui di dalam kondisi-kondisi ini (Khandwalla,1977). Perilaku

pengambilan risiko mendominasi literature entrepreneur, dan perusahaan-perusahaan

entrepreneur dicirikan oleh keberanian dan toleransi terhadap risiko yang membawa ke

peluang-peluang baru (Chow, 2006).


Pada Studi penelitian Stewart & Roth et.al (2001) dan Wiklund et al (2007)

menemukan sikap pengambilan risiko atau keberanian  berisiko dari enterpeneur mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi. Demikian juga Walls & Dyer et.al

(1996) dalam penelitiannya pada 55 perusahaan ekplorasi minyak.

Berbeda dengan kedua penelitian di atas, penelitian Keh, Foo & Lim (2002) pada

pemilik dari perusahan kecil menengah di Singapore menyatakan adanya hubungan negatif

keberanian berisiko terhadap kinerja organisasi. Beberapa research gap yang dijelaskan di

atas, disajikan pada Tabel 2.5 sebagai berikut :

Tabel 2.5Ikhtisar Research Gap, Hubungan Keberanian Berisiko Terhadap Kinerja

Organisasi

Metoda
Permasalahan Hasil Studi Peneliti
Pengujian
Terdapat perbedaan Keberanian berisiko Walls & Dyer et.al    Analisis Regresi
hasil penelitian mempunyai pengaruh  (1996)
mengenai hubungan positive terhadap kinerja Wiklund et al (1999) Analisis Regresi
orientasi keberanian organisasi   Stewart & Roth
berisiko dengan     et.al (2001) Analisis Regresi
kinerja organisasi Keberanian berisiko   
mempunyai pengaruh 
Negative terhadap   Keh, Foo & Lim        
kinerja organisasi   Et.al (2002)     Analisis Regresi

Anda mungkin juga menyukai