Anda di halaman 1dari 15

Kasus 1.

PPOK

Deskripsi
John montola, laki-laki 68 tahun, berat/tinggi: 70 kg, 175cm, telah merasa tidak sehat selama 5
hari terakhir, dan merasa 'kehabisan napas' dan sering mengi. Dia tidak bisa berjalan lebih jauh
dari 5 meter, seperti dari kursinya ke toilet. Dia memiliki batuk produktif yang memburuk dan
telah memproduksi sputum kuning / kehijauan. Sore ini ia dijadwalkan untuk bertemu dengan
dokter yang selalu merawatnya. Istrinya ikut bersamanya dan mengatakan pada dokter jaga
bahwa suaminya sangat terengah-engah bila bernapas, saat berbicara atau makan. pasien juga
merasa cukup bingung dan disorientasi. Oleh dokter yang merawatnya Dr Kingston ia dirujuk ke
rumah sakit, dan dia dirawat di Respiratory Ward, st matthew UK.

Sejarah penyakit:
COPD, Diabetes Tipe 2 (dikontrol oleh diet saja),
mengaku sebulan lalu mengalami infeksi paru.
Alergi: tidak diketahui

Pengobatan saat ini:


• Salbutamol 100 mikrogram MDI, 2 puff ketika membutuhkan 2 - 4 kali sehari.
• ClenilModulite (Beclometasonedipropionate) 100mcg MDI bebas CFC inhaler: 2 tiupan (puff)
dua kali sehari dengan perangkat spacer.

Riwayat social
Perokok berat merokok 20 batang / hari sejak berusia 14 tahun (54 pack-tahun). Saat ini tinggal
di rumah bersama istrinya. Telah pensiun 8 tahun yang lalu sebagai pemilik pabrik. Berhenti
minum alkohol sekitar 5 tahun yang lalu.

Pemeriksaan
Ia menjalani spirometri, beberapa minggu yang lalu dan hasilnya menunjukkan:
• FEV1: 1.56L (Prediksi FEV1: 3.07L)
• FVC: 2.28L
• FEV1 / FVC: 0.68 (68%)
• FEV1 :51% dari Prediksi yang normal
 tingkat SpO2 nya yang antara 84 - 85%.
Pemeriksaan mengungkapkan berkurangnya bunyi nafas, mengi ekspirasi luas dan hiper-
resonansi umum. Dia juga mengalami sianosis sentral
Hasil pemeriksaan
pemeriksaan Tanggal 20 des Tanggal 23 des
(SMRS) (
TB/BB 175 cm/ 70 kg 175 cm/ 70 kg
N 90 85
T 38,7˚C 37˚C
RR 35 x/mnt 28 x/mnt
TD 155/ 100 mmHg 135/85 mm Hg
FeV1 55 % 75%
SaO2 80% 92%
GDP 225 202
Kol total 156 150
Hb 11 g/dl 11,4 g/dl
Kultur bakteri + H influenza
As urat 8 7.5
Leukosit 18.500 15.500

Pengobatan Di rumah sakit,:


Obat Hari Hari ke Hari Hari
ke 1 2 ke 3 ke 4
Salbutamol nebules 5 mg setiap 4 jam
˅ ˅ ˅
melalui nebulizer
Ipratropium bromide 500 mcg
nebules setiap 6 jam melalui ˅ ˅ ˅
nebulizer
pulang
Prednisolon 30 mg OD P.O ˅ ˅ ˅
Co-amoxiclav 1.2g IV setiap 8 jam ˅ ˅ ˅
O2 2L / min melalui hidung kanula ˅ ˅ ˅
Ambroksol 10 mg 1 x 1 ˅ ˅ ˅
Parasetamol 3 x 1 prn ˅ ˅ ˅

Pada hari ke 3 ia merasa baik dan segar, meminta pulang dengan pengobatan di rumah
Pengujian Glukosa Darah Kapiler dilakukan, mengingat sejarah diabetes nya. SpO2 nya
meningkat menjadi 92%. Setelah John diberi obat ini, kondisi pasien mulai membaik dengan
sedikit (perbaikan) sesak napas dan mengi saat istirahat, dengan batuk minimal dan produksi
sputum berkurang dan sianosis tidak ada. Namun, John mengalami tremor.

Obat yang diberikan pada saat pulang :


 Tiotropium(Spiriva®) 18mcg OD via alat HandiHaler
 Salbutamol 100mcg/dose MDI: 2 puffs PRN
 Prednisolone 30 mg OD untuk 7 hari

Pertanyaan
1. Masalah Apa yang dapat Anda mengidentifikasi dengan terapi saat ini, terapi apa yang
harus dimulai pada saat masuk, dan bagaimana Anda akan memonitor pasien ini?
- Untuk pengobatan PPOK first line yang digunakan yaitu short acting anticholinergic
(ipratropium bromide), bila gejala tidak berkurang maka ditambahkan golongan short
acting beta agonis (albuterol). Pada penggunaan ipratropium bromide yang digunakan
di rumah sakit sudah tepat. Untuk terapi pemeliharaan yang diberikan dirumah yaitu
dengan antikolinergik kerja panjang Tiotropium (Spiriva®) 18mcg OD sudah tepat
- Tremor yang terjadi pada pasiien disebabkan karena efek samping dari penggunaan
salbutamol dimana penggunaan salbutamol di rumah sakit yaitu tiap 4 jam sehingga
efek samping dirasakan oleh pasien.
- Ditemukan H. influenza pada pemeriksaan lab, untuk pemilihan terapi antibiotic
didasarkan pada organism. Penggunaan co-amoxiclav kurang tepat untuk H. influenza
pada PPOK, terapi yang direkomendasikan yaitu golongan makrolida seperti
azitromisin (500mg/hari PO selama 3 hari atau 500mg dosis tunggal pada hari
pertama kemudian 250mg 1x sehari selama 2 sampai 5 hari) sambil dipantau respon
terapinya.
- Pasien juga menderita DM tipe 2 yang hanya dikontrol oleh diet, pada pasien PPOK
dimana DM cukup hanya kontrol diet saja dimana tanpa pengobatan DM dan hanya
dengan terapi PPOK saja sudah bisa mengurangi kadar gula darah pasien.
Penggunaan metformin juga dapat diberikan apabila kadar gua darah meningkat.
Monitoring
1. Menghindari faktor pencetus yaitu rokok, sehingga sarankan pasien untuk
beerhenti merokok.
2. Monitoring efek samping obat
3. Jaga nutrisi pola makan dan hidup sehat
4. Kontrol FEV1

2. Mengapa John mengalami tremor pada pemngobatan yang diberikan?


Efek samping dari salbutamol b2 adrenergik

3. Apa pendapat Anda tentang obat yang dibawa pulang?

4. Apa layanan dukungan harus diberikan kepada pasien? Apa pandangan Anda?
Kasus 2. PPOK

Tobias fornel, seorang pria Kaukasia 50 tahun, datang ke instalasi gawat darurat dengan
memburuknya dyspnea, demam, batuk, dan peningkatan produksi sputum yang purulen. Dia
ditemani oleh adiknya, yang mengatakan tobias telah mengalami sesak napas, merasa lelah dan
belum berpikir jernih. Adiknya menyatakan bahwa Tibias telah memiliki demam selama tiga hari
terakhir, yang ia mencoba untuk mengelola demamnya dengan Tylenol.

Rriwayat medis
Tobias telah menjadi perokok selama 30 tahun dan telah berhenti satu tahun lalu ketika ia
didiagnosis dengan stadium II penyakit obstruksi (moderat) kronis paru. Sejak didiagnosa,
Tobias telah menggunakan salbutamol PRN dan tiotropium bromida (Spiriva) setiap hari. Dia
tidak memiliki kondisi medis lainnya, dan tidak ada alergi diketahui. Tidak memiliki riwayat
diabetes dan hipertensi

Riwayat Sosial
Ia seorang ayah dari anak kembarnya yang telah dewasa, istrinya telah meninggal sehingga ia
tinggal bersama adiknya. Ia dulu bekerja pada sebuah pabrik silica terkenal, akibat batuk yang
sering dideritanya maka ia pensiun dini.

Hasil pemeriksaan

Pasien menggunakan otot aksesori untuk bernafas, memiliki mengi, ekspirasi terdengar keras
dan crackles inspirasi, dan napas berkurang terdengar rendah di lobus pada auskultasi.

pemeriksaan Tanggal 17 jan Tanggal 19 jan


(SMRS)
TB/BB 185 cm/ 80 kg 185 cm/ 78 kg
N 110 95
T 38,7˚C 37,8˚C
RR 30 x/mnt 28 x/mnt
TD 155/ 100 mmHg 140/85 mm Hg
FeV1 60 % 80%
SaO2 80% 90%
GDP 185 184
Kol total 150 150
Hb 12 g/dl 12,4 g/dl
Kultur bakteri + Streptococcus
pneumonia
Pseudomonas
aeruginosae
As urat 6,5 6
Leukosit 20.000 17.500

Pengobatan Di rumah sakit,:


Obat Hari Hari ke Hari Hari
ke 1 2 ke 3 ke 4
Salbutamol 5 mg setiap 4 jam ˅ ˅ ˅ ˅
IVFD RL 20 tts/menit ˅ ˅ ˅ ˅
Prednisolon 30 mg OD P.O ˅ ˅ ˅ ˅
doksisiklin IV setiap 8 jam ˅ ˅ ˅ ˅ pulang
O2 2L / min melalui hidung kanula ˅ ˅ ˅ ˅
Ambroksol 10 mg 3 x 1 ˅ ˅ ˅ ˅
Lisinopril 20 mg 2 X 1
Parasetamol 1 x 1 prn ˅ ˅ ˅ ˅

1. Masalah Apa yang dapat Anda mengidentifikasi dengan terapi saat ini, terapi apa yang
harus dimulai pada saat masuk? Apa sudah sesuai?, dan bagaimana Anda akan
memonitor pasien ini?
- Penyakit PPOK yang diberikan oleh Tobias termasuk dalam stage 2
- Penggunaan prednisolone diberikan karena pasien mengalami eksaserbasi yang akut,
selain itu pasien sejak setahun yang lalu didiagnosa PPOK namun pasien tetap
memliki gejala meskipun sudah mendapatkan pengobatan bronkodilator maksimal.
Jadi prednisolone merupakan terapi yang tepat.
- Pemberian terapi O2 karena pada pasien PPOK terjadi hipoksemia progresif dan
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ lainnya.
Manfaat oksigen adalah mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas.
- Parasetamol dihentikan karena suhu pasien mengalami penurunan sehingga
penggunaan pct diperhentikan.
- Pasien menderita diabetes mellitus ditunjukan dengan nilai GDP yang tinggi, namun
tidak diberikan anti diabetes sehingga disarankan untuk menggunakan metformin.
- Pemberian infus RL digunakan untuk menjaga keseimbangan elektrolit pada pasien
- Salbutamol digunakan sebagai bronkodilator yang efektif meringankan sesak nafas.
Merupakan short acting beta 2 adrenergik (SABA), menyebabkan relaksasi otot polos
bronkial dan bronkodilatasi dengan menstimulasi enzim adenil siklase untuk
meningkatkan pembentukan adenosine monofosfat siklik (cAMP). Simpatomimetik
juga dapat meningkatkan klirens mukosiliar. Agen aksi pendek dapat digunakan
untuk meredakan gejala secara akut atau berdasarkan jadwal untuk mencegah atau
meredakan gejala. Durasi aksi agonis beta 2 aksi pendek adalah 4 hingga 6 jam.
- Ambroxol digunakan antimukolitik yang berfungsi mengencerkan dahak pada pasien
2. Mengapa Tobias mengalami demam lama dan batuk tidak berkurang pada pengobatan
yang diberikan?
Antihipertensi golongan ACEI non selektif lisinopril memperparah ppok

3. Apa sajakah obat yang dapat dibawa pulang untuk pengobatan rawat jalan?
 Inhaler salbutamol
 Melanjutkan antibiotic tetapi melalui oral
 Jika masih ada sputum maka ambroxol tetap harus dilanjutkan.

4. Jelaskan terapi non farmakologi yang dapat di berikan/ dijalani pada tobias?
 Mengurangi konsumsi makanan yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti
makanan yang rendah natrium dan tinggi kolesterol
 Kurangi konsumsi gula dan karbohidrat untuk membantu penurunan GDP
 Jangan melakukan pekerjaan yang terlalu berat karena akan memperburuk PPOK
 Penyakit PPOK pada pasien diatas disebabkan karena pasien yang memiliki life style
yang kurang baik seperti merokok. Selain itu pasien juga bekerja di pabrik silica yang
tiap hari menghirup serbuk halus dari silica yang lama-kelamaan akan terakumulasi
didalam tubuh pasien.
 Berhenti merokok
Kasus 3. Keracunan

Presentasi kasus
Eric sancez, Seorang anak berusia 3 tahun dibawa ke gawat darurat (ER) karena mengalami
tremor, kejang tonik-klonik, Kontrol diri terbatas. Dia adalah anak yang sehat yang dengan
sengaja menelan jumlah yang tidak diketahui dari krim topikal lindane di rumahnya. Lindane
telah diresepkan beberapa tahun yang lalu untuk kerabatnya untuk digunakan sebagai
pediculocide (obat untuk mengobati kutu). Eric menemukan tabung lama krim topikal lindane di
bawah wastafel dapur dan memutuskan untuk "menjelajahi" produk dengan menelan sejumlah
yang tidak diketahui. Cukup banyak hingga menimbulkan gangguan berupa keracunan. Ia
ditemukan 1 jam setelah menelan lindane (organoklorin)

Pada saat kedatangan di UGD anak itu mengalami post ictal ( keadaan yang sangat lemah setelah
mengalami sarangan kejang), tetapi memiliki tanda-tanda vital stabil: pulsa 120 bpm, respirasi 25
per menit, suhu 37,5 C, dan saturasi oksigen 95% pada ruang udara. Respon terhadap suara
sangat minim dan merasakan nyeri. Meskipun ia memiliki pernapasan yang dalam, hasil
pemeriksaan fisik normal dan pemeriksaan neurologis nonfocal. Semua evaluasi laboratorium
dalam batas normal. Anak itu diobservasi di UGD selama 6 jam sampai ia benar benar terjaga
dan responsive kembali, dan langsung pulang tanpa ada bukti toksisitas lanjut.

pertanyaan:
1. Bagaimana mekanisme toksisitas dari lindane dan organoklorin?
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena adalah sebuah insektisida yang
bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru,
mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi,
konvulsi dan kematian tungau. Lindane di metabolisme dan di ekskresikan melalui urin dan
feses.
Pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf
sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik merupakan target toksisitasnya.
Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila
seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut
terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.
DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung
sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat
terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: nausea,
vomitus, paresthesis pada lidah, bibir dan muka, iritabilitas, tremor, convulsi, koma,
kegagalan pernafasan, kematian.

2. Apa sajakah efek yang mengancam jiwa umum toksisitas lindane?


Efek Samping: Lindane dapat menyebabkan toksisitas SSP, kejang dan bahkan kematian
pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah
keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi,
kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma dan kematian.
Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan
darah seperti anemia aplastik, trombositopenia dan pancytopenia.

3. Apa perawatan utama dalam keracunan oleh lindane akut peroral?


Arang aktif dapat menyerap racun organoklorin sehingga kadar racun dalam tubuh
berkurang.
4. Apa yang harus diberikan untuk mencegah terjadinya disritmia ventrikel yang diinduksi oleh
organoklorin?
Tidak boleh diberikan obat stimulan terutama epinefrin, karena dapat menimbulkan
fibrilasi ventrikuler.

Kasus 4. Asma

Deskripsi
Marcus nate adalah seorang anak kaukasia berumur 6 tahun (25 kg) datang kee gawat darurat
karena terjadi eksaserbasi asma. Ibunya melaporkan dia telah memiliki infeksi saluran
pernapasan atas selama dua hari terakhir,akibat serangan virus flu dan telah menggunakan
inhaler albuterol nya lebih sering dari seharusnya. Hari ini, ia telah menerima perawatan terapi
nebulizer albuterol setiap 3 jam, tapi masih mengeluh sesak napas dan sering batuk. obat
controller-nya adalah Flovent® (fluticasone) 110 mcg 1 puff BID. Ibunya ke apotek untuk
memverifikasi obat telah diisi ulang pada interval yang tepat.

Deskripsi penyakit
Markus datang ke rumah sakit dalam keadaan Cemas dan gelisah, ia duduk di tepi tempat tidur
bersandar ke depan.
Dia memiliki retraksi interkostal moderat
Ketika Marcus diminta untuk memberitahu nama dan kegiatan favoritnya di sekolah, dia harus
berhenti dan mengambil napas setelah 4 kata.

Riwayat penyakit
Ia telah mengidap asma semenjak bayi

Obat terdahulu
Flovent® (fluticasone) 110 mcg 1 puff BID

Data pengamatan
TB/BB : 100 cm / 25 kg
Denyut jantung (N) : 144
Tingkat pernapasan (RR) : 44
SaO2: 93% pada FiO2 0.21
Tekanan darah: 90/60 mmHg
Suhu: 37.0
Bunyi napas: samar, Hilang timbul dengan mengi ekspirasi sangat samar di seluruh bidang paru-
paru.
Menurut pedoman EPR-3, Marcus mengalami eksaserbasi moderat
Pertanyaan
1. Berikan rekomendasi terapi yang sesuai untuk keadaan markus? Terapi awal dan terapi
lanjutannya….. dan berikan alasan setiap pemilihan pengobatan
1. Nebulizer Albuterol tiap 3 jam belum dapat menghilangkan sesak nafas dan batuk,
maka diganti dengan Nebulizer Butolterol (2mg/ml), dengan 1-4 jam tiap pemberian.
Alasan penggantian karena Butolterol 1,5 lebih kuat dari Albuterol.
2. Pada saat pasien datang ke gawat darurat karena terjadi eksaserbasi asma. Ibunya
melaporkan dia telah memiliki infeksi saluran pernapasan atas selama dua hari
terakhir, akibat serangan virus flu dan telah menggunakan inhaler albuterol-nya lebih
sering dari seharusnya. Kemuadian ia telah menerima perawatan terapi nebulizer
albuterol setiap 3 jam, tetapi masih mengeluh sesak napas dan sering batuk.
 Sebaiknya pasien diberikan terapi oksigen, karena pasien mengalami kesulitan
bernapas dan menganggu cara berbicara
 Terapi albuterol diganti dengan Bitolterol
3. Pada penggunaan kortikosteroid Flovent® (fluticasone) 110 mcg 1 puff BID untuk
terapi penyempitan saluran nafas perlu diberikan kombinasi dengan bronkodilator
kerja panjang (salmeterol 50mcg) untuk memberikan efek terapi yang optimal.

2. Apa saja yang harus dimonitor hingga markus boleh dinyatakan boleh pulang?
Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus
Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
 Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien
di rumah.
 Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
 Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di
atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang
sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk
mendapat serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu pengobatan
seperti :
a. Mengetahui apa yang membuat asma memburuk

b. Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik

c. Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau


penghentian obat
d. Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

 Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus, Pemberian oksigen


 Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
 Kontrol secara teratur dan pola hidup sehat

3. Jelaskan terapi non farmakologi untuk markus


- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk meningkatkan kepahaman akan
penyakit pasien sehingga membantu meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat.
- Pencegahan terhadap pemicu serangan, misalnya debu, polusi, perubahan suhu secara
ekstrim, bulu hewan, dan asap rokok.
- Melakukan akivitas seperti jalan kaki, bersepeda santai atau berenang, namun
sebelum melakukan olahraga perlu melakukan pemanasan.
- Terapi aromaterapi untuk melegakan pernafasan
- Hindari stres.
- Istirahat yang cukup

4. Edukasi apa yang dapat disampaikan kepada orang tua markus agar tidak mengalami
eksaserbasi berulang?
Kasus 5
RIWAYAT PENYAKIT

Ny. Amy Burhan, seorang ibu separuh baya dengan umur 52 tahun, memiliki TD 150 cm, BB 48
kg. datang ke unit gawat darurat diantar oleh putranya dengan keluhan sesak napas, mengi, hidup
mampet dan batuk yang bertambah berat pada malam hari. terutama pada saat udara semakin
dingin. Selain itu ia mengeluh memiliki sakit kepala berat akhir akhir ini sehingga ia
mengkonsumsi aspirin 3 x sehari untuk mengurangi sakitnya. Ia juga merasakan lemas dan tidak
bias tidur dimalam hari.

Riwayat pengobatan

Obat yang digunakan Ny.AB selama ini adalah asetaminofen 500 mg, bila mengalami
sakit kepala dan diresepkan dexamethason 0.5 mg tablet dan salbutamol 2 mg tablet (masing-
masing 3 X sehari) sejak frekuensi sesak nafasnya meningkat. Kombinasi terapi anti asma ini
mulai dikonsumsi sejak 4 bulan yang lalu hingga saat ini. Sebelumnya, Ny. AB sejak kecil
didiagnosa mengidap asma dan saat remaja bila serangan sesak nafas menyerang, Ny.AB
mengkonsumsi aminofilin tablet dengan dosis dan frekuensi sesuai.

DATA DASAR
Jenis kelamin : wanita
Agama : islam
Alamat : jalan mawar no 56 yogyakarta
Masuk RS : 21 juni 2014

Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita di bangsal mawar RSUD sleman pada tanggal 21 juni 2014
pukul 13.00 WIB

Keluhan Utama : sesak nafas, mengi, batuk

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sering Sakit kepala berat akibat bisnis rumah makannya yang bangkrut semenjak 2 bulan
terakhir yang diobati dengan aspirin. Apa bila ia merasakan stress berat maka sesak napasnya
sering menyerang namun akan berhenti setelah mengkonsumsi aminophilin. Jika bepergian ia
menggunakan ventolin inhaler 2 puff jika mengalami serangan mendadak.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat dirawat di RS (+) tahun 2008 karena sesak. Penderita dirawat kurang
lebih 1 minggu, pulang dengan keadaan membaik.
o Riwayat dirawat di RS (+) tahun 2011 karena sesak. Penderita dirawat kurang
lebih 1 minggu, pulang dengan keadaan membaik
o Riwayat Hipertensi yang ter kontrol teratur dengan kaptopril
o Pegel linu yang diobati dengan reumasal
o Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita hidup bersama suami dan Memiliki 2 orang anak yang sudah mandiri. Ia sedang
mengalami kesulitan keuangan akibat usahanya yang sedang mengalami kebangkrutan dan
hutang yang menumpuk. Ia juga sering bepergian karena usahanya tersebut hingga sering merasa
kelelahan. Ny Ab masih mengkonsumsi pil KB sebagai alat kontrasepsinya walaupun ia sudah
masuk masa pre menapouse. Ia menggunakan obat KB andalan.

Hasil pemeriksaan
pemeriksaan Tanggal 1 des Tanggal 4 des
TB/BB 150 cm/ 48 kg 150 cm/ 48 kg
N 90 85
T 37˚C 37˚C
RR 35 x/mnt 30 x/mnt
TD 155/ 110 mmHg 150/95 mm Hg
FeV1 65 % 88%
SaO2 90% 92%
GDS 150 145
Kol total 143 145
Hb 11,5 g/dl 11,6 g/dl
Kultur bakteri + S pneumonia
As urat 6 6
leukosit 17.000 16.500

Pengobatan yang diperoleh

Obat Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5

O2 2 L/m kanul ˅ ˅ ˅ ˅
Infus RL ˅ ˅ ˅ ˅
Aminophilin
1 ampul/500 ˅ ˅ ˅ ˅
ml RL

Salbutamol 3 x 2
˅ ˅ ˅ ˅
mg
Dexamethason
˅ ˅ ˅ ˅
3 x 1 tab
Captopril 3 x
˅ ˅ ˅ ˅
12,5 mg
Prednison 30
˅ ˅ ˅ ˅
mg 3 x 1
Parasetamol 3
˅ ˅ ˅
x 1 prn
Antacid 3 x 1
˅ ˅ ˅ ˅
tab

Pertanyaan :
1. Tepatkah terapi yang di terima Ny AB?
2. Apa saja yang perlu di monitoring pada kasus diatas? Edukasi pasien ?
3. Pengobatan non farmakologi?

Anda mungkin juga menyukai