Anda di halaman 1dari 129

MANAJEMEN BERBASIS

SEKOLAH

OLEH

Dr. Irsan, M.Pd., M.Si


Drs. Robenhart Tamba, M.Pd

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

i
KATA PENGANTAR

Diktat ini merupakan bahan ajar yang dipersiapkan untuk digunakan

dalam mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah pada Program S1 Pendidikan

Guru Sekolah Dasar (PGSD) FIP Unimed. Penyusunan materi diktat ini

diupayakan sesuai dengan silabus mata kuliah dan diperoleh dari berbagai

sumber baik dari buku cetak maupun daring. Dengan adanya keterbatasan

waktu dalam penyusunannya, maka isi dalam diktat ini masih dalam bentuk

kompilasi.

Kami mengharapkan bagi para pembaca khususnya mahasiswa yang

menggunakan diktat ini kiranya dapat lebih mudah memahami materi perkuliahan

dan selanjutnya mencapai kompetensi yang diharapkan.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam diktat ini baik dalam

bentuk penulisan maupun substansi. Untuk itu kepada berbagai pihak yang ingin

memberi saran dalam rangka perbaikan akan kami terima dengan sangat senang

hati. Kepada para pihak yang tulisannya kami sertakan dalam diktat ini, kami

sampaikan terima kasih yang tak terhingga. Akhir kata harapan kami diktat ini

dapat memberi manfaat bagi yang menggunakannya.

Medan, Februari 2020

TIM DOSEN

ii
DAFTAR ISI
halaman
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB I. KONSEP DASAR MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) .......... 1


A. Hakikat MBS ………………………………………………………. 3
B. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah ………………………… 6
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah …………………………………. 7
D. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah ............................................. 7
BAB II PROSES MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH.......................... 11
A. Perencanaan .................................................................................... . 11
B. Pengorganisasian ……………………………………………………. 15
C. Pelaksanaan ………………………………………………………….. 16
D. Pengawasan ………………………………………………………….. 17

BAB III KOMPONEN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


A. Manajemen Kurikulum Dan Pembelajaran
Berbasis Sekolah ..................................................................……….. 19
B. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah ……………………... 30
C. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis Sekolah …. 33
D. Manajemen Sarana dan Prasarana Berbasis Sekolah ………………… 34
E. Manajemen Pembiayaan Berbasis Sekolah ………………………. 36
F. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat Berbasis sekolah ….. 41
G. Budaya Sekolah …………………………………………………. 43
BAB IV .PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
SEKOLAH...........................................................…………………… 47
A. Pengertian ……………………………………………………………. 47
B. Penyusunan Rencana ………………………………………………. 48

BAB V PENYUSUNAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN


DAN BELANJA SEKOLAH ……………………………………. 74

A. Penyusunan Angaran Belanja Sekolah (RAPBS) …………………. 76


B. Fungsi RAPBS ……………………………………………………. 77
C. Bentuk-bentuk Anggaran RAPBS ………………………………… 77
D. Prinsip Penyusunan RAPBS ……………………………………….. 79
E. Langkah Penyusunan RAPBS …………………………………….. 80

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI .......................................... 83


A. Konsep Dasar ................................................................................. 83
B. Pelaksanaan .........................................................................…....... 87
iii
C. Pelaporan ........................................................................................... 93
D. Pemanfaatan Hasil Monitoring dan Evaluasi ............................................. 94

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................…….. 96a

LAMPIRAN 1 : PERATURAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN


KOTA SEMARANG NOMOR 04 TAHUN 2016 97
LAMPIRAN 2 : LAMPIRAN PERATURAN KEPALA DINAS
PENDIDIKAN KOTA SEMARANG NOMOR: 04 TAHUN
2016 TANGGAL : 13 Juni 2016 ……………… 102

iv
BAB I
KONSEP DASAR
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

“Education must, as it were, simultaneously provide maps of complex world in


constant turmoil and the compass that will enable people to find their way in
it so that the learners is not ovenwhelmed by the information but the learner
can keep the development of individual and communities at its end always in
view” (Victor Ordonez, 1998)

Victor Ordonez selaku Direktur Unesco untuk Asia Pasifik dalam sambutannya pada
konferensi Unesco di Melbourne Australia pada tanggal 30 Maret 1998 menyampaikan betapa
pentingnya memperhatikan konsep dasar pendidikan secara holistik. Melalui konsep dasar
pendidikan yang holistik maka peta, arah dan tujuan pendidikan akan menemukan pola
manajemennya yang unik sesuai dengan latar konteks sosial dimana sekolah itu berada.
Pendidikan harus menyediakan peta kehidupan yang kompleks dan sekaligus selalu memberi
kompas (arah jalan) yang memungkinkan seseorang untuk menemukan jalan dalam peta tersebut.
Dengan demikian, siswa tidak dibanjiri dengan informasi tetapi menjadikan mereka sebagai
pembelajar dan menjaga perkembangan mereka secara individual dan di dalam masyarakat.
Manajemen Berbasis Sekolah (selanjutnya disebut MBS) adalah bentuk otonomi manajemen
pendidikan pada satuan pendidikan. vang dalam hal ini kepala sekolah dan guru di SD, dibantu
oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan (Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) UU
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Selama ini diyakini bahwa kegagalan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan terkait
dengan 3 (tiga) hal, yakni: (1) guru kurang berkualitas yang berdampak pada kegagalan, (2) peserta
didik, khusus anak-anak yang berasal dari minoritas tidak mampu, sehingga berdampak pada
semangat belajar yang kurang, (3) tidak cukup dana untuk membiayai proses keberlangsungan
pendidikan.
Ternyata semua pernyataan klasik di atas itu "keliru". Bayangkan ilustrasi ini, jika dalam
dunla bisnis, sebuah perusahaan mengalami kegagalan, maka tentu saja si pemilik perusahaan
tidak bisa menyalahkan pelanggannya. Begitu juga dengan kegagalan dalam pendidikan kita.
1
Tidak bisa hanya menyalahkan guru, peserta didik, atau ketiadaan dana. Semua sangat tergantung
bagaimana konsep MBS bisa dipahami dengan baik oleh stake holders yang ada di sekolah dan
dapat diimplementasikan dengan baik sesuai dengan visi dan misi yang dirancang. Banyak
ditemukan sekolah yang guru, murid, dan dana dengan standar sangat minimal dan terbatas, namun
kepala sekolah mampu menjadikan sekolah mereka eksis dan sukses dalam mengelola
pendidikannya.
Esensi MBS menjadi sangat penting dalam membangun konsep dasar MBS. Bukan hanya
sekedar pemberian otonomi sekolah agar dapat bekerja dengan baik dalam rangka peningkatan
mutu sekolah. Atau, bukan diterjemahkan dangkal dalam otonomi sekolah sebagai pemberian
kewenangan yang lebih mandiri pada sekolah yang mengandung makna swakarsa, swakarya,
swadana, swakelola, dan swasembada. Namun lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah memiliki
kelayakan sebagai manajer dan pemimpin yang dapat mengelola bidang terkait dengan manajemen
kurikulum, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan, dan
hubungan sekolah dan masyarakat, di samping menata budaya sekolah yang ada. Semua aspek dan
delanan (8) standar pendidikan dapat terpenuhi dengan baik dan patut dalam proses pendidikan
yang ada jika kepala sekolah dan guru melaksanakan manajemen dengan baik. Manajemen
menjadi faktor penting untuk dapat dipahami dan dilaksanakan dalam mengontrol kegiatan hidup
sekolah sehari-hari.
Kunci sukses MBS sangat bergantung pada peran kepala sekolah dan guru sebagai
entrepreuneur. Mereka dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah dengan cara mereka
sendiri yang unik, dan secara bersama-sama menghimpun informasi dan membuat pilihan sesuai
dengan kondisi yang ada di sekolah mereka. Mereka dapat mengelola dana dengan baik,
mengontrolnya dan melaporkannya secara akuntabiltas. Delegasi tugas berjalan dengan baik
hingga ke jenjang terendah di satuan pendidikan mereka. Perolehan belajar peserta didik menjadi
fokus agar tidak ada peserta didik yang dirugikan. Budaya sekolah dibangun sebagai komunitas
pembelajar yang selalu haus akan ilmu dan selalu belajar. Peran serta orangtua dan masyarakat
terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah sehingga terbangun kepercayaan yang baik. Manajeman
yang baik akan menjadi lahan subur bagi berkembangnya budaya sekolah yang baik dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat.

2
Jika konsep dasar manajemen berbasis sekolah ini dipahami dengan baik, maka secara tidak
langsung akreditasi secara internal tengah berlangsung di satuan pendidikan SD tersebut, dan
proses pendidikan akan berjalan dengan efekti dan Inovatif.

A. Hakikat MBS
Bagaimana menjadi sekolah yang memiliki manajemen yang baik dan berbasis pada
kecerdasan sekolah mampu menghimpun kekuatan dari berbagai potensi yang ada di sekolah.
Multiple Intelligence atau kecerdasan jamak adalah sebuah teori yang memandang bagaimana
setiap individu warga sekolah secara unik mampu menggunakan kecerdasan mereka untuk
memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baik bagi semua warga sekolah.
Teori ini dapat diaplikasikan di sekolah dalam menata manajemennya terkait dengan
kecerdasan berkomunikasi secara efektif (word smart), berpikir secara logis, berhitung dan
memperhitungkan dalam setiap pengambilan keputusan (logic smart). menggali potensi alamiah
dan lingkungan hijau yang ada di sekitar sekolah (nature smart), menata lingkungan dan pisik
sekolah menjadi indah (picture smart), individu sekolah sehat secara fisik dan energik (body
smart), sekolah ceria gembira dengan aneka musik budaya daerah yang dibina (music smart),
warga sekolah yang ramah, sopan, santun, dan responsif (people smart) ,sikap empati dan simpati
yang berkembang dengan baik (self smart), dan memiliki perilaku warga sekolah yang taat,
beriman, dan bertakwa (spritual smart).
MBS dalam implementasinya mampu mengelola sumberdaya sekolah yang sangat beragam
(multiple smart) yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah, dengan mengikutsertakan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah. Jika semua komponen yang ada di sekolah
mampu diberdayakan sebagai bentuk dari internal akreditasi maka secara nyata manajemen ini
akan menghantarkan sekolah mampu mencapai tujuan peningkatan mutu sekolah dengan proses
yang baik.

Unsur-unsur penting yang terkandung dalam definisi MBS meliputi:


1. Pengelolaan. Pengelolaan dimaknal dari dua sudut pandang yakni proses dan komponen
manajemen sekolah Sebagai proses, manajemen sekolah merupakan sislem yang
komponennya meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksansan, dan pengawasan.
3
Keempat komponen manajemen ini-seringkali dibahas dalam forum kerja sckolah dan gugus
serta secara piawai dipraktikkan dalam kehidupan persekolahan. Ditinjau dari komponennya,
manajemen sekolah meliputi: (1) kurikulum dan pembelajaran, (2) peserta didik, (3) pendidik
dan tenaga kependidikan, (4) pembiayaan, (5) sarana dan prasarana, (6) hubungan sekolah dan
masyarakat, dan (7) budaya dan lingkungan sekolah.
2. Sumber daya. Sumberdaya sekolah yang paling penting adalah sumber daya manusia sebagai
modal sosial (sosial capital). Kepala sekolah dan para guru senantiasa mampu menggali dan
bekerjasama dengan berbagai sumber daya manusia yang dianggap dapat membantu
keberhasilan sekolah dalam melaksanakan perannya sebagai lembaga pendidikan. Misalnya
melibatkan unsur masyarakat (petani, pedagang, peternak, seniman, kepala desa, tokoh
masyarakat, tokoh agama, puskesmas) untuk pemberdayaan mata pelajaran tertentu,
ekstrakurikuler dan pengembangan diri anak. Sumber dana, sarana dan prasarana akan sangat
efektif bila dilakukan oleh SDM yang kreatif, dan amanah.
3. Strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dilakukan hendaknya berpusat pada
peserta didik (student centre) dengan melaksanakan prinsip- prinsip belajar yang
menyenangkan, ramah otak, ramah lingkungan, yang biasa juga dikenal dengan istilah
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
4. Implementasi budaya dan lingkungan sekolah yang kondusif. Sekolah memiliki
tanggungjawab moral dalam mengintegrasikan pendidikan dengan budaya yang ada di
masyarakat. Oleh karena sekolah merupakan miniatur masyarakat yang ada di sekitarnya,
maka diharapkan budaya dan lingkungan sekolah menjadi konteks pendidikan. Berbagai latar
sosial dan budaya yang mampu diadopsi dalam proses pendidikan akan menjadikan sekolah
kuat dan berenergi untuk merawat perbedaan yang ada dari multifacet, multisosial dan
multibudaya yang ada yang diistilahkan juga dengan pendidikan berlatar pendidikan
multikultural.
5. Peran serta masyarakat. Melibatkan masyarakat yang ada di lingkungan sekolah akan
menguatkan lembaga sekolah, dan menjadikan sekolah itu milik masyarakatnya. Jika sekolah
menjadi milik masyarakat, maka apa pun kepentingan sekolah akan dikuatkan oleh peran serta
masyarakat yang memiliki komitmen untuk kemajuan pendidikan di sekolah tersebut.
Masyarakat petani, misalnya, akan berjuang untuk sekolah yang ada di sekitarnya dengan
4
mendermakan sedikit hasil pertanian mereka. Begitu juga dengan masyarakat nelayan,
masyarakat industri, dan sebagainya.
6. Pencapaian tujuan peningkatan mutu sekolah. Pencapaian tujuan peningkatan mutu
sekolah sangat ditentukan oleh visi, misi sebagai modal sosial dari pihak terkait yang ada di
sekolah. Jika kepala sekolah dan guru memiliki mimpi yang sama untuk kesuksesan yang akan
diraih oleh sekolah, maka masyarakat akan terlibat dengan senang hati, mendukung
keberlanjutan untuk meraih kesuksesan-kesuksesan berikutnya.

"Tidak ada sekolah yang gagal atau sukses; yang ada


hanyalah sekolah yang senantiasa tumbuh berkembang untuk
belajar secara berkesinambungan, terus menerus sehingga
menonjol dan berprestasi dalam keunikannya masing-masing,
memiliki satu atau beberapa jenis keunggulan yang
dibuktikan dengan akreditasi yang dapat
dipertanggungjawabkan"
Hakikat MBS dapat digambarkan sebagai berikut:

5
LULUSAN SD

Beriman dan bertaqwa, cinta tanah air,


memiliki wawasan luas dan terampil,
sehat jasmani dan rohani, tanggung
jawab, jujur disiplin dan peduli

Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, berbasis TI, dan membentuk karakter
budaya, dan lingkungan sekolah yang kondusif untuk pembentukan karakter
Peran serta orang tua dan masyarakat, Transparansi, dan Demokratis

HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT

BUDAYA DA& LINGKUNGAN SE KO LAH


PENDI DIK & TE NAGA KEPEN DI DIKAN

SA RANA DAN PRASA RANA


& PEMBELAJAR AN

PE SERTA DI DIK
KURI KU LUM

PEMBIAYAAN

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Gambar 2.1 Hakekat MBS


B. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah
Desentralisasi manajemen pendidikan memberikan kesempatan kepada pihak terkait untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
Pada masa lalu, manajemen pendidikan dilaksanakan secara sentralistik/terpusat dan wewenang
6
pemerintah daerah dan sekolah sangat terbatas. Penyerahan tanggung jawab dan sumber daya ke
sekolah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhannya sendiri. Selain itu penyerahan tanggung jawab tersebut akan memotivasi sekolah
dan masyarakat untuk mengembangkan hal-hal yang dulu dianggap bukan urusan mereka. Dengan
adanya keputusan yang lebih banyak diambil di tingkat sekolah, pemanfaatan sumber daya
termasuk dana, maka pembelajaran diharapkan lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah dan peserta
didik setempat.

C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah


1. Tujuan Umum
MBS bertujuan meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih
besar dalam mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong keikutsertaan semua kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan
mutu sekolah.

2. Tujuan Khusus
Secara khusus MBS bertujuan untuk:
a. Membina dan mengembangkan komponen manajemen kurikulum dan pembelajaran
melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;
b. Membina dan mengembangkan komponen manajemen peserta didik melalui empat proses
manajemen sekolah yang lebih efektif:
c. Membina dan mengembangkan komponen pendidik dan tenaga kependidikan melalui
empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;
d. Membina dan mengembangkan komponen manajemen sarana dan prasarana melalui empat
proses manajemen sekolah yang lebih efektif;
e. Membina dan mengembangkan komponen manajemen pembiayaan melalui empat proses
manajemen sekolah yang lebih efektif;
f. Membina dan mengembangkan komponen hubungan sekolah dan masyarakat melalui
empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;
g. Membina dan mengembangkan komponen budaya sekolah.
7
D. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48
Ayat (1) dinyatakan bahwa, "Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Sejalan dengan amanat tersebut, Peratuan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 49 Ayat (1) menegaskan bahwa
"Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
keterbukaan, dan akuntabilitas".
Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip MBS meliputi: (1) kemandirian, (2)
keadilan, (3) keterbukaan, (4) kemitraan, (5) partisipatif, (6) efisiensi, dan (7) akuntabilitas.
Masing-masing prinsip ini diuraikan sebagai berikut.

1. Kemandirian
Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola sumberdaya dan mengatur
kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah
sesuai peraturan perundangan. Kemandirian sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan
sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, berdemokrasi, mobilisasi sumberdaya,
berkomunikasi yang efektif, memecahkan masalah, adaptif dan antisipatif terhadap inovasi
pendidikan, bersinergi dan berkolaborasi, dan memenuhi kebutuhan sekolah sendiri.

2. Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia yang terlibat
dalam pengelolaan sumberdaya sekolah, dan dalam pembagian sumber daya untuk kepentingan
peningkatan mutu sekolah. Sumberdaya manusia yang terlibat, baik warga sekolah maupun
pemangku kepentingan lainnya diberikan kesempatan yang sama untuk ikut serta memberikan
dukungan guna peningkatkan mutu sekolah sesuai dengan kapasitas mereka. Pembagian
sumberdaya untuk pengelolaan semua substansi manajemen sekolah dilakukan secara bijaksana
untuk mempercepat dan berkelanjtan upaya peningkatan mutu sekolah. Dengan diperlakukan

8
secara adil, semua pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan terhadap sekolah
seoptimal mungkin.

3. Keterbukaan
Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau transparan, sehingga seluruh
warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan
sumberdaya sekolah. Selajutnya sekolah memperoleh kepercayaan dan dukungan dari
pemangku kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui penyebarluasan informasi di
sekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya sekolah,
untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik
merupakan langkah awal upaya sekolah dalam meningkatkan peranserta masyarakat terhadap
sekolah.

4. Kemitraan
Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, baik individu,
kelompok/organisasi maupun Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Dalam prinsip
kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam posisi sejajar, yang melaksanakan
kerjasama saling menguntungkan untuk meningkatkan kualiats pendidikan di sekolah.
Keuntungan yang diterima sekolah antara lain meningkatnya kemampuan dan keterampilan
peserta didik, meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasanaran sekolah, diperolehnya
sumbangan ide untuk pengembangan sekolah, diperolehnya sumbangan dana untuk
peningkatan mutu sekolah, dan terbantunya tugas kepala sekolah dan guru. Keuntungan bagi
masyarakat biasanya dirasakan secara tidak langsung, misalnya terbinanya anggota masyarakat
yang berakhlak mulia, dan terciptanya tertib sosial. Sekolah bisa menjalin kemitraan, antara
lain dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dunia usaha, dunia industri, lembaga
pemerintah, organisasi profesi, organisasi pemuda, organisasi wanita, lembaga swadaya
masyarakat (LSM).

9
5. Partisipatif
Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang terkait
dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan pembuatan keputusan. Keikutsertaan mereka
dapat dilakukan melalui prosedur formal yaitu komite sekolah, atau keterlibatan pada kegiatan
sekolah secara insidental, seperti peringatan hari besar nasional, hari besar daerah, hari besar
agama, mendukung keberhasilan lomba antar sekolah, atau pengembangan pembelajaran.
Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan
teknis antara lain gagasan tentang pengembangan sekolah.

6. Efisiensi
Efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya (dana, sarana prasarana dan tenaga)
sedikit mungkin dengan harapan memperoleh hasil seoptimal mungkin. Efisiensi juga berati
hemat terhadap pemakaian sumberdaya namun tetap mencapai sasaran mutu seolah.

7. Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam mengelola
sumberdaya berdasarkan pada peraturan perundangan dan dapat mempertanggungjawakan
kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan lainnya.
Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen sekolah.
Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis disertai bukti-bukti administratif yang sah,
menunjukkan bukti fisik (seperti bangunan gedung, bangku, dan alat-alat laboratorium), atau
lisan misalnya rapat dengan mengundang pemangku kepentingan.
Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah untuk mengambil
keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip MBS di sekolah pada dasarnya menyesuaikan
dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah diperbolehkan menambah prinsip implementasi
MBS yang sesuai dengan karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya peningkatan mutu
sekolah baik secara akademis maupun nonakademis.

10
BAB II
PROSES MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dicapal melalui dua unsur yaitu proses dan komponen
manajemen sekolah yang efektif. Ditinjau dari proses, aktivitas MBS terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dari sudut pandang komponennya, MBS terdiri
atas manajemen: (1) kurikulum dan pembelajaran, (2) peserta didik, (3) pendidik dan tenaga
kependidikan (4) pembiayaan, (5) sarana dan prasarana, (6) hubungan sekolah dan masyarakat,
serta (7) budaya dan lingkungan sekolah.

A .Perencanaan
Perencanaan adalah proses menetapkan tujuan, kegiatan, sumber daya, waktu, tempat dan
prosedur penyelenggaraan komponen manajemen berbasis sekolah. Syarat-syarat perencanaan
dalam manajemen sekolah meliputi: didasarkan tujuan yang jelas, sederhana, realistis, praktis,
terinci, fleksibel, menyeluruh, efektif dan efisien.

Dalam perencanaan dan pengembangan manajemen berbasis sekolah untuk mencapai tujuan
yang diharapkan, kepala sekolah terlebih dahulu perlu menganalisis faktor-faktor internal
ataupun eksternal yang akan menjadi dasar dalam perencanaan program-program sekolah
diantaranya :

11
 Kondisi sosial masyarakat,
 Kondisi ekonomi masyarakat
dan nasional,
 Kondisi geografis lingkungan
sekolah,
Faktor  Kondisi demografis masyarakat
Eksternal sekitar,
 Kondisi perpolitikan,
 Kondisi keamanan lingkungan,
 Perkembangan globalisasi,
 Perkembangan IPTEK,
 Regulasi/kebijakan pemerintah
pusat dan daerah, dan
sebagainya

PBM, Peserta didik,


Guru, Kurikulum,
Kepala Sekolah, Manajemen sekolah,
Tenaga TU, Pembiayaan dan sumber
Faktor Kondisi Laporan, dana sekolah,
Internal saat ini Kelulusan,
Tenaga Perpustakaan,
Fasilitas atau Sarpras, Sistem penilaian/evakuasi,
Media Pengajaran, Peran Komite sekolah,
Buku, Dan sebagainya.

Selanjutnya analisis factor-faktor internal maupun eksternal digunakan oleh sekolah untuk
melihat kelemahan, kekuatan dan peluang sekolah dalam penyusunan visi, misi dan rencana
kerja sekolah.
12
1 .Perumusan Visi Sekolah.
Visi merupakan mimpi/harapan yang ingin dicapai oleh warga sekolah. Visi sekolah:
1) dijadikan sebagal cita-cita bersama warga sekolah dan segenap pihak yang
berkepentingan pada masa yang akan datang;
2) mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah dan segenap
pihak yang berkepentingan;
3) dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah dan pihak-pihak yang
berkepentingan selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
4) diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah dengan
memperhatikan masukan komite sekolah;
5) disosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan;
6) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan
tantangan di masyarakat.

2. Misi Sekolah
Misi sekolah merupakan upaya tindakan yang dilakukan oleh warga sekolah untuk
mewujudkan visi sekolah.
Misi sekolah:
1) memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional;
2) merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
3) menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah;
4) menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan
oleh sekolah/madrasah;
5) memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah;
6) memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit
sekolah yang terlibat;
7) dirumuskan berdasarkan masukan berkepentingan termasuk komite sekolah dan
diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah;
13
8) disosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan;
9) ditinjau dan dirumuskan kembali secara, berkala sesuai dengan perkembangan dan
tantangan di masyarakat

3. Perumusan Tujuan Sekolah


Tujuan sekolah adalah hasil penyelenggaraan pendidikan yang akan dicapai.
Tujuan sekolah:
1) menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat
tahunan);
2) mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan
kebutuhan masyarakat;
3) mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah dan
pemerintah;
4) mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite
sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh
kepala sekolah;
5) disosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan.

4.Perumusan Rencana Kerja Sekolah


1) Sekolah membuat:
a) rencana kerja jangka menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai
dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang Ingin
dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;
b) rencana kerja tahunan yang dinyatakan datam Rencana Kegiatan dan Anggaran
Sekolah (RKAS) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.
2) Rencana kerja jangka menengah dan tahunan sekolah:
a) disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite
sekolah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Pada
sekolah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara sekolah;
14
b) dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.
3) Rencana kerja empat tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan pendidik
dan pertimbangan komite sekolah.
4) Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
5) Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai pencapaian 8 Standar
Nasional Pendidikan dan 7 komponen MBS, yaitu (1) manajemen kurikulum dan
pembelajaran ( pencapaian standar isi, proses, kompetensi lulusan, penilaian),
manajemen peserta didik, manajemen pendidik dan tenaga kependidikan (pencapaian
standar pendidik dan tenaga kependidikan), manajemen sarana dan prasarana
(pencapaian standar sarana dan prasarana), manajemen pembiayaan (pencapaian
standar pembiayaan), manajemen hubungan sekolah dan masyarakat, manajemen
budaya dan lingkungan sekolah, serta terwujudnya pencapaian standar pengelolaan.
B Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah proses kegiatan memilih, membentuk hubungan kerja, menyusun
deskripsi tugas dan wewenang orang-orang yang terlibat dalam kegiatan komponen
manajemen sekolah tertentu sehingga terbentuk kesatuan susunan dan struktur organisasi
yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan peningkatan mutu sekolah. Memilih orang-orang
yang dilibatkan dalam kegiatan tertentu, mempertimbangkan karakteristik dan latar belakang
yang bersangkutan, antara lain: karakteristik fisik dan psikhis (minat, kemampuan, emosi,
kecerdasan, dan kepribadian); serta latar belakang (pendidikan, pengalaman, dan jabatan
sebelumnya). Membentuk hubungan kerja menjadi satu kesatuan berarti bahwa penempatan
orang-orang dalam kegiatan tertentu dibentuk berupa susunan dan atau struktur organisasi,
lengkap dengan deskripsi tugas dan wewenangnya.
Prinsip-prinsip pengorganisasian yaitu: (1) adanya kejelasan tugas dan wewenang; (2) adanya
kesatuan perintah; (3) fieksibel; (4) seimbang; dan (5) semua orang atau unit kerja memahami
tujuan yang akan dicapai, strategi dan metode/tekhnik yang digunakan dalam melaksanakan
tugasnya, memahami dan bisa mendayagunakan dana, sarana, dan prasarana yang digunakan
dalam melaksanakan tugasnya.

15
C. Pelaksanaan
Pelaksanaan berarti Implementasi darl rencana yang telah disusun. Dalam pelaksanaan juga
dilakukan pemotivasian, pengarahan, supervisi, dan pemantauan. Pemotivasian dimaksudkan
sebagai pemberian dorongan kepada pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah agar selalu
meningkatkan mutu kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Pengarahan yaitu
pemberian bantuan perbaikan dan pengembangan kegiatan implementasi komponen
manajemen sekolah agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan peningkatan mutu
sekolah. Supervisi meliputi supervisi manajerial dan akademik, yang dilakukan secara teratur
dan berkesinambungan oleh kepala sekolah, atasan dan pemangku kepentingan lainnya.
Pemantauan dilakukan oleh kepala sekolah, atasan, dan pemangku kepentingan lainnya secara
teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
penyelenggaraan komponen manajemen sekolah.
Prinsip pelaksanaan meliputi: (1) penetapan standar operasional kegiatan; (2) penentuan
ukuran keberhasilan kegiatan; dan (3) melakukan pengembangan kegiatan atau tindakan
koreksi jika diperlukan.

16
D. Pengawasan
Pengawasan diartikan sebagai proses kegiatan untuk membandingkan antara standar yang
akan ditetapkan dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan berguna untuk mengukur
keberhasilan dan penyimpangan, memberikan laporan dan menerapkan sistem umpan balik
bagi keseluruhan kegiatan komponen manajemen sekolah. Pengawasan meliputi kegiatan
evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Kegiatan pengawasan juga
didasarkan atas kegiatan pemotivasian, pengarahan, supervisi dan pemantauan.
Evaluasi yaitu pengukuran keberhasilan dan penyimpangan pelaksanaan kegiatan dengan
menggunakan instrumen tertentu yang mengacu pada standar pencapaian kegiatan. Pelaporan
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan pengawas. Laporan oleh
pendidik ditujukan kepada kepala sekolah dan orang tua/wali peserta didik, berisi hasil
evaluasi dan penilaian belajar peserta didik dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir
semester. Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada kepala sekolah berisi
pelaksanaan tugas secara teknis, dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
Laporan oleh kepala sekolah ditujukan kepada komite sekolah dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan, dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester. Laporan oleh
pengawas ditujukan kepada Bupati/Walikota melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten/Kota.
Tindak lanjut yaitu pemberian umpan bali terhadap hasil pengawasan (evaluasi dan pelaporan)
terhadap implementasi komponen manajemen sekolah. Umpan balik terhadap implementasi
kegiatan yang sudah baik yaitu dengan terus meningkatkan implementasi kegiatan menajemen
sekolah dengan memperhatikan dan mengadopsi perkembangan iptek. Terhadap
implementasi kegiatan yang belum optimal dilakukan umpan balik dengan memperbaiki
bagian-bagian implementasi komponen manajemen yang belum berhasil. Semua hasil
pengawasan digunakan sebagai input bagi perencanaan komponen manajemen sekolah yang
akan datang.

17
18
BAB III
KOMPONEN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

A. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah


Manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah adalah pengaturan kurikulum dan
pembelajaran yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan
mengevaluasi kurikulum dan pembelajaran di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip implementasi manajemen berbasi sekolah. Prinsip-prinsip implementasi pembelajaran
yang dikembangkan dalam program MBS ini diharapkan dapat mengembangkan model
pembelajaran yang lebih bervariasi, interaktif, dan praktis sehingga pembelajaran menjadi
lebih menarik dan relevan bagi peserta didik. Gaya pembelajaran seperti ini dikenal dengan
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat PAKEM.
Ruang lingkup kegiatan manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah meliputi:
penyusunan program tahunan, penyusunan dan penjabaran kalender sekolah, pembagian tugas
mengajar dan tugas lain, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan jadwal kegiatan perbaikan
dan pengayaan, penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler, penyusunan program kegiatan
bimbingan karir (BK), pengaturan pemanfaatan sumber dan media pembelajaran, pemilihan
strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok-pokok bahasan tertentu (antara lain PAKEM),
pengaturan kriteria dan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik, kenaikan kelas, dan
kelulusan, penyusunan/review KTSP dan silabus, penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), pengaturan pembukaan tahun ajaran baru, pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, supervisi pembelajaran, supervisi kegiatan BK, penentuan kelulusan peserta
didik, penutupan tahunajaran dan pelepasan peserta didik, pengawasan (pemantauan, dan
evaluasi), pertanggungjawaban (pelaporan). Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
PAKEM, sekolah perlu mendalami hal-hal berikut.

1. Apa dan Mengapa PAKEM?


Tujuan utama program MBS adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Pada waktu
lalu, pembelajaran di Indonesia terbatas pada penghafalan fakta dan proses/prosedur (cara
menyelesaikan suatu soal). Guru lebih banyak berceramah dan buku paket merupakan
19
sumber belajar yang dominan. Akibatnya banyak peserta didik kurang mempunyai
kreativitas dan kurang menguasai keterampilan berbahasa, keterampilan memecahkan
masalah, dan keterampilan lainnya yang perlu untuk menghadapi tantangan kehidupan
sehari-hari.
Standar proses pelaksanaan pendidikan menyarankan pembelajaran yang lebih efektif
dengan mengaktifkan peserta didik, dan mendorong mereka agar kreatif, yang dikenal
dengan istilah PAKEM.
PAKEM adalah suatu cara/strategi guru mengajar yang dapat mendorong/menantang
peserta didik untuk mengungkapkan gagasannya sendiri dan berfikir kreatif tanpa rasa takut
salah. Tujuan akhir dari penerapan PAKEM ini agar peserta didik mampu berpikir kritis,
kreatif, peka terhadap lingkungan, bersikap mandiri, dan bertanggung jawab, serta mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Wujud penerapan PAKEM di kelas/sekolah dapat
dilihat pada gambar di halaman-halaman berikut ini.
Aktif: Aktif di sini tidak hanya aktif fisik (misalnya: lari, duduk, melompat, menempel,
mendorong, menarik) tetapi juga aktif mental (seperti: mengamati, memprediksi,
menghitung, menerapkan teori, menarik kesimpulan, menganalisis) dan aktif secara
emosional, yang bersifat intrapersonal (seperti: menumbuhkan kemauan, empati, kerjasama,
dan toleransi). Prinsip pembelajaran adalah learning by doing' (belajar melalui berbuat).
Kalau peserta didik mengalami sesuatu secara langsung (misal bahwa magnet dapat menarik
benda yang terbuat dari besi), maka mereka akan lebih memahami konsep.
Kreatif: Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PAKEM dapat melahirkan peserta
didik yang kreatif. Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik agar
potensinya berkembang secara optimal. Misalnya dengan memberikan tugas yang terbuka
(mengandung lebih dari satu altematif penyelesaian) supaya anak dapat mengembangkan
imajinasinya (cerita, puisi, kesenian), memberikan tugas pemecahan masalah (sosial atau
dalam matematika) yang mengandung berbagai kemungkinan pemecahannya, dan
membimbing peserta didik agar menemukan sendiri konsep yang dipelajari dari
pengalamannya secara langsung.
Guru harus menciptakan suasana pembelajaran yang kolaboratif (kerjasama) dan suasana
yang membuat anak tidak takut salah/gagal. Misal, bila anak berpendapat keliru, ia tidak
20
perlu disalahkan atau dikatakan 'bodoh', tetapi tanyakan saja mengapa dia berpendapat
seperti itu.
Hendaknya diingat bahwa kata kreatif bermakna 'mencipta/mencoba hal yang baru;, dan
mencipta hal baru mengandung resiko salah/gagal. Oleh karena itu, bila seseorang diliputi
rasa takut salah, ia tak akan pernah mau mencipta/mencoba hal yang baru. Suasana
pembelajaran seperti inilah yang mungkin menjadi cikal bakal mengapa penemuan-
penemuan di negeri ini tidak berkembang dengan baik.
Efektif: Melalui proses belajar yang menggunakan pendekatan PAKEM, anak diharapkan
lebih banyak memahami konsep, serta mengembangkan kompetensi dan kecakapan hidup
melalui pembelajaran aktif (melalui berbuat sendiri). Oleh karena itu pembelajaran aktif dan
kreatif dianggap (dan terbukti) lebih efektif untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar
peserta didik.
Menyenangkan: Guru hendaknya dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan,
sehingga anak merasa aman, nyaman, dan tenteram, jauh dari rasa takut salah/tertekan.
Dengan demikian, anak berani mengemukakan ide/pendapatnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pikiran/kognisi tidak akan bekerja dengan baik perasaan/emosi
terganggu.
Menyenangkan tidak hanya sekedar bersenang-senang (tertawa-tawa atau bernyanyi), tetapi
menyenangkan yang bermakna yaitu pembelajaran yang dapat dinikmati oleh peserta didik
sehingga mau berpikir dan mencoba lebih lanjut apa yang pernah dipelajari dan dialami. Hal
ini dapat dicapai bila guru mempersiapkan materi yang sesuai dengan perkembangan anak
dan mudah dipahami, Dengan demiklan, anak merasa asyik dan menikmati aktivitasnya
sehingga tumbuh kebiasaan atau ketekunan dalam diri mereka.

2. Pelaksanaan PAKEM
Tujuan utama pendidikan di sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik. Potensi
tersebut antara lain rasa ingin tahu dan berimajinasi. Oleh karena itu, proses pembelajaran
harus mengembangkan antara lain rasa ingin tahu dan berimajinasi. Bila kedua hal ini
berkembang maka keinginan siswa untuk mencoba/melakukan percobaan untuk mengetahui
sesuatu dan/atau menciptakan sesuatu yang baru akan berkembang pula. Akibatnya, sekolah
21
akan menghasilkan 'siswa produsen' gagasannya sendiri, bukan 'siswa konsumen' gagasan
gurunya.
Hal utama yang perlu diciptakan di sekolah adalah 'suasana tidak takut salah' dalam belajar
atau menciptakan sesuatu. Menciptakan/mencoba sesuatu yang baru memiliki resiko gagal
atau salah. Oleh karena itu, rasa takut salah akan menghentikan siswa/siapa saja untuk
mencoba hal yang baru (kreati). Mengolok-olokan siswa atau mengatakan "uuuuuuuugh..."
kepada siswa yang salah ketika menjawab pertanyaan guru merupakan salah satu contoh
perilaku yang akan membuat siswa 'takut salah'

a. Proses Belajar-Mengajar
Pada dasarnya penerapan PAKEM dalam pembelajaran di kelas ditandai dengan
terjadinya 4 hal berikut: Siswa MENGALAMI, siswa BERINTERAKSI, siswa
MENGKOMUNIKASIKAN gagasannya, dan siswa melakukan REFLEKSI.

 Mengalami
Pada saat belajar, siswa mengalami langsung apa yang sedang dipelajari sejauh tidak
membahayakannya. Misal, ketika siswa belajar tentang daun, siswa mengamati
langsung daun, bukan mendengarkan ceramah guru tentang daun. Siswa belajar cara
menulis surat, mereka menulis surat, dan sebagainya.
 Berinteraksi
Selama peserta didik belajar, mereka berinteraksi dengan temannya: berdiskusi,
saling menjelaskan, dan mengajukan pertanyaan. Siswa duduk dan belajar dalam
kelompok dimaksudkan agar mereka berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain,
bila siswa duduk dalam kelompok tetapi mereka bekerja sendiri-sendiri, hal ini belum
memenuhi tujuan duduk berkelompok. Dengan berinteraksi, kesalahan-kesalahan
konsep akan terkurangi karena akan terkoreksi.
 Mengkomunikasikan
Peserta didik didorong mengkomunikasikan gagasan atau nasir temuan kepada teman
atau gurunya, dalam bentuk lisan, tulisan, dan/atau gambar/diagram. Peserta didik
memajangkan hasil karyanya merupakan salah satu bentuk 'mengkomunikasikan'.

22
Kebiasaan siswa mengkomunikasikan gagasannya atau membuat laporan percobaan
IPA dengan kata-kata sendiri akan menyebabkan mereka menata pikirannya sebelum
mereka mengungkapkannya. Berpikir logis berkemungkinan besar akan berkembang
melalui kegiatan ini.
 Refleksi
Merenungkan apa yang dipelajari dan bagaimana ia belajar sangatlah penting bagi
siswa. Hal ini untuk membiasakan mereka melakukan refleksi terhadap apa yang
dilakukannya dalam kehidupannya sehari-hari untuk kemudian berbuat yang lebih
baik lagi di hari-hari berikutnya. Guru hendaknya memicu siswa untuk melakukan
refleksi dengan mengajukan pertanyaan:
1. Apa yang kamu peroleh setelah belajar ...?
2. Apa yang masih membingungkan?
3. Bagaimana-perasaan mu ketika belajar tadi? beri alasan!

Hasil refleksi siswa ini dapat menjadi umpan balik bagi guru tentang mengajarnya.
Guru dapat melakukan perbaikan mengajar dari jawaban siswa atas pertanyaan
nomor 2, dan melakukan pengembangan kegiatan pembelajaran berdasarkan
jawaban siswa atas pertanyaan nomor 1. Pertanyaan 3 dimaksudkan agar siswa
menilai sendiri tentang cara belajar mereka apakah serius atau tidak kemudian
dikaitkan dengan jawaban pertanyaan 1 dan 2. Misal, mereka menyadari karena
kekurang seriusan mereka dalam belajar maka masih banyak yang membingungkan.

b. Lingkungan Kelas
Lingkungan kelas sangat berperan dalam menciptakan suasana yang mendorong siswa
untuk belajar. Penataan lingkungan kelas bisa berupa pengaturan meja-kursi/bangku
siswa, penataan sumber dan alat bantu belajar, dan penataan pajangan hasil karya siswa,
serta penyediaan sudut baca.

 Pengaturan Meja-Kursi/Bangku

23
Penataan meja-kursi siswa paling sedikit memenuhi 4 hal: 1) Mobilitas,
memudahkan siswa untuk bergerak dari satu pojok ke pojok lain, 2) Aksesibilitas,
memudahkan siswa mengakses sumber dan alat bantu belajar, 3) Interaksi,
memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan sesama teman dan gurunya, dan 4)
Variasi kegiatan, memudahkan siswa melakukan berbagai kegiatan yang beragam,
misal berdiskusi, melakukan percobaan, dan presentasi. Pengaturan meja-
kursi/bangku siswa dalam bentuk kelompok atau berbentuk huruf 'U' dapat
memenuhi beberapa hal di atas.
 Penataan Sumber dan Alat Bantu Belajar
Penataan sumber dan alat bantu belajar hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga
sumber belajar mudah diakses oleh siswa maupun guru. Misal penempatan alat bantu
belajar di tengah ruangan memungkinkan semua siswa memiliki jarak yang relatif
sama dalam mengaksesnya dari pada alat tersebut ditempatkan di salah satu pojok
ruangan.
 Penataan Pajangan Hasil Karya Siswa
Penataan pajangan hasil karya siswa selain perlu memenuhi aspek estetika
(keindahan) juga perlu diatur sedemíkian rupa sesuai kondisi siswa ,sehingga berada
dalam jangkauan pandang/sentuh siswa agar mereka benar-benar memperoleh
manfaat dari pemajangan hasil karya tersebut.
Karya peserta didik sebagai perolehan belajar yang baik dapat dipandang di dalam
ruang kelas. Panjang ini dapat dilihat langsung oleh semua peserta didik. Bentuknya
bisa karya dua atau tiga dimensi. Pajangan mencerminkan upaya yang dilakukan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menggambarkan penguasaan
peserta didik terhadap kompetensi yang diharapkan. Pajangan diganti secara reguler
setiap 1-2 minggu sekali / selesai satu tema. Pajangan dapat menjadì alat pemantau
efektivitas proses pembelajaran. Dari sisi siswa, pajangan berfungsi sebagai
"MASUK"
 Motivasi peserta didik agar senantiasa berkarya.
 Alat bantu belajar

24
 Sumber belajar bagi peserta didik.
 Umpan balik/penghargaan kepada peserta didik yang berhasil membuat karya
 Kompetitif
 Peningkatan Minat Baca Siswa
Salah satu tujuan program MBS adalah untuk meningkatkan minat peserta didik
membaca atau menciptakan budaya baca. Untuk mencapai tujuan ini beberapa hal
perlu dilakukan di sekolah:
 Perpustakaan sekolah dikelola untuk menciptakan suasana yang mendorong anak
untuk membaca.
 Sudut baca dibuat di ruang kelas supaya buku mudah dijangkau.
 Jumlah buku ditambah, baik dari sumbangan peserta didik dan masyarakat,
maupun dibeli dengan dana BOS.
 Jam membaca diterapkan di kelas ataupun sekaligus di seluruh sekolah supaya
anak dibiasakan untuk membaca.

c. Peran Guru
Peran guru berubah menjadi lebih banyak sebagai fasilitator pembelajaran peserta didik:
 Guru lebih banyak merancang pembelajaran yang menantang peserta memecahkan
masalah, dan mengungkapkan pemikiran mereka sendiri.
 Guru menerapkan metode belajar yang bervariasi seperti diskusi,
praktik/percobaan, pencarian informasi dari buku, majalah, koran, dan internet,
serta pemanfaatan lingkungan sekitar.
 Dalam mengajar, guru menggunakan media yang sederhana dan murah, akan tetapi
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
 Guru memantau pembelajaran peserta didik dan memberi bantuan kalau mereka
mengalami kesulitan.
 Guru hendaknya memberikan penghargaan terhadap peserta didik yang berprestasi
dan lebih memotivasi mereka yang masih mengalami kesulitan belajar.

25
d. Kegiatan Siswa
Hal yang paling tampak di kelas yang menerapkan pendekatan PAKEM adalah kegiatan
peserta didik. Peserta didik lebih banyak mengerjakan tugas daripada duduk pasif untuk
mendengarkan dan mencatat.
Kegiatan yang dikerjakan antara lain:
 Mereka mendiskusikan tugas dan masalah yang diberikan guru.
 Mereka mengerjakan tugas praktis seperti melakukan percobaan dengan
menggunakan media sederhana.
 Hasil karya merupakan pemikiran mereka sendiri dan ditulis dengan kata-kata
mereka sendiri.
 Peserta didik juga diberi kesempatan mempresentasikan hasil karyanya kemudian
diberi umpan balik oleh peserta didik lainnya.
Dengan cara seperti ini peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup seperti
bekerjasama, berpikir kritis, dan berkomunikasi secara efektif untuk menjadi lebih
percaya diri serta menerima dan menghargai pendapat orang lain.
Pendekatan belajar seperti ini dapat menciptakan budaya sekolah yang mendorong
peserta didik untuk mengembangkan sikap dan kompetensi yang diperlukan kelak
dalam kehidupan sehari-hari.

e. Penggunaan Media Pembelajaran dan Alat Bantu Belajar


Fungsi utama alat bantu belajar adalah untuk membantu menanamkan atau
mengembangkan konsep yang abstrak agar peserta didik mampu memahami arti
sebenarnya dari konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi objek/alat,
peserta didik memiliki pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti
suatu konsep. Ada beberapa tujuan penggunaan alat peraga/media pembelajaran, antara
lain:
 Untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
 Mempermudah peserta didik dalam memahami konsep

26
 Memberikan pengalaman yang efektif bagi peserta didik dengan berbagai
kecerdasan yang berbeda.
 Memotivasi peserta didik untuk menyukai pelajaran yang diajarkan.
 Untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
 Mempermudah peserta didik dalam memahami konsep.
 Memberikan pengalaman yang efektif bagi peserta didik dengan berbagai
kecerdasan yang berbeda.
 Memotivasi peserta didik untuk menyukai pelajaran yang diajarkan.
 Memberikan kesempatan bagi peserta didik yang lamban berpikir untuk
menyelesaikan tugas agar berhasil.
Gunakan alat bantu belajar sebanyak mungkin oleh siswa, bukan oleh guru sehingga
siswa tidak hanya menjadi 'penonton' guru meragakan sesuatu.

3. Penilaian Kemajuan Peserta didik dalam Rangka PAKEM


dalam Permendiknas No. 4 tahun 2007, penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan
terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan,
pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian konvensional dilakukan dengan tes tertulis saja, dan umumnya terbatas pada
penilaian pengetahuan (atau yang sering terjadi: penghafalan). Dengan demikian untuk
menilai proses belajar dan hasil belajar peserta didik, seperti laporan atau cerita, harus ada
cara penilaian lainnya. Tujuan utama penilaian sehari-hari adalah untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan peserta didik supaya pembelajaran yang akan datang dapat
disesuaikan dengan kebutuhannya dan masalah yang mereka hadapi dalam pembelajaran
teratasi.
Beberapa jenis penilaian yang dikembangkan dalam program MBS dijelaskan secara singkat
di bawah ini.

 Penilaian Proses

27
Penilaian proses belajar peserta didik bertujuan untuk menilai sejauhmana peserta didik
menguasai keterampilan proses, misalnya mengumpulkan dan menganalisis data dalam
IPA atau matematika. Penilaian ini perlu dilakukan guru secara terus-menerus pada saat
anak melakukan kegiatan. Kalau ternyata peserta didik mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya, guru diharapkan memberi bantuan langsung kepada peserta
didik.
 Penilaian Karya Peserta didik
Kegiatan PAKEM banyak menekankan hasil karya peserta didik yang merupakan ciptaan
mereka sendiri. Hasil karya tersebut dapat merupakan hasil tertulis (cerita, puisi, laporan),
gambar atau model 3Dimensi (3D). hasil karya ini perlu dinilai oleh guru untuk
mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik, serta untuk memberi umpan balik dan
merencanakan pembelajaran selanjutnya yang disesuiakan dengan kebutuhan peserta
didik.
Salah satu cara untuk menilai hasil karya peserta didik adalah dengan menggunakan
rubrik penilaian. Dalam rubrik guru menyusun daftar unsur yang akan dinilai dari
pekerjaan tersebut, serta kriterianya. Contoh di bawah adalah rubrik untuk menilai
karangan Bahasa Indonesia dengan lima unsur yang dinilai, yaitu: ejaan, isi karangan,
diksi (pilihan kata), dan keruntutan. Bobot setiap unsur ditetapkan oleh guru sesuai
prioritas pembelajarannya.

28
RUBRIK PENILAIAN KARANGAN BAHASA INDONESIA
Aspek Yang Perolehan
No Indikator Penilaian Kriteria Skor
Dinilai Nilai
1. Penggunaan tanda Ketepatan penggunaan Tepat 2
baca tanda baca dan huruf Tidak tepat 1
kapital dalam kalimat
2. Isi Karangan Kesesuaian isi karangan Sesuai 3
dengan tema dan topik Kurang 2
yang dipilih sesuai
Tidak 1
sesuai
3. Diksi (pilihan kata) Ketepatan pemilihan Tepat 2
kata yang digunakan Tidak tepat 1
dalam karangan
4. Keruntutan dalam Keruntutan dalam Runtut 3
menuangkan menuangkan Kurang 2
cerita/puisi/pantun/ cerita/puisi/pantun/ runtut
deskripsi deskripsi Tidak 1
runtut
Jumlah Skor Maksimal : 10
Keterangan :
Perolehan nilai dihitung dengan cara :

Skor yang diperoleh x 10


Skor maksimal

Rubrik penilaian mata pelajaran lainnya unsur yang dinilai sesuai kompetensi yang di
ajarkan. Misalnya, dalam penilaian laporan percobaan IPA, guru dapat menilai unsur-unsur
seperti: kejelasan deskripsi pelaksanaan percobaan, keakuratan data yang dikumpulkan, dan
ketepatan analisis data.

 Penilaian Melalui Portofolio


Penilaian Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu. Portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik

29
melalui karya peserta didik, antara lain: karangan, laporan, puisi, surat, gambar, dan
penelitian.
Hasil kerja ini disusun menjadi sebuah portofolio. Jadi, portofolio merupakan koleksi
pribadi hasil kerja peserta didik yang mencerminkan tingkat pencapaian, kegiatan belajar,
kekuatan, dan pekerjaan terbaiknya. Penilaian portofolio ini didasarkan pada kumpulan
hasil kerja peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran.

B. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah


Manajemen peserta didik berbasis sekolah adalah pengaturan peserta didik yang mellputi
kegiatan merencanakan, mengorganisasikan melaksanakan, dan mengevaluasi program
kegiatan peserta didik di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi
manajemen berbasis sekolah.
Tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan peserta didik agar menunjang
proses belajar mengajar di sekolah dalam pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan
yang optimal. Fungsi manajemen peserta didik adalah wahana mengembangkan peserta didik
secara optimal baik individu maupun sosial sesuai dengan potensi dan/atau kebutuhan khusus.
Ruang lingkup kegiatan manajemen peserta didik barbasis sekolah meliputi penerimaan
peserta didik baru, pengenalan atau masa orientasi peserta didik baru, penempatan peserta di
dik, pelayanan minat dan bakat pembinaan disiplin, penelusuran alumni, layanan khusus siswa,
dan penatalaksanaan peserta didik.
Penerimaan peserta didik baru dilakukan dengan memperhatikan daya tamping dan besarnya
kelas (class size). Kebijakan sekolah untuk penetapan jumlah peserta didik yang diterima
mengacu pada peraturan yang berlaku yaltu Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
dengan ketentuan rasio siswa per kelas adalah 1. 32. Untuk menetapkan penerimaan peserta
didik berdasarkan kriteria yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan dinyatakan bahwa sekolah dasar menyusun dan
menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenal proses penerimaan peserta didik yang
meliputi:
1. Kriteria calon peserta didik: Calon peserta didik SD berusia sekurang-kurangnya 6
(enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam)
30
tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti
konselor sekolah maupun psikolog;
2. Penerimaan peserta didik sekolah dilakukan: (a) secara obyektif, transparan, dan
akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah; (b) tanpa diskriminasi atas dasar
pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD
penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dan (c) sesuai dengan
daya tamping sekolah/madrasah.
Prosedur penerimaan peserta didik baru bisa mengikuti langkah berikut:
1) Pembentukan panitia
2) Rapat penentuan peserta didik baru (persyaratan, daya tampung, jumlah calon yang
ditenima, kritena penerimaan, dan sistem seleksi)
3) Pembuatan, pemasangan dan pengiriman pengumuman
4) Pendaftaran
5) Seleksi
6) Penerituan peserta didik baru yang diterima
7) Pengumuman peserta didik baru yang diterima
8) Registrasl/daftar ulang bagi peserta didik yang ditenima.

Setelah dinyatakan diterima, kegiatan berikutnya adalah pelaksanaaan masa orientasi


peserta didik baru. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan dinyatakan bahwa orientasi bagi peserta didik barn bersifat
akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan dengan pengawasan guru.
Kegiatan-kegiatan masa orientasi peserta didik baru dilaksanakan dengan suasana yang
menyenangkan sehingga peserta didik mendapat kesan pertama bahwa sekolah itu tidak
menakutkan, atau dengan kegiatan yang mengarah pada sekolah yang diimpikan (dreaming
school).
3. Penempatan peserta didik berdasarkan pada asumsi bahwa peserta didik memiliki
kesamaan sekaligus memiliki perbedaan satu dengan lainnya, atau dengan kata lain setiap
peserta didik memiliki keunikan. Penempatan dalam hal ini bertujuan untuk memudahkan

31
pelayanan kepada peserta didik dengan latar belakang keunikannya, melalui pelayanan
kelompok, pelayanan individual, atau pelayanan klasikal.
4. Pelayanan dan pembinaan minat bakat peserta didik melalui kegiatan
ekstrakurikuler. Dalam hal ini peserta didik dibeil keleluasaan untuk memilih program
kegiatan ekstrakurikuler yang diprogramkan di sekolah sesuai dengan bakat dan
minatnya. Jenis-jenis kegiatan ekstra kunkuler yang bias dilaksanakan di SD antara lain
pramuka, olahraga, kesenian, seni bela diri, dan lain-lain sesuai dengan potensi sumber
daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelayanan kegiatan ekstra kurikuler sekolah perlu
memiliki dokumen program pembinaan ekstra kurikuler.
a. Untuk menanamkan disiplin peserta didik di sekolah diperiukan pengenalan
tentang hak anak dan kewajibannya sejak masa orientasi peserta didik baru. Dalam
permusan tata tertib sekolah, tata tertib kelas, peraturan akademik, dan kode etik
sekoiah dilaksanakan secara partisipatlf antara sekolah, orang tua siswa atau
pengurus komite sekolah, dan melibatkan peserta didik atau perwakilan dan peserta
didik.
5. Penelusuran alumni bertujuan untuk membina peserta didik agar cinta almamater dan
memberikan pengarahan kepada peserta didik ketika akan rnelanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
6. Layanan khusus di sekolah adalah penataan semua sumberdaya dalam rangka
penyelenggaraan layanan secara khusus guna mencapal tujuan lembaga/sekolah secara
lebih optimal. Jenis-jenis layanan khusus yang dapat diselenggarakan sekolah meliputi:
bimbingan konseling, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), gemar membaca di perpustakaan,
pelayanan penggunaan laboratorium, pembinaan jiwa enterpreneurship melalui koperasi
sekolah dan/atau Kafetaria sekolah, penyediaan transportasi sekolah, pembiasan 7k
(keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kesehatan dan kerindangan),
pelayanan pelajaran tambahan bagi peserta didik yang memerlukan pelayanan tambahan
atau pengayaan.
7. Penatalaksanaan peserta didik terdiri atas buku induk, buku klaper, buku daftar hadir,
buku agenda kelas, buku nilai, daftar keadaan peserta didik, laporan kenaikan
kelas/kelulusan, daftar caon peserta ujian akhir.
32
C. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis Sekolah
Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah adalah pengaturan pendidik
dan tenaga kependidikan yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorgariisir, melaksanakan,
dan mengevaluasi program kegiatan yang terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-pninsip implementasi manajemen berbasis sekolah.
Dalam penerapan MSS di SD, yang dimaksud pendidik adalah guru dan konselor yang
berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di SD. Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.
Perdidik di SD sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang
penugasannya ditetapkan oleh SD masing-masing sesuai dengan keperluan. Guru mata pelajaran
di SD sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta
guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Tenaga kependidikan yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan din dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan di SD. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan di SD. Pada tingkat SD tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri atas
kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomon 19 Tahun 2007 Tentang
Standar Pengelolaan dlnyatakan bahwa sekolah menyusun program pendayagunaan penididik dan
tenaga kependidikan dengan memperhatikari standar pendidik dan tenaga kependidikan; dan
dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah termasuk pembagian tugas, mengatasi bfla terjadi
kekurangan tenaga, menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap
pendidik dan tenaga kependidikan senta menerapkannya secara profesional, adil, dan terbuka.
Pendidik pada SD dipersyaratkan memiliki: (1) kualiflkasi akademik pendidikan minimum
diploma empat (D-IV) atau sarjana (Sl); (2) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan
SD atau psikologi; dan (3) memiliki sertifikat profesi guru untuk SD.

33
Pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah dasar minimal terdin atas kepala sekolah,
perididik, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah.
Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kepenclidikan dapat dilakukan melalui
berbagal cara, antara lain: KKG, KKKS, studi lanjut, supervisi, pendidikan dan pelatihan
Iokakarya, rapat sekolah, pertemuan organisasi profesi, diskusi. seminar, studi banding, magang
guru, pertukaran guru antar sekolah, program sister school, sistem pemberian penghargaan kepada
pendidik atau tenaga kependidikan yang berprestasi, dan penilalan kinerja.

D. Manajemen Sarana dan Prasarana Berbasis Sekolah


Manajemen sarana dan prasarana berbasis sekolah adalah pengaturan sarana dan prasarana
yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, dan mengevaluasi
program kegiatan sarana dan prasarana di sekolah, dengan berpedoman pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana, sebagai berikut.
1. Satu SD memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 6 (enam)
rombongan belajar dan maksimum 24 (dua puluh empat) rombongan belajar.
2. Satu SD dengan 6 (enam) rombongan belajar disediakan untuk 2000 penduduk, atau satu
desa.
3. Pada wilayah berpenduduk lebih dan 2000 jiwa dapat dilakukan penambahan sarana dan
prasarana untuk melayani tambahan rombongan belajar di SD yang telah ada, atau
disediakan SD baru.
4. Pada satu keompok pemukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk Iebih
dan 1000 jiwa terdapat satu SD dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki
maksimum 3 km melalui lintasan yang tidak membahayakan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
dinyatakan bahwa sekolah menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelotaan
sarana dan prasarana. Manajemen sarana dan prasarana meliputi aktivitas identifikasi kebutuhan.
perencanaan, pengadaan, penginvetarisan, penyempanan/pemeliharaan, dan penghapusan. Barang
yang dikelola meliputi barang yang tidak bergerak, serta barang yang bergerak, baik yang habis

34
pakai maupun yang tidak, mìsalnya perabot, alat kantor, buku, alat peraga praktek media
pendidikan, dan administrasi sekolah.
a. Identifikasi kebutuhan
Identifikasi kebutuhan merupakan awat sebelum perencanaan. Tujuannya adalah untuk
mengetahul keadaan perlengkapanlbarang yang ada, baik dan segi kuantitas (jumlah)
maupun kualltas (kondisi). Hasil Identifikasi merupakan dasar dalam perencanaan
kebutuhan sarana.
b. Perencanaan
Rencana kebutuhan dibuat untuk jarigka waktu I (satu) tahun anggaran, yang setanjutnya
disusun ke dalam perencanaan biaya yang meliputi biaya-biaya pengadaan, penyimpanan,
pemeliharaan, penyaluran, peng inventarisasian, dan penghapusan agan jangan sampai ada
kegiatan yang tertinggal dalam penghitungan biaya yang dipertukan.

c. Pengadaan
Pengadaan perlengkapanlbarang sekolah meliputi buku, alat tulis kantor, media
pembelajaran, perabot, bangunan. dan tanah ditakukan sesual dengan ketentuan yang
bertaku.
d. Penyimpanan
Penyimpanan barang meliputi kegiatan menerima. mencatat, menyimpan, dan
mengeluarkan barang di/atau dan gudang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Pengetuaran barang dilakukan berdasarkan surat penintah permintaan mengeluarkan
barang (SPMB). Pengeluaran barang dhlakukan melalul tahapan kegiatan berikut:
1) Meneliti kuantitas dan spesitikasi barang yang akan dikeluarkan;
2) Menellti dan memeriksa barang yang ada untuk mernenuhi permintaan;
3) Mencatat mutasi barang pada kartu barang dan kartu persedlaan barang;
4) Mempersíapkan dan membuat Berita Acara Penyerahan Barang dan gudang kepada
pengangkut;
5) Membuat laporan kepada atasan langsung; dan
6) Penataan

35
E. Manajemen Pembiayaan Berbasis Sekolah
Manajemen pembiayaan berbasis sekolah adalah pengaturan pembiayaan yang meliputi
kegiatan merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan
pembiayaan di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implemeritasi mariajemen
berbasis sekolah.

1. Kegiatan perencanaan
Perencanaan keuangan merupakan satu aktlvitas dalam menetapkan perkiraan biaya yang
diperlukan untuk penetapan sumber, pengalokasian, pengelolaan, pembukuan dan
pertanggungjawaban keuangan yang mendukung pelaksanaan kegiatan pendidikan di
sekolah. Perencanaan keuangan sekolan menyatu dengan Rencana Kerja Sekolah (RKS)
secara menyeluruh. Dengan demikian perencanaan keuangan sekolah Terdiri dari: (a)
Perencanaan jangka pendek, (b) Perencanaari jangka menengah, dan (c) Perencanaan
jangka panjang

2. Sumber Keuangan
Sesuai dengan Perrnendiknas No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan
Pendidikan, sumber keuangan sekolah terdiri dari:
1. Sumber Biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah
dan/atau pemerintah daerah terdiri:
a) anggaran pendapatan dan belanja negara;
b) anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c) sumbangan dart peserta didik atau orang tualwalinya;
d) sumbangan dan pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar peserta didik atau
orang tua/walinya
e) bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat:
f) bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g) sumber lain yang sah

2. Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat:

36
a) Bantuan dari penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan;
b) Pungutan, dan/atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/wali;
c) Bantuan dari masyarakat di luar peserta didik atau orang tua/walinya;
d) Bantuan pemerintah;
e) Bantuan pemerintah daerah;
f) Bantuan pihak asing yang tidak mengikat;
g) Bantuan lembaga lain yang tidak mengikat;
h) Hasil usaha penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau
i) Sumber lain yang sah

3. Pengalokasian
Pengalokasian adalah suatu rencana penetapan jumlah dan prioritas uang yang akan
digunakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Alokasi keuangan di sekolah, baik
sekolah negeri maupun sekolah swasta pada dasarnya adalah sama. Alokasi tersebut terdiri
dari :
1) Alokasi pembangunan, baik pembangunan fisik (penambahan pasilitas) maupun nonfisik
(pendidikan dan latihan pegawai);
2) Alokasi kegiatan rutin, seperti belanja pegawai, kegiatan belajar mengajar, pembinaan
kasiswaan, dan kebutuhan rumah tangga.

4. Penganggaran (penyusunan RKS, RKAS)


Rencana Kerja Sekolah (RKS) adalah dokumen satuan pendidikan yang memuat Rencana
Kerja Jangka Menengah, dan disusun empat tahun sekali. Rencana Kerja Anggaran Sekolah
(RKAS) disusun setiap tahun oleh sekolah berdasarkan RKS dengan masa implementasi satu
tahun. Dengan demikian dokumen RKS memuat rencana strategis yang akan dicapai oleh
sekolah dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dan dokumen RKS memuat program/kegiatan
strategi dan kegiatan operasional sekolah yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu
4 (empat) tahun.
37
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun rencana keuangan sekolah
sebagai berikut:
1) Perencanaan harus realistis. Perencanaan harus mampu menilai bahwa alternatif yang dipilih
sesuai dengan kemampuan sarana/fasilitas, daya/tenaga, dana, maupun waktu.
2) Perlunya koordinasi dalam perencanaan. Perencanaan harus mampu memperhatikan cakupan
dan sasaran/volume kegiatan sekolah yang kompleks.
3) Perencanaa harus berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi. Pengalaman,
pengetahuan, dan intuisi, mampu menganalisis berbagai kemungkinan yang terbaik dalam
menyusun perencanaan.
4) Perencanaan harus luwes (fleksible). Perencanaan mampu menyesuaikan dengan segala
kemungkinan yang tidak diperhatikan sebelumnya tanpa harus membuat revisi.
5) Perencanaan yang didasarkan pada penelitian. Perencanaan yang berkualitas perlu didukung
suatu data yang lengkap dan akurat melalui suatu penelitian.
6) Perencanaan akan menghindari under dan over planning. Perencanaan yang baik akan
menentukan mutu kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.

Penyususnan RKS oleh sekolah didasarkan amanat kebijakan, antara lain: pertama,
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VIII
tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 53, ayat (1) dinyatakan bahwa: “setiap satuan
pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari
rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun”. Kedua,
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Sistem Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan Bagian Keenam, Pasal 51 Ayat (2) dinyatakan bahwa: “Kebijakan pendidikan oleh
satuan pendidikan dasar, dituangkan dalam: (a) rencana kerja tahunan satuan pendidikan; (b)
anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan; dan (c) peraturan satuan atau
program pendidikan. Ketiga, Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah yang dinyatakan bahwa: sekolah wajib membuat: (1) Rencana Kerja Sekolah (RKS)
yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan
38
dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan
mutu lulusan, (2) Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) dilaksanakan berdasarkan Rencana
Kerja Sekolah (RKS).
Penysunan RKAS terdiri dari tiga langkah: (1) menghitung biaya operasional; (2)
menghitung rencana biaya dan sumber pendanaan program dan kegiatan operasional; dan (3)
menyusun rencana kegiatan dan anggaran sekolah.
Setelah mengetahui beberapa kebutuhan sekolah untuk membiayai program dan kegiatan
operasional, maka langkah berikutnya adalah membuat rencana pendanaan. Rencana pendanaan
dibuat untuk memperkirakan sumber dan jumlah dana yang diperkirakan diperoleh
sekolah/madrasah. Beberapa sumber dana yang dapat diharapkan oleh sekolah, antara lain: BOS,
BOS kab./kota, BOS Provinsi, sumbangan masyarakat melalui komite sekolah atau paguyuban
kelas, donatur, dan sebagainya.

5. Pembukuan
Sekolah diharuskan menyelenggarakan pembukuan keuangan sekolah. Pembukuan
menyangkut sumber dana, penggunaan dan besarnya dana untuk tiap-tiap pengguna. Untuk
tertibnya pembukuan keuangan, sekolah harus memiliki: buku kas, daftar gaji, buku kas harian,
buku catatan SPMU, buku/dafatar SPJ, buku pemeriksaan, buku setoran pajak, buku tabungan,
daftar lembur dan atau daftar honorarium, tempat penyimpanan uang, kertas berharga dan tanda
bukti pengeluaran, brand kas, pembukuan dana BOS dan Bosda, penerimaan dan penggunaan dana
bantuan komite sekolah dan stakeholders, penerimaan dan penyetoran PPh dan PPn, berita acara
penutupan kas, tanda bukti pengeluaran, laporan penggunaan keuangan menurut sumbernya
kepada atasan yang bersangkutan, peringatan/teguran tertulis kepada bendaharawan apabila ada
penggunaan uang yang tidak sesuai dengan tanda bukti yang ada dan penggunan diluar rencana.

6. Pemeriksaan dan Pengawasan


1) Pemeriksaan pembukuan atau audit
Pemeriksaan pembukuan atau audit adalah suatu kegiatan meneliti, mempelajari, menelaah,
dan mengusut atas kebenaran pembukuan yang ada, berdasarkan ketentuan-ketentuan
akuntansi yang berlaku, antara lain, meliputi;
39
a) Sasaran pemeriksaan adalah dokumen-dokumen asli yang digunakan di dalam transaksi;
b) Pemeriksaan/audit dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang atau lembaga lain
yang sesuai dengan kebutuhan;
c) Hasil audit merupakan umpan balik bagi peningkatan pengelolaan keuangan selanjutnya.
2) Pengawasan
Pengawasan adalah suatu kegiatan yang mengamati kesesuaian antara pengalokasian dan
penggunaan dana yang sebenarnya. Pengawasan dapat melihat ada tidaknya penyimpangan
penggunaan dana. Pengawasan dilakukan dalam tiga kegiatan diantaranya:
a) Pemeriksaan yang ditujukan pada bukti-bukti dokumen asli, penerimaan, dan
pengeluaran, serta saldo akhir yang dicocokan dengan temuan hasil audit
b) Bila terdapat penyimpangan, dapat dilakukan dengan pengusutan, bila tidak, dilakukan
pembinaan ke arah yang lebih baik.
c) Pengawasan keuangan dapat dilaksanakan bersifat internal (pengawasan melekat yang
dilakukan oleh kepala sekolah beserta warga sekolah lainnya dengan pihak
penyelenggara sekolah/yayasan bagi sekolah swasta. Di samping itu, pengawasan dapat
dilakukan oleh pengawas fungsional, seperti pengawas sekolah, Inspektorat wilayah,
BPK, BPKP, dan lembaga keuangan lainnya. Pengawasan dilakukan oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pendidikan atau oleh akuntan
publik.

7. Pertanggungjawaban dan Pelaporan


1. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban dapat dilakukan dalam bentuk bulanan, semester, atau setelah selesai
aktivitas tertentu, penetapan waktu/tanggal bergantung pada peraturan yang berlaku, baik
peraturan yang ditetapkan pemerintah maupun yayasan bagi sekolah swasta.
Isi Pertanggungjawaban meliputi
a) Jumlah uang yang diterima dan yang dikeluarkan
b) Buku penerimaan dan pengeluaran
c) Waktu transaksi
d) Berbagai akibat dari penerimaan dan pengeluaran uang
40
2. Pelapor
a) Pelaporan dilakukan dalam suatu periode tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b) Isi laporan sesuai dengan pertanggungjawaban dengan menggunakan format-format
tertentu.
Laporan disampaikan kepada pihak yang terkait, seperti pemerintah, yayasan, orang
tua/masyarakat, dan para penyumbang lainnya.

F. Hubungan Sekolah dan Masyarakat


Pada masa lalu orang tua peserta didik dan anggota masyarakat tidak dilibatkan bersama-
sama dalam berbagai pelatihan dan urusan sekolah, dimana yang dilatih hanya guru, kepala
sekolah dan pengawas. Kelompok pelatihan ini biasanya dilaksanakan secara terpisah sehingga
kurang koordinasi antara kelompok tersebut dan kurang saling pengertian. Program MBS melatih
semua pihak yang terlibat dalam sekolah dan menekankan bahwa mereka perlu bekerja sama di
sekolah dan di masyarakat.
Tujuan digalakkan peran serta masyarakat adalah untuk mendorong masyarakat setempat
supaya mereka merasa ‘memiliki’ sekolahnya dan lebili berperan dalam kegiatan sekolah. Peran
serta di masa lalu pada umumnya hanya terbatas pada pemberian dana ke sekolah, tetapi lambat
laun masyarakat lebih bertanggung jawab dalam memperbaiki dan merawat gedung sekolab. Pada
beberapa sekolah, orang tua dan masyarakat telah membentuk paguyuban kelas untuk
mendampingi kegiatan dl kelas secara langsung. dan ada pula orang tua yang membantu gum di
kelas. Hal ini biasanya dilakukan pada peserta didik kelas I yang masih memerlukan bantuan
dalam proses pembelajaran.
Komite sekolah dibentuk sebagai wadah atau organisasi nonprofit yang beranggotakan unsur
orang tua peserta didik, pendidik, tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, kelompok DUDI, dan
kelompok pemerhati pendidikan. Komite sekolah diharapkan menjadi partner sekolah dalam
upaya peningkalan mutu pendidikan. Dasar hukum pembentukan komite sekolah adalah
Kepmendiknas Nomor 044/U/2002. Sejak Kepmendiknas tersebut diundangkan, sudah banyak
komite sekolah yang didirikan.
Komite Sekolah berperan sebagal berikut:

41
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud keuangan, pemikiran maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
4. Mediator (mediating agency) antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Meskipun sudh dlundangkan cukup lama, dan banyak sekolah sudah rnembentuk komite
sekolah, namun secara nasional gaung komite sekolah belum nyaring. Salah satu faktor penting
penyebab kurang berperannya komite sekolah adalah sangat terbatasnya sosialisasi tentang
peraturan perundang-undangan yang mengatur kornite sekolah. Me!alui program MBS peran
komite sekolah dikembangkan sesual tujuan pemerintah khususnya dalam hal:
 Bekerjasama dengan kepala sekolah dan guru untuk menyusun Rencana Kerja Sekolah
(RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS);
 Mengumumkan rencana tersebut supaya diketahui masyarakat;
 Memantau sekolah dan memben bantuan dalam hal: kondisi flsik sekoah, dan pelaksanaan
kegiatan sekolah baik proses pembelajaran maupun kegiatan lainnya;
 Mendorong orang tua peserta didik dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung perlingkatan mtitu dan pemerataan pendidikan;
 Mendorong kerjasama dengan masyarakat perorangan/organisasi/dunia usaha dan dunia
industri (DUDI) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan
 Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat.

Jenis-Jenis Peran Serta Masyarakat


1) Pembangunan dan Perawatan Fisik Sekolah Salah satu pnoritas orang tua peserta didik dan
masyakarat yang ikut terilbat dalam sekolah adalah peningkatan sarana dan prasaran sekolah.
Banyak orang tua yang telah ikut meningkatkan mutu bangunan dalam rangka program MBS.
2) Bantuan Nonfisik

42
a).Dorongan Peserta Didik untuk Belajar
Banyak sekolah yang bekerjasama dengan masyarakat untuk mendorong peserta didik belajar.
Kegiatan tersebut termasuk:
 Mengidentifikasi anak yang putus sekolah serta mendorong dan membantu keluarga
mereka supaya masuk sekolah;
 Menentukan jam wajib belajar pada malam hail untuk mendorong anak mengerjakan
pekerjaan rumah dan membaca buku

b). Paguyuban Kelas


Orang tua dan pihak masyarakat lainnya juga dapat membantu pelaksanaan pendidikan secara
angsung pada saat anak masuk sekoah. Banyak SD telah rnembentuk Paguyuban Kelas. Idenya
muncul pertama, saat ada orang tua peserta didik kelas 1 suka duduk di luar ketas menunggu
anaknya pulang sekolah. Akhimya beliau diajak guru masuk membantu di kelas daripada diam
menunggu di luar. Beberapa orang tua Iainnya ikut masuk membantu juga. Tugas mereka
membantu rrenyusun pajangan hasil karya peserta didik, membuat alat bantu belajar, seria
membantu anak Iangsung dalam pembelajaran, misalnya mendengarkan anak membaca,
membantu mereka menulis.
Berbagai aktivitas Iainnya dilakukan oleh paguyuban kelas satu di berbagai sekolah seperti:
 Pengaturan mangan beserta isinya
 Pemasangan gambar-gambar sebagai media pendidikan
 Pembuatan tempat pajangan dan rak buku perpustakaan kelas
 Penggantian papan tulls menjadi white board
 Pembuatan piket paguyuban di kelas
 Pembenahan portofolio sebagai dokumen hasil belajar anak.

G. Budaya Sekolah
Budaya sekolah merupakan sesuatu yang dipahami dan diyakini oleh pikiran dan hati sehingga
dapat dijadikan pedoman seseorang ketika berperilaku (individu/kelompok) dalam satuan
pendidikan pada khususnya dan lingkungan sekolah pada umumnya. Budaya sekolah yang

43
diharapkan dalam konteks ini Iebih merujuk pada suatu sistem nalai, kepercayaan dan norma-
norma yang ditenma secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh Iingkungan yang menciptakan pernahaman yang sama di
antara seluruh unsur dan personal sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, peserta didik dan
jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekoIah sebagaimana ditegaskan
oleh Dlrektorat Tendik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Depdiknas (2007:1).

Program MBS dharapkan dapat menciptakan budaya sekolah yang mendorong peserta didik untuk
menjadi warga yang terampil dan bertanggung jawab. Melalui pendekatan yang aktif dan
partisipatif, baik dalam manajemen sekolah, pembelajaran, maupun peran serta masyarakat,
perilaku yang baik diharapkan berkembang pada diri semua warga sekolah: peserta didik. kepala
sekolah, guru, dan masyarakat.
Melalui pembelajaran PAKEM anak belajar bekerjasama yang baik dengan anak lainnya. Mereka
belajar berani mengurigkapkan pendapatnya dengan cara yang sopan dan santun. Mereka toleran
menerima pendapat orang lainnya.Keterbukaan dalam perencanaan dan keuangan sekolah akan
mendorong seseorang untuk berpenlaku jujur. Dan semua pihak bekeqa sama untuk membuat
lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan ramah anak. Untuk mengembangkan budaya dan
lingkungan sekolah kepala sekolah harus memiliki program-program pembiasaan.
Sesuai dengan kebijakan pemenìntah, budaya sekolah terfokus khususnya pada beberapa hal,
sehingga diharapkan:
 Pihak sekolah, termasuk peserta didik, menjadi religius;
 Berdisiplin;
 Lingkungan sekolah menjadi bersih dan sehat;
 Budaya baca berkembang.

a. Budaya Religius
Berperilaku religius hendaknya tidak ditunjukkan hanya yang bersifat hubungan manusia dengan
Tuhannya, seperti berdo’a dan beribadah, melairikan juga hubungan manusia dengan manusia
lainnya, seperti tidak mengambil/mengganggu milik orang lain, budaya antri, dan menghargai
44
pendapat orang lain, serta hubungan manusia dengan alam/lingkunganya, seperti tidak membuang
sampah sembarangan. tldak merusak pohon, dan tidak mencorat-coret tembok. Perilaku religius,
sebagaimana perilaku di bidang lain, akan berkembang melalui keteladanan, pembiasaan, dan
pembimbingan (di saat tidak berbuat hal yang diinginkan). Oleh karena itu, sekolah dalam hal ini
guru, kepala sekolah, dan orang dewasa lain di sekolah, hendaknya membenkan teladan dalam hal
yang dilnginkan terjadi pada din peserta didik. Misal, bila kita menginginkan peserta didik
berdisiplin, maka sekolah harus memberikan teladan/contoh tentang disiplin tersebut.

b. Bersih dan Sehat


Budaya dan lingkungan sekolah antara lain meliputi budaya bersih dan sehat Dalam hal ini
mengandung pengertian bagaimana warga sekoiah menerapkan 7 K (Kebersihan, Ketertiban,
Kesehatan, Keindahan, Kekeluargaan, Keamanan Kerindangan)
Nilai dan budaya bersih dan sehat dapat dibiasakan melalui kegiatan-kegiatan berikut memilah
dan menempatkan sampah pada tempatnya, memungut sampah ketika melihatnya, tidak mencoret-
coret tembok, gerakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan, gerakan rajin gosok gigi (minimal
2 kali sehari), menjaga kerapihan dalam berpakaian dan penampilan (rambut, kuku), menjaga
kerapihan kelas dan sekolah, merapilkan barang-barang setetah digunakan, mengembalikan buku
di perpustakaan sesual tempatnya, menciptakan dan menjaga keindahan lingkungan sekolah, tidak
menginjak rumput di taman, menciptakan gerakan kebersihan dan cinta lingkungan, membawa
tanaman (bunga) untuk penghijauan sekolah.

c. Sopan dan Santun


Pengembangan sopan dan santun terpadu dalam kegiatan sekolah dengan adanya pembelajaran
PAKEM dan manajemen sekolah yang partisipatif dan terbuka, terjadi lebih banyak interaksi
antara peserta didik dan peserta didik. dan peserta didik dan guru. Melalui kerja kooperatif dalam
kelompok peserta didik belajar mendengarkan dan menghormati pendapat peserta didik lainnya,
seria mengungkapkan pendapatnya sendin dengan kata dan sikap yang tidak menyinggung
perasaan pendengarya. Hal yang sama terjadi dalam enteraksi antara peserta didik dan guru dan
orang dewasa lainnya di lingkungan sekolah. Masing-masing harus bisa mengungkapkan
pemikiran dan pendapat dengan rnemperhatikan perasaan pendengamya.

45
d. Berdisiplin
Pada masa lalu pelaksanaan disiplin disertai dengan ancaman hukuman. Dengan adannya program
MBS dtharapkan pelaksariaan disiplin tumbuh dan kesadaran diri sendiri. Pengembangan isipun
peserta aiot sangat terkait dengan penanaman sopan-santun, penegakan peraturan dan tata tertib
sekolah. Dengan adanya lebih banyak kegiatan interaktif di sekolah, kegatan tersebut hanya dapat
dijalankan dengan baik kalau pesertanya menunjukkan sikap yang berdisiplin. Selain bersopan-
santun peserta didik dibiasakan dalam kegiatan partisipatif seperti melakukan percobaan untuk
membagai tugas dan menunggu gilirannya.Pengembangan disiplin
diri dikembangkan melalui semua kegiatan sekolah balk kurikuler maupun ekstra kurikuler,
akdemik maupun non-akademik seperti olah raga.

e. Budaya Baca
Salah satu tujuan program MBS adalah untuk meningkatkan minat baca peserta didik atau dengan
kata lain mengemban9kan budaya baca. Untuk mencapai tujuan ini beberapa hal dilakukan
sekolah:
 Perpustakaan sekolah dikelola untuk menciptakan suasana yang mendorong anak untuk
membaca.
 Sudut baca dibuat di ruang kelas supaya buku mudah dijangkau
 Jurnlah buku ditambah baik dari sumbangan peserta didik dan masyarakat, maupun dibeli
dengan dana BOS.
 Jam membaca diterapkan di kelas ataupun sekaligus di seluruh sekolah supaya anak terbiasa
membaca.
 Sekolah mempunyai program budaya baca untuk semua jenjang
 Mengungkapkan hasil bacaannya dalam bentuk lisan atau tulisan, bila perlu.
 Di beberapa sekolah dikenal pula kegiatan dengan sebutan ‘Iqra time’ dan ‘membaca senyap’
dengan tujuan yang sama, yaitu menggalakkan budaya baca.
f. Budaya Gemar Menabung
Gemar menabung sebagai pembiasaan yang perlu dibiasakan sejak dini untuk membina
peserta didik hidup hemat.
46
BAB IV
PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
SEKOLAH

A. Pengertian

Penerapan manajemen berbasis sekolah diawali dengan adanya kesepahaman_dan


kesepakatan antara seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu
sekolah.Jika kesepahaman dan kesepakatan tersebut telah tercapai maka langkah selanjutnya
adalah memikirkan,memilin dan menetapkan apa, mengapa, dimana, dan bagaimana
meningkatkan mutu sekolah tersebut. Artinya sekolah melalui warga sekolah dan masyarakat
dengan pimpinan kepala sekolah dituntut kemampuannya untuk menyusun reneana
pengembangan sekolah.
Rencana pengembangan sekolah merupakan rencana yang komprehensif untuk
mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumberdaya yang ada dan yang mungkin diperoleh guna
mencapai tujuan yang diinginkan di masa yang akan datang.Rencana pengembangan sekolah
harus berorientasi ke depan dan secara jelas bagaimana menjembatani antara kondisi saat ini
dengan harapan yang ingin dicapai di masa depan.
Rencana pengembangan sekolah merupakan rencana yang secara jelas dan komprehensif
memperhatikan peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal,memperhatikan kekuatan dan
kelemahan internal,dan kemudian mencari dan menemukan strategi dan program-program
untuk memanfaatkan peluang dan kekeuatan yang dimiliki, mengatasi tantangan dan
kelemahan yang ada,guna mencapai visi yang diinginkan.
Dengan menyusun rencana pengembangan sekolah, akan tergambar dengan jelas dan
komprehensif hal-hal berikut:
1. Visi sekolah yang menunjukkan gambaran sekolah di masa datang (jangka panjang)
yang diinginkan
2. Misi sekolah yang merupakan tindakan/upaya untuk mewujudkan visi sekolan yang
telah ditetapkan sebelumnya
3. Tujuan pengembangan sekolah yang merupakan apa yang ingin dicapai dalam upaya
pengembangan sekolah pada kurun waktu menengah,misalnya untuk 3-6 tahun

47
4. Tantangan nyata,yaitu kesenjangan (gap) dari tujuan yang dinginkan dan kondisi
sekolah saat ini. Dengan demikian,tantangan nyata itulah yang sebenarnya harus diatasi
oleh sekolah.
5. Sasaran pengembangn sekolah, yaitu apa yanjg diinginkan sekolah untuk jangka
pendek ,misalnya untuk satu tahun
6. ldentifikasi fungsi-fungsi yang berperan aktif dalam pencapaian sasaran tersebut
7. Analisis SWOT terhadap fungsi-fungsi tersebut, sehingga ditemukan Kekuatan
(Strength), Kelemahan (Weakness) .Peluang (Oportunity) dan Ancaman (Threat) dari
setiap fungsi yang telah diidentifikasikan sebelumnya
8. Identifikasi altematif langkah untuk mengatasi kelemahan dan ancaman dengan
memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki sekolah
9. Rencana dan program sekolah yang dikembangkan dari altemarif yang terpulih.guna
mencapai sasaran yang ditetapkan
Dengan penyusunan sedemikian rupa, akan memandu semua warga sekoiah dan
masyarakai memilikirkan, memilih dan menetapkan segala sesuatu yang dapat menjadikan
sekolah tersebut sebagaimana diidam-idamkan.
Dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah ini, kepala sekolah harus memiliki
kemampuan untuk mengajak dan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder),
misalnya gur, siswa, tata usaha/karyawan, orangtua pesertadidik, tokoh masyarakat yang
memiliki perhatian kepada sekolah sehingga sekolah dapat menjad i"milik" bersama semua
warga sekolah dan pihak lain yang terlibaL
Dalam pelibatan semua pihak yang berkepnetingan tersebut, harus dijaga "rasa terwakili
dalam proses penyusunan dan "rasa memiliki" terhadap hasil yang dicapai. Seluruh warga
sekolah harus merasa ikut menentukan dalarn proses penyusunan rencana, sehingga secara
langsung merasa ikut memiliki rencana dan akhirnya merasa wajib untuk melaksanakannya.

B. Penyusunan Rencana

Penyusunan rencana pengembangan sekolah dilakukan sesuai dengan tahiap-tanap yang


telah disebutkan di atas yang diawali dengan perumusan visi dan diakhiri dengan penyusuran
rencana anggaran sekolah Masing-masing tahap tersebut dikembangkan dan dilalui secara
berurutan seperti terlihat pada gambar 1.

48
Masing-masing tahap penyusunan reneana pengembangan sekolah tersebut akan diuraikan
seperti berikut:
1 Perumusan Visi Sekolah
Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa yang
masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan
yang diyakini akan terjadi di masa datang. lbarat seorang pemuda, mungkin mencita-citakan
bagaimana keluarga yang dinginkan ketika nanti sudah menginjak usia tua. Mungkin
terbayangkan memiliki seorang istri yang sabar dan setia, anak-anak yang cerdas, sholeh dan
berbakti kepada orang tua, pekerjaan yang bagus, penghasilan yang cukup, rumah yang
nyaman dengan tetangga yang rukun dan seterusnya. Analog dengan itu, mungkin sekolah
(warganya) mengimajinasilkan sekolah yang bermutu bagus, diminati masyarakat, memiliki
jumlah guru yang cukup dengan kualitas yang baik, fasilitas sekolah yang baik,dan sebaginya.
Dalam penyusunan visi sekolah, harus diperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan.
Beberapa contoh perkembangan masa depan yang perlu diperhatikan, antara lain (1)
perkembangan IPTEK yang begitu cepat akan berpengaruh pada semua aspek kehidupan
termasuk tekonologi pendidikan, (2) era global akan menyebabkan lalu lintas tenaga kerja
sangat mudah, sehingga akan banyak tenaga kerja asing di Indonesia, sebalilnya banyak tenaga
kerja Indonesia di luar negen. (3) era informasi yang menyebabkan siswa dapat memperoleh
informasi dari berbagai sumber sehingga guru dan sekolah bukan lagi satu-satunya sumber
informasi, (4) era global tampaknya juga berpengaruh terhadap perilaku dan moral manusia,
sehingga sekolah diharapkan berperan menanamkan akhlak kepada siswa, (5) kesadaran
orangtua akan pentingnya pendidikan yang baik bagi anaknya ternyata paralel dengan
persaingan antar sekolah untuk menggaet anak yang pandai dengan orang tua yang penuh
perhatian, sehingga sekolah yang mutunya jelek akan ditinggalkan mereka, (6) di era AFTA
yang akan segera bergutir membuat bahasa Inggiris sangat penting untuk sarana komunikasi
di dunia kerja ,(7) di era AFTA ini juga sangat mungkin terjadi pembukaan "cabang'sekolah
luar negeri di kota besar di Indonesia, serta (8) masyarakat yang semakin paham bahwa
pendidikan bukan hanya untuk hal-hal yang bersifat kognitif, sehingga prinsip multiple
intelegence menjadi salah satu harapan, dan sebagainya.

49
Tantangan masa depan:
globalisasi
Nilai dan harapan
Landasan masyarakat
yuridis
pendidikan

Visi dan
Misi
Sekolah

Identifika
Tujuan si fungsi
Sekolah
Seko

Analis
Sasaran 1
Tantangan nyata is
Sasaran 2
yang dihadapi Sasaran 3 SWO
sekolah ………… T
Alternatif langkah
pemecahan masalah

Output sekolah
saat ini
(kenyataan) Rencana, program
dan anggaranuntuk
masing-masing
sasaran

Gambar: 1
Tantangan tersebut perlu direspon oleh sekolah,sehingga visi sekolah akan mampu
mengakomodasi sekaligus memanfaatkan peluang yang terkandung pada perkembangan
tersebut. Dengan kata lain kondisi sekolah yang ingin dicapai di masa datang sudah sesuai
dengan arah perkermbangan tersebut. Namun demikian, visi sekolah harus tetap berada dalam
koridor kebijakan pendidikan nasional. Artinya visi suatu sekolah harus mengacu kepada
kebijakan umum pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional. Hal itu penting dipahami
untuk menghindani terjadinya kekeliruan bahwa sekolah “bebas" menentukan visinya dan
tidak terkait dengan kebijakan pihak lain. Bukankah sekolah merupakan lembaga
penyelenggara pendidikan dan pendidikan itu di atur dalam suatu sistem pendidikan nasional?
Jadi tentu sekolah harus berada dalam koridor sistem pendidikan nasional tersebut Sebagai
50
contoh, Indonesia menganut adanya Kurikulum Nasional. Setiap sekolah harus menggunakan
kurikulum tersebut, dengan pemahaman sebagai kurikulum minimal. Namun sekolah
memthiki "ruang gerak" untuk menjabarkan lebih lanjut, agar pelaksanaannya sesuai dengan
kondisi sekolah Misalnya menambah dengan muatan lokal dan mengatur proses pembelajaran
sebagai jabaran kurikulum.
Di samping itu visi sekolah juga harus mempertimbangkan potensi yang dimiliki
sekolah dan harapan masyarakat di sekitar sekolah. Artinya jenis dan mutu layanan pendidikan
seperti apa yang diharaplkan oleh orangtua dan masyarakat sekitar sekolah. Juga harus
dipertimbangkan apa potensi yaog dimiliki sekolah untuk mewujudlan harapan tersebut. Hal
ini penting.agar visi sekolah tidak hanya berupa "mimpi"yang tidak mungkin diwujudkan. Visi
haruslah tinggi, tetapi dapat dicapai walaupun dengan upaya yang sungguh-sungguh.
Visi juga harus sesuai dengan harapan masyarakat yang dilayani sekolah. Bukankah
visi itu untuk siswa? Jadi siswa itulah yang pada hakekatnya akan "menikmati" keterwujudan
visi, karena memang sekolah pada dasarnya membantui siswa untuk mengembangkan diri.
Dengan demikian visi sekolah haruslah berada dalam koridor pendidikan nasional, memenuhi
tantangan masa depan dan harapan masyarakat, serta realistik karena mempertimbangkan
potensi yang dimiliki.
Sekolah adalah “milik” orang banyak. Banyak yang terkait dengan sekolah,yang
biasanya disebut sebagai stake holder (kelompok kepentingan). Guru, karyawan, siswa,
orangtua peserta didik, pemerintah bahkan masyarakat adalah contoh dari pihak-pihak yang
berkepentingan dengan sekolah. Oleh karena itu daiam merumuskan visi sekolah, kelompok
kepentingan tersebut harus diajak bermusyaiwarah dan didengar pendapatnya. Dengan cara itu
visi sekolah telah mewakili aspirasi stake holder dan mereka merasa memilik i"visi” tersebut
yang pada gilirannya diharapkan terdorong untuk bersama-sama berperan aktif dalam
mewujudkannya.
Visi pada umumnya dirumusk:an dalam kalimat filosofis, bahkan seringkali mirip
sebuah slogan. Sering pula dirumuskan dalam bentuk kalimat khas, mudah dingat dan terkait
dengan istilah tertentu. Dalam keluarga, misalnya ada orang yang merumuskan visinya
mewujudkan "keluarga yang harmnonis dan berkecukupan". Tentunya visi“keluarga yang
harmonis dan bericukupan"sebenarnya mengandung ciri-ciri yang digambarkan si perumus,
misalnya selalu rukun, memiliki anak-anak yang sholeh, cerdas dan berbakti pada orangtua,
memiliki pekerjaan dan penghasilan yang baik, memiliki rumah yang nyaman dan sebagainya.
51
Sekolah juga dapat merumuskan visinya dalam bentuk kalimat filosofis agar mudah
diingat dan bahkan menjadi "semboyan" bagi warga sekolah. Misalnya ada sebuah
sekolai"X"yang kebetulan berlokasi di perkotaan merumuskan visinya (hanya sekedar contoh
dan juga bahan bandingan) sebagai berikut:

"UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMAN DAN TAQWA"

Sekolah lain, yang kebetulan berlokasi di daerah pedesaan meruniuskan visinya sepertI ini,

“BERIMAN, TERIDIDIK, DAN BERBUDAYA"

Kedua visi tersebut di atas berbeda tetapi semuanya benar. Keduanya cukup singlat dan mampu
memberi gambaran karakteristik sekolah yang diinginkan di masa datang. Keduanya tidak
menyimpang dari koridor pendidikan nasional, karena pendidikan yang unggul berdasarkan
pada iman, taqwa, budaya bangsa memang merupakan prinsip-prinsip pendidikan nasional
Untuk Sekolah Menengah Tingkat Pertama misalnya, menurut PP Nomnor 28/90, yang
dimaksud dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah bentuk satuan pendidilan dasar
yang menyelenggarakan program tiga tahun. Tujuan pendidikan dasar, sebagaimana tercantum
pada Bab Il pasal 3 adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik
untuk mengembangkan kehidupannya, sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan
anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah. Yang mungkin masih perlu dilacak pada kedua visi tadi adalah apakah memang
benar-benar sesuai dengan potensi sekolah setempal serta harapan masyarakat yang dilayani.
Rumusan visi, dengan mangacu pada dua contoh yang dikemukakan di atas, sebaiknya
memberi isyarat berikut:
1. Berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu lama
2. Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan
harapan masyarakat
3. Mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai
4. Mencerninkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen
warga
5. Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan
sekolah ke arah yang lebil baik
6. Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.
52
Sebagaimana disebutkan terdahulu, visi yang dirumuskan dengan kalimat filosofis perlu
diberikan indikatornya. Misalnya, apa indikator sekolah yang “unggul dalam prestasi
berdasarkan iman dan taqwa" tersebut. Indikator sebaiknya mencakup segala aspek pokok yang
diimajinasikan. Sebagai bahan banding.visi "unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan
taqwa”memiliki indikator:
a. Unggul dalam peningkatan skor(gain score aehievement-GSA)
b. Unggul dalam berbagai lomba karya ilmiah remaja
c. Ungggul dalam kegiatan keagamaan
d. Unggul dari prestasi olahraga
e. Unggul dari prestasi kesenian
f. Memiliki lingkungan sekolah yang nyaman dan kondusif untuk belajar
g. Mendapatkan kepercayaan dari masyarakat
Dua visi dan disertai dengan indikator yang dikemukakan di atas, hanyalah bahan bandingan
dan hanya cocok dengan sekolah yang bersangkutan. Oleh karena itu sekolah lain dianjurkan
merumuskan visinya sendiri, yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing .Mungkin
sekali rumusan maupun indikatornya berbeda dengan contoh/ bahan banding di atas.
Tujuan perumusan visi sekolah. adalah:
a. Untuk memahamii dengan jelas apa yang ingin dicapai suatui sekolah di masa yang
akan datang,
b. Untuk memberikan arah dan fokus strategi yang jelas bagi programn-program sekolah
c. Untuk membantu sekolah memiliki perekat dan menyatukan berbagai gagasan strafegik
d. .Untuk membantu sekolah memiliki orientasi terhadap masa depan
e. Untuk menumbuhkan komitmen bagi seluruh jajaran warga yang ada di lingkungan
sekolah
Untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan sekolah berdasarkan rumusan visi dan
indikator tersebutiah, maka tahap selanjutnya dapat dilakukan yaitu merumuskan misi sekolah

2. Perumusan Misi sekolah

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, misi sekolah adalah merupakan tindakan atau upaya
untuk
mewujudkan visi sekolah. Jadi misi merupakan penjabaran dari visi dalan bentuk rumusan
tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi.

53
Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yng dituangkan dalam
visi dengan berbagai indikatornya. Sebagai contoh, sekolah“X"merumuskan misinya sebagai
berikut:
1. Melaksanakan pembelajaran dan-bimbingan secara efektif, sehingga setiap siswa dapat
berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki.
2. Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah
3. Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat
dikembangkan secara lebih optimal
4. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya
bangsa, sehingga menjadi kearifan dalam bertindak
5. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan
komite sekolah
Dari contoh tersebut,tampak bahwa rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang
menunjulkan "tindakan" dan bukan kalimat yang menunjukkan "keadaan" sebagaimana pada
rumusan visi.

3. Perumusan Tujuan Sekolah

Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah, merumuskan tujuan. Jika visi dan misi
terkait dengan jangka waktu yang sangat panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu
menengah 3-5 tahun. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan atau langkah
untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dicanangkan.
Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara utuh (ideal).maka tujuan
yang ingin dicapai dalam jangka waktu 3-5 tahun mungkin belum se ideal visi atau belum
selangkap visi. Tujuan masih merupakan tahapan untuk mencapai fujuan. Sebagai contoh,
sebuah sekolah telah menetapkan visi dengan indikator sebanyak 9 aspek, tetapi tujuannya
sampai tahun 2023 baru mencakup 5 aspek sebagai berikut,jika pada saat ini tahun 2020, tujuan
sekolah adalah:
1. Pada tahun 2021 Gain seore achievement (GSA) siswa raeningkat +0.3
2. Pada tahun 2021 proporsi lulusan yang melanjutkan studi ke sekolah unggul menjadi
45%
3. Pada tahun 2021 sekolah memiliki kelompok KIR dan mampu menjadi finalis tingkat
Kabupaten

54
4. Pada tahun 2022 sekolah memiliki tim kesenian yang mampu tampil pada acara
setingkat Kota
5. Pada tahun 2023 sekolah memiliki tim olah raga minimal 2 cabang yang mampu
menjadi finalis tingkat kabupten/kota.

Lima tujuan sekolah yang dikemukakan di atas merupakan contoh bahan bandingan bagi
sekolah lain. Sekali lagi ditegaskan bahwa tujuan sekolah dirumuskan setelah visi dan misi
sekolah telah dirumuskan dengan tegas dan jelas. Tujuan sekolah merupakan tahapan
perwujudan visi sekolah dalam jangka waktu menengah.

4. Analisis Tantangan Sekolah

Tantang nyata sekolah adalah merupakan gap (kesenjangan)antara tujuan yang ingin
dicapai sekolah dengan kondisi sekolah saat ini. Tantangan nyata adalah selisih
(ketidaksesuaian) antara output sekolah saat ini dengan output sekolah yang diharapkan di
masa yang akan datang (tujuan sekolah). Besar kecilnya ketidaksesuaian antara output sekolah
saat ini (kenyataan) dengan output sekolah yang diharapkan (idealnya) di masa yang akan
datang memberitahukan besar kecilnya tantangan. Contoh tantangan kualitas, misalnya, jika
dalam tiga tahun kedepan dicanangkan tujuan sekolah untuk mencapai GSA sebesar +2,
sementara saat ini baru meneapai +0,4 berarti tantangan nyata yang dihadapi sekolah adalah
(+2) - (0,4) = (+1,6). Jika saat ini sekolah baru mencapai juara ketiga pada KIR tingkat
kabupaten, sedangkan tujuan sekolah ingin menjadi juara pertama, maka tantangan nyata yang
dihadapi sekolah adalah “dua peringkar" yaitu dari juara ketiga menjadi juara pertama. Contoh
tantangan efektivitas;dari 300 orang siswa yang ikut Ujian Nasional (UN).yang lulus 270
orang, sehingga tantangannya adalah 30 siswa atau 10 persen yaitu berasal dari 30 siswa dibagi
300 siswa. Output sekolah saat ini dapat dengan mudah diidentifikasikan, karena tersedia
datanya. Akan tetapi bagaimanakah caranya mengidentifikasikan output sekolah yang yang
diharapkan, sehingga output yang diharapkan tersebut cukup realistis? Caranya, perlu
dilakukan analisis prakiraan (foreeasting) lengkap dengan asumsi-asumsinya untuk
menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa depan.
Tantangan nyata sekolah tidak selalu dirumuskan sebagai "rumusan matematik".
Misalnya sebuah sekolah mencantumkan salah satu tujuan pengembangan sekolah 6 tahun ke
depan adalah menjadi juara II pada LKIR tingkat nasional, pada saat ini baru mencapai juara I
55
tingkat kabupaten. Nah, dalam kasus seperti ini tantangan tidak dapat dirumuskan secara
matematik sederhana, karena juara II tingkat nasioual tidak dapat dibandingkan langsung
dengan juara I tingkat kabupaten. Yang dapat dirumuskan adalah sekolah tersebut harus
mampu melewati peringkat-peringkat finalis tingkat provinsi, juara II, juara I tingkat provinsi,
finalis tingkat nasional, juara III tingkat nasional dan baru juara II tingkat nasional. Dalam
bahasa statistika, peringkat seperti itu disebut ordinal dan bukan interval, sehingga formula
matematik tidak dapat diterapkan secara langsung. Namun yang penting dapat dipahamni
makna peningkatan yang harus dilalui oleh sekolah.
Pada umumnya, tantangan nyata sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat
dikategorikan menjadi empat hal, yakni :kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efisiensi.
Kualiatas,adalah gambaran dan karakterisitk menyeluruih dari barang atau jasa, yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang
tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah
yang bersifat akademik (misal: Nilai UN, LKIR) dan non-akademik (misal: olah raga dan
kesenian). Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses
persekolahan.
Produktivitas adalah perbandingan antara output sekolah dengan input sekolah. Baik
output maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah, misalnya
jumlah guru, modal sekolah, bahan,energi. Kuantitas output sekolah misalnya jumlah siswa
yang lulus setiap tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun ini sebuah sekolah lebih
banyak meluluskan siswanya dari pada tahun lalu dengan input yang sama (jumlah guru,
fasilitas, dsb), maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif dari pada
tahun sebelumnya.
Efektivitas adalah ukuran yang menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas,
dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi
hasil yang diharapkan. Misalnya, nilai UN idealnya berjumlah 60, namun yang diperoleh siswa
hanya 45, maka efektivitasnya adalah 45-60=75%.
Efesiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi intenal dan efisiensi
ekstemal. Efisensi internal menunjuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian
prestasi belajar) dan input (sumber daya) yang digunakan untuk memproses/ menghasilkan
output sekolah. Efisiensi interal sekolah biasanya diukur dengan biaya-efiktivitas. Setiap
penilaian biaya-efektivitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomi untuk
56
mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama
belajar, angka putus sekolah). Misalnya jika dengan biaya yang sama, tetapi nilai UN tahun ini
lebih baik dari pada nilai UN tahun lalu, maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah yang
bersangkutan lebih efisien secara internal dari pada tahun lalu. Efisiensi ekstemal adalah
hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif
(individu, sosial, ekonomi, dan non-ekonomi) yang didapat setelah pada kurun waktu yang
panjang di luar sekolah. Analisis biaya-manfaat merupakan alat utama untuk mengukur
efisiensi eksternal. Misalnya, dua sekolah SMTA I dan SMTA 2 dengan menggunakan biaya
yang sama setiap tahunnya, tetapi lulusan SMTA I mendapatkan upah yang lebih besar dari
pada lulusan SMTA 2
setelah mereka bekerja. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa lulusan SMTA I lebih efisien
secara eksternal dari pada SMTA 2.
Pada organisasi besar, misalnya perusahaan atau departemen tertentu, sesudah tujuan
dirumuskan dilanjutkan dengan merumuskan strategi perusahaan/organisasi/departemen.
Strategi dalam hal ini dimaksudkan sebagai “langkah besar” untuk mencapai tujuan. Dalam
menyusun strategi, di samping mengaceu kepada tujuan, juga harus diperhatikan kondisi
sekolah saat ini, khususnya kekuatan dan peluang apa yang dapat digunakan. Misalnya sebuah
sekolah yang berada di lingkungan masyarakat yang secara sosial ekonomni sangat bagus,
sementara anggaran pemerintah belum bagus, merumuskan stralegi untuk mencapai tujuan
sekolah adalah "menggalang partisipasi orang tua dan masyarakal". Sekolah lain yang merasa
jumlah dan kualifikasi tenaga guru cukup baik, namun prestasi akademik siswa temyata
rendah, melakukan analisis dan menemukan bahwa kondisi kerja di sekolah merupakan salah
satu faktor penentu motivasi kerja guru dan akhimya berujung pada mutu hasil belajar. Oleh
karena itu, sekolah tersebut merumuskan salah satu strateginya adalah“meningkatkan iklim
kerja sekolah”. Jadi strategi harus memperhatikan hasil evaluasi din atau profil sekolah.
Untuk sekolah,mungkin strategi seperti tersebut di atas tidak harus dirumuskan seeara
khusus. Namun perlu dipikirkan pada saat menentukan alternatif langkah-langkah pengetasan
masalah (butir 8) dan penyusunan renceana dan program sekolah (butir 9), sebaiknya kedua
langkah tersebut memperhatikan strategi dasar sekolah dalam mencapai tujuan yang
diinginkan.

6. Penentuan Sasaran Sekolah

57
Sasaran dapat diartikan sebagai tujuan jangka pendek atau tujuan situasional sekolah
Sebutan tujua situasional mengingatkan bahwa tujuan sekolah dirumuskan dengan bertolak
dari hasil pengamatan atas situasi sekolah. Keterangan“situasi"memberitahukan tantangan
nyata yang dihadapi oleh sekolah saat ini. Dengan latar belakang seperti itu, maka yang
dimaksud dengan sasaran/ tujuan situasional adalah tujuan yang dirumuskan dengan
memperhitungkan tantangan yang nyata dihadapi oleh sekolah.
Berdasarkan pada tantangan nyata yang telah dianalisis, dirumuskanlah sasaran atau target
mutu yang akan dicapai oleh sekolah. Sasaran harus menggambarkan mutu dan kuantitas yang
ingin dicapai dan terukur agar mudah melakukan evaluasi keberhasilannya. Meskipun sasaran
dirumuskan berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah, namun perumusan sasaran
tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah yang telah diuumuskan
sebelumnya. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah merupakan sumber pengertian (sumber referensi)
bagi perumusan sasaran sekolah.
Sasaran direncanakan untuk waktu yang relatif pendek, misalnya untuk satu tahun
pelajaran. Dengan demikian sasaran pada dasarnya adalah tahapan untuk mencapai tujuan
sekolah. Ketika menentukan sasaran, prioritas sasaran harus dipertimbangkan secara sungguh-
sungguh. Misalnya, sekolah rnencanangkan tujuan yang mencakup tiga aspek, maka sekolah
perlu menyusun prioritas, apakah ketiga aspek tersebut akan digarap pada tahun pertama, atau
hanya beberapa aspek saja berdasarkan pertimbangan kondisi dan kemampuan sekolah.
Sebagai contoh, sebuah sekolah memutuskan ingin menggarap ketiga aspek dari delapan aspek
yang tereantum dalam tujuan, meskipun baru pada tahap awal. Oleh karena itu, sekolah
tersebut menetapkan sasaran sekolah untuk tahun ajaran 2021 – 2022 sebagai berikut:
1. Rata-rata GSA + 0,40 (plus nol koma empat)
2. Jumlah lulusan yang melanjutkan studi ke sekolah unggul di atasnya minimal 30 persen
3. Memiliki tim kesenian yang terlatih secara teratur dan mengadakan pentas di sekolah.

6. ldentifikasi Fungsi-fungsi

Setelah sasaran sekolah ditentukan berdasarkan situasi sekolah selanjutnya dilakukan


identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk meneapai sasaran tersebut Fungsi yang
diidentifikasi adalah bidang-bidang garapan manajemen pendidikan seperti telah dikemukakan
pada bab I. Bidang (substansi) garapan yang menjadi fungsi yang dimaksud meliputi
pengembangan kurikulum dan proses belajar mengajar, peseria didik

58
Personalia (ketenagaan), sarana dan prasarana, keaangan, layanan khasus, kelatausahaan, dan
hubungan sekolah dengan masyarakat.
Identifikasi fungsi ini sebagai persiapan dalam meLakukan analisis SWOT
(Strength,Weakness, Opportunity,and Threat). Fungsi yang dimaksud, misalnya untuk
meningkatkan skor (GSA) adalah fungsi (bidang garapan) proses belajar mengajar (PBM) dan
pendukung PBM, sepertI ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, pereneanaan instruksional, sarana
dan prasarana,serta hubungan sekolah dengan masyarakat. Selain itu terdapal pula fungsi-
fungsi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar, di antaranya pengelolaan
keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah.
Apabila sekolah keliru dalam menetapkan fungsi-fungsi tersebut atau fungsi tidak
sesuai dengan sasarannya, maka dapat dipastikan hasil analisis akan menyimpang dan tidak
berguna untuk memecahkan persoalan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian
dalam menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang ditentukan.
Pada setiap fungsi ditentukan pula faktor-faktornya, baik faktor yang tergolong internal
maupun eksternal agar setiap fungsi memiliki batasan yang jelas dan memudahkan saat
melakukan analisis.
Fungsi-fungsi yang perlu diidentifikasikan adalah fungsi-fungsi manajeren yang
didesentralisasikan yang-terdiri dari depalan fungsi seperti telah dikemukakn sebelumnya

7. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah suatu kajian tentang profil lembaga yang mencoba menganalisis
dan sekaligus menggambarkan kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang dihadapi
sehingga dapat dipikirkan peluang-peluang dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan
dengan mengupayakan berbagai cara untuk menghadapi ancaman-ancaman bila Sasaran
Sekolah tidak tercapai.
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi
dari keseluruhan bidang (substansi) manajemen pendidikan yang diperlukan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat
kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT
dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi tersebut baik faktor internal maupun
ekstenal. Yang dimaksud dengan kriteria kesiapan faktor adalah faktor yang memenuhi
kriteria/ standar untuk mencapai sasaran/tujuan situasional. Faktor yang memenuhi kriteria/

59
standar ini ditemukan melalui perhitungan-perhitungan atau pertimbangan-pertimbangan yang
bersumber pada pencapaian sasaran.
Faktor intemal adalah faktor-faktor pada setiap fungsi yang berada didalam kewenangan
sekolah. Sedangkan faktor ekstemal adalah faktor-faktor pada setiap fungsi yang berada di luar
kewenangan sekolah. Misalnya untuk fungsi proses belajar mengajar yang terdiri dari banyak
faktor,satu diantaranya perilaku mengajar guru (faktor internal) dan satu lagi lainnya kondisi
lingkungan sosial masyarakat (faktor eksternal). Perilaku mengajar guru digolongkan faktor
intemal karena sekiranya perilaku tersebut perlu diubah, masih dalam kewenangan sekolah.
Sebaliknya, kondisi lingkungan sosial masyarakat digolongkan sebagai faktor eksternal karena
sekiranya kondisi tersebut ingin diubah, maka hal tersebut di luar kewenangan sekolah. Dalam
melakukan analisis terhadap fungsi dan faktor-faktomya, maka berlaku ketentuan berikut:
"untuk tingkat kesiapan memadai, artinya minimal memenuhi kriteria kesiapan yang
diperlukan untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekuatan bagi fakior internal
atau peluang bagi faktor eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai
artinrya tidak memenuhi kriteria kesiapan minimal. dinyatakan sebagai kelemahan
bagi fakror internal atau ancaman bagi fakior eksternal. Untuk mienentukan kriteria
kesiapan diperlukan kecermatan, kehatia-hatian, pengelahian dan pengalaman yang
cukup agar dapat diperoleh ukuran kesiapan yang tepat”.
Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan faktor eksternal
yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan.
Selama masih adanya fungsi yang tidak siap atau masih ada persoalan, maka sasaran
yang telah ditetapkan diduga tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran sekolah dapat
tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengubah fungsi tidak siap menjadi
siap.Tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan masalah yang pada
hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan dan ancaman agar menjadi kekuatan
atau peluang.
Setelah diketahui tingkat kesiapan faktor melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya
adalah memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan.yakni tindakan yang
diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap dan
mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan siap.
Oleh karena kondisi dan potensi sekolah berbeda-beda antara satu dengan lainnya,
maka altematif langkah-langkah pemecahan persoalannya pun dapat berbeda, disesuaikan
60
dengan kesiapan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya di sekolah tersebul. Dengan
kata lain,sangat dimungkinkan suatu sekolah mempunyai langkah pemecahan yang berbeda
dengan sekolah lain untuk mengatasi persoalan yang sama.
Sebagai contoh, untuk sasaran sekolah (rata-rata GSA) mencapai minimal 0,40 maka
harus ditentukan fungsi-fungsi apa saja berikut faktor-faktornya yang berperan penting dalam
mencapai sasaran tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi diri dan pengalaman sebelumnya,
diidenaifikasikan bahwa fungsi yang berperan untuk meningkatkan GSA adalah fungsi proses
belajar mengajar yang didukung oleh fungsi ketenagaan,dan fungsi sarana belajar. Berdasarkan
pada fungsi yang telah diidentifikasikan tersebut, maka ditemukan faktor-faktor yang
berpengaruh baik intemal maupun ekstemal Setelah ditemukan faktor-faktor terseout lalu
dianalisis dengan memasukkannya ke dalam tabel analisis SWOT. Untuk lebih jelasnya, lihat
Tabel 3.1 berikut:

Kriteria Tingkat kesiapan faktor


Fungsi dan faktornya Kondisi nyata
kesiapan Siap Tidak siap
A. Fungsi
1. Faktor Internal
a. ……….. a. ……………. a. ………. Kekuatan Kelemahan
b. ……….. b. ……………. b. …………. (strength) (Weaknes)
c. ………… c. ……………. c. ………….
2. Faktor
Eksternal a. ……………. a. ………….. Peluang Ancaman
a. …………….. b. ……………. b. …………… (Opportunity) (Threat)
b. ……………… c. …………… c. ………….
c. ………………
B. Fungsi
1. Faktor
Internal a. ……………. a. ………. Kekuatan Kelemahan
a. ……….. b. ……………. b. …………. (strength) (Weaknes)
b. ……….. c. ……………. c. ………….
c. …………
2. Faktor a. ……………. a. ………….. Peluang Ancaman
Eksternal b. ……………. b. …………… (Opportunity) (Threat)
a. …………….. c. …………… c. ………….
b. ………………
61
c. ………………
Dst
Tingkat kesiapan
Fungsi dan faktornya Kriteria kesiapan faktor
Kondisi nyata
(kondisi ideal) Siap Tdk
siap
A.Fungsi Proses Belajar
Mengajar(Kurikulun)
1.Faktor Internal
a motivasi belajar siswa Tinggi 60% siswa memgaoyai mieivasi tingi V
b.Perilaku siswa Disiplin dan tertib kurang disiplin dan Kurarg tertib V
c.motivasi guru Tinggi cukup tinggi V
d.Pemberdayaan siswa Mampu kurang mampu V
e.Keragaman metode Bervariasi tidak benyak variasi V
mengajar
f. penggunaan waktu Efekif kurang efektif V
belajar
2.Faktor eksternal
a.Kesiapan siswa tinggi tinggi V
menerima pelajaran
b.Dukungan orangtua kondusif kurang kondusif V
c.Lingkungan sosial nyaman/tenang gaduh/ramai V
d.Lingkungan fisik sekolah nyaman/tenang nyaman/tenang V

B.Fungsi Pendukung
PBM Ketenagaan
1.Faktor Internal
a Jumlah guru Cukup Cukup
b.Kualifikasi pendidkan Semua guru Semua guru minimal S1
guru minimal S1 minimal S1
c.kesesuaian ijazah 100 % sesuai 100 % sesuai
dengan mata pelajaran
yang diampu
d.beban mengajar guru Rata-rata 18 jam Rata-rata 22 jam
2.Faktor eksternal
a.pengalaman mengajar rata-rata min 5 thn rata-rata 6 tahun
guru
b.Kesiapan mengajar guru 100% 80%
c,fasilitas pengembangan tersodia kurang lengkap

C. Fungsi Pendukung
KBM
Sarana/Perpustakaan
1.Faktor Intemal Cukup dan lengkap Kurang lengkap
a.Buku setiap mata
pelajaran Cukup dan lengkap Kurang lengkap
b.jumlah buku penunjang Bersih dan rapih cukup
c.Kebersihan dan
kerapihan ruang
perpustakaan Ada dan mampu kurang mampu
d. Pengelolaan
Perpustakaan Tersedia dan cukup Tidak ada
e. Dana pengembangan
perpustakaan Cukup kurang
62
f. jumlah lemari dan rak
buku

2 Fakior eksternal
a. Dukungan orang tua Mendukung Mendukung
dalam melengkapi
perpustakaan
b.Kerjasarna dengan Ada kerjasama Tidak ada
perpustakaan lain yang
lengkap
E kesesuaian-buku Tinggi Rendah
penunjang dengan
potensi daerah dan
pengembangan
IPTEKs

Tabel 3.2. Contoh analisis SWOT untuk Peningkatan Nilai Prestasi Siswa pada UAN

Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas, maka dapat diidentifikasikan kelemahan dan
ancaman yang dihadapi oleh sekoiah pada hampir semua fungsi yang diberikan. Pada fungsi
Proses Belajar Mengajar yang menjadi kelemahan-adalah:siswa kurang disiplin, guru:kurang
mampu memaberdayakan siswa dan umumnya tidak banyak variasi dalam memberikan materi
pelajaran di kelas serta waktu yang digunakan kurang efektif. Sedangkan yang menjadi
ancaman adalah kurang siapnya siswa dalam menerima pelajaran, terularna pada pagi dan siang
menjelang pulang. Di samping itu, suasana lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan
ramai karena berdekatan dengan pusat keramaian kota.
Setelah jelas hasil analisis tersebut, maka selanjutnya untuk mengatasi kelemahan atau
ancaman tersebut, sekolah mencari alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, seperti
pengaktifan KKG atau MGMP, pengiriman guru mengikuti pelatihan, peningkatan disiplin
siswa, pembentukan kelompok diskusi terbimbing, peningkatan pengadaan buku, peningkatan
layanan perpustakaan, dan sebagainya dengan memperhatikan potensi dan atau kekuatan dan
peluang yang ada di sekolah.

8. Identifikasi Altematif Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Dari hasil analisis SWOT tersebut, dapat ditemukan berbagai hal yang berkaitan dengn
kelebihan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dalam mencapai sasaran sekolah.

63
Langkah berikutnya adalah memilih langkah-langkah pemecahan persoalan (peniadaan
persoalan), yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi
fungsi yang siap.Tindakan yang dimaksud disebut langkah- langkah pemecahan persoalan,
yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan dan/ atau ancaman agar
menajdi kekuatan dan/ atau peluang.yakni dergan memanfaatkan satu/ lebih faktor yang
bermakna kekuatan dan/ atau peluang.
Contoh identifikasi altematif langkah-langkah pemecahan persoalan:
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada sasaran pertama ,diidentifikasikan
kelemahan dan ancaman yang dihadapi sekolah hampir pada semua fungsi yang diberikan.
Pada fungsi PBM yang menjadi kelemahan adalah siswa kurang disiplin, guru kurang mampu
memberdayalan siswa dan umumnya tidak banyak variasi dalam.memberikan bahan pelajaran
di kelas serta waktu yang digunakan kurang efektif Sedangkan yang menjadi ancaman adalah
kurang siapnya siswa dalam menerima pelajaran, terutama pada pagi dan siang hari menjelang
pulang. Disamping itu, suasana lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan ramai karena
berdekatan dengan pusat keramaian kota.
Untuk mengatasi kelemahan atau ancaman tersebut, sekolah mencari alternatif-
altematif langkah memecalikan persoalan sebagai berikut:
a. Pengaktifan kegiatan KKG
Berdasarkan pada hasil analisis.disebutkan bahwa jumlah gunu cukup.tetapi suasana
belajar belum cukup kondusif akibat metode mengajar guru yang kurang bervariasi.
Melalui KKG diharapkan persoalan sekolah dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati
kurikulum yang padat dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan
terbagai variasi metoda dalam mengajarkan setiap mata pelajaran yang diajarkan Kegiatan
ini di bawah koordinasi Kepala Sekolah dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh
guru senior yang ditunjuk oleh Kepala Sekolah. KKG minimal bertemu satu kali per
minggu guna menyusun strategi pengajaran dan mengatasi masalah yang muncul.
KKG sekolah juga menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar
sekolah. Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk
menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan KKG sekolah yang dilakukan dengan
intensif, dapal dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan
kapasitas dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
bidang yang diajarkan, terutama ditujukan untuk guru-guru yang masih baru.
64
b. Pengiriman Guru mengikuti pelatihan
Sebagai alternatif, sekolah dapat mengirimkan guru-guru secara bergiliran untuk
mengikuti pelatihan pada lembaga yang dianggap potensial dan berpengalaman.
Pengiriman guru ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan pengetahuan dan
keterampilan guru, baik dalam bidang keahlian/ substansi, metode pengajaran maupun
berbagai metode evaluasi, setelah melalui proses identifikasi kebutuhan yang dilakukan
secara cermnat oleh sekolah. Program ini dapat mendorong sekolah untuk mengalokasikan
sebagian anggarannya untuk penigkatan sumberdaya manusia yang selama ini belum
secara optimal dilakukan.
Selain itu, untuk mengatasi kelemahan tersebut, sekolah melalui kegiatan KKG dapat
mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu guru dalam
memahami materi yang masih dianggap sulit atau membantu memecahkan masalah yang
muncul di kelas, maupun berbagai metode pengajaran untuk menemukan cara yang paling
sesuai dalam memberikan materi mata pelajaran tertentu.
c. Peningkatan disiplin siswa
Berdasarkan hasil analisis dinyatakan bahwa disiplin siswa sangat rendah baik dalam
mengikuti aturan dan tata tertib sekolah, maupun dalam mengikuti pelajaran dan
mengakibatkan lingkungan sosial sekolah menjadi kurang kondusif. Diperlukan adanya
peningkatan disiplin siswa untuk menciptakan iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat
memotivasi-siswa dalam kelas.
Adanya dukungan guru yang cukup, sekolah dapat membuat aturan dan tata tertib yang
baik dan memadai. Tata tertib yang dibuat dan disepakati tersebut harus ditaati, khususnya
oleh siswa dan warga sekolah lainnya, termasuk guru, karyawan dan juga Kepala Sekolah.
Aturan tersebut dapat meliputi tata tertib waktu masuk dan pulang sekolah, kehadiran di
sekolah dan di kelas serta mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung, dan tata tertib
sekolah lainnya.
Dengan meningkatnya disiplin siswa, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas jam
pelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan meningkatkan iklim belajar yang
lebih kondusif untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
d. Pembentukan kelompok diskusi terbimbing
Kelompok diskusi terbimbing ini dibentuk untuk mengatasi siswa yang kurang persiapan
untuk belajar di sekolah. Kegiatan diskusi ini,minimal l kali per minggu untuk setiap mata
65
pelajaran di luar jam pelajaran sekolah. Pembentukan kelompok dilakukan oleh siswa dan
dibimbing oleh guru. Dalam setiap kegiatan diskusi dapat dihadirkan nara sumber yang
berasal dari guru, alurnni, atau orang lain yang dianggap ahli dalam mata pelajaran yang
berkaitan dan bertempat tinggal di sekitar kelompok tersebut berada.
Adanya dukungan orangtua dalam meningkatkan motivasi belajar, memberikan
peluang dan kesempatan melaksanakan kegiatan kelompok diskusi, yaitu setiap kali
pertemuan dapat menggunakan rumah anggota kelompok secara bergiliran. Setiap
kelompok diskusi menunjuk pemimpin kelpompok dan guru pembimbingnya.
Untuk keperluan pengembangan materi pada KKG sekolah, setiap guru pembimbing
dapat menyampaikan hasil diskusi kelompok, sehingga terjadi saling tukar pengalaman
dan saling membantu bila terjadi kesulitan. Kelompok diskusi terbimbing ini, sebaiknya
melibatkan guru pembimbing(BK) jika ada. Khususnya untuk meningkatkan motivasi
siswa serta membimbing siswa untuk menghindari pengaruh pergaulan sosial yang
negatif.
e. Peningkatan pengadaan buku
Dari hasil analisis ternyata sekolah masih memerlukan buku-buku bacaan wajib maupun
penunjang untuk mendukung kegiatan belajar siswa. Pengadaan buku pustaka diarahkan
untuk mendukung kegiatan guru mengajar, kegiatan KKG sekolah dan mendukuig belajar
siswa. Untuk mendukung kegiatan guru, diadalan buku-buku pegangan guru dan sumber
yang relevan. Sedangkan untuk mendukung belajar siswa, diadakan buku-buku yang
diperlukan siswa untuk pendalaman materi Ujian Nasioral.
Pengadaan buku-buku tersebut hendaknya dimulai dengan melakukan identifikasi
buku-buku yang dibutuhkan oleh guru, siswa dan sekolah.Berbagai cara dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan buku tersebut, antara lain dengan mengadakan kerjasama
dengan perpustalan pada instansi lain yang mempunyai potensi untuk membantu
pengadaan buku sekolah atau sekolah dapat membeli buku-buku tersebut secara langsung
apabila tersedia dana untuk pengembangan perpustakaan.
f. Peningkatan layanan perpustakaan
Disamping itu, perlu diupayakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengelolaan
perpustakaan untuk meningkatkan layanan perpustakaan. Apabila dimungkinkan, sekolah
dapat memberikan kesempalan untuk mengikuti pelatihan singkat bagi pengelola
perpustakaan. Hal yang lebih penting adalah memperhatikan peningkatan dan
66
pengembangan perpustakaan untuk dapat menyediatan buku buku yang sesuai dengan
kebutunan siswa dan keperluan guru dalam meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya. Hal itu dapat berarti sekolah memilik kewajiban untuk memperhatikan
penyediaan anggaran perpustakaan yang disesuakan dengan kemampuan yang dimiliki
sekolah.
Jika sasaranny adalah "memiliki tim olahraga bola voli yang mampu menjadi finalis
tingkat Kota/Kabupaten", sekolah dapat mengidentifilasi kelemahan dan ancaman yang
dihadapi untuk mencapai sasaran menjadi finalis dalam bidang olahraga voli, yaitu waktu
pelatihan yang kurang intensif dan tidak ada pengalaman guru dalam melatih permainan bola
voli secara pofesional serta sekolah tidak pernah melalukan uji-tanding ke sekolah lain.
Disamping itu, terbatasnya fasilitas pengembangan olahraga bola voli pada tingkat Kecamatan
maupun Kota dan kondisi lapangan bola voli di sekolah dalarn kedaan rusak sebagian.
Berbagai peralatan olahraga yang dimiliki sekolah juga masih kurang,termasuk bola voli.
Selanjutnya untuk mengatasi kelemahan atau ancaman tesebut sekolah dapat melakukan
beberapa langkah sebagai altematit untuk memcahkan pesoalan, seperti berikut:
a. Pengefektifan tim bola voli sekolah
Hasil analisis menyebutkan bahwa minat siswa terhadap olahraga bola voli cukup tinggi,
ditandai dengan cukup banyaknya siswa (hampir 80%) yang siap miengikuti pelatihan
olahraga ini.
Sementara latihan yang diadakan sekolah kurang dari satu kali dalam seminggu atau
bahkan tidak ada latihan sama sekali .Hal ini menunjukkan bahwa sekolal:kurang memberi
perhatian yang tinggi terhadap olahraga bola voli, walaupun banyak siswa yang berminat
untuk mengikutinya. Untuk itu diperlukan penggalakkan kegiatan bola voli dengan
mengaktifkan kembali tim voli pada tingkat sekolah, melalui sosialisasi dan pembentukan
tim kelas atau gabungan beberapa kelas dengan harapan memperoleh bibit pemain yang
baik.
b. Peningkatan Prasarana dan sarana olahraga bola voli
Selain itu, analisis juga menyebutkan bahwa lapangan yang ada kondisinya sudah sangat
jelek dan memerlukan perbaikan atau renovasi,termasuk penambahan sejumlah alat
pendukung lairnya, seperti tiang net, dan bola. Lapangan olahraga sebagai salah satu unsur
penting dalarn peningkalan prestasi perlu mendapat perhatian sekolah secara sungguh-
sungguh. Dengan lapangan yang memadai dan bentuk yang standar, akan lebih menarik
67
minat siswa untuk mengikuti latihan yang diadakan oleh sekolah dan juga dapat
menjadikan siswa bangga memiliki sekolah dengan lapangan olahraga yang baik. Untuk
itu, sekolah perlu memberikan porsi anggaran yang cukup dalam rangka melakukan
renovasi lapangan dan mengalokasikan anggaran untuk membeli peralatan yang kurang
atau tidak ada sebelumnya, tetapi sangat diperlukan.
c. Peningkatan waktu latihan dan uji-tanding
Pada fungsi pelatihan, terdapat banyak kelemahan dan tantangan untuk menjadikan tim
bola voli sekolah masuk finalis pada tirgkat Kota/Kabupaten. Diantaranya adalah waktu
latihan yang kurang banyak dan tidak efektif, karena pelatihan selama ini hanya sekedar
memenuhi kegiatan rutin dan tidak memiliki target mutu. Untuk itu, program latihan perlu
ditingkatkan lebih intensif lagi, misalnya dengan meningkatlan latihan menjadi 3 kali
dalam seminggu dan menyusun program uji-tanding dengan sekolah lain sebanyak satu
kali dalam sebulan. Uji-tanding dengan sekolah yang telah memiliki tim yang kuat, dapat
memberikan pengalaman dan memupuk keberanian tim sekolah saat nanti mengikuti
turnamen yang sebenarnya.
d. Pelatih dari luar sekolah
Disamping itu, berdasarkan hasil analisis juga disebutkan bahwa sekolah tidak memiliki
pelatih yang memang berpengalaman dalam cabang olahraga bola voli. Pelatih yang ada
hanya guru olahraga yang secara rutin memberikan latihan dengan teknik yang masih
konvensional dan belum mempunyai pengalaman bertanding di luar daerah. Hal itu dapat
dipahami, karena tidak semua guru olahraga dapat menjadi pelatih yang baik untuk satu
cabang olahraga tertentu. Untuk itu, dirasa perlu untuk mendatangkan pelatih dari luar
yang memiliki pengalaman bertanding dan mampu memberikan cara-cara terbaik dalam
bermain bola voli.

Dalam upaya memecahkan persoalan yang dihadapi sekolah, telah dikemukakan


sebelumnya bahwa masing-masing sekolah dapat menentukan alternatif yang berbeda-beda
sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan memilih alternatif yang paling menguntungkan serta
efektif bagi sekolah.berdasarkan pada beberapa altematif pemecahan persoalan yang
dihasilkan dan analisis SWOT tersebut di atas.
Suatu sekolah (X) selanjutnya menyusun program peningkatan mutu sekolahnya sesuai
dengan kemampuan sekolah.

68
9. Penyusunan Program Sekolah

Dari alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan yang ada, Kepala Sekolah (misalnya
sekolah X) bersama-sama dengan unsur Komite Sekolah menyusun dan merealisasikan
rencana dan program-programnya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Rencana yang dibuat harus dapat menjelaskan secara detail dan lugas tentang aspek-aspek
mutu yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang layak melaksanakarnya,
kapan dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan. Hal itu juga diperlukan
untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pernerintah
maupun orangtua siswa, baik secara moral maupun finansial untuk melaksanakan rencana
peningkaran mutu pendidikan.
Sebagai contoh, dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, sekolah"X"menuliskan
rencana dan program' pelaksanaan untuk mencapai sasaran pertama tahiun 2021, sebagai
berikut:

69
Sasaran – 1: Peningkatan GSA minimal +0,4
Rencana:
Untuk meningkatkan perolehan GSA, sekolah memilih beberapa program diantaranya
mengaktifkan KKG sekolah, mengadakan diskusi terbimbing, meningkatkan disiplin sekolah dan
meningkakan pengadaan buku perpustakaan
Program 1: Pengaktifan KKG sekolah
Rincian Program
1) Menyusun strategi meneajar untuk menyiasati kurikulum yang padat
2) Membahas dan mencari pemecahan dari masalah yang timbul
3) Membantu guru lain dalam memahami materi yang sulit
4) Pertemuan priodik sekali setiap minggu, untuk diseminasi hasil KKG kota /Kabupaten
5) Mengundang ahli dari sekolah lain atau Universites sebagai pembicara untuk membahas
materi mata pelajaran tertentu atau menyajikan inovasi baru dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni
Prgram 2: Kelompok Diskusi Terbimbing
Rincian program:
1) Menyusun jadual pembimbingan dan lokasi untuk setiap kelompok
2) Membimbung siswa yang sedang mengadakan diskusi
3) Mengoptimalkan peran alurnni untuk membimbing siswa
4) Melakukan evaluasi hasil bimbingan setiap kelompok
5) Meningkatkant variasi metode belajar benddasarkan hasil evaluasi

70
Program 3: Peningkatan Disiplin Siswa
Rincian Program:
1) Mengidentifikasi pelanggaran yang sering dilakukan siswa
2) Membentuk tim guru yang akan menangani pelanggaran Siswa
3) Menyusun aturan, tindakan dan sanks
4) Membuat Iaporan berdasarkan jenis pelanggaran secara berkala untukdisampaikan
kepada guru
5) Melakukan sosialisasi aturan sekolah untuk meningkatkan disiplin siswa.
Program 4:Peningkatan layanan Perpustakaan dan Pengadaan Buku
Rincian program:
1) Mengidentifikasi kebutuhan buku untuk guru dan siswa.
2) Membeli buku sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia
3) Meningkatkan Layanan perpustakaan agar mendukung proses belajar mengajar di
kelas dan pelaksanaan diskusi kelompok terbimbing
4) Meningkatkan kemampuan petugas perpustakaan melalui pendidikan dan pelatihan
perpustakaan.
5) Mengadakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait
6) Menyusun program untuk mengebangkan perpustakaan
Penanggung jawab:Drs.Peduli (Guru Kelas VI)

71
Sasaran-2:Menjadi Finalis Turnamen Bola Voli tingkat Kota
Rencana:
Untuk mencapai prestasi olahraga bola voli tingkat Kota, sekolah menentukan beberapa
prograrn, yaitu mengaktifkan tim bola voli sekolah, memperbaiki prasarana dan sarana olahraga
bola voli, dan meningkatkan perawatan terhadap prasarana dan sarana olahraga
Program 1: Pengaktifan Tim Bola Voli sekolah
Rincian program:
1) Menyusun daftar siswa yang potensial untuk ikut latihan bola voli
2) Menyusun jadwal latihan yang lebih intensif
3) Mensosialisasilan kegiatan dan sasaran olahraga, khususnya bola voli kepada warga
sekolah, termasuk orangtua siswa
4) Menyeleksi siswa yang akan menjadi tim utama bola voli sekolah

Program 2: Peningkatan Prasarana dan Sarana Olahraga Bola Voli


Rincian program:
1) Mengidentifikasi prasarana dan sasaran yang memerlukan perbaikan
2) Merperbaiki/renovasi prasarana/lapangan dan perangkat pendukung lain yang
mengalami kerusakan
3) Menyusun daftar Alat dan fasilitas yang diperlukan sesuai dengan anggaran yang
tersedia
4) Membeli alat yang sesuai dengan spesifikasi keperluan pelaksanaan latihan
5) Melakukan perawatan secara rutin dan teratur sebagai upaya preventif terhadap
prasarana dan sarana olahraga bola voli
Program 3: Peningkatan Latihan dan Uji-Tanding Tim Bola Voli Sekolah
Rincian Program:
1) Mengadakan latihan secara teratur sesuai dengan jadwal yang telah disusun (minimal
3 x seminggu)
2) Mendatangkan pelatih bola voli dari luar atau pelatih yang berpengalaman
3) Mengadakan lomba antar tim yang dibentuk di sekolah
4) Mengundang tim bola volli sekolah lain untuk uji-tanding (minimal I x sebulan)
5) Mengirim tim bola voli sekolah untuk bertanding di sekolah lain (minimal 1 x sebulan)

72
6) Melakukan evaluasi terhadap kinerja setiap tim sekolah dalam rangka persiapan
turnamen tingkat Kota/Kabupaten
7) Mengikuti turnamen bola voli tingkat Kota/Kabupaten
Penanggung jawab:Drs.Bugar (Guru Olahraga)

73
BAB V
PENYUSUNAN RENCANA ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH (RAPBS)

Salah satu komponen utama dalam pengelolaan pendidikan adalah pembiayaan-


pendidikan. Biaya pendidikan merupakan satu komponen masukan instrumental instrumental
input) yang harus dikelola sedemikian oleh manajer pendidikan. Dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan biaya pendidikan ini memiliki perasarana yang sangat menentukan. Tanpa biaya
proses pendidikan tidak akan dapat berlangsung sebagaimana semestinya. Biaya pendidikan
yang dimaksud memiliki cakupan yang luas, yang meliputi semua jenis pengeluaran yang
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan
tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Bukan hanya iuran siswa yang merupakan biaya,
tetapi guru, buku pelajaran, sarana fisik juga biaya. Bagaimana biaya-biaya itu dikelola
merupakan pendanaan pendidikan.
Dedi Supriadi mengutip beberapa pendapat ahli dan menyatakan bahwa baik pada tataran
makro maupun mikro, dikenal beberapa kategori biaya pendidikan, yakni:
1. Biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung (direct cost) yakni segala
pengeluaran yang secara langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan biaya tidak langsung (indirect cost) adalah pengeluaran yang tidak secara
langsung menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan
tersebut terjadi di sekolah (misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah,
biaya jajan, biaya kesehatan, dan sebagainya)
2. Biaya pribadi dan biaya sosial. Biaya pribadi (private cost) adalah pengeluaran
keluanga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran rumah tangga (household
expenditure), sedangkan biaya sosial adalal biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat
untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh
pemenntah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan.
3. Biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-monetary cost)

Ketiga kategori biaya pendidikan tersebut, menurut ahli tersebut, dapat "tumpang tindih,
misalnya biaya pribadi dan sosial yang bersifat langsung dan tidak langsung serta berupa uang

74
dan bukan uang, dan ada juga biaya langsung dan tidak langsung serta biaya pribadi dan sosial
yang dalam bentuk uang maupun bukan uang.
Disamping kategori biaya tersebut di atas, dikenal juga dua istilah anggaran belanja
pendidikan yang terdiri dari dua komponen,yaknt (1) pendapatan, pemasukan atau penerimaan
di satu pihal, dan(2) pengeluaran atau belanja di pihak lain. Dalam dunia penggarana ini, dilihat
dari sifatnya, maka dikenal adanya biaya rutin (routine/ recurrent budget) dan biaya investasi
atau pembangunan (investment/ development budget). Menurut sistem anggaran di Indonesia,
alokasi biaya rutin bagi lembaga-lembaga atau satuan-satuan penyelenggara pendidikan
dituangkan dalam DIK (Daftar Isian Kegiatan), sedangkan biaya pembangunan dialokasikan
dalam DIP (Dafiar Isian Proyek).
Pembiayaan pendidikan berasal dari berbagai sumber. Pembiayaan pendidikan
tingkat.makro (nasional) biaya pendidikan bersumber dari: 1) pendapatan negara dari sektor
pajak (yang beragam jenisnya), 2) pendapatan dari sektor non-pajak (misalnya dari
pemanfaatan sumber daya lama dan produksi nsional lainnya yang lazim dikategorikan ke
dalam "gas dan non-migas, 3)keuntungan dari-eksport barang dan jasa, 4)usaha-usaha negara
lainnya, termasuk dari divestasi saham pada perusahaan negara (BUMN), serta 5) bartuan
dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) baik dari lembaga-lembaga
keuangan internasional (seperti Bank Dunia, ADB, IMF, JIEA) maupun pemerintah, baik
melalui kerjasama multilateral maupun bilateral. Alokasi dana untuk setiap sektor
pembangunan, ternasuk pendidikan, dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan
belanja Negara(RAPBN) setiap tahun.
Pembiayaan pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagian besar bersumber
dari dana yang diturunkan dari pemerintah pusat ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Sebelurn desentralisasi diberlakukan dalam pembiayaan pendidikan, dana pendidikan yang ada
di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota sebahagian besar, malah.hampir seluruhnya, berasal
dari pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya mengelola dan menyalurkannya
sesuai dengan peruntukannya berdasarkan rencana yang telah disusun sebelumnya. Hanya
sebagian kecil (kurang dari 1 %) dana pendidikan di daerah yang berasal dari anggaran daerah
(Ditjen PUOD,1993 dalam Dedi Supriadi). Pada era otonomi daerah, desentralisasi ini,
keadaan yang disebutkan di atas belum mengalami banyak perubahan. Dana yang dianggarkan
dalam RAPBD provinsi dan kabupaten/ kota sebagian besar berasal dani pusat yang disalurkan
75
dalam bentuk paket yang disebut dengan Dana Alokasi Umnum(DAU) dan sebagian ditambah
lagi dengan Dana Alokasi Khusus(DAK).
Pada tingkat sekolah, biaya pendidikan diperoleh dari subsidi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, iuran siswa, dan sumbangan masyarakat. Dari catatan dalam Rencana
Anggaran Pendapalan dan Belanja Sekolah (RAPBS) sebagian besar biaya pendidikan tingkat
sekolah berasal dari pemerintah pusat. Pada tahun 1991/1992 biaya pendidikan di SD, 92,39
% berasal dari pemerintah pusat, hanya 0,23 % dari pemerintah daerah, 6,98 % dari iuran siswa
yang ditampung melalui BP3, dari masyarakat sebesar 0,20%, dan 0,20 % lagi dari sumber-
sumber lain. Pada tahun 2000/2001 subsidi pemerintah untuk SD sebesar 81,5 %, dan 19,5 %
lagi dari iuran siswa (Ditjen PUOD,1993 dalam Dedi Supriadi), sementara sekolah swasta
bersumber dari para siswa atau yayasan.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah ,perspektif pembiayaan pendidikan di
Indonesia mengalami perubahan dalam sistem alokasi dan manajemen. Peranan daerah
semakin besar, sebaliknya peranan pusat semakin berkurang dalam nenentukan berbagai
kebijakan dalam penggunaan anggaran pendidikan. Kewenangan pemerintah pusat terbatas
pada penetapan kebijakan yang bersifat makro dalam bentuk pengalokasian anggaran untuk
sekolah-sekolah dengan mengikuti standar rala-rata, sedangkan kebijakan-kebijakan yang
bersifat mikro (seperti alokasi dan distribusi ke sekolak) menjadi kewenangar pemerintah
daerah dan kabupaten/ kota. Dengan semakin besarnya peranan pemerintah daerah dalam
sistem pembiayaan pendidikan tersebut, maka pemerintah daerah dan kabupateo/ kota ditunrut
untuk memperlakukan sistem pembiayaan pendidikan secara benar dan tepat, sementara
pusatpun perlu menegaskan rambu-rambu yang dapat berlaku nasional yang dapat menjadi
pedoman bagi daerah dalam menentukan alokasi anggaran pendidikan untuk satuan pendidikan
mulai dari SD hingga SMTA.

A. PENYUSUNAN ANGGARAN BELANJA SEKOLAH

Di tingkat satuan pendidikan pengelolaan anggaran pendidikan menjadi salah satu bidang
garapan manajemen yang harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sebagai manajer,
kepala sekolah harus benar-benar memahami bagaimana perencanaan, penggunaan, dan
pertanggungn jawaban anggaran itu dilakukan (baca kembali bidang gaparan manajemen
pendidikan pada bab sebelumnya dan sumber- sumber lain).

76
Dalam konsep manajemen berbasis sekolah, sekolah dituntut menyusun anggaran
pendapatan dan belanja sekolah untuk membiayai proses dan kegiatan pendidikan di sekolah
tersebut.
Anggaran adalah rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu
tertentu (periode), serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian aktivitas. Anggaran
memiliki peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan evaluasi aktivitas yang
dilakukan oleh sekolah. Untuk itu, setiap penanggung jawab program harus menjalankan
aktivitas sesuai anggaran yang telah ditentukan sebelumnya .Karena anggaran memiliki
kedudukan penting, seorang penanggung jawab program kegiatan di sekolah harus mencatat
anggaran serta melaporkan realisasinya sehingga dapat diperbandingkan selisih antara
anggaran dengan pelaksanaan serta melakukan tindak lanjut untuk perbaikan. Dalam
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja sekolah, ada tiga bagian pokok anggaran yang
perlu diperhatikan, yakni 1) penerimaan, 2) rencana pengeluaran, dan 3)sumber dana
lainnya,yaitu sisa dana periode sebelumnya yang menjadi saldo awal periode berjalan.

B. Fungsi RAPBS

Secara garis besar, kegiatan RAPBS dilakukan agar rencana penerimaan dan pengeluaran dana
sekolah/madrasah dapat dikontrol dengan baik. Adapun secara rinci, RAPBS berfungsi untuk:
a. Pedoman pengumpulan dana dan pengeluarannya
b. Menggali dana secara kreatif dan maksimal
c. Menggunakan dana secara jujur dan terbuka
d. Mengembangkan dana secara produktif
e. Mempertanggung-jawabkan dana secara objektif
C. Bentuk-bentuk Anggaran dalam RAPBS

1. Anggaran Pendapatan
Sumber keuangan atau pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi beberapa sumber, yaitu:
a) Dana dari Pemerintah: Baik dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun
keduanya. Dan dana tersebut diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan.
b) Dana dari Orang Tua Siswa: Pendanaan dari orang tua siswa ini dikenal dengan istilah iuran
Komite. Besarnya sumbangan danayang harus dibayar oleh orang tua siswa ditentukan oleh
rapat Komite sekolah. Pada umumnya dana Komite terdiri atas:
77
1) Dana tetap tiap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh orang tua setiap
bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah.
2) Dana insidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya hanya satu kali
selama tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya dapat diangsur).
3) Dana sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa tertentu yang
dermawan dan bersedia memberikan sumbangannya secara sukarela tanpa suatu ikatan
apapun.
c) Dana dari Masyarakat: Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak
mengikat dari anggota-anggota masyarakat sekolah yang menaruh perhatian terhadap
kegiatan pendidikan di suatu sekolah. Sumbangan sukarela yang diberikan tersebut
merupakan wujud dari kepeduliannya karena merasa terpanggil untuk turut membantu
kemajuan pendidikan. Dana ini ada yang diterima dari perorangan, dari suatu organisasi,
dari yayasan ataupun dari badan usaha baik milik pemerintah maupun milik swasta.
d) Dana dari Alumni: Dana ini merupakan bantuan dari para Alumni untuk membantu
peningkatan mutu sekolah yang tidak selalu dalam bentuk uang (misalnya buku-buku, alat
dan perlengkapan belajar). Namun dana yang dihimpun oleh sekolah dari para alumni
merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat dari mereka yang merasa terpanggil
untuk turut mendukung kelancaran kegiatankegiatan demi kemajuan dan pengembangan
sekolah. Dana ini ada yang diterima langsung dari alumni, tetapi ada juga yang dihimpun
melalui acara reuni atau lustrum. Dana ini dipungut dari siswa sendiri atau anggota
masyarakat yang menikmati pelayanan kegiatan pendidikan tambahan atau ekstrakurikuler,
seperti pelatihan komputer, kursus bahasa Inggris atau keterampilan lainnya.
e) Dana dari Peserta Kegiatan: Dana ini dipungut dari siswa sendiri atau anggota masyarakat
yang menikmati pelayanan kegiatan pendidikan tambahan atau ekstrakurikuler, seperti
pelatihan komputer, kursus bahasa Inggris atau keterampilan lainnya.
f) Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah
Ada beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana. Dana ini
merupakan kumpulan hasil berbagai kegiatan wirausaha sekolah yang pengelolaannya
dapatj dilakukan oleh staf sekolah atau para siswa misalnya koperasi, kantin sekolah, bazaar
tahunan, wartel, usaha fotokopi, dll.
2. Anggaran Belanja (Pengeluaran)
Secara garis besar, pengeluaran dari suatu sekolah/madrasah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
78
a) Pembiayaan rutin
Pembiayaan rutin adalah biaya (anggaran) yang harus dikeluarkan secara rutin dan pasti dari
tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non-guru), biaya operasional, biaya
pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat pengajaran.
b) Pembiayaan pembangunan
Pembiayaan pembangunan misalnya biaya pembelian atau pengembangan tanah,
pembangunan gedung, perbaikan gedung, penambahan furniture, dll.
Selain penggunaan dua macam dana di atas, ada satu lagi yang harus dialokasikan, yaitu
anggaran untuk kebutuhan atau kepentingan sosial, baik bantuan sosial ke dalam maupun ke
luar. Bantuan ke dalam dapat berupa dana untuk warga sekolah sendiri. Sementara itu, bantuan
sosial ke luar seperti untuk bencana alam, perayaan HUT RI, permohonan sumbanagn dari luar,
dan sebagainya.
D. Prinsip Penyusunan RAPBS
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus berdasarkan pada
rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana operasional tahunan.
RAPBS setidaknya meliputi penganggaran untuk kegiatan pengajaran, materi kelas,
pengembangan profesi guru, renovasi bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja dan kursi.
Penyusunan RAPBS tersebut harus melibatkan kepala sekolah, guru, komite sekolah, staf TU
dan komunitas sekolah. RAPBS perlu disusun pada setiap tahun ajaran sekolah dengan
memastikan bahwa alokasi anggaran bisa memenuhi kebutuhan sekolah secara optimal.
Prinsip-prinsip dalam penyusunan RAPBS adalah:
a. RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran murid secara
jujur, bertanggung jawab, dan transparan.
b. RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang di tempat
terbuka di sekolah
c. . Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama memprioritaskan
pembelanjaan dana sejalan dengan rencana pengembangan sekolah.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan RAPBS adalah harus adanya
pemenuhan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan sekolah/madrasah setiap
tahunnya. RAPBS ini pun dituntut mencakup semua anggaran kegiatan rutin dan biaya penting
lainnya, agar kesemuanya itu dapat dilaksanakan satu tahun.

79
E. Langkah Penyusunan RAPBS

Fungsi dasar suatu anggaran adalah sebagai suatu bentuk perenceanaan, alat pengendalian,
dan alat analisis. Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan, jumlah yang dicantumkan dalam
anggaran adalah jumlah yang diperkirakan akan direalisasikan pada saat pelaksanaan kegiatan
Jumlah tersebut diupayakan agar mendekati angka sebenamya, termasuk di dalamnya adalah
perhitungan pajak-pajak terkait yang menjadi kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penyusunan anggaran berangkat dari rencana kegiatan atau program yang telah disusun
dan kemudian diperhitungkan berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
tersebut ,bukan dari jumlah dana yang tersedia dan bagaimana dana tersebut dihabiskan.
Dengan ancangan demikian fungsi anggaran sebagai alat pengendalian akan dapat
diefisiensilkan.
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RAPBS adalah harus menerapkan prinsip
anggaran berimbang, artinya rencana pendapatan dan pengeluaran harus berimbang
diupayakan tidak terjadi anggaran pendapatan minus. Dengan anggaran berimbang tersebut
maka kehidupan sekolah akan menjadi solid dan benar-benar kokoh dalam hal keuangan, maka
sentralisasi pengelolaan keuangan perlu difokuskan pada bendaharawan sekolah, dalam rangka
untuk mempermudah pertanggung jawaban keuangan.
Penyusunannya hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan
2. Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
3. Menentukan program kerja dan rincian program
4. Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program
5. Menghitung dana yang dibutuhkan
6. Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana
Rencana tersebut setelah dibahas dengan pengurus dan komite sekolah, maka selanjutnya
ditetapkan sebagai anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). Pada setiap anggaran
yang disusun perlu dijelaskan apakah rencana anggaran yang akan dilaksanakan merupakan
hal baru atau kelanjutan atas kegiatan yang telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya
dengan menyebut sumber dana sebelumnya.
Dalam setiap anggaran yang disusun untuk kegiatan-kegiatan di lingkungan sekolah, paling
tidak harus memuat 6 hal atau informasi sebagai berikut:

80
1. Informasi rencana kegiatan: sasaran, uraian rencana kegiatan, penanggung jawab,
rsencana baru atau lanjutan.
2. Uraian kegiatan program, program kerja, rincian program
3. Informasi kebutuhan: barang/ jasa yang dibutuhkan, volume kebutuhan
4. Data kebutuhan harga satuan, jumlah biaya yang dibutuhkan untuk seluruh volume
kebutuhan
5. Jumlah anggaran: jumlah anggaran untuk masing-masing rincian program, program,
rencana kegiatan, dan total anggaran untuk seluruh rencana kegiatan
6. Sumber dana: total sumber dana, masing-masing sumber dana yang mendukung
pembiayaan program.

Di dalam pembuatan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS) melibatkan


beberapa unsur diantaranya:
1. Pihak sekolah
2. Orang tua murid dalam wadah Komite
3. Sekolah
4. Dinas Pendidikan Kota
5. Pemerintah kota.
Semua komponen ini adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan operasional sekolah
sesuai kependudukan dan kapasitas.
Langkah-langkah penyusunan RAPBS menjadi APBS:
1. RAPBS disusun oleh sekolah dan pengurus BP3/komite sekolah
2. Setelah selesai dirumuskan selanjutnya RAPBS dikirim ke kantor Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten untuk mendapatkan persetujuan
3. Oleh pemerintah RAPBS diteliti di Diknas Kota/Kabupaten oleh pengawas dan
kasubag keuangan serta petugas yang relefan, kemudian di kirim kembali ke sekolah
setelah mendapat revisi.
4. Sekolah mengadakan rapat dengan BP3 atau komite sekolah
5. RAPBS disetujui oleh sekolah setelah mendapat kesepakatan dalam rapat anggota BP3
atau komite sekolah
6. RAPBS berubah menjadi APBS setelah disyahkan oleh Kepala Kandep Diknas kota
atau Kepala Dinas Pendidikan kota

81
7. APBS yang sudah disyahkan dikirim kembali ke sekolah dan APBS ini yang dijadikan
acuan pembiayaan sekolah
8. Rekapitulasi ini dikirim ke wali kota dan
9. Rekapitulasi di kirim ke Diknas provinsi.

82
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

A .KONSEP DASAR

1. Pengertian dan Tujuan

Monitoring dan evaluas i(Monev) pada dasarnya terdiri atas dua aspek kegiatan, yakni
monitoring dan evaluasi. Monitoring merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengawasi atau memantau proses dan perkembangan pelaksanaan program sekolah. Fokus
kegiatan monitonng ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program
sekolah, bukan pada hasilnya .Lebih speksifiknya, fokus monitoring adalah pada komponen
pelaksanaan program, baik menyangkut proses pengambilan keputusan, pengelolaan
kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses belajar mengajar di sekolah
Kegiatan monitoring dilakukan untuk tujuan supervisi, yaitiu upaya untuk mengetahui
apakah program sekolah bejalan sebagaimana yang direneancaka, apa hambatan yang terjadi
dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut. Dengan kegiatan monitoring ini, dapat
dipantau proses pelaksanaan program dan sekaligus dapat dperbaiki dan atau ditingkatkan
kualitas pelaksanaannya ke arah yang lebih baik lagi. Hasil monitoring ini dapat dimanfaatkan
sebagai umpan balik untuk penyempurnaan pelaksanaan progrnan-program di sekolah.
Sementara evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan,
menganalisis, dan menginterpretasikan informasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pelaksannan program sekolah dengan kniteria tertentu unkuk keperluan pembuatan keputusan.
Infornasi hasil evaluasi dibandingan dengan sasaran yang telah ditetapkan pada progam.
Apabila hasilnya sesuai dengar sasren yane
dietaplan, berarti program tersebut efektif, dan jika terjadi sebaliknya maka program tersebut
dianggap tidak efekif atau gagal.
Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program sekolah mencapai
sasaran yang diharapkan Evaluasi menekankan pada aspek: hasil (output). Konsekuensinya,
evalusi baru dapat dilakulan jika program sekolah sudah berjalan dalam satu periode, sesuai
dengan tahapan sasaran yangdirancang, misalnya untuk satu tahun pelajaran. Dapat juga untuk
satu caturwulan atau satu semester, jika memang programnya dirancang dengan tahapan
caturwulan/semester.

83
Kegiatan monev harus dilakukan secara sistematis agar dapat diketahui dengan benar
dan tepat sejauhmana proses pelaksanaan program sekolah dapat berlangsung dan bagaimana
hasil dari proses pelaksanaan program sekolah tersebut. Agar hal tersebut dapat tercapai, maka
informasi atau data yang diperoleh dari kegiatan ini harus dapat dipertanggung jawabkan (valid
dan reliable).
Informasi dan atau data yang diperoleh dari kegiatan monev ini diharapkan dapat
digunakan untuk mengambil keputusan tentang program sekolah secara utuh, mulai dari
kesesuaian dengan kebutuhan masyarakar dan tuntutan masa depan (konteks). input, proses,
output yang ditargerkan maupun outcome yang diharapkan, dan juga untuk program-program
tahun berikutnya.

2. Komponen dan Indikator

Secara umum, monev program sekolah mencakup lima komponen utama, yakni:
a. Komponen konteks yang mempertanyalan apakah program sekolah sesuai dengan
landasan hukum dan kebijakan pendidikan, tantangan masa datang.dan kondisi lingkungan
sekolah.
Komponen konteks ini merupakan analisis tentang landasan sekolah dalam
merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolahnya Untuk mengetahui sejauhmana komponen
ini diperhatikan dan dianalisis oleh sekolah, ada beberapa indikator yang dipertanyakan,
yakni apakah program sekolah sesuai dengan: (a) landasan hukum/ kebijakan pemerintah
yang berlaku, (b)kondisi geografis dan sosial ekonomi masyarakat, (e )tantangan masa
depan bagi lulusaun, (d) aspirasi pendidikan masyarakat sekitar, (e) daya dukung
masyarakat terhadap program pendidikan. Dalam pelaksanaan Monev, untuk komponen
ini, dipertanyakan apakah visi, misi, dan tujuan serta sasaran yang dirumuskan sekolah
telah sesuai dengan indikator-indikator ekstenal tersebut di atas.
b. Komponen input, yakni menyangkut apakah input-input pendidikan siap untuk digunakan.
Siap berarti keberadaan ,kuantitas maupun kualitasnya
Komponen input ini meliputi: (a) kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu, (b) sumberdaya
manusia (staf), .(e) sumberdaya selebihnya (dana, peralatan, perlengkapan ,bahan), (d)
harapan prestasi tinggi, (e) fokus pada pelanggan, (f )manajemen terdiri dari tugas,
teneana, program, regulasi (ketentuan-ketentuan limitasi, prosedur kerja, dan sebagainya)
Dalam pelaksanaan Monev akan dipertanyakan apakah sumberdaya manusia (guru,

84
tatausaha siswa), berbagai rancangan pembelajaran sebagai penerapan kurikulum berbagai
sarana pendukung kegiatan pendidilan yang diperlukan (perpustakaan, ruang kelas,
laboratorium, dan sebagainya), anggaran operasional pendidikan, dan sebagainya telah
disusun atau diadakan sesuai dengan kebutuhan.
c. .Komponen proses, yakni menyangkut pemantauan apakah proses pengolahan input telah
sesuai dengan yang seharusnya. Artinya apakah proses tersebut telah sesuai dengan prinsip
yang diyakini atau terbukti baik,d engan indikator (a) proses belajar mengajar yang efektif,
(b) kepemimpinan sekolah yang kuat, (e) penciptaan lingkungan sekolah yang aman dan
tertib, (d) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (e) pemililan budaya mutu, (f)
kerjasama timn yang kuat, (g) kemandirian, (h) partisipasi yangtinggi dari warga sekolah
dan masyarakat, (i) keterbukaan, (j) kemauan untuk berubah (inovasi), (k) evaluasi dan
perbaikan secara berkelanjutan. (l) responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan, (m)
komunikasi yang baik, (n) akuntabilitas, dan (o) sustainibilitas
Dalami pelaksanaan Monev yang perlu dipertanyakan adalah apakah proses-proses
yang terkait dengan program yang diajukan berjalan seperti prinsip yang melandasi MBS
d. Komponen output menyangkut pemantauan apakah sasaran yang ingin dicapai pada suafu
program tertentu telah tercapai. Monev pada komponen ini baru bisa dilakukan jika
progarm sudah selesai dan kegiatan ini merupakan evaluasi
Komponen output ini harus selalu mengenai kinerja siswa. Apapun program yang
diajukan, dilaksanakan di sekolah melalui manajemen berbasis sekolah, wujud outputnya
harus berbentuk "kinerja siswa atau yang biasa disebut dengan "hasil belajar". Hasil belajar
dapat bersifat akademik (nilai hasil belajar nasional, raport, kejuaraan) dan non-akademik
(harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap
sesama, solidaritas, toleransi, kedisplinan, kerajinan, prestasi dalam olahraga, aktivitas
keagamaan, kesenian dan sebagainya).
Output proses dan kegiatan pendidilan di sekolah juga yang bersifat antara, misalnya
intensitas kehadiran guru, intensitas belajar mengajar, dan sebagainya. Dalam hal ini, hasil
antara yang dimaksud harus benar-benar sebagai wahana untuk mewujudkan hasil belajar.
e. Komponen outcome menyangkut pemantauan dampak dari program sekolah. dampak ini
biasanya muncul setelah output terjadi beberapa lama. Dampak program sekolah dapat
terjadi pada siswa (tamatan) misalnya diterima-tidaknya di perguruan tinggi (jenjang
sekolah yang lebih tinggi). waktu tunggu mendapatkan pekerjaan, gaji/ penghasilan
85
setelah bekerja dan sebagainya. Dampak ini juga dapat menyangkut sekolah, misalnya
peningkatan popularitas sekolah, tingkat kepercayaan masyarakat kepada sekolah, dan
sebagainya.
3. Instansi Pelaksana

Monitoring dan evaluasi peningkatan pelayanan sekolah dilakukan oleli berbagai pihak, di
antaranya:
a. Kepala sekolzh
Kepala sekolah melaksanakan Monev terhadap progam-pogram yang dilaksanakan di
sekolahnya, baik yang fokusnya pada monitoring pelaksanaan program maupun pada
evaluasi hasil progam. Melalui pelaksanaan Monev oleh kepala sekolah ini, kepala sekolah
dapat mengetahui perkembangan pelaksanaan program sekolah dan memberikan solusi
jika terjadi masalah. Kegiatan kepala sekolah memonitoring ini biasa disebut dengan
Monev internal.
Monev internal dapat dilaksanakan secara periodik sepanjang tahun, misalnya setiap
minggu. Dengan melakukan Monev sekali seminggu diharapkan kepala sekolah dapat
mengetahui betul perkembangan pelaksanaan program sekolah yang sedang berjalan dan
sedini mungkin mengetahui kendala yang timbul sehingga dapat membantu penanggung
jawabnya dalam mencari pemecahannya. Hasil Monev kepala sekolah ini harus dicatat
sebagai dokumen. Dokumen ini nantinya akan digunakan sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan dan untuk bahan konsultasi ketika ada Monev dani Dinas Pendidilan
atau Direktorat.
b. Dinas Pendidilan Kabupaten/Kota
Monev yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota merupakan bagian
tugas fungsional pembinaan sekolah. Monev ini dilakukan terhadap sekolah-sekolah yang
berada di lingkungan kabupaten/ kota, dengan harapan rangkuman hasil monev ini
disampaikan kepada Dinas Pendidikan Provinsi dan Direktorat untuk bahan pengambilan
keputusan di tingkat provinsi dan nasional.
Monev Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota ini dilaksanakan minimal dua kali dalam
satu tahun pelajaran, dan akan lebih baik jika lebih dari dua kali. Jika dilakukan dua kali,
hendaknya satu kali dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar berjalan efektif.
yakni antara Agustus sampai April, dan yang kedua dilaksanakan pada saat hasil program
telah diketahui, yaitu antara Juni dan Juli.
86
c. Dinas Pendidikan Provinsi

Dinas Pendidikan provinsi melalukan Monev secara sampling untuk validasi hasil
Monev yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupalen/ Kota dalam rangka menyusun
simpulan pada tingkat provinsi.
Monev dari Dinas Pendidikan Provinsi ini dilaksanakan pada saat kegiatan belajar
mengajar berjalan efektif (Agustus-April) agar dapat diketahui proses pelaksanaan
program dan petugas dapat bertemu dengan siswa ketika KBM berlangsung. Data hasil
sekolah dapat diambil dari laporan sekolah dan laporan hasil Monev yang dilakukan oleh
DinasPendidikan Kabupaien/ Kota, hanya data dari laporan sekolah masih perlu dicek
kebenarannya.
d. Direktorat Pendidikan
Direktoral pendidikan melaksanakan Monev secara sampling untuk validasi hasil-hasil Monev
yang dilakukan di tingkat Kabupaten/ Kota dan Provinsi untuk keperluan pengembangan
konsep dan program sekolah di tingkat nasional: Monev oleh Direktorat ini juga dilaksanakan
ketika KBM sedang berlangsung efektif yakni antara Agustus-April. Data hasil pelaksanaan
program sekolah dapat diperoleh dari laporan Monev oleh Dinas Pendidikan Kabupaien/ Kota
dan Provinsi.
Sumber data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang
dikemukana di atas, dapat diperoleh melalui (i) dokumen (persepsi orang (responden), dan
hasil pengamatan dengan menggunakan berbagai metode yang memungkinkan
terkumpulkannya data/ informasi yang dibutuhkan metode tersebut dapat berupa (a) metode
dokumentasi untuk mencermati dokumen-dokumen program sekolah, kondisi sosial ekonomi
orangtua siswa, fasilitas yang dimiliki sekolah, dan hasil-hasil yang dicapai oleh program
sekolah seperti nilai hasil belajar nasional, hasil berbagai kejuaraan, dan sebagainya, (b)
metode wawancara untuk menggali pendapat beberapa warga sekolah dan orangtua siswa
secara mendalam terhadap program sekolah, proses penyusunan program maupun
pelaksanaannya, (e) metode observasi untuk menggali data yang terkait dengan kegiatan
program sekolah yang sedang berjalan maupun hasil-hasilnya, serta (d) metode kuesioner
untuk menggali pendapat warga sekolah yang terkait dengan program sekolah.

B. PELAKSANAAN

87
Monev dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah seperti dikemukakan berikut. Langkah-
langkah ini perlu diperhatikan dengan seksama agar dapat mencapai tujuan utama dari kegiatan
ini.
1. Penyusunan rancangan
Rancangan yang dimaksud dalam tahap pertama ini adalah disain pelaksanaan Monev yang
didalamnya terdapat sejumlah komponen, yang meliputi (a) penentuan fokus dan tujuan,
(b)penetuan komponen dan indikator, (e) rancangan pengumpulan data dan pengembangan
instrumen, dan (d) penyusunan rencana kerja.
a. Penentuan fokus dan tujuan, maksudnya fokus kegiatan Monev harus ditentukan, yaitu
apakah lebih menekankan pada kegiatan monitoring atau pada evaluasi. Jika pada
monitoring, maka fokusnya pada perolehan infomasi mengenai pelaksanaan program
sekolah, sementara jika penekanarnya pada evaluasi, maka fokusnya pada hasil
program sekolah. Setelah fokus ditetapkan, maka tujuan Monev harus dirumuskan
secara jelas dan operasional sehingga kriteria pencapaiannya dapat diukur dan mudah
diketahui.
b. Pengembangan Komponen dan Indikator
Setelah fokus dan tujuan ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah mengembangkan
Komponen dan indikator dari monev tersebut. Komponen dan indikator yang dimaksud
didasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan dan substansi program sekolah.untuk
kegiatan monitoring, komponen yang perlu dipantau terutama mengenai komponen
proses pelaksanaan, termasuk kondisi masukan dan pengelolaannya dalam rangka
proses pelaksanaan program sekolah tersebut Sedangkan komponen yang perlu
diperhatiikan dalam kegiatan evaluasi program sekolah, adalah komponea konteks,
masukan, proses, dan keluaran, serta dampak.
Dalam pengembangan yang dimaksud, terlebih dahulu ditetapkan komponen dari
kegiatan Monev baru kemudian dikembangkan inidikatornya. Indikator merupakan
penjabaran dari komponen-komnponen program sekolah yang akan di monev.
c. Rancangan Pengumpulan dan Pengembangan Instrumen
Sesuai dengan tujuan Monev dan komponen yang akan dikaji, perlu ditentukan rencana
pngumpulan data. Dalam hal ini data apa saja yang akan dijaring dan siapa responden
atau sumber datanya perlu ditetapkan secara jelas dan tegas. Setelah itu baru kemudian
dikembangkan instrumen penjaringan datanya
88
Pengembangan instrumen dilakukan dengan mengacu pada komponen-komponen
program yang akan di Monev. Penyusunan instrumen mencakup penentuan jenis
instrumen dan isi instruraen. Isi instrumen hendaknya disusun berdasarkan kisi-kisi
substansi dari komponen dan indikator, dan perlu dilakukan validasi serta uji c oba
untuk memperoleh instrumen yang valid dan relibel. Satu komponen dapat dijabarkan
menjadi beberapa indikator.
d. Penyusunan Reneana Kerja
Rencana kerja pelaksanan Monev harus disusun yang mencakup berbagai kegiatan
dalam Monev, terutama pengumpulan data, analisis data, pembuatan laporan, dan
tindak lanjut. Oleh karena ilu, dalam rencana ini perlu disusun jenis kegiatan, waktu
pelaksanaan, pelaksana atau evaluator, hasil yang diharapkan, instrumen dan metode
yang digunakan, serta subyek atau sumber data. Satu contoh format rencana kerja
penyelenggaran Monev sebagai benkut:

Responden/ Alat/
No Waktu Kegiatan Hasil yang diharapkan Pelaksana Tempat
Sumber Data Instrumen

1 ……….. ………….. ………...………………… ………….. ………….. ………………. ………...….

2 ……….. …………. ………...………………… ………….. …………. ………………. ………...…

3 ……….. …………. ………...………………… ………….. …………. ………………. ………...…

4 ……….. …………. ………...………………… ………….. …………. ………………. ………...…

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan Monev terdiri dari empat kegiatan yang meliputi pengisian kuesioner oleh
responden, mencermati dokumen yang terkait dengan program sekolah, observasi kegiatan
program, dan wawancara. Keempat kegiatan tersebut dilakukan secara simultan dan saling
melengkapi dan cek silang(cross cheek). Misalnya ketika melakukan observasi langsung
diteruskan dengan wawancara untuk kontrolnya, dan informasi dari isian kuesioner dicek
dengan observasi dan atau wawancara.
Responden pengisi kuesioner terdiri dari kepala sekolah, guru, tatausaha, siswa dan
orangtua. Oleh karena itu, kedatangan Tim Monev ke sekolah perlu diatur agar dapat bertemua
langsung dengan responden tersebut. Sebaiknya Tim Monev memilih sendiri responden yang

89
ingin diminta mengisi kuesioner atau diwawancarai, dan tidak meminta kepala sekolah untuk
menunjuk orang. Hal ini untuk menghindari kesubyektifan data dari responden, artinya data
yang dijaring itu benar-benar obyektif, jujur dan tidak cenderung membaik--bailan atau
sebaliknya menjelek-jelekkan.
Responden untuk wawancara pada dasarnya sama dengan responden pengisi kuesioner
dengan maksud mengecek isian mereka. Ataupun responden lain untuk mengecek isian
kuesioner teman mereka. Misalnya isian kuesioner dari seorang guru dicek melalui wawancara
dengan guru lain. Yang perlu diperhatilan adalah arahnya untuk mencari informasi yang
sebenarnya. Jika terjadi perbedaan perlu dilakukan"trianggulasi "(menanyakan ke orang
ketiga) untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya
a) Pengisian Kuesioner
Pengisian kuesioner dilakukan dengan memperhatilk:an hal berikut:
1) Responden untuk setiap sekolah terdiri dari Kepata sekolah, 3 orang guru, 2 orang staf
tatausaha, 3 orang siswa, dan 1 orang pengurus BP3.
2) Pemilihan responden diusahakan bukan yang dihunjuk oleh kepala sekolah, tetapi
dipilih petugas Monev dari guru, staf tatausaha secara acak. Khusus untuk guru
sebaiknya satu orang dari wakil kepala sekotaih, satu orang dari guru senior dan satu
dari guru yunior. Untuk responden dari tatausaha satu orang dipitih KTU atau
bendahara dan satu orang lagi dari staf biasa. Untuk siswa, seorang responden dipilih
dari pengurus OSIS dan dua orang lainnya dari siswa yang bukan pengurus OSIS.
3) Diusahakan agar responden mengisi kuesioner secara terpisah/tidak saling mencontoh
dan tidak dilihat oleh kepala sekolah sehingga dapat bebas mengisinya.
4) .Perlu dijelaskan kepada responden bahwa pengisian kuesioner dengan menuliskan
nama, tetapi pengisian tidak berpengaruh terhadap yang bersangkutan. Petugas Monev
harus dapat meyakinkan responden bahwa isian semata-mata untuk penyempurnaan
program sekolah dan tidak akan berpengaruth kepada knrier pengisi atau nilai siswa
yang mengisinya
5) Pengisian kuesioner harus selesai pada hari itu juga dan hasilnya dibawa pulang oleh
petugas yang datang ke sekolah. Isian kuesioner seseorang tidak boleh dilihat oleh
responden lain dan juga oleh kepala sekolah.

b) Penggalian Data Dokumen


90
Data yang ingin dijaring memalalui studi dokumentasi harus diperoleh dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
1) Data dokumen yang perlu dicermati adalah a) rancangan program sekolah, b) data latar
belakang sosial ekonomi orangtua siswa, c) program jangka panjang sekolah jika ada),
RAPBS tahun ini dan beberapa tahun yang lewat, d) kegiatan sekolah dan prestasi yang
dicapai, e) prestasi siswa khususnya yang terkait dengan capaian target dalam program
sekolah, f) laporan pelaksanaan program sekolah (jika sudah ada), serta g) data lain
yang diperlukan.
2) Ketika mencermati dokumen harus selalu dingat data yang sebelumnya sudah
ditemukan. Misalnya jika pada isian kuesioner disebutkan pelaksanaan suatu program
mencapai 60%, maka perlu dicek apakah catatan-catatan yang ada sesuai dengan isian
tersebut.
3) Ketika mencermati data dokumen perlu diarahkan untuk menjawab pertanyaan a)
apakah program sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat (akuntabel). Pertanyaan
ini djawab dengan cara mencocokkan isi program-program sekolah dengan kondisi
sekolah dan karakterisitk latar belakang sosial ekonomi orangua b) apakah sasaran yang
diajukan realistik? Pertanyaan ini dicermati dari data tentang kesiapan komponen
fungsi-fungsi pendukung (komponen input) untuk mencapai sasaran tersebut, misalnya
jumlah dan kualitas guru, ketersediaan alat dan sebagainya, c) apakah sasaran yang
disebutkan pada program sekolah tercapai, dengan mencocokkan sasaran tersebut
dengan dokumen tentang pencapaian di akhir tahun pelajaran, d) apakah dampak
program sekolah tersebut terhadap kepercayaan masyarakat. Pertanyaan ini dijawab
dengan melilat perkembangan jumlah calon siswa pendaftar dan peningkatan
partisipasi masyarakat terhadap program-program sekolah, dan e) akuntabilitas
keuangan, dengan mencermati bukti-bukti pembukuan sehingga diketahui apakah
penggunaan dana sudah sesuai dengan program sekolah dan dapat dipertanggung
jawabkan administrasinya.
c) Observasi
Observasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1) Observasi dilakukan untuk mencermati kegiatan sekolah atau bukti fisik yang berkaitan
dengan program sekolah, misalnya KBM, kegiatan olahraga, hasil pengadaan fasilitas
tertentu, rapat guru dan sebagainya.
91
2) Ketika melakukan observasi sebaiknya telah dipastikan data apa yang ingin dijaring.
Disarnping itu, juga telah mencermati data awal, baik dari program sekolah maupun
isian kuesioner sehingga observasi dapat terarah.
Hasil observasi diharapkan dapat menjawab pertanyaan (a) Apakah manajemen sekolah
cukup terbuka, pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat apakah rapat guru berjalan
dengan demokratis dan apakah program sekolah tersedia dan dapat dibaca oleh guru
dan tatausaha bahkan orangtua siswa (b) Apakah kegiatan yang diprogramkan berjalan
dengan baik? Jawaban pertanyaan ini diperoleh dengan mencermati misalnya KBM
yang diprogramkan, kegiatan di perpustakaan, kesesuaian fasilitas yang diadakan
dengan pengajuan pada program sekolah dan sebagainya
d) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan memperhatikan hal -hal berikut:
(a) Wawaneara dilakukan untuk menggali persepsi responden terhadap proses pelaksanaan
program sekolah di sekolah. Wawancara dilakukan juga untuk mencek data lain yang
sudah lebih dahulu diperoleh. Misalnya data dokumen tentang kondisi sosial ekonomi
orangtua dapat dicek ketika wawancara dengan orangtua siswa. Data keterbukaan yang
diperoleh dari kuesioner dapat dicek melalui wawancara dengan guru, tatausaha,
siswa,d an orangtua.
(b) Hasil wawancara diharapkan dapat mengungkap pertanyaan (1) apakah betul bahwa
penyusunan program sekolah dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan sekolah,
guru, tatausaha, wakil siswa, dan wakil orangtua?", (2) apakah betul seorang warga
sekolah, khususnya guru mengetahui apa saja program sekolah?, (3) apakah betul
bahwa alokasi anggaran diketahui oleh warga sekolah?, (4 )Apakah betul kerjasama
antar warga sekolah semakin membaik?, (5) apakah betul kerjasama antara sekolah
dengan masyarakat semakin meningkat, (6) apakah penggunaan dana dilakukan secara
terbuka?, (7) apakah program-program sekolah diyakini akan terus berlanjut, karena
memang merupakan kebutuhan sekolah?
(c) Semua yang ditanyakari pada butir (o)d i atas juga ditanyakan pada kuesioner.
Wawancara lebih banyak melakukan pendalaman atau pemeriksanaan tentang isian
kuesiner. Oleh karena itu sebaiknya sebelum melakukan wawancara isian kuesioner
telah dibaca dan dipahami lebih dahulu.

92
F. PELAPORAN

Setelah dilakukan penjaringan data melalui pelaksanaan empat kegiatan dan penggunaan
empat instrumen pengumpulan data, sehingga dapat diperoleh data yang dibutuhkan, maka
langkah selanjutnya adalah membuat laporan. Pembuatan laporan ini diawali dengan analisis
data dan penyusunan laporan.
1. Analisis data
Analisis data pada kegiatan Monev pada dasarnya dilakukan untuk rnenjawab pertanyaan
pokok sebagai berikut:
a. Apakah visi, misi, dan tujuan telah sesuai dengan kondisi sekolah dan lingkungannya?
b. Apakah sasaran yang diajukan dalam program sekolah realistik?
c. Apakah program-program yang diajukan untuk mencapai sasaran tersebut sesuat?
d. Apakah komponen input telah tersedia dan mendukung proses pelaksanaan program
sekolah?
e. Apakah program-program sekolah berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Misalnya apakah program MGMP sekolah yang direncanakan dapat berjalan seperti
diharapkan. Apakah program latihan kesenian atau kegiatan olahraga yang diajukan
dapat berlangsung seperti yang direneanakan?
f. Apakah aspek-aspek manajemen sekolah (keterbukaan, kerjasama, kemandirian,
akuntabilitas, dan sustainabilitas) yang ingin dikembangkan dalam MBS sudah
tumbuh? Pertanyaan penting tersebut dapat dirinci menjadi: (1) apakah proses
pengambilan keputusan di sekolah, baik yang menyangkut program maupun alokasi
keuangan, semakin partisipatif dan terbuka? Misalnya dalam penyusunan program
sekolah, rapat-rapat dan pengambilan kebijalan lainnya, (2) apakah kerjasama antar
warga sekolah maupun antara sekolah dengan lingkungan niasyarakat sekitar berjalan
semakin baik? (3) apakah kemandirian sekolah (secara kolektif), dalam mengambil
kebijakan semakin baik? Artinya tidak sekedar mengikuti petunjuk dari atas. Juga
apakah kemampuan sekolah dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat semakin
bail?, (4)apakah pelaksanaan program maupun penggunaan anggaran akuntabel, baik
dari aspek kegiatan maupun keuangannya?
g. Apakah program sekolah efektif, artinya apakah sasaran-sasaran yang diajukan dapai
tercapai?

93
h. Apakah ada dampak positif atau negatif dari program-program MBS terhadap sekolah?
Misalnya apakah ada peningkatan jumlah pendaftar calon siswa baru dan partisipasi
masyarakai terhadap program sekolah, sebagai indikator peningkatan kepereayaan
masyarakat terhadap sekolah.
2. Penyusunan laporan
Laporan hasil Monev hendaknya memuat dua hal pokok, yakni laporan teknis yang
menyangkut program dan laporan keuangan. Laporan dibuat setiap sekolah secara terpisah.
Laporan hasil monev yang dilakukan oleh pihak di luar sekolah mempunyai struktur sebagai
berikut:
Bab: I A. Gambaran Umum Sekolal
B. Program-propgram Sekolah
Bab:ll A. Deskripsi Data
- Kondisi dan Dukungan Komponen Konteks
- Ketersediaan dan Kesiapan Komponen Input
- Proses Pelasanaan/Keterlaksanaan Program
- Ketereapaian sasaran/Hasil
- Dampak Program terhadap Sekolah
B. Peniglatan Sebelum dan Setelah Pelaksanann Program-prograrn sekolah
E. Partanggung Jawaban Keuangan
Bab: Il1 A. Simpulan
B. Rekomendasi

D. PEMANFAATAN HASIL DAN TINDAK LANJUT

Hasil Monev yang dilakukan mulai tingkat sekolah hingga direktorat dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam berbagai hal kepentingan.
1. .Sekolah
Hasil Monev secara langsung dapat dimanfaatkan, terutama yang berfokus pada
monitoring pelaksanaan program yang dilakukan tim internal sekolah. Dengan
menecrmati laporan hasil Monev dapat diidentifikasikan berbagai hambatan dan
kemajuan dalam pelaksanaan progran-program sekolah. Hasil Monev tersebut dapat

94
berfungsi secara formatif, yakni sebagai acuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan
dan kendala dalam pelaksanaan program sekolah agar hasilnya dapat Iebih baik.
Hasil Monev dapat juga dimanfaatkan oleh Kepala Sekolah sebagai acuan untuk
pembinaan terhadap para guru dan staf lainnya, sebagai dasar dalam penyusunan
program sekolah di masa/tahun berikutnya. Oleh karena itu, diharapkan kepala sekolah
secara rutin mengadakan pertemuan dengan warga sekolah, termasuk Komite Sekolah
(BP3) guna membahas temuan-temuan Monev. Laporan hasil Monev yang disusun oleh
sekolali juga dapat digunakan sebagai bentuk laporan kemajuan dari akuntabilitas
sekolah terhadap masyarakai luas dan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Laporan hasil Monev yang dikirim oleh Kepala Sekolah (sebagai laporan Monev intemal)
ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
penilaian prestasi sekolah. Artinya sekolah yang secara teratur mengirim laporan dengan
komprehensif (walau mungkin singkat) dinifai positif, sebaliknya yang tidak mengirim
secara teratur perlu diperingatkan.
Laporan hasil Monev dari sekolah juga dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk
mengadakan kunjungan ke sekolah. Sekolah yang mengalami masalah dapat
diprioritaskan untuk dikunjungi dengan maksud untuk memberikan bantuan pemecahan
masalah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota
dalaam memanfaatkan hasil laporan Monev, antara lain:
a. mengkaji hasil-hasil Monev secara cermat, utamanya pada simpulan dan rekomendasi
untuk cakupan Dinas kabupaten/ Kota.
b. Membuat inventarisasi permasalahan yang akan digunakan sebagai pembinaan.
c. Merumuskan tujuan, sasaran, strategi, dan program pembinaan berdasarkan skala
prioritas atau secara keseluruhan
d. Menentukan sekolah-sekolah yang perlu dilakukan pembinaan.
e. Merumuskan langkah-langkah pembinaan
f. Melaksanakan pembinaan
g. Pembuatan laporan
3. Dinas Pendidikan Provinsi

95
Pemanfaatan laporan hasil Monev sekolah oleh Dinas Pendidikan Provinsi hampir
sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota, perbedaannya terletak pada cakupan
wilayah kerjanya, yaitu pada tingkat provinsi. Melalui koordinasi dengan dinas
kabupaten/kota, dinas provinsi perlu menecrmati hasil-hasil Monev sebagai bahan
pembinaan kepada sekolah. Selain berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan
Kabupater/Kota, juga melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Nasional Pusat.
Beberapa hal yang perlu dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi dalam memanfaatkan dan
menindaklanjuti hasil-hasil laporan Monev, antara lain:
a. Mengkaji hasil-hasil Monev secara cermat, utamanya pada simpulan dan rekomendasi
Provinsi
b) Membuat inventarisasi permasalahan yang akan digunakan sebegai pembinaan
c) Merumuskan tujuan, sasaran, strategi dan progran pembinaan berdasarkan skala
prioritas atau secara keseluruhan
d) Menentukan sekolah-sekolah/ Dinas Kalupaten/Kota yang pelu dilakukan pembinaan
e) Melaksanakan pembinaan
f) Pembuatan laporan
4. Direktorat
Hasil Monev yang telah disusun untuk tingkat nasional dapat dipergunakan untuk
pembinaan secara nasional. Direktorat perlu merangkum hasil-hasil Monev baik yang berasal
dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Berdasarkan hasil rangkuman
tersebut, akan dapat diketahui sejauhmana kemajuan pendidikan yang telah dicapai sekolah,
dan berbagai masalah yang dihadapinya, dan dengan demikian dapat menyusun program-
pregram pembinaan terhadap sekofah-sekolah. Dalam penyusunan rencana pembinaan
terhadap sekolah, perlu dicermati program yang langsung dapat dilakukan oleh Direktorat dan
program yang baiknya dilakukan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.

96
PEMERINTAH KOTA SEMARANG
DINAS PENDIDIKAN
Jalan Dr. Wahidin No. 118, Telp. (024) 8412180, Fax. (024)
8317752
Semarang – 50254
website: www.disdik.semarangkota.go.id, e-mail: disdik@semarangkota.go.id

PERATURAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA


SEMARANG NOMOR 04 TAHUN 2016

TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH
(APBS)
PADA SATUAN PENDIDIKAN NEGERI
DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA
SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA SEMARANG,

Menimbang : Dst.

Mengingat : Dst.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA
SEMARANG TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH
(APBS) PADA SATUAN PENDIDIKAN NEGERI DI
LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017.

97
Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Dinas ini yang dimaksud dengan:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat


APBN, adalah anggaran pendapatan dan belanja keuangan tahunan
negara yang dibahas dan disetujui bersama oleh Presiden dan DPR RI
dan ditetapkan dengan undang-undang.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat


APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.

3. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah yang selanjutnya


disingkat RAPBS, adalah rencana anggaran pendapatan dan belanja
keuangan tahunan sekolah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
sekolah dan komite sekolah yang kemudian disahkan Kepala Sekolah
dan Ketua Komite Sekolah.

4. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah Perubahan yang


selanjutnya disingkat RAPBS-P, adalah rencana anggaran pendapatan
dan belanja keuangan tahunan sekolah perubahan yang dibahas dan
disetujui bersama oleh sekolah dan komite sekolah yang kemudian
disahkan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah.

5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah yang selanjutnya disingkat


APBS, adalah anggaran pendapatan dan belanja keuangan tahunan
sekolah yang dibahas dan disetujui bersama oleh sekolah, komite
sekolah dan orang tua dan/atau wali siswa yang kemudian disahkan
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah yang diketahui oleh Kepala
UPTD Pendidikan Kecamatan atau Kepala Dinas.

6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah Perubahan yang selanjutnya


disingkat APBS-P, adalah anggaran pendapatan dan belanja keuangan
tahunan sekolah perubahan yang dibahas dan disetujui bersama oleh
sekolah, komite sekolah dan orang tua dan/atau wali siswa yang
kemudian disahkan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah yang
diketahui oleh Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan atau Kepala Dinas.

7. Pedoman Penyusunan APBS adalah pokok-pokok kebijakan sebagai


petunjuk dan arah bagi sekolah dalam penyusunan, pembahasan dan
pengesahan APBS.

8. Daerah adalah Kota Semarang.

98
9. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

10.Walikota adalah Walikota Semarang.

11.Dinas adalah Dinas Pendidikan Kota Semarang.

12.Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang.

13.Unit Pengelola Teknis Daerah yang selanjutnya disingkat UPTD adalah


Unit Pengelola Teknis Pendidikan Kecamatan Kota Semarang.

14.Kepala Sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk


memimpin suatu sekolah yang menyelenggarakan proses belajar-
mengajar atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

15.Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang


tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang
peduli pendidikan.

16.Tim Asistensi dan Verifikasi adalah Tim Asistensi dan Verifikasi


Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P yang memiliki tugas
pokok dan fungsi melakukan asistensi dan verifikasi penyusunan
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P secara on-line.

17.Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang


menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal.

18.Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu


bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4
(empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

19.Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu


bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
umum pada jenjang pendidikan dasar.

20.Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah


salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari
SD/MI (Madrasah
Ibtidaíyah), atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SD/MI.

21.Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah


satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

99
dari SMP/MTs (Madrasah Tsanawiyah), atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP/MTs.

22.Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah


salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai
lanjutan dari SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan
dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP/MTs.

Pasal 2

(1) Pedoman Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P, meliputi:

a. Pendahuluan;
b. Prinsip Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;
c. Kebijakan Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;
d. Tugas Pokok dan Fungsi;
e. Susunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;
f. Tahapan Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;
g. Teknis Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;
h. Hal-hal Khusus Lainnya; dan
i. Penutup.

(2) Uraian Pedoman Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P


sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang tidak
terpisahkan dengan Peraturan Kepala Dinas ini.

(3) Form Susunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P sebagaimana dimaksud


ayat (1) huruf e. tercantum dalam Lampiran Form yang tidak terpisahkan
dengan Peraturan Kepala Dinas ini.
Pasal 3
Peraturan Kepala Dinas ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Semarang
Pada Tanggal : 13 Juni 2016

KEPALA DINAS PENDIDIKAN


KOTA SEMARANG

Drs. BUNYAMIN, M.Pd.


Pembina Utama Muda
NIP. 19620206 198703 1 013
100
SALINAN Peraturan ini Disampaikan Kepada Yth.:
1. Walikota Semarang;
2. Ketua DPRD Kota Semarang;
3. Sekretaris Daerah Kota Semarang;
4. Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang;
5. Kepala Sekolah Negeri di Kota Semarang;
6. Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan se-Kota Semarang; dan
7. Pertinggal.

101
LAMPIRAN : 2 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA DINAS
PENDIDIKAN KOTA SEMARANG NOMOR : 04
TAHUN 2016 TANGGAL : 13 Juni 2016

URAIAN
PEDOMAN PENYUSUNAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH (APBS)
PADA SATUAN PENDIDIKAN NEGERI
DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA SEMARANG TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
I.PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia yang
dijamin Undang-Undang (UU), untuk itu setiap warga negara Indonesia
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan
bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi,
suku, etnis, agama, dan gender, sehingga pemerintah berkewajiban untuk
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Penyelenggaraan pembangunan pendidikan dilakukan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa, selain itu pembangunan pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
mulai peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Pembangunan pendidikan diarahkan untuk mempercepat
peningkatan taraf pendidikan seluruh masyarakat, melanjutkan upaya
untuk memenuhi hak seluruh penduduk mendapatkan layanan
pendidikan dasar berkualitas, meningkatkan akses, kualitas, relevansi,
dan daya saing pendidikan menengah dan tinggi, menurunkan
kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok sosial ekonomi, antar
wilayah dan antar jenis kelamin, yang berpihak pada seluruh anak dari
terutama anak dari keluarga kurang mampu, meningkatkan kualitas
pembelajaran untuk peningkatan pendidikan karakter, dan meningkatkan
profesionalitas guru, pengelolaan, serta pendistribusiannya.
Di era otonomi daerah, pendidikan dituntut untuk mewujudkan
penyelenggaraan pembangunan pendidikan yang menjamin ketersediaan
layanan pendidikan, memperluas keterjangkauan layanan pendidikan,
meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan, mewujudkan
kesetaraan bagi semua warga negara dalam layanan pendidikan dan
menjamin kepastian layanan pendidikan. Kondisi ini menuntut suatu

102
perencanaan penyelenggaraan pembangunan pendidikan yang akurat,
transparan dan akuntabel, sehinggan diharapkan kebijakan, strategi,
program maupun kegiatan pembangunan dapat mengakomodir kebutuhan
pemangku kepentingan pendidikan di daerah.
Tuntutan masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan
pembangunan pendidikan yang transparan dan akuntabel mengharuskan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan berorientasi pada
pemecahan masalah.
Oleh karena itu kecermatan dan ketelitian mengidentifikasi
permasalahan/isu-isu strategis di bidang pendidikan menjadi faktor
penting dalam proses tahapan perencanaan pembangunan pendidikan
dalam menyusun RAPBS/APBS/RAPBSP/APBS-P di satuan pendidikan.
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P disusun dengan pendekatan
teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-
up). Pendekatan teknokratik adalah sebuah pendekatan perencanaan-
penganggaran yang menggunakan metoda dan kerangka pikir ilmiah,
pendekatan partisipatif adalah sebuah pendekatan perencanaan-
penganggaran yang melibatkan semua pemangku kepentingan, sementara
pendekatan atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up) adalah
sebuah pendekatan perencanaan-penganggaran yang diselaraskan melalui
musyawarah sekolah yang melibatkan komite sekolah dan orang tua/wali
murid. Melalui pendekatan ini, satuan pendidikan diharapkan melibatkan
dan mengakomodasi saran dan masukan dari seluruh pemangku
kepentingan satuan pendidikan berdasarkan peran dan kewenangannya
masingmasing. Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P ini
merupakan satu kesatuan dalam perencanaan pembangunan pendidikan
daerah berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki satuan pendidikan
sesuai dinamika perkembangan daerah, nasional, regional dan
internasional.
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P dalam tahapan penyusunannya
didasari atas analisis terhadap lingkungan satuan pendidikan, baik
internal maupun eksternal, dengan memperhatikan kekuatan dan potensi
sumber daya, kelemahan yang dimiliki, serta peluang dan tantangan yang
dihadapi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Standar
Pelayanan Minimal (SPM).

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman penyusunan APBS ini adalah RAPBS, APBS,
RAPBS-P, dan APBS-P pada Satuan Pendidikan TK, SD, SMP, SMA, dan SMK
Negeri di lingkungan Dinas.

103
C. MAKSUD DAN TUJUAN
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P disusun dengan maksud menjabarkan
Visi, Misi, Tujuan dan Program Kegiatan satuan pendidikan ke dalam
perencanaan 1 (satu) tahun pelajaran guna memberikan arah dalam
melaksanakan program kegiatan satuan pendidikan dan keterkaitannya
dengan pembangunan pendidikan daerah.
Tujuan penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P adalah:

1. sebagai dasar dalam menjalankan program dan kegiatan satuan


pendidikan;

2. sebagai alat evaluasi dan pengukuran kinerja bagi keberhasilan dalam


mencapai visi, misi dan tujuan satuan pendidikan; dan

3. sebagai dasar bagi orang tua, wali murid, masyarakat dan


stakeholders lainnya untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan
dan pemberdayaan satuan pendidikan.
II. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P
Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:

1. sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan


rencana strategis dan skala prioritas satuan pendidikan;

2. sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Standar


Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan;

3. tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan;

4. transparan, untuk memudahkan orang tua, wali murid dan


masyarakat guna mengetahui dan mendapatkan akses informasi
seluas-luasnya tentang RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;

5. partisipatif, dengan melibatkan orang tua dan/atau wali murid;

6. memperhatikan asas keadilan dan kepatutan; serta

7. tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih


tinggi dan peraturan lainnya.
III. KEBIJAKAN PENYUSUNAN RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P

Kebijakan yang perlu mendapat perhatian satuan pendidikan dalam


penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P, diantaranya: (i) sisa
anggaran tahun pelajaran sebelumnya; (ii) sumber dana; (iii) Belanja Tidak
Langsung (BTL); (iv) Belanja Langsung (BL); (v) Rekapitulasi

104
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P; dan (vi) rincian alokasi
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P.
Rincian alokasi RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P adalah sebagai berikut:

1. SISA ANGGARAN TAHUN PELAJARAN SEBELUMNYA

Sisa Anggaran Tahun Pelajaran Sebelumnya merupakan Sisa Lebih


Pagu Anggaran (SILPA) satuan pendidikan tahun pelajaran sebelumnya.

2. SUMBER DANA

Sumber Dana RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P berasal dari:

a. SILPA;

b. APBN, yaitu: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus


(DAK), dekonsentrasi, tugas pembantuan, Biaya Operasional Sekolah
(BOS), block grant, dan dana APBN lainnya;

c. APBD Provinsi Jawa Tengah, yaitu: BOS Provinsi, Bantuan Keuangan


(Bankeu), Hibah, Bantuan Sosial, dan dana APBD Provinsi lainnya;

d. APBD Kota, yaitu: Dana Operasional Sekolah, Pendampingan BOS


(PBOS) atau BOS Kota, Biaya Bahan Praktek, dan dana APBD Kota
Lainnya;

e. Partisipasi Masyarakat, yaitu: Sumbangan Sukarela Tidak Mengikat,


Sumbangan Dunia Usaha/Industri, dan Sumbangan Lainnya;

f. Pendapatan Lain yang Sah: Jasa Produksi, Hasil Sewa, Kerjasama


dengan Pihak Ketiga, dan Pendapatan Lainnya; serta

g. Bantuan Pihak Ketiga, yaitu: Bantuan Luar Negeri dan Bantuan


Lainnya.

Penganggaran pendapatan satuan pendidikan memperhatikan hal-hal


sebagai berikut:

a. penganggaran yang bersumber dari SILPA, dialokasikan sesuai


dengan syarat dan ketentuan berdasarkan peraturan per-UU-an
dan/atau pedoman, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat c.q. kementerian terkait
dan/atau oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

b. penganggaran yang bersumber dari APBN, yaitu: Dana DAU, DAK,


dekonsentrasi, tugas pembantuan, BOS, block grant, dan dana APBN
lainnya dialokasikan sesuai dengan syarat dan ketentuan
berdasarkan peraturan per-UU-an dan/atau pedoman, petunjuk
pelaksanaan, dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Pemerintah

105
Pusat c.q. kementerian terkait dan/atau oleh Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan;

c. penganggaran yang bersumber dari APBD Provinsi, yaitu: Dana BOS


Provinsi, Bantuan Keuangan, Hibah, Bantuan Sosial, dan dana
APBD Provinsi lainnya dialokasikan sesuai dengan syarat dan
ketentuan berdasarkan peraturan per-UU-an dan/atau pedoman,
petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk tenik yang dikeluarkan oleh
Pemerintah
Provinsi dan/atau oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah;

d. penganggaran yang bersumber dari APBD Kota, yaitu: Dana


Operasional Sekolah, Pendampingan BOS (P-BOS) atau BOS Kota,
Biaya Bahan Praktek, dan dana APBD Kota Lainnya dialokasikan
sesuai dengan syarat dan ketentuan berdasarkan peraturan per-UU-
an dan/atau pedoman, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk tenik
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota dan/atau oleh Dinas;

e. penganggaran yang bersumber dari partisipasi masyarakat, yaitu:


Sumbangan Sukarela Tidak Mengikat, Sumbangan Dunia
Usaha/Industri, dan Sumbangan Lainnya dialokasikan sesuai
dengan syarat dan ketentuan berdasarkan peraturan per-UU-an
dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Pemerintah Provinsi, Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa
Tengah, Pemerintah Daerah dan/atau oleh Dinas;

f. penganggaran yang bersumber dari pendapatan lain yang sah,


yaitu: jasa produksi, hasil sewa, kerjasama dengan pihak ketiga, dan
pendapatan lainnya dialokasikan sesuai dengan syarat dan
ketentuan berdasarkan peraturan per-UU-an dan/atau ketentuan
yang dikeluarkan oleh kementerian terkait, Pemerintah Provinsi,
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Daerah
dan/atau oleh Dinas;

g. penganggaran yang bersumber dari bantuan pihak ketiga, yaitu:


bantuan luar negeri dan bantuan lainnya dialokasikan sesuai
dengan syarat dan ketentuan berdasarkan peraturan per-UU-an
dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh kementerian terkait,
Pemerintah Provinsi, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah,
Pemerintah Daerah dan/atau oleh Dinas.

106
3. BELANJA TIDAK LANGSUNG (BTL)
BTL terdiri dari Belanja Pegawai, yakni: Gaji Pokok, Tunjangan
Keluarga, Tunjangan Beras, Tunjangan PPh, Tunjangan Struktural,
Tunjangan Fungsional, Tunjangan Pendidikan, Kesejahteraan Pegawai,
Lain-lain, dan Pembulatan.
Penganggaran untuk Gaji Pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan
Beras, Tunjangan PPh, Tunjangan Struktural, Tunjangan Fungsional,
Tunjangan Pendidikan, Kesejahteraan Pegawai, Lain-lain, dan
Pembulatan untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dimasukkan
dalam RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P yang disesuaikan dengan
ketentuan peraturan per-UU-an serta memperhitungkan rencana
kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga
belas.

4. BELANJA LANGSUNG (BL)


BL terdiri dari: (i) Operasional UPTD TU; (ii) Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; dan (iii) Program Pendidikan
Menengah, dengan Jenis Belanja: (i) Belanja Pegawai; (ii) Belanja Barang
dan Jasa; serta (iii) Belanja Modal.
Penganggaran BL dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan di
satuan pendidikan digunakan untuk melaksanakan urusan wajib
bidang pendidikan. Penganggaran BL dituangkan dalam bentuk
program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan
kualitas mutu pendidikan dan keberpihakan pemerintah daerah
terhadap pelayanan pendidikan. Penyusunan anggaran belanja pada
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P untuk setiap program dan kegiatan
memperhatikan dan berpedoman pada: (i) Standar Nasional Pendidikan
(SNP); (ii) Standar Pelayanan Minimal (SPM); (iii) Analisis Standar
Belanja (ASB); (iv) Standar Satuan Harga (SSH); dan (v) Kode Rekening
Belanja. ASB dan SSH digunakan sebagai dasar penyusunan Rencana
Kerja Anggaran dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (RKA-DPA) dan
Rencana Kerja Anggaran dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan
Anggaran (RKA-DPPA).

Keterangan:
Khusus untuk Tahun Anggaran 2017, sesuai dengan Surat Edaran
Sekretaris Daerah Kota Semarang Nomor 050/2179 Perihal Revisi Renja
SKPD 2017 tanggal 9 Mei 2016, terdapat ketentuan sebagai berikut:

107
i. Honorarium PNS pada SKPD Kota Semarang ditiadakan, kecuali
Honorarium PA, KPA/PPKom, PPTK, PPK/Kasubag Keuangan,
Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, Bendahara
Barang, Bendahara Pengeluaran Pembantu, Pengurus Barang,
Pembuku, Bendahara Penerima Pembantu, Bendahara Gaji,
Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa,
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan; dan

ii. anggaran perjalanan dinas hanya boleh dianggarkan di


sekretariat Dinas (terpusat/tersentral).

a. Belanja Pegawai
Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah,
penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD
memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam
pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan
kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka
mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal
tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi
dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD
dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan
kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan
dimaksud. Suatu kegiatan tidak diperkenankan diuraikan hanya ke
dalam jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian
obyek belanja honorarium PNSD dan Non PNSD. Besaran
honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan ditetapkan
sesuai dengan SSH dan ASB.

b. Belanja Barang dan Jasa

1) Penganggaran belanja barang agar mengutamakan produksi


dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil
serta koperasi tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan
sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.

2) Pemberian jasa narasumber/tenaga


ahli/pakar/penceramah/pengajar/instruktur/pelatih/pengaw
as PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan dianggarkan pada jenis
Belanja Barang dan Jasa dengan menambahkan obyek dan
rincian obyek belanja baru serta besarannya ditetapkan sesuai
SSH dan ASB.

3) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak


ketiga/masyarakat hanya diperkenankan dalam rangka
pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan
dan/atau penghargaan atas suatu prestasi. Alokasi belanja

108
tersebut dianggarkan pada jenis Belanja Barang dan Jasa
sesuai kode rekening berkenaan.

4) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan


kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan
fungsi satuan pendidikan, jumlah pegawai dan volume
pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan
barang.

5) Penganggaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik


Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) milik pemerintah daerah
dialokasikan sesuai amanat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah dan besarannya sesuai dengan masing-masing
peraturan daerah.

6) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka


kunjungan kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas
dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan
secara selektif, frekuensi dan jumlah harinya dibatasi serta
memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud
sehingga relevan dengan substansi kebijakan peningkatan
mutu pendidikan. Hasil kunjungan kerja dan studi banding
dilaporkan sesuai peraturan per-UU-an. Khusus penganggaran
perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada Instruksi
Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Dinas Luar
Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri bagi
Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri,
Pemerintah Daerah, dan Pimpinan serta Anggota DPRD.

7) Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan


daerah, penganggaran belanja perjalanan dinas harus
memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai biaya riil
atau lumpsum, khususnya untuk hal-hal sebagai berikut:

a) Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil;

b) Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil;


c) Dalam hal pelaksana perjalanan dinas tidak
menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan
lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya
penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif
hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan
pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara
lumpsum;

109
d) Uang harian dibayarkan secara lumpsum;
e) Perjalanan dinas dilaksanakan sesuai SSH;
f) Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang
mengikutsertakan non-PNSD diperhitungkan dalam
belanja perjalanan dinas. Tata cara penganggaran
perjalanan dinas dimaksud mengacu pada ketentuan
perjalanan dinas yang ditetapkan dengan Peraturan
Walikota.

8) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan,


bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan
pengembangan sumber daya manusia, yang tempat
penyelenggaraannya di luar daerah harus dilakukan sangat
selektif dengan mempertimbangkan aspek-aspek urgensi dan
kompetensi serta manfaat yang akan diperoleh dari kehadiran
dalam pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau
sejenisnya guna pencapaian efektifitas penggunaan anggaran
satuan pendidikan.

9) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat,


pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya
diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah,
seperti ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik
pemerintah daerah.

10)Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada


dalam penguasaannya mempedomani Pasal 46 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 48
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

c. BELANJA MODAL

1) Satuan pendidikan memprioritaskan alokasi belanja modal


pada RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P untuk pembangunan
dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait
langsung dengan kenyamanan proses kegiatan pembelajaran,
peningkatan mutu kualitas pendidikan dan peningkatan
pelayanan dasar kepada masyarakat.

2) Penganggaran untuk barang milik daerah dilakukan sesuai


dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah
berdasarkan prinsip efisiensi, efektifitas, ekonomis dan
transparansi dengan mengutamakan produk-produk dalam
negeri.

110
Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik
daerah dan pemeliharaan barang milik daerah menggunakan
dasar perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan barang milik
daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 7
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Selanjutnya, untuk pengadaan barang milik daerah juga
memperhatikan standar sarana dan prasarana kerja
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun
2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja
Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7
Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja
Pemerintahan Daerah. Khusus penganggaran untuk
pembangunan gedung dan bangunan milik daerah
mempedomani Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011
tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

3) Pengadaan barang yang akan dipinjamkan kepada pihak


ketiga/masyarakat/siswa pada tahun anggaran berkenaan,
dianggarkan pada jenis belanja modal sebesar harga beli
barang yang akan dipinjamkan kepada pihak
ketiga/masyarakat ditambah seluruh belanja yang terkait
dengan pengadaan barang sampai siap dipinjamkan.
Pengadaan Barang ini menjadi dan dicatat dalam aset satuan
pendidikan. Contoh dalam pengadaan barang ini adalah
pembelian alat transportasi sederhana bagi peserta didik
miskin (misalnya: sepeda, dll.).

4) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum


mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 30
Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum Yang Bersumber Dari APBD.

111
5) Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap
dan aset lainnya (aset tak berwujud) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan dalam
kegiatan pemerintahan dan memenuhi nilai batas minimal
kapitalisasi aset (capitalization threshold). Nilai aset tetap dan
aset lainnya yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut
adalah sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh
belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset
sampai aset tersebut siap digunakan, sesuai maksud Pasal 27
ayat (7) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005,
Pasal 53 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan
Lampiran I Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(PSAP) 01 dan PSAP 07, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta Buletin
Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 17 tentang
Akuntansi Aset Tak Berwujud Berbasis Akrual.

5. REKAPITULASI RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P
Rekapitulasi RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P terdiri dari: (i)
Penerimaan: Sisa Aggaran Tahun Ajaran Sebelumnya, APBN, APBD
Provinsi, APBD Kota, Partisipasi Masyarakat, Pendapatan Lain yang
Sah, dan Bantuan Pihak Ketiga; serta (ii) Pengeluaran: BTL dan BL.

6. RINCIAN ALOKASI RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P


Rincian Alokasi RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P terdiri dari rincian
uraian kegiatan berikut rincian perhitungan dan sumber
pendanaannya.

IV. TUGAS POKOK DAN FUNGSI


1. Kepala Sekolah memiliki tugas pokok dan fungsi: (i) menyusun
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P bersama-sama dengan tenaga
pendidik, tenaga kependidikan, Komite Sekolah dan orang tua
dan/atau wali murid; dan (ii) mengesahkan RAPBS/APBS/RAPBS-
P/APBS-P bersama dengan Ketua Komite Sekolah.

2. Ketua Komite Sekolah memiliki tugas pokok dan fungsi: (i)


membantu menyusun RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P bersama-
112
sama dengan Kepala Sekolah, tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, anggota Komite Sekolah dan orang tua dan/atau wali
murid; dan (ii) mengesahkan RAPBS/APBS/RAPBSP/APBS-P
bersama dengan Kepala Sekolah.

3. Orang tua dan/atau wali murid memiliki tugas pokok dan fungsi
membantu menyusun RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P bersama-
sama dengan Kepala Sekolah, tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, dan Komite Sekolah.

4. Tim Asistensi dan Verifikasi Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-


P/APBS-P memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan asistensi
dan verifikasi penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P secara
on-line, terkait: (i) halaman sampul; (ii) lembar pengesahan; (iii) visi-
misi-tujuan sekolah; (iv) struktur organisasi; (v) data umum
sekolah; (vi) uraian kalender pendidikan; (vii) Rekapitulasi
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P; (viii) rincian Belanja Tidak
Langsung (BTL); (ix) rincian Belanja Langsung (BL); (x) total
pengeluaran persumber dana Belanja Langsung (BL), dengan
berpedoman pada SNP, SPM, SSH dan Kode Rekening Belanja; serta
(xi) Notulen Rapat; dan (xii) Daftar hadir.
Keterangan:

- Tim Asistensi dan Verifikasi Penyusunan


RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P Dinas melakukan asistensi
dan verifikasi satuan pendidikan SMP, SMA, dan SMK.
- Tim Asistensi dan Verifikasi Penyusunan
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P UPTD Pendidikan Kecamatan
melakukan asistensi dan verifikasi satuan pendidikan TK dan
SD sesuai wilayahnya masing-masing.

5. Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan memiliki tugas pokok dan


fungsi mengetahui pengesahan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P
pada satuan pendidikan TK/SD setelah diverifikasi oleh Tim
Asistensi dan Verifikasi Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-
P/APBS-P UPTD Pendidikan Kecamatan.

6. Kepala Dinas memiliki tugas pokok dan fungsi mengetahui


pengesahan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P pada satuan
pendidikan SMP/SMA/SMK setelah diverifikasi oleh Tim Asistensi
dan Verifikasi Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P Dinas.

113
V. SUSUNAN RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P
Susunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P adalah sebagai berikut:

1. Halaman Sampul/Depan;
2. Lembar Pengesahan;
3. Visi – Misi – Tujuan;
4. Struktur Organisasi;
5. Data Umum Sekolah;
6. Uraian Kalender Pendidikan;
7. Rekapitulasi RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P;
8. Rincian Belanja Tidak Langsung (BTL);
9. Rincian Belanja Langsung (BL);
10. Total Pengeluaran per-Sumber Dana; 11. Notulen Rapat; dan

12. Daftar Hadir.

Keterangan:

- Sampul depan (halaman sampul depan) dan sampul belakang


(halaman sampul belakang) untuk RAPBS/APBS/-RAPBS-
P/APBS-P dicetak di atas kertas manila ukuran F4, dengan
ketentuan warna sebagai berikut:

• warna kuning (TK);

• warna coklat (SD);

• warna hijau (SMP);

• warna merah (SMA); dan warna biru (SMK).


- Lembaran RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P mulai
dari Lembar
Pengesahan s.d. Daftar Hadir menggunakan kertas warna putih
ukuran F4 70 gr.

- Notulen Rapat dan Daftar Hadir hanya dilampirkan pada APBS


dan APBS-P.

- Notulen Rapat dibuat secara on-line melalui Sistem Informasi


Manajemen (SIM) APBS Dinas.

- Daftar Hadir tidak dibuat secara on-line melalui Sistem


Informasi Manajemen (SIM) APBS on-line dikarenakan
menyangkut nama dan tanda tangan orang tua/wali murid.
Oleh sebab itu, Daftar Hadir dibuat sendiri oleh sekolah sesuai
114
dengan form sebagaimana tersebut dalam lampiran peraturan
ini dan dilampirkan di halaman terakhir APBS dan/atau APBS-
P.

- Guna tertib administrasi Dinas, APBS dan/atau APBS-P


dibuatkan surat pengantar dari satuan pendidikan masing-
masing yang ditujukan kepada Kepala Dinas untuk
SMP/SMA/SMK dan kepada Kepala UPTD Pendidikan
Kecamatan untuk TK/SD, melalui Sub Bag Umum dan
Kepegawaian untuk Dinas dan Tata Usaha untuk UPTD
Pendidikan Kecamatan.

VI. TAHAPAN PENYUSUNAN RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P


Tahapan penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P adalah sebagai
berikut:

1. Penyusunan RAPBS;

2. Penyusunan APBS;

3. Penyusunan RAPBS-P; dan

4. Penyusunan APBS-P.

VII. TEKNIS PENYUSUNAN RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P


Satuan pendidikan dalam menyusun RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P dilaksanakan secara


on-line melalui Sistem Informasi Manajemen (SIM) APBS Dinas.

2. Penyusunan RAPBS harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal


15 Agustus Tahun Pelajaran berkenaan. Sejalan dengan hal
tersebut, satuan pendidikan dan komite sekolah memenuhi jadwal
proses penyusunan RAPBS dimulai dari penyusunan RAPBS untuk
dibahas dan disepakati bersama, yang mencerminkan prioritas
pembangunan sekolah dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai.
Selanjutnya RAPBS yang telah disepakati bersama antara satuan
pendidikan dan komite sekolah mendapatkan pengesahan oleh
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah, menjadi dasar bagi

115
satuan pendidikan dan komite sekolah untuk mengundang,
menyampaikan dan memaparkan RAPBS kepada orang tua
dan/atau wali murid sampai dengan tercapainya persetujuan
bersama dalam musyawarah untuk mufakat sebagai bahan
penyusunan APBS.

3. Penyusunan APBS harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal


31 Agustus Tahun Pelajaran berkenaan. Sejalan dengan hal
tersebut, satuan pendidikan dan komite sekolah memenuhi jadwal
proses penyusunan APBS dimulai dari penyusunan APBS untuk
dibahas dan disepakati bersama, yang mencerminkan prioritas
pembangunan sekolah dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai.
APBS yang telah disepakati bersama antara satuan pendidikan dan
komite sekolah setelah mendapatkan persetujuan dengan orang tua
dan/atau wali murid mendapatkan pengesahan oleh Kepala Sekolah
dan Ketua Komite Sekolah diketahui oleh Kepala Dinas bagi
SMP/SMA/SMK dan Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan bagi
TK/SD menjadi dasar bagi satuan pendidikan untuk melaksanakan
program dan kegiatannya.

4. Penyusunan RAPBS-P harus tepat waktu, yaitu paling lambat


tanggal 30 Oktober Tahun Pelajaran berkenaan. Sejalan dengan hal
tersebut, satuan pendidikan dan komite sekolah memenuhi jadwal
proses penyusunan RAPBS-P dimulai dari penyusunan RAPBS-P
untuk dibahas dan disepakati bersama, yang mencerminkan
prioritas pembangunan sekolah dikaitkan dengan sasaran yang
ingin dicapai. Selanjutnya RAPBS-P yang telah disepakati bersama
antara satuan pendidikan dan komite sekolah mendapatkan
pengesahan oleh Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah, menjadi
dasar bagi satuan pendidikan dan komite sekolah untuk
mengundang, menyampaikan dan memaparkan RAPBS-P kepada
orang tua dan/atau wali murid sampai dengan tercapainya
persetujuan bersama dalam musyawarah untuk mufakat sebagai
bahan penyusunan APBS-P.

5. Penyusunan APBS-P harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal


15 November Tahun Pelajaran berkenaan. Sejalan dengan hal
tersebut, satuan pendidikan dan komite sekolah memenuhi jadwal
proses penyusunan APBS-P dimulai dari penyusunan APBS-P untuk
dibahas dan disepakati bersama, yang mencerminkan prioritas
pembangunan sekolah dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai.
APBS-P yang telah disepakati bersama antara satuan pendidikan
dan komite sekolah setelah mendapatkan persetujuan dengan orang
tua dan/atau wali murid mendapatkan pengesahan oleh

116
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah diketahui oleh Kepala
Dinas bagi SMP/SMA/SMK dan Kepala UPTD Pendidikan
Kecamatan bagi TK/SD menjadi dasar bagi satuan pendidikan
untuk melaksanakan program dan kegiatannya.

6. Setiap proses tahapan penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-


P di satuan pendidikan akan dilakukan asistensi dan verifikasi
secara on-line oleh Tim Asistensi dan Verifikasi Penyusunan
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P.

7. Dalam penyusunan RAPBS-P/APBS-P, satuan pendidikan dilarang


untuk menganggarkan kegiatan pada kelompok belanja langsung,
apabila dari aspek waktu dan tahapan pelaksanaan kegiatan
tersebut diperkirakan tidak cukup waktu penyelesaian kegiatan
sampai dengan akhir tahun anggaran.

Tabel 1
Tahapan dan Jadwal
Proses Penyusunan RAPBS/APBS

117
No. TAHAPAN WAKTU URAIAN
1 Penyusunan RAPBS Bulan Juli- Dilaksanakan oleh satuan
Agustus pendidikan dan komite sekolah.
2 Penyampaian-Paparan Bulan Agustus Dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
RAPBS dan Ketua Komite Sekolah
bersamasama dengan orang tua
dan/atau wali murid.
3 Pengesahan RAPBS Paling lambat Disahkan oleh Kepala Sekolah dan
15 Agustus Ketua Komite Sekolah.
Penyusunan
4 APBS Bulan Agustus Dilaksanakan oleh satuan
pendidikan bersama dengan komite
sekolah.
5 Paparan APBS Bulan Agustus Dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
bersama-sama dengan Dinas
Pendidikan.
Dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
bersama-sama dengan UPTD
Pendidikan Kecamatan bagi TK/SD.
6 Pengesahan APBS Paling lambat Disahkan oleh Kepala Sekolah dan
31 Agustus Ketua Komite Sekolah, mengetahui
Kepala Dinas bagi SMP/SMA/SMK.
Disahkan oleh Kepala Sekolah dan
Ketua Komite Sekolah, mengetahui
Kepala UPTD Pendidikan
Kecamatan bagi TK/SD.

Tabel 2
Tahapan dan Jadwal
Proses Penyusunan RAPBS-P/APBS-P

No. TAHAPAN WAKTU URAIAN


1 Penyusunan RAPBS Bulan Juli- Dilaksanakan oleh satuan
Agustus pendidikan dan komite sekolah.
2 Penyampaian-Paparan Bulan Agustus Dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
RAPBS dan Ketua Komite Sekolah
bersamasama dengan orang tua
dan/atau wali murid.
3 Pengesahan RAPBS Paling lambat Disahkan oleh Kepala Sekolah dan
15 Agustus Ketua Komite Sekolah.

118
Penyusunan
4 APBS Bulan Agustus Dilaksanakan oleh satuan
pendidikan bersama dengan komite
sekolah.
5 Paparan APBS Bulan Agustus Dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
bersama-sama dengan Dinas
Pendidikan.
Dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
bersama-sama dengan UPTD
Pendidikan Kecamatan bagi TK/SD.
6 Pengesahan APBS Paling lambat Disahkan oleh Kepala Sekolah dan
31 Agustus Ketua Komite Sekolah, mengetahui
Kepala Dinas bagi SMP/SMA/SMK.
Disahkan oleh Kepala Sekolah dan
Ketua Komite Sekolah, mengetahui
Kepala UPTD Pendidikan
Kecamatan bagi TK/SD.

VIII. HAL-HAL UMUM DAN KHUSUS LAINNYA


Satuan pendidikan dalam menyusun RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P,
selain memperhatikan kebijakan dan teknis penyusunan
RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBSP, juga memperhatikan hal-hal umum dan
khusus, antara lain sebagai berikut:
HAL-HAL UMUM:

1. SILPA, Dana DAU, DAK, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, BOS,


block grant, dan dana APBN lainnya, Dana BOS Provinsi, Bantuan
Keuangan, Hibah, Bantuan Sosial, dan APBD Provinsi lainnya agar
dipergunakan sesuai peruntukan dan penggunaannya berdasarkan
ketentuan yang telah diatur menurut peraturan per-UU-an dan
mengikuti Juklak-Juknis yang telah ditetapkan;

2. Dana Operasional UPTD TU TK/SMA/SMK dipergunakan untuk


operasional sekolah (ex-rutin): langganan bulanan, jasa, dll.;

3. Dana P-BOS SD/SMP dipergunakan untuk: (i) operasional sekolah


(ex-rutin): langganan, jasa, dll.; (ii) belanja pegawai kegiatan sekolah
dan kesiswaan guna peningkatan mutu kualitas pendidikan dan
karakter bangsa, seperti: honorarium bulanan Tenaga Kependidikan
Non-PNS (TKNP) sesuai dengan SPM dan SNP, honorarium pengelola
kegiatan, dll.; (iii) belanja barang dan jasa kegiatan sekolah dan
kesiswaan guna peningkatan mutu kualitas pendidikan dan karakter
bangsa, seperti: honorarium bulanan Guru Non-PNS (GNP) sesuai
dengan SPM dan SNP, bahan pakai habis, bahan/material, makanan
119
dan minuman, pemeliharaan, dll. yang menunjang pembelajaran baik
intra maupun ekstra kurikuler; dan (iii) belanja modal, diantaranya
pengadaan barang, seperti: komputer/laptop, LCD, printer,
meubeleir, dll. Pengadaan barang ini dianggarkan sebesar harga beli
barang ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan
barang (pejabat pengadaan, pejabat penerima hasil pekerjaan, dll.).

4. Dana P-BOS SMA/SMK dipergunakan untuk: (i) belanja pegawai


kegiatan sekolah dan kesiswaan guna peningkatan mutu kualitas
pendidikan dan karakter bangsa, seperti: honorarium bulanan Tenaga
Kependidikan Non-PNS (TKNP) sesuai dengan SPM dan SNP,
honorarium pengelola kegiatan, dll.; (ii) belanja barang dan jasa
kegiatan sekolah dan kesiswaan guna peningkatan mutu kualitas
pendidikan dan karakter bangsa, seperti: honorarium bulanan Guru
Non-PNS (GNP) sesuai dengan SPM, bahan pakai habis,
bahan/material, makanan dan minuman, pemeliharaan, dll. yang
menunjang pembelajaran baik intra maupun ekstra kurikuler; dan
(iii) belanja modal, diantaranya pengadaan barang, seperti:
komputer/laptop, LCD, printer, meubeleir, dll. Pengadaan barang ini
dianggarkan sebesar harga beli barang ditambah seluruh belanja yang
terkait dengan pengadaan barang (pejabat pengadaan, pejabat
penerima hasil pekerjaan, dll.).

5. Kegiatan lainnya yang tidak termasuk Dana Operasional UPTD TU


TK/SMA/SMK, Dana P-BOS SD/SMP, dan Dana P-BOS SMA/SMK
dianggarkan sesuai dengan Nama Kegiatannya.
Contoh:

Pembangunan/Rehabilitasi/Pengadaan Sarana Prasarana


Sekolah UPTD Pend. Kec./TK/SKB/SMP/SMA/SMK,
dimasukkan ke dalam Jenis

Kegiatan Pembangunan/Rehabilitasi Sekolah UPTD Pend.


Kec./TK/SKB/SMP/SMA/SMK;
Pembangunan/Rehabilitasi ini dianggarkan pada jenis belanja
modal sebesar harga beli barang ditambah seluruh belanja yang
terkait dengan pengadaan barang sesuai dengan peraturan
pengadaan barang/jasa, diantaranya: pejabat/panitia
pengadaan, pejabat/panitia penerima hasil pekerjaan,
pengelolaan (perencanaan, pengawasan, dll.).

HAL-HAL KHUSUS:

120
1. Penyusunan RAPBS-P dan APBS-P dilakukan manakala terdapat
perubahan jenis dan/atau rincian belanja BL dan/atau BTL yang
disebabkan perubahan: (i) peruntukan; (ii) pergeseran anggaran;
dan/atau (iii) penambahan anggaran yang bersumber dari dana APBN,
APBD Provinsi, APBD Kota, partisipasi masyarakat, pendapatan lain
yang sah, maupun bantuan pihak ketiga;

2. Penganggaran yang bersumber dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD


Kota, pendapatan lain yang sah, maupun bantuan pihak ketiga
dimasukkan ke dalam RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P sesuai dengan
peraturan per-UU-an yang berlaku, sementara penganggaran yang
bersumber dari dana partisipasi masyarakat, yaitu: sumbangan
sukarela tidak mengikat, sumbangan dunia usaha/industri, dan
sumbangan lainnya dimasukkan ke dalam RAPBS-P dan APBS-P
dipergunakan untuk: (i) peningkatan mutu dan/atau kualitas
pembelajaran; (ii) pendidikan karakter bangsa dan nasionalisme;
dan/atau (iii) kegiatan kesiswaan.

3. Penyusunan RAPBS/APBS/RAPBS-P/APBS-P untuk Tahun Anggaran


2016 dan Tahun Anggaran 2017 agar dibedakan berdasarkan Tahun
Anggaran dikarenakan kebijakan yang berbeda terkait belanja
pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal, diantaranya:

a) Belanja Pegawai di P-BOS untuk Tahun Anggaran 2016 masih


dapat dipergunakan untuk Honorarium Panitia Pelaksana
Kegiatan, sementara untuk Tahun Anggaran 2017 tidak
diperbolehkan untuk Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan dan
honor-honor lainnya kecuali yang telah diatur berdasarkan Surat
Edaran Sekretaris Daerah Kota Semarang Nomor 050/2179
Perihal Revisi Renja SKPD 2017;

b) Belanja Modal di P-BOS untuk Tahun Anggaran 2016 masih


dapat dipergunakan untuk belanja modal dengan ketentuan
maksimal belanja Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta
Rupiah), kecuali ditentukan lain dalam penganggaran,
diantaranya belanja modal keperluan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) untuk Ujian Berbasis Komputer (UBK)
dan/atau Semarang Digital Class (SDC), sementara Belanja
Modal di PBOS untuk Tahun Anggaran 2017 tidak dapat
dipergunakan untuk belanja modal, dikarenakan semua
belanja modal di Tahun 2017 diwadahi di dalam Kegiatan
Pembangunan/Rehabilitasi/Pengadaan Sarana Prasarana
Sekolah UPTD Pend. Kec./TK/SMP/SMA/SMK;

c) Kegiatan Pembangunan/Rehabilitasi/Pengadaan Sarana


Prasarana Sekolah UPTD Pend. Kec./TK/SMP/SMA/SMK,
diperuntukkan dengan sub kegiatan:
121
1) Pembangunan Ruang Kepala Sekolah/Ruang Guru/Ruang
TU/Ruang Kelas
Baru/Perpustakaan/Laboratorium/UKS/KM/WC/Pagar/Au
la/Taman/Halaman Sekolah/Tempat Parkir/ Gudang/Pintu
Gerbang/Tempat Ibadah
(Masjid/Mushalla)/Talut/Sanitasi/Bak Air/dll. yang
berkenaan dengan pembangunan baru di Sekolah UPTD
Pend. Kec./TK/SMP/SMA/SMK;
Contoh:

Pembangunan Pagar SDN Jomblang 03;


Pavingisasi Halaman SMPN 12 Semarang;
Pembangunan KM/WC SMAN 10 Semarang; dll.

2) Rehabilitasi Ruang Kepala Sekolah/Ruang Guru/Ruang


TU/Ruang Kelas Baru/Perpustakaan/Laboratorium
/UKS/KM/WC/Pagar/Aula/Taman/Halaman Sekolah/
Tempat Parkir/Gudang/Pintu Gerbang/Tempat Ibadah
(Masjid/Mushalla)/Talut/Sanitasi/Bak Air/dll. yang
berkenaan dengan rehabilitasi (perbaikan) di Sekolah UPTD
Pend. Kec./TK/SMP/SMA/SMK;
Contoh:

Rehabilitasi Atas Gedung SDN Wonolopo 02;

Rehabilitasi Tempat Ibadah SMPN 37 Semarang;


Rehabilitasi KM/WC SMKN 4 Semarang; dll.

3) Pengadaan Meubelair/Komputer/LCD/Printer/Buku/dll.
yang berkenaan dengan pengadaan barang yang memenuhi
syarat dan ketentuan belanja modal di Sekolah UPTD Pend.
Kec./TK/SMP/SMA/SMK.
Contoh:
Pengadaan Meubelair SDN Kemijen 04;
Pengadaan Komputer SMPN 17 Semarang;

Pengadaan Alat UKS/PMR/PKS/PRAMUKA/Dll SMAN 5


Semarang;
Pengadaan CD/VCD/DVD Pembelajaran SMPN 21
Semarang;
Pengadaan Buku/Kepustakaan SMKN 10 Semarang; dll.
122
IX. PENUTUP
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS)
pada Satuan Pendidikan Negeri di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota
Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017 disusun sebagai dasar acuan dalam
penyusunan perencanaan dan penganggaran program kegiatan di satuan
pendidikan.
Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam Peraturan ini akan diatur
kemudian.

Ditetapkan di : Semarang
Pada Tanggal : 13 Juni 2016

KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA


SEMARANG

Drs. BUNYAMIN, M.Pd.


Pembina Utama Muda
NIP. 19620206 198703 1 013

123
Lampiran : 2
Contoh Format Rencana Anggaran Sekolah
Nama Sekolah : ………………………………….
Kabupaten/Provinsi : …………………………………..
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Sasaran Mutu : ………………………………………………………..
Penanggung jawab : ………………………………………………………..

Total Pembiayaan
Program
Berdasarkan Sumber
Kerja Jumlah Perkiraan Total
No. Rencana Uraian Dana Ket
(Rincian (satuan) biaya unit biaya
Rutin Komite BOM
Kerja)
Sekolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

…………………, ………………,202

Disusun oleh,
Mengetahui,
Penanggung jawab Program
Ketua Komite Sekolah…………………. Kepala Sekolah ……………………….

……………………………….. ………………………………..
…………………………………………

124
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Buku 1 Konsep Dasar. Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Mutu Babasis


Sekolah.Buku 2 Konsep dasar.Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.


Buku 3 Konsep Dasar. Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah

Dirawat, Lambari, Busro, dan Indrafachrudi, Sukarto,1983. Pengantar Kepemimpinan


Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Manu, Lukas, & Blegur, Jusuf, 2017. Manajemen Berbasis Sekolah. Kupang: Jusuf Aryani
Learning

Nurcholis, M.M, .2003. Manajemen Berbasis Sekolah; Teori, Model, dan Aplikasi Jakarta:
Grasindo

Sagala, Syaiful, 2004. Manajemen Berbasis Sekolah: Strategi Memenangkan Persaingan


Mutu. Jakarta: Nimas Multima.

Sahertian, Piet A., 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: Dalam rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Siagian, Sondang P., 1992. Kerangka Dasar Ilmu Adminsitrasi. Jakarta: Rineka Cipta
Sukiswa, Iwa, 1979. Dasar-dasar Umum Manejemen Pendidikan. Bandung: Tarsito

Soetopo, Hendyat dan Soemanto,Wasty,1984. Kenemimpinan dan Supervisi Pendidikan.


Malang: Bina Aksara.

Thomas ,J. Alan. The Productive School: A Systerms Analysis Approaeh to Educational
Administration. New York: John Wiley & Sons Inc.

Terry, George R.& Rue, Leslie, W. 2000 Dasar-Dasar Manajemen. Alih Bahasa G.A
Ticoalu. Jakarta: Bumi Aksara

Tim Dosen, 2007.Manajemen Berbasis Sekolah.Medan: FIP Unimed

Slamet, PH., 2001. Manajemen Berbasis Sekolah: Jumal Pendidikan dan Kebudayaan No.
27

125

Anda mungkin juga menyukai