Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS VALUASI HARGA SAHAM PT.

ACE HARDWARE
INDONESIA, TBK DENGAN MODEL FREE CASH FLOW TO EQUITY

Edu Marupa Simanjutak


PPM School of Management
Eksekutif Muda 17
Email: edhu.anthony@gmail.com

ABSTRAK

Valuasi saham adalah salah satu hal penting dalam berinvestasi. Tujuan dari valuasi saham
adalah untuk membantu investor meminimalkan risiko investasi melalui nilai intrinsik dalam
mengambil keputusan investasi. Model evaluasi untuk menghitung harga wajar saham dalam
penelitian ini adalah Free Cash Flow to Equity (FCFE) dengan two stage model. Penelitian
ini menggunakan penelitian deskriptif dengan menggunakan informasi perusahaan pada
sektor ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu PT ACE Hardware Indonesia Tbk
(kode emiten: ACES) dari tahun 2013 hingga 2017.

Saham di sektor ritel yang masih mengalami pertumbuhan positif hingga akhir 2017
walaupun beberapa perusahaan ritel yang lain mengalami penurunan. Di tengah sentimen
perlambatan kemampuan daya beli masyarakat, beberapa perusahaan perdagangan ritel
masih mampu membukukan kinerja yang bagus pada 2017 lalu. PT ACE Hardware
Indonesia Tbk masih mampu membukukan pertumbuhan kinerja keuangan pada 2017 lalu
dan mendorong harga sahamnya terus menguat.

Tahapan dalam valuasi saham dimulai dengan menilai kinerja perusahaan pada masa lalu,
analisis terhadap laporan keuangan, proyeksi kinerja keuangan dan perhitungan nilai saham
perusahaan. Berdasarkan hasil valuasi dengan menggunakan model Free Cash Flow to
Equity (FCFE) menunjukan bahwa harga saham ACES pada tanggal 28 September 2018
adalah sebesar Rp.1,445. Jika dibandingkan antara nilai intrinsik dan nilai pasar, dapat
dikatakan bahwa harga per lembar saham PT ACE Hardware Indonesia Tbk adalah
overvalued. Keputusan investor yang direkomendasikan untuk dijual karena harganya
diprediksi akan turun mendekati harga wajarnya.

.
Kata kunci: Valuasi, Ritel, ACES, Nilai Intrinsik, Free Cash Flow to Equity

1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menghadapi situasi perekonomian di Indonesia saat ini membawa dampak
persaingan bisnis yang semakin ketat dan tidak stabil. Dengan melemahnya investasi,
indikator ekonomi lain yang fluktutatif serta ketidakstabilan nilai mata uang dollar terhadap
rupiah, perusahaan harus bisa menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam industrinya.
Karena tidak stabilnya perekonomian di Indonesia menjadi dampak kerugian terhadap
pelaku investasi dengan melemahnya nilai saham yang dimiliki. Sedangkan bagi perusahaan
sulit untuk mencari sumber pendanaan dari luar perusahaan yaitu investor maupun kreditur.
Pada kondisi perekonomian seperti ini sebaiknya investor menilai lebih selektif dalam
melakukan tindakan investasi.
Penilaian harga wajar saham juga perlu mendapat perhatian lebih bagi para investor.
Untuk memperkecil risiko dalam berinvestasi hendaknya investor mengetahui harga wajar
saham saham suatu perusahaan. Nilai wajar saham suatu perusahaan menjadi penting untuk
diketahui para investor mengingat tren pasar yang seringkali membuat harga saham di pasar
menjadi tidak sesuai dengan nilai intrinsik yang ada pada perusahaan.
Industri ritel modern di Indonesia tahun 2017 sedang diuji. Penjualan ritel modern
diperkirakan tak secemerlang tahun-tahun sebelumnya, seperti pada tahun 2016 penjualan
ritel modern tumbuh 9%. Nielsen memperkirakan pertumbuhan penjualan ritel nasional
sebesar 6%, padahal secara historis angka pertumbuhan penjualan ritel di Indonesia mampu
mencapai kisaran 10% – 11%.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi, gaya hidup masyarakat yang bergeser dari
konsumsi ke pariwisata, serta keputusan konsumen untuk menahan pembelian dan
menghemat pengeluaran, disebut-sebut menjadi pemicu turunnya penjualan ritel modern.
Pertumbuhan ekonomi akan menjadi kunci kesinambungan bisnis ritel modern. Dalam
APBN 2018, asumsi pertumbuhan ekonomi dipatok 5,4%, lebih tinggi dari APBN-P 2017
sebesar 5,2%. Sedangkan asumsi inflasi tahun depan ditetapkan 3,5%, lebih rendah dari
tahun ini 4,3%. Dengan pertumbuhan ekonomi lebih baik dan inflasi lebih rendah, penjualan
ritel modern ke depan seharusnya tumbuh signifikan.
Adapun saham yang akan digunakan dalam model perhitungan nilai wajar saham
adalah saham PT ACE Hardware Indonesia, Tbk., yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dengan kode emiten yaitu ACES. Dipilihnya ACES sebagai objek penelitian karena saham
ACES merupakan salah satu saham di sektor ritel yang masih mengalami pertumbuhan
positif hingga akhir 2017 walaupun beberapa perusahaan ritel yang lain mengalami
penurunan. Di tengah sentimen perlambatan kemampuan daya beli masyarakat, beberapa
perusahaan perdagangan ritel masih mampu membukukan kinerja yang bagus pada 2017
lalu. ACES mampu membukukan pertumbuhan kinerja keuangan pada 2017 lalu dan
mendorong harga sahamnya terus menguat.
Penilaian harga wajar saham ACES dalam penelitian ini menggunakan model yaitu
free cash flow to equity (FCFE). Pemilihan model FCFE ini sebagai salah satu model yang
digunakan dalam penelitian ini karena model FCFE adalah suatu arus kas bersih bagi ekuitas
perusahaan dimana FCFE ini dijadikan suatu dasar untuk mengestimasi nilai wajar (nilai
intrinsik) suatu investasi. Menurut Damodaran mengatakan bahwa untuk mengestimasi uang
kas suatu perusahaan yang dapat memberikan keuntungan kepada pemegang saham setelah
perusahaan memperhitungkan belanja modal, modal kerja, dan kewajiban hutang
perusahaan.

Grafik 1. Pergerakan saham ACES tahun 2013 - 2017

2
Kemampuan kinerja positif harga saham ACES, yang membuat saham ACES dalam
beberapa tahun terakhir menjadi incaran para investor dan beberapa pengamat ekonomi
mengatakan bahwa harga saham ACES sudah cukup tinggi dibandingkan harga sebenarnya.
ACES membukukan kinerja positif sepanjang tahun 2017 yaitu mencatatkan penjualan
sebesar Rp 5,87 triliun atau naik 20,33% dibandingkan tahun 2016 yang sebesar Rp 4,88
triliun. Kenaikan penjualan ini juga diikuti oleh kenaikan beban pokok penjualan sebesar
20,1% menjadi Rp3,1 triliun pada 2017, tetapi ACES masih tetap mampu membukukan
kenaikan laba bersih 9,4 persen menjadi Rp 777,7 miliar dari Rp 710,6 miliar pada 2016 lalu.
Berdasarkan laporan keuangan ACES, kenaikan penjualan sepanjang tahun 2017 ini
didorong oleh penjualan produk perbaikan rumah yang tumbuh 16,7% menjadi Rp 3,3 triliun,
penjualan produk gaya hidup tumbuh 24,7 persen menjadi Rp 2,4 triliun, dan penjualan
produk mainan tumbuh 36% menjadi Rp 176,2 miliar. Adapun secara persentase kontribusi
terhadap total penjualan, produk perbaikan rumah berkontribusi sebesar 56%, dan selebihnya
dari produk gaya hidup sebesar 41%, serta sebagian kecil produk mainan.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, secara khusus penulis tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui dan menghitung nilai intrinsik saham PT ACE
Hardware Indonesia Tbk apakah saham ACES mengalami over value, under value atau fair
value (wajar)? dan strategi pembelian saham yang dapat diberikan kepada para investor yang
memungkinkan mendatangkan keuntungan di kemudian hari.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasar latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah penilaian terhadap harga saham PT ACES Hardware Indonesia, Tbk.,
mengalami overvalued, undervalued atau fair value (wajar)?
2. Bagaimana strategi pembelian saham yang dapat diberikan kepada para investor
yang memungkinkan mendatangkan keuntungan di kemudian hari?

3
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Investasi
Menurut Relly dan Brown investasi adalah, “investment is the current commitment of
dollar for a period of time to derive future payment that will compensate the investor for (1)
the time the funds are committed, (2) the expected rate of inflation, (3) the uncertainty of the
future payment.” Sharpe dkk., menjelaskan bahwa investasi dalam arti luas, berarti
mengorbankan dolar sekarang untuk dolar pada masa depan. Investasi pada hakikatnya
merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh
keuntungan dimasa mendatang (Halim, 2005:4).

2.2 Saham
Saham adalah tanda bukti kepemilikan perusahaan. Pemilik saham disebut juga
pemegang saham (shareholder atau stockholder). Bukti bahwa seorang atau suatu pihak
dapat dianggap sebagai pemegang saham adalah apabila seseorang atau suatu pihak sudah
tercatat sebagai pemegang saham dalam buku yang disebut daftar pemegang saham (DPS)
(Anoraga dan Pakarti, 2008:58).

2.3 Faktor-Faktor Pengerak Nilai Saham


Ada beberapa faktor yang harus disadari oleh setiap investor. Faktor-faktor tersebutlah
yang menjadi salah satu daya yang memicu berfluktuasinya suatu nilai saham. Ada faktor
yang bersifat mikro, ada juga faktor yang bersifat makro. Yang dimaksud dengan faktor
mikro adalah faktor-faktor yang dampaknya hanya terhadap beberapa jenis saham saja.
Sedangkangkan faktor makro adalah faktor penyebab yang berdampak pada semua saham
(keseluruhan bursa) termasuk juga perekonomian secara menyeluruh. Menurut Arifin
(2004:116) berikut faktor-faktor penggerak harga saham yaitu kondisi fundamental, hokum
permintaan dan penawaran, tingkat suku bunga, valuta asing, news & rumors, IHSG.

2.4 Valuasi Saham


Valuasi saham adalah nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal hasil yang di
harapkan (expected cash flows) (Joseph, 2009). Dengan kata lain, hal yang melatar-belakangi
value sebagai penyebab dilakukannya investasi adalah bahwa suatu aset dibeli atas dasar
expected cash flow dari aset tersebut di masa yang akan datang. Sebagai contohnya, untuk
aset yang berbentuk investasi saham, maka salah satu bentuk cashflow yang diharapkan oleh
investor di masa yang akan datang adalah dividen dan capital gain dari saham yang dimiliki.
Investor berharap bahwa saham dapat memberikan cash flows selama dimiliki, dan untuk
mengkonversi cash flows menjadi harga saham, maka didiskonto dengan tingkat bunga yang
diinginkan (required rateof return).

2.5 Proses Valuasi Saham


Valuasi saham dalam prosesnya membutuhkan asumsi yang subjektif dari tiap pelaku
valuasi. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam valuasi sangat ditentukan oleh informasi-
informasi spesifik tentang perusahaan dan informasi tambahan lainnya dari pasar. Akan
tetapi perlu diingat, bahwa hasil akhir yang diperoleh tetap mengandung unsur
ketidakpastian dari proyeksi tentang masa depan perusahaan maupun kondisi industri dan
ekonomi makro.
Secara umum terdapat dua model yang digunakan untuk melakukan analisis dan
penilaian terhadap suatu saham, yakni analisis fundamental dan analisis teknikal. Berikut ini
hanya akan dipaparkan analisis yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu analisis
fundamental top down approach. Analisis saham bertujuan untuk menafsir nilai suatu saham

4
dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (current market price). Nilai
intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut.
Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental
ekonomi perusahaan (Bodie, Kane & Marcus, 2009). Teknik ini melihat dari sudut pandang
rasio finansial dan kejadian – kejadian yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Analisis fundamental ini pada dasarnya fokus
pada analisis kondisi makro, kondisi industri, dan kondisi fundamental perusahaan.
2.5.1 Analisis Makro
Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara
akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan di negara tersebut, yang pada
akhirnya juga akan mempengaruhi kegiatan seluruh industri dan perusahaan. Maka
disarankan sebelum berinvestasi pada suatu negara, melakukan analisis kondisi
perekonomiannya secara mendalam, seperti kebijakan fiskal, moneter, tingkat inflasi, dan
suhu politiknya.
Analisis makro diawali dengan analisis pada faktor eksternal baik yang bersifat global
maupun domestik yang mempengaruhi perusahaan dalam industrinya. Analisis faktor
eksternal tersebut akan memberikan gambaran kondisi permintaan (demand) dan penawaran
(supply) terhadap produk dalam industri tersebut dan akan memberikan gambaran prediksi
bagaimana hal tersebut akan berubah.
2.5.2 Analisis Industri
Proses berikut dari tahap penilaian adalah mengidentifikasi industri-industri yang
mengalami kemakmuran atau menderita dalam siklus perekonomian. Reaksi industri
terhadap perubahan perekonomian akan berbeda-beda pada titik siklus bisnis (business
cycle) tertentu. Dalam proses ini, diharapkan investor menganalisis secara dalam bidang
industri yang berprospek cerah di masa mendatang, sehingga investor dapat memilih bidang
industri mana yang layak dimasuki.
Analisis industri juga memberikan gambaran resiko kepada para investor dalam
menyusun portofolio-nya. Jika suatu industri memiliki tingkat sensitifitas yang lebih tinggi
dari pasar maka industri tersebut memiliki risiko yang lebih tinggi dari rata-rata sehingga
saat ekonomi memasuki masa resesi maka jenis industri inilah yang paling merasakan
dampaknya, namun saat ekonomi memasuki masa ekspansi maka biasanya jenis industri ini
masuk ke dalam pilihan portfolio para investor (Bodie, Kane & Marcus, 2009).
2.5.3 Analisis Perusahaan
Setelah analisis industri dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai industri
tersebut, maka langkah selanjutnya dalam top-down approach adalah analisis perusahaan
untuk menganalisis posisi dan kinerja perusahaan dalam industri tersebut. Dalam analisis
perusahaan, salah satunya yaitu proses yang membandingkan kinerja perusahaan dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan dan risiko sistematis. Terdapat lima jenis rasio yang
umum digunakan dalam analisis rasio keuangan, yaitu rasio likuiditas (liquidity ratio), rasio
profitabilitas (profitability ratio), rasio solvabilitas (solvency ratio), rasio aktivitas (turnover
ratio), dan market value ratios. Kelima rasio tersebut digunakan sesuai tujuan analisis yang
dilakukan terhadap perusahaan (Ross, Westerfield, Jaffe & Jordan, 2009).
2.5.4 Kinerja Keuangan Masa Lalu
Langkah pertama dari proses valuasi adalah memeriksa semua informasi yang relevan
dengan bisnis perusahaan yaitu dengan analisis keuangan. Tujuan dari analisis keuangan
adalah untuk menilai kinerja perusahaan dalam konteks tujuan dan strateginya. Alat dari
analisis kinerja keuangan pada masa lalu adalah ratio analysis dan cash flow analysis
(Palepu, 2009).

5
2.5.5 Analisis Proyeksi Perusahaan
Tahap selanjutnya adalah melalukan proyeksi laporan keuangan perusahaan. Proyeksi
keuangan diperlukan dalam menganalisis saham dan juga oleh manajemen perusahaan, pihak
bank dan pihak lainnya untuk menghitung kelangsungan hidup perusahaan. Untuk
mendapatkan proyeksi keuangan yang mendekati keadaan sesungguhnya diperlukan
langkah-langkah yang tepat, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang prospek
perusahaan di masa yang akan datang. Proyeksi laporan keuangan yang dilakukan meliputi
neraca, laporan rugi laba dan laporan arus kas. Pendekatan yang sering dilakukan dalam
melakukan proyeksi atas neraca dan rugi laba adalah demand driven forecast yang dimulai
dengan memprediksi penjualan.
2.6 Model Free Cash Flow to Equity (FCFE)
Model Free Cash Flow to Equity (FCFE) merupakan turunan dari metode Discounted
Cash Flow, penggunaan model ini berdasarkan pada aturan bahwa nilai suatu aset adalah
nilai kini dari aliran kas masa depan yang diharapkan (present value of expected future cash
flows) yang dihasilkan oleh aset tersebut. (Damodaran, 2002)
FCFE mengasumsikan bahwa semua free cash flow akan dibagikan ke pemilik modal
seluruhnya sebagai dividen, sehingga tidak ada reinvestasi. Oleh karena itu, pertumbuhan
FCFE akan sama dengan pertumbuhan laba bersih dan bukan pertumbuhan dari marketable
securities (surat berharga). Ketika melakukan valuasi dengan menggunakan FCFE ini juga
harus mempertimbangkan kondisi perusahaan, apakah berada pada pertumbuhan yang
konstan (constant growth model); pertumbuhan dua tahap (two stage growth model) yakni
tingkat pertumbuhan lebih cepat pada awal periode dan akan stabil setelah periode tertentu;
serta pertumbuhan tiga tahap (three stage growth model) yakni tingkat pertumbuhan yang
tinggi pada awal periode, menurun, dan kemudian stabil.
Rumus dan Framework dan rumus untuk menghitung FCFE menurut Damodaran
(2002) adalah sebagai berikut:

Diagram 1. Framework Free Cash Flow to Equity Model.

Sedangkan Rumus Model FCFE adalah sebagai berikut:

6
FCFE = NI – Net CapEx – ∆NCWC + Net Debt (1)

Keterangan:
NI = Net Income
Net CapEx = Capital Expenditures – Depreciation
∆NCWC = Changes in Net Working Capital
Net Debt = New Debt Raised – Debt Repayment

2.7 Instrumen Penghitungan Valuasi Saham


Berikut ini adalah instrument – instrument yang dibutuhkan dalam penghitungan
metode valuasi:
2.7.1 Cost of Equity
Cost of Equity merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor
terhadap dana yang diinvestasikan pada suatu perusahaan. Cost of equity yang menjadi
tingkat diskonto adalah masukan penting dalam setiap model penilaian arus kas diskonto.
Menurut literatur yang ada pada penilaian secara umum mengusulkan penggunaan tingkat
diskonto berbasis CAPM dalam menghitung nilai sekarang dari aliran arus kas masa depan
(Malkiel, 2012).
Menurut Ross et. al (2009:64) persamaan CAPM itu sendiri dapat dituliskan sebagai
berikut:

Ke = Rf + β (Rm + Rf ) (2)

Keterangan:
Ke = biaya ekuitas (cost of equity)
Rf = tingkat bunga bebas resiko (risk free rate)
β = faktor resiko dari pasar yang sistematis (beta)
Rm = tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar (market return)
Rp = premi risiko pasar (market risk premium) or Rm- Rf

2.7.2 Tingkat bunga bebas resiko (Risk free rate = Rf)


Risk free rate merupakan variabel pertama, yaitu adalah tingkat pengembalian bebas
risiko yang diketahui oleh investor. Suatu asset dapat dikatakan sebagai risk free asset
manakala diketahui bahwa actual return selalu sama dengan expected return, oleh karena itu
dua kondisi yang harus dipenuhi yaitu tidak adanya risiko gagal bayar sebagai kondisi
pertama. Dalam hal ini biasanya menggunakan sekuritas yang diterbitkan oleh Pemerintah.
Karena Pemerintah merupakan pihak yang memiliki otoritas dalam membuat dan
mengesahkan peraturan dan kebijakan keuangan. Kondisi kedua yang harus dipenuhi yaitu
tidak ada reinvestment risk pada aset tersebut. Tingkat bebas risiko merupakan masukan
penting dalam salah satu model pembiayaan yang paling banyak digunakan, ini dikemukakan
oleh Mukherji (2011).
2.7.3 Faktor resiko dari pasar yang sistematis (Beta = β)
Sebagai variabel kedua yaitu tingkat risiko yang dimiliki perusahaan yang dapat
mempengaruhi tingkat pengembalian hasil investor. Seperti yang dikemukakan oleh
Rosenberg dan Rudd (1982) bahwa Beta mencerminkan respon dari return saham
perusahaan terhadap return pasar.
2.7.4 Tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar (market return = Rm)
Market Return merupakan tingkat pengembalian pasar secara keseluruhan yang
didapatkan dengan memprediksi berapa tingkat return index harga saham gabungan (IHSG)

7
yang diharapkan. Pasaribu (2013) menuangkan rumus yang dapat digunakan dalam
mendapatkan hasil estimasi tersebut, yaitu sebagai berikut:
𝑰𝑯𝑺𝑮𝒕 − 𝑰𝑯𝑺𝑮 𝒕−𝟏
Rm.t = (3)
𝑰𝑯𝑺𝑮 𝒕−𝟏

Keterangan:
Rm.t = market return on day-t.
IHSGt = Indonesian Composite Index on day-t.
IHSGt-1 = Indonesian Composite Index on day t-1.
2.7.5 Premi risiko pasar (market risk premium = Rp atau Rm-Rf)
Market risk premium sebagai variabel yang ketiga adalah interpretasi tingkat risiko
pasar dimana semakin besar market risk premium maka akan semakin besar pula risiko untuk
berinvestasi pada saham tersebut.
Dengan menggunakan pendekatan CAPM risk premium didefinisikan sebagai
perbedaan antara tingkat pengembalian rata-rata atas saham dengan tingkat pengembalian
rata-rata atas risk free rate.

Rp = Rm – Rf (4)

2.7.6 Estimasi Pertumbuhan (g)


Pertumbuhan atau Growth (g) merupakan salah satu bagian penting ketika analis atau
investor melakukan penilaian harga saham untuk menentukan tingkat pertumbuhan yang
dipergunakan sebagai dasar untuk memproyeksikan revenue dan earning.
Dalam menentukan tingkat pertumbuhan dapat dengan melihat data historis
pertumbuhan pendapatan dan dapat pula dengan estimasi analisis. Adapun perhitungan
pertumbuhan dalam penelitian ini akan menggunakan rumus sebagai berikut (Bodie et al,
2014:284):

g = RR x ROE (5)

Keterangan :
g = pertumbuhan
RR = 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒−𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛
retention ratio (1-Dividen Payout Ratio) atau
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
ROE = return on equity

2.7.7 Terminal Value


Perhitungan terminal value menurut Damodaran (2012) didasarkan pada kenyataan
bahwa estimasi aliran kas tidak dapat dilakukan setiap tahun selamanya, sehingga biasanya
dilakukan penutupan dalam penilaian DCF dengan menghentikan estimasi cash flow pada
suatu tahun (tahun terminal/ tahun akhir estimasi) untuk kemudian dilakukan penghitungan
nilai terminal yang merefleksikan nilai perusahaan pada saat itu (Damodaran, 2012).
Sementara menurut rumus umum yang digunakan dalam terminal value adalah sebagai
berikut: Pertumbuhan atau Growth (g) merupakan salah satu bagian penting ketika analis
atau investor melakukan penilaian harga saham untuk menentukan tingkat pertumbuhan
yang dipergunakan sebagai dasar untuk memproyeksikan revenue dan earning. Dalam
menentukan tingkat pertumbuhan dapat dengan melihat data historis pertumbuhan
pendapatan dan dapat pula dengan estimasi analisis. Adapun perhitungan pertumbuhan
dalam penelitian ini akan menggunakan rumus sebagai berikut (Bodie et al, 2014:284):

8
𝑭𝑪𝑭𝑬 𝒏+𝟏
Terminal Value = (6)
𝑲𝒆,𝒔𝒕 −𝒈

Keterangan :
FCFE n+1 = arus kas bersih pada tahun n
Ke,st = biaya ekuitas (cost of equity) periode stable growth
g = tingkat pertumbuhan stabil

2.8 Keputusan Investasi


Setelah diperoleh hasil dari proses penilaian harga saham (valuasi saham), tentunya
investor harus mengambil tindakan apakah menjual atau membeli saham dengan
berpedoman dari hasil analisisnya. Halim (2005:31), secara umum keputusan membeli atau
menjual saham ditentukan oleh perbandingan antara perkiraan nilai intrinsik dengan harga
pasarnya, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Jika harga pasar saham < nilai intrinsik, disebut undervalued (harga saham terlalu
rendah). Maka investor sebaiknya membeli saham tersebut dan ditahan sementara
dengan tujuan memperoleh capital gain apabila harga saham naik.
2. Jika harga pasar saham = nilai intrinsik, disebut fair value (wajar atau seimbang). Maka
jangan melakukan transaksi karena saham tersebut dalam keadaan seimbang, sehingga
tidak ada keuntungan yang diperoleh dari transaksi pembelian atau penjualan saham
tersebut.
3. Jika harga pasar saham > nilai intrinsik, disebut overvalued (harga saham terlalu
mahal). Maka investor sebaiknya menjual saham tersebut untuk menghindari kerugian.
Dengan asumsi harga akan turun menyesuaikan dengan nilainya.

3. METODOLOGI
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Berdasarkan deskripsi tersebut maka
penelitian ini akan mengumpulkan, mengolah, menyederhanakan, menyajikan, dan
menganalisis data laporan keuangan perusahaan PT ACE Hardware Indonesia, Tbk. dengan
data 5 tahun kebelakang yaitu dari tahun 2013 hingga akhir tahun 2017. Data-data tersebut
digunakan untuk menghitung harga wajar saham (nilai instrinsik) dengan menggunakan
model Free Cash Flow to Equity (FCFE).

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data diperoleh dari informasi pasar
modal Indonesia yaitu Bursa Efek Indonesia yang meliputi Indeks Harga Saham Individual,
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Laporan Keuangan Tahunan periode tahun 2013
hingga tahun 2017. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari
berbagai literature, seperti penelitian lain, referensi pasar modal Indonesia, buku-buku, serta
sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.3 Metode Analisis Data


Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode valuasi saham yang
bertujuan untuk mengetahui nilai wajar saham. Analisis dimulai dengan melakukan analisis
fundamental yaitu dengan menganalisis makro ekonomi seperti Product Domestic Bruto
(PDB), tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan IHSG. Selanjutnya yaitu analisis industri
dengan menganalisis siklus industri dan kapatilisasi pada industri ritel. Kemudian melakukan
analisis fundamental perusahaan berupa analisis laporan keuangan perusahaan selama lima
9
tahun dan proses yang membandingkan kinerja perusahaan dengan menggunakan beberapa
rasio-rasio keuangan. Tahap analisis selanjutnya yaitu dengan melakukan proyeksi terhadap
analisis fundamental tersebut hingga lima atau 5 tahun kedepan.
Metode perhitungan harga wajar saham pada penelitan ini menggunakan model Free
Cash Flow to Equity (FCFE). Setelah memperoleh perkiraan harga wajar saham perusahaan,
selanjutnya penulis membandingkan perkiraan harga wajar saham dengan harga saham yang
tercatat di pasar modal Indonesia, sehingga penulis dapat mengambil kesimpulan apakah
harga saham masing-masing perusahaan tersebut mengalami undervalued, fair value atau
overvalued.

3.4 Kerangka Analisis


Secara ringkas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebegai berikut:

Diagram 2. Kerangka Analisis Penelitian

10
4. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Gambaran Umum dan PT ACE Hardware Indonesia, Tbk.


PT ACE Hardware Indonesia Tbk (kode emiten: ACES) didirikan pada tahun 1995
sebagai entitas anak PT Kawan Lama Sejahtera. Gerai pertama ACES dibuka pada tahun
1996 di Karawaci, Tangerang, Banten. ACES mengoperasikan jaringan gerai modern dengan
menyediakan produk-produk berkualitas selama lebih dari dua dekade. ACES telah dikenal
sebagai one-stop shopping untuk produk produk home improvement dan lifestyle
berkualitas. ACES terus meningkatkan efisiensi usaha sejak dari pengadaan dan
pergudangan hingga distribusi dan pemasaran. Dengan demikian, Perseroan dapat
menciptakan nilai tambah produk melalui harga jual yang bersifat value for money.
Pengelolaan usaha secara terintegrasi ini tidak hanya menjadikan Perseroan sebagai ‘the
helpful place’, namun juga sebagai ‘the valuable place’ bagi pelanggan maupun pemangku
kepentingan lain. ACES memiliki komitmen untuk menawarkan produk terbaik dengan
didukung oleh program pembukaan gerai. Hingga akhir 2017, Perseroan telah memiliki 144
gerai ACE Hardware dengan luas total mencapai lebih dari 371.600 m2 dan tersebar di 36
kota di Indonesia. Gerai flagship ACE, yaitu ACE Living World Mall, Alam Sutera, Banten,
dengan luas 15.000 m2, meraih dua penghargaan sekaligus, yaitu sebagai “The Biggest
Lifestyle and Home Improvement Store” dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan sebagai
“The Largest ACE Store on Earth” dari ACE Hardware Corporation, USA, keduanya di
tahun 2011. Sejak tanggal 6 November 2007, AHI menjadi emiten di Bursa Efek Indonesia
dengan kode bursa ‘ACES’ dengan menawarkan saham Perseroan sebesar 30% kepada
publik melalui mekanisme Initial Public Offering. Saat ini, jumlah saham Perseroan adalah
40%. Selain itu, likuiditas perdagangan dan perluasan kepemilikan saham juga ditingkatkan
melalui pemecahan saham dengan rasio 1:10 sejak 1 November 2012.

Gambar 1. Struktur Organisasi PT ACE Hardware Indonesia, Tbk.

11
Gambar 2. Komposisi pemegang saham PT ACE Hardware Indonesia, Tbk.

4.2 Rencana PT ACE Hardware Indonesia Tbk


Hasil Survei Penjualan Eceran dari Bank Indonesia menunjukkan, penjualan eceran
hingga Desember 2017 tumbuh meningkat sebesar 1,8% (yoy), yang bersumber dari
kenaikan penjualan kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, makanan dan minuman serta
sandang. Pada Desember 2017, Indeks Penjualan Eceran Riil (IPR) tercatat sebesar 219,5
atau tumbuh 6,2% (mtm) atau 0,7% (yoy). Peningkatan penjualan eceran pada Desember
2017 tersebut terjadi pada sebagian besar kelompok komoditas, tertinggi pada kelompok
barang budaya dan rekreasi, diikuti kelompok makanan, minuman dan tembakau. Di tahun
2017, ACES merealisasikan jumlah gerai baru di atas proyeksi. ACES memandang bahwa
potensi pasar ritel di berbagai wilayah Tanah Air masih cukup besar yang didukung dengan
daya beli masyarakat menengah-atas yang terus membaik. Di tahun 2018, Perseroan akan
melanjutkan strategi utamanya dengan mengandalkan pertumbuhan organik secara berhati-
hati. Peningkatan kinerja dan operasional juga akan terus dilakukan untuk penjualan yang
lebih baik.
ACE Hardware akan terus melanjutkan ekspansi gerai bisnisnya. Perusahaan pada
tahun 2018 menargetkan akan membangun 15 gerai baru dan hingga akhir Maret 2018 telah
membuka 2 gerai baru, yaitu di Surabaya dan Tangerang. Menurut perseroan, untuk
perluasan toko yang tersisa mereka akan lebih fokus di Jawa di luar Jabodetabek. Sehingga,
saat ini total gerai milik ACE Hardware sudah mencapai 147 gerai. Sementara itu, ACE
Hardware sudah memperkirakan belanja modal (capital expenditure) pada tahun ini berkisar
Rp400 miliar hingga Rp600 miliar, yang keseluruhannya akan digunakan untuk pembanguan
gerai. Sebagai informasi, untuk mendongkrak penjualan, perseroan melakukan berbagai
strategi, seperti promo dan diskon. Saat ini, ACE Hardware memberi diskon ACE Boomsale,
yang menawarkan produk dengan diskon 50 persen serta adanya promo buy 1 get 1.

12
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Makro
Berikut beberapa analisis makro yang terjadi diindonesia hingga akhir tahun 2017
sebagai berikut:
5.1.1 Politik
Terdapat beberapa faktor politik yang dapat mempengaruhi industri ritel Indonesia saat
ini beberapa tahun kedepannya, yaitu:
1. Perhelatan Pemilu
Indonesia pada beberapa tahun terakhir dan kedepannya akan mengalami beberapa
pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah (pilkada) dan juga pemilihan presiden
(pilpres). Sebelum perhelatan ini berlangsung banyak partai-partai dan calon kepala daerah
akan banyak berbelanja untuk kebutuhan kampanye seperti, tekstil dan makanan pada tahun
politik serta jumlah uang beredar banyak. Hal ini menjadi peluang bagi industri ritel dalam
untuk menggenjot pertumbuhan bisnisnya.
Perhelatan pemilu ini juga menjadi ancaman bagi industri dimana masyarakat kelas
menengah atas cenderung menahan belanja. "Daya beli ada, tapi kekhawatiran politik
jadinya wait and see." Karena menahan belanja, masyarakat golongan tersebut memilih
menyimpan uangnya di bank dan juga cenderung memilih belanja pengalaman. Dalam hal
ini adalah menghabiskan uangnya untuk rekreasi (leisure).
2. Kestabilan politik dan keamanan
Stabilitas politik dan keamanan sangat penting dalam upaya meningkatkan investasi,
menumbuhkan daya saing masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan serta pemerataan
ekonomi. Namun, stabilitas politik dan keamanan tidak boleh dijalankan dengan cara-cara
yang otoriter. Stabilitas politik harus berbasis pada kinerja dan berbasis pada demokrasi
sehingga Indonesia menjadi sehat. Iklim politik Indonesia saat ini dan kedepannya diyakini
aman karena di panggung politik kali ini tidak ada tokoh-tokoh yang berpotensi
menimbulkan kontroversi hingga mampu memecah-belah masyarakat. Hal ini menjadi
peluang bagi industri dengan kestabilan politik, masyarakat dan investor tidak kuatir dalam
berinvestasi pada industri retail.
5.1.2 Ekonomi
1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya mencapai 5.4% di tahun 2018 seiring masih
stagnannya dorongan pertumbuhan ekonomi dari konsumsi rumah tangga. Meskipun
demikian, di tahun 2019-2020, pertumbuhan ekonomi diprediksi dan target pemerintah
meningkat ke level 6% akibat dorongan dari konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor.
Selain itu, di tahun 2018 juga akan dilaksanakan pilkada serentak di 171 daerah yang
diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi rumah tangga.
Hal ini menjadi peluang bagi industri ritel untuk meningkatkan pasar dan pengembangan
produknya.
2. Inflasi
Inflasi di akhir tahun 2018 diprediksi akan berada di bawah 3% tepatnya berada
diikisaran 2.95% (YoY). Proyeksi menurunnya inflasi didorong oleh implementasi kebijakan
harga eceran tertinggi (HET) yang mampu menekan sumber inflasi dari volatile foods.
Proyeksi inflasi di tahun 2018 juga masih dalam rentang target Bank Indonesia yang
diturunkan menjadi sebesar 3.5% ± 1% dari sebelumnya sebesar 4% ± 1%.
3. Iklim investasi
Akibat dorongan investment grade pada Februari 2017 serta membaiknya iklim bisnis
di Indonesia yang tercermin dari kenaikan index doing business memberikan potensi
stabilnya investasi ditahun 2018 di level sekitar 7%. Peningkatan tersebut merupakan
peluang bagi industri ritel untuk berinvestasi dan meningkatkan pasar dan produk.
13
4. Nilai tukar Rupiah
Akibat Nilai tukar diprediksi cenderung mengalami tren pelemahan di tahun 2018.
Nilai tukar rupiah sepanjang 2017, secara umum stabil yang didorong oleh meningkatnya
capital inflow meski pada kuartal akhir 2017 cenderung melemah seiring isu reformasi pajak
AS, tapering ECB, serta calon pengganti Gubernur The Fed. Nilai tukar rupiah dibandingkan
dengan beberapa peersnya cenderung memiliki performa yang lebih buruk. Di tahun 2018,
nilai tukar rupiah secara rata-rata diprediksi melemah dan mencapai mencapai rata-rata
Rp13,560 di Desember 2018. Hal tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh sentimen
normalisasi kebijakan moneter The Fed, ECB dan Bank of Japan.
5. Ekonomi Digital
Pertumbuhan Industri ekonomi digital yang semakin meningkat tentunya menjadi
ancaman bagi industril ritel modern dan tradisional. Hal ini karena peningkatan transaksi e-
commerce hal ini akan sangat berdampak langsung pada industri retail tradisional dan
konvensional kedepannya.
5.1.3 Sosial Budaya
1. Pertumbuhan jumlah penduduk
Peningkatan populasi Indonesia semakin pesat, saat ini jumlah penduduk Indonesia
mencapai 252 juta orang. Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan
kebutuhan dan pendapatan per kapita penduduk indonesia. Sehingga kenaikan pendapatan
mendorong naiknya tingkat kebutuhan dan daya beli masyarakat dan menjadi peluang
industri ritel.
2. Pola konsumsi masyarakat
Dengan pertumbuhan generasi milinial adanya pergeseran daya beli dalam hal belanja
dimana belanja bukan ke konsumsi tetapi gaya hidup. Pola konsumsi masyarakat yang
berubah, dari fokus belanja leisure and lifestyle.
3. Perilaku belanja online
Perkembangan e-commerce punya pengaruh sekitar 2% terhadap total pertumbuhan
konsumsi rumah tangga dari baseline dan semakin meningkat. Menurunnya daya beli
masyarakat pada sektor industri retail konvensional seiring dengan maraknya pertumbuhan
toko online atau e-commerce. Adanya disruption atau arus perubahan dari konvensional ke
non-konvensional memengaruhi pola konsumsi masyarakat. Karena pola belanja masyarakat
beralih lewat online.
5.1.4 Teknologi
1. Financial Teknologi (Fintech)
Diprediksikan bisnis Fintech akan semakin besar dan menarik di tahun 2018 dan
seterusnya. Layanan Fintech terkoneksi dengan banyak lembaga perbankan dan bisa
digunakan untuk melakukan semua transaksi yang bersifat e-cash. Suksesnya penerapan
Fintech didalam berbagai aktifitas bisnis dan layanan baik offline maupun online ini akan
menjadi daya dorong dalam perkembangan dalam industri retail khusus dalam hal
pembayaran secara non tunai (cass less).
2. Business intelligence
Indonesia sendiri merupakan negara ke 4 terbesar dunia untuk pengguna Facebook,
nomer 5 untuk Twitter dan juga nomer 3 untuk pertumbuhan para pengguna internet di dunia.
Teknologi digital memungkinkan pelaku bisnis mendapatkan sumber informasi baru
mengenai konsumen yang tidak pernah didapat sebelumnya. Informasi mendalam di dunia
digital bisa digunakan untuk memprediksi perilaku, mencari target konsumen yang cocok
atau bahkan bisa dijadikan dasar untuk solusi-solusi baru.
3. Perangkat Digital
Aktifitas online pada tahun 2018 lebih dari 50% akan menggunakan perangkat
bergerak. Perubahan pola kearah aktifitas online ini sangat dipengaruhi oleh tinggi
14
penggunaan mobile device seperti smartphone dan tablet. Pertumbuhan transaksi e-
commerce Indonesia diprediksi semakin meningkat seiring perkembangan perangkat
teknologi dimana semakin mudah, canggih, cepat dan real time. Hal ini akan sangat
mempengaruhi penjualan dari industri retail konvesional (offline).

5.2 Analisis Industri


Berikut Analisis industri perbandingan kapitasi pasar dan PER ratio pada industri
retail:

Tabel 1. Rata-rata Industri Perdagangan Eceran Sektor Layanan Perdagangan dan Investasi

5.3 Analisis Keuangan PT ACE Hardware Indonesia, Tbk.


Di tengah sentimen perlambatan kemampuan daya beli masyarakat, beberapa
perusahaan perdagangan ritel masih mampu membukukan kinerja yang bagus pada 2017
lalu. Salah satunya adalah PT ACE Hardware Indonesia. Tbk, (kode emiten: ACES) yang
mampu membukukan pertumbuhan knerja keuangan pada 2017 lalu dan mendorong harga
sahamnya terus menguat.
Sepanjang 2017, ACES berhasil mencatatkan penjualan yang tumbuh 20,3 persen
menjadi Rp5,9 triliun dari Rp4,9 triliun pada tahun 2016 lalu. Kenaikan penjualan ini juga
diikuti oleh kenaikan beban pokok penjualan sebesar 20,1 persen menjadi Rp3,1 triliun pada
2017, tetapi ACE Hardware masih tetap mampu membukukan kenaikan laba bersih 9,4
persen menjadi Rp777,7 miliar dari Rp710,6 miliar pada 2016 lalu.
Berdasarkan laporan keuangan ACES, kenaikan penjualan sepanjang tahun 2017 ini
didorong oleh penjualan produk perbaikan rumah yang tumbuh 16,7 persen menjadi Rp3,3
triliun, penjualan produk gaya hidup tumbuh 24,7 persen menjadi Rp2,4 triliun, dan
penjualan produk mainan tumbuh 36 persen menjadi Rp176,2 miliar. Adapun secara
15
persentase kontribusi terhadap total penjualan, produk perbaikan rumah berkontribusi
sebesar 56 persen, dan selebihnya dari produk gaya hidup sebesar 41 persen, serta sebagian
kecil produk mainan.
Berikut ringkasan laporan keuangan dan debt ratio yang dibutuhkan pada valuasi
kinerja saham PT ACE Hardware Indonesia Tbk dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Informasi laporan keuangan dan debt ratio PT ACE Hardware Indonesia
(dalam jutaan Rupiah)
Akun 2013 2014 2015 2016 2017 Average
Net Income 503.003 548.892 584.873 706.151 780.687
Depre & Amortization 71.462 75.367
Account Receivable 24.979 19.782 16.146 28.143 89.837
Inventory 1.112.546 1.295.682 1.522.348 1.590.127 1.849.189
Account Payable 116.529 107.003 127.367 107.522 168.710
Capex 83.789 96.528 123.586 122.922 187.331
Debt Ratio (DR) 22,73% 19,86% 19,55% 18,29% 20,74% 20,23%
1-Debt Ratio (DR) 77,27% 80,14% 80,45% 81,71% 79,26% 79,77%
Sumber : Hasil Olahan

5.4 Determining Model Saham


Pemilihan model FCFE ini sebagai metode untuk menghitung perkiraan cash flow di
masa depan dengan alasan sebagai berikut:
1. Pembagian dividen setiap tahunnya, tidak merata sesuai dengan pendapatan
perusahaan, sehingga pembagian dividend tidak mencerminkan free cash flow dari
perusahaan itu sendiri.

Grafik 2. Pembagian
Deviden PT ACE
Hardware Indonesia,
Tbk. periode tahun
2013-2017
Sumber : Hasil Olahan

2. Capital structure dari perusahaan ini relatif stabil, perbandingan antara liabilitas dan
ekuitas dapat dijaga pada level tertentu, sehingga dapat kita asumsikan bahwa rata-rata
nilai ekuitas dari perusahaan ini adalah 79,26% dari keseluruhan nilai perusahaan,
sedangkan rata-rata nilai debt-nya adalah 20,23%.

Grafik 3. Equity ratio


dan Debt ratio PT ACE
Hardware Indonesia,
Tbk. periode tahun
2013-2017
Sumber : Hasil Olahan

16
5.5 Analisis Proyeksi PT ACE Hardware Indonesia, Tbk.
Di tengah sentimen perlambatan kemampuan daya beli masyarakat, beberapa
perusahaan perdagangan ritel masih mampu membukukan kinerja yang bagus pada 2017
lalu. Salah satunya adalah PT ACE Hardware Indonesia. Tbk, (kode emiten: ACES) yang
mampu membukukan pertumbuhan kinerja keuangan pada 2017 lalu dan mendorong harga
sahamnya terus menguat. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam valuasi ini, peneliti
memberikan beberapa proyeksi dan asumsi yang peneliti dapatkan dari berbagai macam
sumber adalah sebagai berikut:
1. Tidak melakukan normalize dikarenakan net income, earning per share (EPS),
dividend per share (DPS) pada perusahaan ACES masih positif dan range nilainya dari
tahun ke tahun tidak berubah secara signifikan.
2. Beta yang diperoleh senilai 0,4358 (hasil perhitungannya diperoleh dari (0.1537 x 2/3)
+ (1 x 1/3)) yang digunakan sebagai discount rate, beta diperoleh dari sumber yahoo
finance dan perhitungannya ada pada lampiran ms excel pada email. Beta tersebut
adalah perkiraan dari tahun 2013 hingga 2017 dan diasumsikan beta tidak akan berubah
pada 5 tahun kedepan. Pada saat posisi stabil beta yang digunakan yaitu 1,00
diasumsikan karena kemungkinan ACES memiliki high risk saat posisi stable.
3. Rate untuk risk free dan risk premium yaitu masing-masing 6,31% dan 2,49%, rate ini
diperoleh dari sumber www.market-risk-premia.com. Rate yang digunakan adalah rate
pada akhir Desember tahun 2017.
4. Expected high growth diasumsikan dari kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba berdasarkan modal saham tertentu (ROE) dan persentase laba yang didistribusikan
sebagai dividen (DPR), berdasarkan data fundamental perusahaan diasumsikan dengan
2 skenario yaitu skenario optimis dengan expected high growth yang akan terjadi
adalah sebesar 15,45% sedangkan skenario pesimis yaitu dengan expected high growth
sebesar 10% (angka pessimistic 10% didapat dari perhitungan growth menggunakan
rumus geometric mean 5 tahun terakhir). Pada saat posisi stabil expected growth yang
kami asumsikan yaitu 5,00% di bawah target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
saat ini tahun 2018 yaitu sebesar 5,4%.
5. Dilihat dari pertumbuhan jumlah gerai, kami mengasumsikan bahwa ACES akan terus
mengalami fase high growth selama 5 tahun ke depan. Setelah 5 tahun kami
mengasumsikan ACES akan memasuki fase stable growth, karena pertumbuhan pasar
dan angka pertumbuhan gerai akan mendekati angka pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu, kami menggunakan FCFE Two Stages Method.

5.6 Valuasi Saham


5.6.1 Cost of Equity (Ke) dan Growth (g)
Berdasarkan data dan asumsi proyeksi pertumbuhan keuangan yang akan datang pada
PT ACE Hardware Indonesia, diperoleh nilai cost of equity dan expected growth rate
berdasarka skenario optimis dan pesimis seperti dibawah ini:

Tabel 3. Perhitungan cost of equity PT ACE Hardware Indonesia


Optimis Pesimis
Asumsi
High Growth Stable Growth High Growth Stable Growth
Rf 6,31% 6,31%
Rp 2,49% 2,49%

Beta 0,4358 1,00 0,4358 1,00


Expected Growth Rate 15,45% 5,00% 10,00% 5,00%
Ke 7,40% 8,80% 7,40% 8,80%
Periode 5 tahun dst 5 tahun dst
Sumber : Hasil Olahan 17
Perhitungan Cost of Equity:
Ke = Rf + β (Rm + Rf )

High Growth Stable Growth


Ke = 6,31% + 0,4358 (2,49% ) Ke = 6,31% + 1,00 (2,49% )
Ke = 7,40% Ke = 8,80%

Perhitungan pertumbuhan (growth):


g = RR x ROE
Akun 2013A 2014A 2015A 2016A 2017A Average
Payout Ratio 33,55% 18,38% 45,60% 36,76% 35,93% 34,05%
ROE 26,26% 23,24% 22,25% 23,16% 22,24% 23,43%
DPR 33,97% 18,63% 46,62% 37,22% 36,01% 34,49%
RR 66,45% 81,62% 54,40% 63,24% 64,07% 65,95%
Growth 17,45% 18,97% 12,10% 14,65% 14,25% 15,48%

High Growth Stable Growth


g = 23,43% x 65,95% g = 10,00%
g = 15,45% (perhitungan rata pertumbuhan
revenue dengan menggunakan
geometric mean)

5.6.2 Perhitungan Free Cash Flow to Equity (FCFE)


Metode yang digunakan pada penelitian ini untuk melakukan estimasi nilai wajar
saham PT. ACE Hardware Indonesia Tbk adalah dengan Model Free Cash Flow to Equity
Two Stages. Model ini merupakan salah satu bentuk dari Discounted Cash Flow (DCF) di
mana estimasi nilai dilakukan dengan cara mendiskonto aliran kas ke ekuitas (Free Cash
Flow to Equity) dan terminal value dengan biaya modal ekuitas. Hasil perhitungan detail
estimasi nilai wajar saham berdasarkan 2 skenario yaitu skenario optimis dan pesimis dapat
dilihat pada Tabel 4 dan 5 dibawah ini:

Tabel 4. Perhitunan FCFE dengan skenario optimis


(dalam jutaan Rupiah)
0 1 2 3 4 5 6
Akun
2017 2018F 2019F 2020F 2021F 2022F 2023F
Net Income 780.687 901.323 1.040.601 1.201.401 1.387.048 1.601.383 1.848.838
(Capex-Depre)*(1-DR) 89.312 103.113 119.047 137.443 158.681 183.201 211.511
(Changes in WC) * (1-DR) 206.246 238.117 274.912 317.393 366.438 423.063 488.437
FCFE 485.129 560.093 646.642 746.565 861.929 995.119 1.148.891

Present Value 521.526 560.654 602.718 647.937 696.549


Expected PV High Growth 3.029.384
Terminal Price 30.233.969
Expected PV Stable Growth 19.831.277

Total Present Value 22.860.661


Share Listed 17.150.000.000
Value Per Share 1.332,98

Sumber : Hasil Olahan


18
Tabel 5. Perhitunan FCFE dengan skenario pesimis
(dalam jutaan Rupiah)
0 1 2 3 4 5 6
Akun
2017 2018F 2019F 2020F 2021F 2022F 2023F
Net Income 780.687 858.756 944.631 1.039.094 1.143.004 1.257.304 1.383.035
(Capex-Depre)*(1-DR) 89.312 98.243 108.068 118.874 130.762 143.838 158.222
(Changes in WC) * (1-DR) 206.246 226.871 249.558 274.514 301.965 332.162 365.378
FCFE 485.129 533.641 587.006 645.706 710.277 781.304 859.435

Present Value 496.895 508.947 521.292 533.936 546.886


Expected PV High Growth 2.607.957
Terminal Price 22.616.704
Expected PV Stable Growth 14.834.908

Total Present Value 17.442.864


Share Listed 17.150.000.000
Value Per Share 1.017,08
Sumber : Hasil Olahan

Dari hasil perhitungan valuasi diatas dengan menggunakan model Free Cash Flow to
Equity Two Stages, diperoleh harga wajar saham berkisar antara Rp 1.017,08 – Rp 1.332.98
Perbandingan harga wajar saham dengan harga pasar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada tanggal 28 September 2018.

Harga Pasar Saham Harga Wajar Saham

Rp 1.445 Rp 1.017,08 – Rp 1.332.98

Setelah melakukan valuasi, maka selanjutnya membandingkan harga wajar saham


dengan harga saham di pasar. Dari tabel perbandingan di atas, diketahui bahwa harga saham
di pasar berada di atas harga wajar dari perusahaan tersebut. Jika harga pasar lebih besar dari
harga wajar saham, ini disebut overvalued. Saham yang memiliki harga overvalued
direkomendasikan untuk dijual karena harganya diprediksi akan turun mendekati harga
wajarnya. Selain itu perbandingan nilai saham dari ACES yang saat ini ada di pasar dengan
nilai relative dari Per Earning Ratio (PER) dari perusahaan yang sejenis. Nilai PER dari
harga saham ACES adalah 27 kali, dan akan overvalued jika dibandingkan dengan
perusahaan lain dalam insdutri sejenis karena nilai PER rata-rata dari perusahaan sejenis
adalah 10,18 kali

19
6. KESIMPULANG DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa nilai intrinsik saham PT ACE Hardware Indonesia Tbk (ACES) dengan menggunakan
model Free Cash Flow to Equity (FCFE) Two Stages dengan menggunakan 2 skenario yaitu
skenario pesimis dengan expected high growth sebesar 10,00% dan skenario pesimis dengan
expected high growth sebesar 15,45% adalah berkisar antara Rp 1.017,08 – Rp 1.332.98.
Sedangkan harga saham (market value) pada tanggal 28 September 2018 adalah sebesar
Rp.1,445. Jika dibandingkan antara nilai intrinsik dan nilai pasar, dapat dikatakan bahwa
harga per lembar saham PT ACE Hardware Indonesia Tbk adalah overvalued. Keputusan
investor yang dapat dipertimbangkan adalah untuk menjual saham PT ACE Hardware
Indonesia.

6.2 Saran
Untuk saran bagi peneliti berikutnya yang akan membahas valuasi saham agar dapat
mengumpulkan data-data spesifik perusahaan terutama mengenai strategi pertumbuhan
perusahaan dimasa depan melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan. Hasil dari
wawancara tersebut akan lebih memaksimalkan asumsi peneliti dalam melakukan
forecasting. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan data kuartalan karena
observasinya akan lebih banyak sehingga akan meningkatkan akurasi dalam proyeksi untuk
model Free Cash Flow to Equity (FCFE) serta dapat menggunakan model valuasi saham
lainnya.

20
7. DAFTAR PUSTAKA

Alexander, G. J., Sharpe, W. F., & Bailey, J. V. (2001). Fundamentals of investments.


Pearson College Division.
Anoraga, P., & Pakarti, P. (2008). Pengantar pasar modal Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Arifin, A. (2004). Membaca Saham. Panduan Dasar Seni Berinvestasi dan Teori Permainan
Saham: Kapan Sebaiknya Membeli Kapan Sebaiknya Menjual. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Bapepam-LK, (2009). Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia.
Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, A. J. (2009). Investments, eigth ed. McGraww-Hill, Irwin.
Bodie, Z., Kane, A., Marcus, A., dan Jain, R. (2014). Investments, Asia Global Edition.
McGraw Hill, New York.
Damodaran, A. (2002). Investment Valuation, John Wiley&Sons. Inc., New York, 25-26.
Damodaran, A. (2006). Damodaran on Valuation, Second Edition, John Wiley and Sons,
New York.
Gara, M. A., & Rosenberg, S. (1981). Linguistic factors in implicit personality
theory. Journal of Personality and Social Psychology, 41(3), 450.
Halim, A. (2005). Analisis investasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, J. (2000). Teori portofolio dan analisis investasi. Yogyakarta: BPFE.
Malkiel, Burton. (2012). DCF Valuation with cash flow cessation risk. Journal of Applied
Finance No.1.
Mukherji, S. (2011). The capital asset pricing model’s risk-free rate. The International
Journal of Business and Finance Research, Vol. 5, No. 2, pp. 75-83, 2011.
Palepu, Khrishna G., Healy, Bernard, (2009). Business Analysis and Valuation Using
Financial Statement, South-Western College Publishing.
Pasaribu, R. B. (2013). Pembentukan Portofolio Saham Optimal dengan Model Indeks
Tunggal.
Ross, S. A., Westerfield, R. W., Jaffe, J., & Jordan, B. D. (2008). Modern Financial
Management, 8th international edition. New York/NY.
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/indeks.aspx, diakses pada 31
September 2018
http://www.id.beritasatu.com/home/ujian-industri-ritel-modern/167138, diakses pada 31
September 2018
http://www.finance.yahoo.com/, diakses pada 31 September 2018
http://www.acehardware.co.id/, diakses pada 31 September 2018
http:// www.market-risk-premia.com, diakses pada 31 September 2018
http://www.acehardware.co.id/, diakses pada 31 September 2018

21

Anda mungkin juga menyukai