Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

“Ablasi Retina Regmatogenosa”

Disusun Oleh :
Maulitiara Ayu Kautsar
2016730062

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Ablasi
Retina Regmatogenosa”. Laporan kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Ilmu Penyakit Mata di
Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas
selesainya laporan kasus ini, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M. yang
telah memberikan arahan dan bimbingannya. Semoga tugas laporan kasus ini
dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, 4 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
STATUS PASIEN............................................................................................................1
1.1. Identitas Pasien.......................................................................................................1
1.2. Anamnesis...............................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik....................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................5
2.1 Definisi.....................................................................................................................5
2.2 Epidemiologi............................................................................................................5
2.3 Etiologi.....................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi.............................................................................................................6
2.5 Gejala Klinis............................................................................................................6
2.5.1 Konjungtivitis Bakteri Hiperakut.....................................................................6
2.5.2 Konjungtivitis Bakteri Akut.............................................................................8
2.5.3 Konjungtivitis Bakteri Subakut........................................................................8
2.5.4 Konjungtivitis Bakteri Kronik..........................................................................8
2.5.5 Konjungtivitis Angular.....................................................................................8
2.5.6 Konjungtivitis Mukopurulen............................................................................8
2.6 Diagnosis.................................................................................................................9
2.7 Diagnosis Banding.................................................................................................10
2.8 Tatalaksana............................................................................................................11
2.9 Pencegahan............................................................................................................12
2.10 Prognosis..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konjungtivitis Gonokokus........................................................................7
Gambar 2.2 Konjungtivitis Bakteri ..............................................................................9

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Diagnosis Banding Konjungtivitis ..............................................................11

iii
BAB I
STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun
Pekerjaan :-
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama

Mata kanan tidak bias melihat sejak 3 hari yang lalu

Keluhan Tambahan

Mata terasa seperti ada benda kecil bertebangan (Floater) dan fotopsia. Mata tidak
merah

Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke poli mata RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan mata tiaba-tiba tidak
bisa melihat sejak 3 hari. Keluhan ini disertai penglihatan berupa benda kecil
bertebangan (floater) dan disusul pijaran api (fotopsia) pada lapang penglihatan
mata kanan. Tidak ada trauma dan tidak nyeri pada kedua mata.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki
riwayat penyakit lain seperti hipertensi atau DM.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat penyakit
keluarga lain seperti hipertensi dan DM disangkal.

Riwayat Pengobatan

1
Pasien belum menggunakan obat apapun.

Riwayat alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap debu, obat-obatan, makanan
ataupun perubahan suhu (cuaca).

Riwayat Psikososial
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alcohol ataupun memakai
narkoba.

1.3 Pemeriksaan Fisik


KU : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Gizi : Baik

Tanda Vital :

- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80x/ menit teratur dan kuat angkat
- Respirasi : 16x/mnt reguler
- Suhu : 37°C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI

2
OD OS
Normal Normal
Palpebra

Konjungtiva Normal Normal

Bola mata Normal Normal

Kornea Jernih Jernih


Edema (-) Edema (-)

Bilik mata depan Normal Normal

Iris Normal Normal

Pupil Isokor Isokor

Lensa Jernih Jernih

Vitreus Humor Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

B. PALPASI
Pemeriksaan OD OS
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)

C. VISUS
VOD = 1/300

VOS = 1/60

D. SLIT LAMP
Tidak dilakukan
E. FUNDUSKOPI
+/-
1.4 RESUME
Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah
sejak 3 hari SMRS, lalu 2 hari SMRS mata kanan mengalami gejala serupa. Mata

3
merah disertai adanya rasa gatal, pembengkakan dan keluarnya sekret berwarna
kuning. Keluhan memberat setelah pasien mengucek matanya dan berkurang setelah
dikompres air hangat. Nyeri disangkal. Adik pasien mengalami gejala serupa
beberapa hari sebelumnya.

Pada pemeriksaan oftalmologi, inspeksi didapatkan palpebra udem (+/+)


sekret kuning (+/+) dan injeksio konjungtiva (+/+). Pada pemeriksaan visus
didapatkan VOD: 6/7,5 dan VOS: 6/7,5. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan
slit lamp.

1.5 DIAGNOSIS
Ablasi retina

1.6 RENCANA PENATALAKSANAAN


Medikamentosa

- Kloramfenikol ointment 3x/hari selama 3 hari

Non Medikamentosa

- Hindari mengucek/menggosok mata


- Keluarkan sekret dengan irigasi larutan saline
- Rutin mencuci tangan
- Menjaga kebersihan lingkungan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Peradangan pada konjungtiva atau selaput lender yang menutupi belakang
kelopak serta bola mata dan diakibatkan oleh infeksi bakteri, klamidia, viral toksik,
alergi atau penyakit sistemik disebut dengan konjungtivitis. Konjungtivitis dapat terjadi
secara akut yaitu terjadi sekitar 14 hari ataupun secara kronik.1

Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Haemophilus


influenza, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan
Moraxella disebut dengan konjungtivitis bakteri. 1,2

2.2 Epidemiologi
Konjungtivitis akut secara keseluruhan terjadi pada 6 juta orang per tahunnya di
Amerika Serikat dan sebagian besar merupakan konjungtivitis bakteri.Puncak terjadinya
konjungtivitis bakteri diperkirakan antara bulan Desember sampai April.3

Konjungtivitis bakteri lebih banyak terjadi pada anak-anak mulai dari usia 0-19
tahun dan hanya terjadi pada 36% yang terjadi pada orang dewasa. Meskipun demikian,
prevalensi konjungtivitis tidak bergantung dengan jenis kelamin dan ras. 4

2.3 Etiologi
Konjungtivitis bakteri disebabkan oleh infeksi Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Moraxella dan
Corynebacterium diphtheriae. Tidak hanya itu, konjungtivitis bakteri juga dapat terjadi

5
akibat infeksi bakteri yang ditularkan secara seksual seperti infeksi Neisseria
gonnorrhoeae dan Chlamydia. 1,2

Berdasarkan usia, konjungtivitis bakteri pada anak, paling banyak disebabkan


oleh infeksi Haemophilus influenza, namun dapat juga disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus dan Moraxella catarrhalis. Sedangkan pada
dewasa, bakteri yang paling sering menyebabkan konjungtivitis ialah Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Moraxella.4

2.4 Patofisiologi
Penularan pathogen langsung pada konjungtiva akan menyebabkan terjadinya
konjungtivitis infeksi. Konjungtivitis dapat terjadi ketika terjadi kerusakan baik pada
lapisan epitel mata maupun mekanisme pertahanan. Selain itu, kondisi
3
imunokompromis merupakan factor pendukung terjadinya konjungtivitis bakteri.
Mekanisme pertahanan yang ada pada konjungtiva antara lain mempunyai lapisan
dengan banyak vaskularisasi, mempunyai beragam tipe sel yang memberikan reaksi
peradangan, memiliki banyak immunoglobulin yang dihasilkan oleh sel
imunokompeten, serta mempunyai aktivitas mikrovili dan enzimatis yang bertugas
untuk menetralisasi mikroorganisme. Tidak hanya itu, jika terjadi peradangan ringan di
konjungtiva, maka akan sekresi mucus akan meningkat. 2 Selain akibat runtuhnya
mekanisme pertahanan, infeksi juga dapat terjadi akibat adanya perubahan pada titer
bakteri atau jenis bakteri yang dapat mengakibatkan infeksi klinis sehingga flora
normal, seperti Streptococci, Staphylococci dan Corynebacteria, pada mata juga akan
berubah . 4

2.5 Gejala Klinis


Pada umumnya, infeksi bakteri pada konjungtivitis, menyebabkan terjadinya
iritasi dan injeksi yang bilateral, keluarnya sekret yang purulent, kelopak mata yang
terasa lengket saat bangun tidur dan edema pada kelopak mata. Gejala-gejala ini
awalnya terjadi pada 1 mata, namun kemudian ditularkan ke mata sebelahnya oleh
kontak tangan yang kotor. Konjungtivitis juga dapat menular kepada orang lain.5

Konjungtivitis dibagi menjadi 4 kelompok, antara lain:

6
2.5.1 Konjungtivitis Bakteri Hiperakut

Konjungtivitis yang disebabkan oleh N. gonorrhoeae, N. kochii atau N.


meningitidis memiliki manifestasi klinis berupa keluarnya sekret purulent yang
5
berlebihan. Selain itu, pada konjungtivitis hiperakut juga dapat ditemukan
edema palpebra yang disertai kekakuan sehingga sulit dibuka, konjungtiva
hiperemis, perdarahan subkonjungtiva, konjungtivitis kemotik, psudomembran
dan limfadenopati preaurikuler.1,2 Pada pasien dewasa, akan didapatkan keluhan
nyeri.
Konjungtivitis hiperakut yang terjadi pada neonatus, ditularkan melalui
jalan lahir ibu yang terinfeksi gonore sedangkan pada orang dewasa,
konjungtivitis hiperakut termasuk infeksi menular seksual. Di samping itu, pada
dewasa, konjungtivitis ini dibagi menjadi stadium infiltratif berupa kekakuan
kelopak dan konjungtiva yang disertai rasa sakit pada perabaan, psudomembran,
serta tampak penebalan, kemerahan dan kemotik pada konjungtiva bulbi.
Stadium supuratif berupa pengeluaran sekret yang kental. Awalnya, sekret ini
berbentuk serous, kemudian menjadi kental dan purulent Konjungtivitis
hiperakut pada orang dewasa akan bertahan selama 6 minggu. Terakhir, stadium
penyembuhan berupa perbaikan semua gejala dan hasil pemeriksaan yang
negative selama 3 hari berturut-turut menunjukkan bahwa pasien tidak perlu
melanjutkan pengobatannya lagi.

Saat kondisi memberat,maka pemeriksaan laboratorium sekret harus


dilakukan segera, karena jika terlambat, maka akan terjadi kerusakan atau
hilangnya fungsi penglihatan atau sepsis atau meningitis karena bakteri-bakteri
penyebabnya mampu menembus aliran darah. 5

Komplikasi yang dapat terjadi pada konjungtivitis hiperakut pada deasa


ialah tukak kornea marginal dibagian atas dengan bentuk menyerupai incin.
Sedangkan pada anak-anak dapat terjadi komplikasi seperti keratitis atau tukak
kornea, sehingga akan terjadi perforasi kornea yang menyebabkan endoftamitis
dan panoftalmitis yang akan berujung pada kebutaan total. 1

7
Gambar 2.1 Konjungtivitis Gonokokus5
(Sekret purulent yang berlebihan (panah yang terwarnai) dan penipisan kornea (panah
yang tidak terwarnai)).
2.5.2 Konjungtivitis Bakteri Akut
Konjungtivitis ini sering terjadi pada epidemik dan memiliki gejala klinis
berupa edema palpebra serta hiperemis pada konjungtiva dengan onset yang akut
atau kurang dari 14 hari dan disertai pengeluaran sekret mukopurulen dengan
jumlah yang lumayan banyak. Pada iklim yang sedang konjungtivitis akut sering
disebabkan oleh S. pneumoniae, sedangkan pada iklim yang hangat sering
disebabkan oleh H. aegyptius. Pada konjungtivitis yang diakibatkan oleh S.
pneumoniae dan H. aegyptius sering disertai perdarahan subkonjungtiva.1,5

2.5.3 Konjungtivitis Bakteri Subakut


Konjungtivitis bakteri subakut yang paling sering terjadi akibat adanya
infeksi H. influenza. Konjungtivitis bakteri subakut juga dapat terjadi akibat
infeksi E. coli dan spesies Proteus. Gejala klinis yang muncul pada
konjungtivitis bakteri subakut yaitu konjungtiva yang berair dan keluarnya
sekret flokulen.5

2.5.4 Konjungtivitis Bakteri Kronik

8
Konjungtivitis ini umumnya dialami secara unilateral oleh pasien dengan
obstruksi ductus lakrimalis, dakriosistitis kronik, blefaritis kronik dan kelenjar
meibom yang mengalami disfungsi. 5

2.5.5 Konjungtivitis Angular


Konjungtivitis angular yang disebabkan oleh infeksi basil moraxella
axenfald dan disertai ekskoriasi kulit di sekitar daerah yang meradang ini terjadi
pada kantus interpalpebral. Gejala klinis yang ditemukan berupa pengeluaran
sekret mukopurulen dan kebiasaan mengedip yang lebih sering. 1

2.5.6 Konjungtivitis Mukopurulen


Konjungtivitis mukopurulen diakibatkan oleh infeksi Streptococcus
pneumonia atau basil koch weeks. Gejala klinis yang tampak yaitu hiperemia
konjungtiva dengan pengeluaran sekret mukopurulen yang melekatkan kedua
kelopak terutama pada waktu bangun pagi. Keluhan seperti adanya halo, juga
dapat terjadi pada konjungtivitis mukopurulen, tetapi gambaran pelangi
sebaiknya dibedakan dengan halo pada glaukoma. Pada hari ketiga, gejalanya
akan memberat dan menjadi kronik sehingga akan ditemukan ulkus kataral
marginal pada kornea atau keratitis superfisial.1

Gambar 2.2 Konjungtivitis Bakteri 6

9
(A. Edema kelopak dan eritema pada infeksi yang berat B. Hiperemia konjungtiva
fornises dan tarsal difus. C. pengeluaran sekret mukopurulen D. Sekret mukopurulen
profus atau berlebihan)

2.6 Diagnosis
Sebelum pemeriksaan penunjang, konjungtivitis diagnosisnya dapat ditegakkan
dengan anamnesis berupa keluhan mata merah, adanya rasa mengganjal, gatal dan
berair, dan terkadang disertai sekret. Pada konjungtivitis tidak disertai penurunan tajam
penglihatan. 7
Selain keluhan-keluham tersebut, pada pasien konjungtivitis dapat juga
ditemukan beberapa factor risiko yang mendukung terjadinya konjungtivitis seperti
adanya penurunan daya tahan tubuh, riwayat atopi, riwayat penggunaan kontak lensa
yang tidak disertai perawatan yang baik dan kebersihan diri yang juga tidak baik. 7
Setelah anamnesis, maka lakukan pemeriksaan oftalmologi seperti pemeriksaan
visus, inspeksi dan palpasi. Pada konjungtivitis akan didapatkan tajam penglihatan yang
normal, injeksi konjungtiva, edema kelopak, kemosis dan sekret yang
serosa/mukopurulen/purulent sesuai dengan penyebabnya. Selain pemeriksaan
oftalmologi, dapat juga dilakukan perabaan pada pre aurikula. Pada konjungtivitis
akibat virus, jamur atau konjungtivitis bakteri non-purulen sering didapatkan nodus,
sedangkan pada konjungtivitis bakteri yang purulent jarang ditemukan nodus pada
perabaan pre aurikula. 1,7
Dalam mengidentifikasi organisme penyebab konjungtivitis bakteri maka dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopik yang menggunakan kerokan konjungtiva yang
diwarnai dengan pewaraan Gram atau Giemsa. Pada pewarnaan ini dapat ditemukan
sejumlah neutrophil polimorfonuklear. Pemeriksaan kerokan konjungtiva ini tidak
hanya dapat dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik tetapi juga dapat digunakan
untuk pemeriksaan kultur. Pemeriksaan kerokan konjungtiva wajib dilakukan pada
pasien yang ditemukan pengeluaran sekret purulent dan psudomembran. 1,5

Konjungtivitis hiperakut yang disebabkan oleh N. gonorrhoeae dapat ditegakkan


diagnosisnya dengan pemeriksan sekret yang diwarnai metilen biru sehingga akan
terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Tidak hanya dengan pewarnaan metilen biru,
diagnosis konjungtivitis gonore juga dapat ditegakkan dengan uji sensitivitas pada agar
darah dan agar cokelat. Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dilakukan pemeriksaan

10
sediaan langsung dan agar dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan bakteri yang
ditemukan. 1

2.7 Diagnosis Banding

Temuan Klinik Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtiviti Konjungtivitis


dan Sitologi Bakteri Virus s Klamidial Alergi

Hiperemia Umum Umum Umum Umum

Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat

Lakrimasi Sedang Banyak Sedang Sedang


(Profuse)

Hemoragik + + - -

Eksudasi Banyak Sedikit, air Banyak Sedikitt


(mukopurulen
atau purulen)

Kemosis ++ +/- +/- ++

Papil +/- - +/- +

Folikel - + + -

Pseudomembran +/- +/- - -


(Streptococcus,
C.diphterica)

Panus - - + -

Adenopati Jarang Sering Hanya sering Tidak ada


Preaurikuler pada
konjungtivitis
inklusi

Pewarnaan Bakteri, PMN Monosit PMN, plasma Eosinofil


kerokan dan sel badan
eksudat inklusi

Disertai sakit Kadang- Kadang- Tidak pernah Tidak pernah


tenggorokan kadang kadang
dan demam
Tabel 2.1 Diagnosis Banding Konjungtivitis 1

11
2.8 Tatalaksana

Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya diberikan terapi spesifik yang sesuai


dengan bakteri penyebabnya, namun selama menunggu hasil pemeriksaan laboratorium,
pemberian tatalaksana dapat dimulai dengan pemberian antibiotic seperti neosporin,
basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin dan sulfa. Bila tidak
terjadi perbaikan setelah pemberian antibiotic tersebut selama 3-5 hari, maka
penggunaan antibiotic harus dihentikan dan mulai menggunakan obat yang sesuai
dengan hasil pemeriksaan mikrobiologik. 1,5

Bila pada sediaan langsung tidak diperoleh bakteri penyebab, maka antibiotik
yang diberikan ialah antibiotik spektrum luas dengan sediaan tetes mata tiap jam atau
salep mata 4-5 kali sehari. Selain itu, pemberian salep sulfasetamid 10-15% atau
kloramfenikol sebaiknya diberikan sebelum tidur. Jika setelah 1 minggu tidak ada
perbaikan, maka lakukan uji resistensi untuk melihat adanya kemungkinan defisiensi air
mata atau obstruksi duktus nasolakrimal.1

Tatalaksana yang diberikan pada konjungtivitis angular ialah


tetrasiklin,basitrasin, atau sulfas zinc yang akan menghambat terjadinya proteolisis.1

Jika hasil pewarnaan Gram pasien dengan konjungtivitis yang purulent


menunjukkan adanya diplokokus gram negative yang mengarah pada Neisseria, maka
pasien perlu diberikan antibiotic dalam topikal dan sistemik. Bila tidak komplikasi pada
kornea, maka dapat diberikan ceftriaxone dosis tunggal yaitu 1 g secara intramuscular,
namun jika terjadi komplikasi pada kornea, maka perlu diberikan ceftriaxone 1-2 g/hari
secara parenteral. Pada konjungtivitis purulent dan mukopurulen, perlu dilakukan irigasi
5
dengan larutan salin, hal ini berguna untuk membersihkan sekret konjungtiva. Tidk
hanya pada konjungtivitis yang diakibatkan oleh Neisseria, pasien anak-anak yang biasa
disebabkan oleh H. Influenzae juga dapat diberikan antibiotic sistemik per oral seperti
amoksisilin dengan asam klavulanat, Tetapi ada kemungkinan terjadinya otitis akibat
pemberian antibiotic sistemik ini,5,6

12
2.9 Pencegahan

Penularan perlu dicegah dengan meminta pasien dan orang-orang yang tinggal
bersama pasien untuk menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan sebelum dan
sesudah membersihkan atau mengoleskan obat. Selain itu, pasien juga diminta untuk
tidak berbagi handuk atau lap dengan orang-orang yang tinggal bersamanya serta
menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar.5,7

2.10 Prognosis
Gejala klinis konjungtivitis jarang memberat sehingga biasanya memiliki
prognosis bonam.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI; 2017. p 124-9
2. Soewono W, Budiono S, Eddyanto, et al. Penyakit Mata Luar dan Kornea.
Dalam: Budiono S, Saleh TT, Eddyanto, Moestidjab. Editor: Ilmu Kesehatan
Mata. Surabaya: Airlangga University Publisher;2013. p 109-11.
3. Pippin MM, Le JK. Bacterial Conjuctivitis. National Center for Biotechnology
Information; 2019. [cited 2020 Apr 7]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546683/
4. Yeung KK. Bacterial Conjunctivitis (Pink Eye). Medscape; 2019. [Cited 2019 Jan
3]; Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1191730-
overview#a6
5. Ferrer-Garcia FJ, Augsburger JJ, Correa ZM. Conjunctiva. Dalam: Eva PR,
Augsburger JJ. Editor: Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology. 19 th
Edition. London: McGraw-Hill; 2018. p 200-8

13
6. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th edition . Sydney: Elsevier;
2016. p 135-6.

7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 5 Tahun 2014. 2014 Februari 06 [Cited 2020 Apr 3];
Available from:
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai