Anda di halaman 1dari 13

ALKENA

Tugas Mata Kuliah Kajian Sains Kimia III

Coni Norviana Arisandy (19070795048)

Kelas 2019 C

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PROGRAM PASCA SARJANA

2020
2

Alkena
Etilen dikenal oleh ahli kimia pada abad kedelapan belas dan diisolasi dalam
bentuk murni pada tahun 1795. Nama awal etilen adalah gas oléfiant (bahasa Prancis
untuk "gas pembentuk minyak"), istilah yang disarankan untuk menggambarkan fakta
bahwa produk cairan berminyak terbentuk ketika dua gas — etilen dan klorin —
bereaksi satu sama lain. Istilah gas oléfiant merupakan cikal bakal dari istilah umum
olefin, dahulu digunakan sebagai nama golongan senyawa yang sekarang kita sebut
alkena (Carey, 2000).
Alkena merupakan hidrokarbon yang memiliki satu ikatan rangkap pada atom
karbon-karbon. Ikatan rangkap karbon-karbon merupakan unit struktural penting dan
merupakan kelompok fungsional penting dalam kimia organik. Bentuk molekul
organik dipengaruhi oleh keberadaan ikatan rangkap. Ikatan rangkap adalah tempat
sebagian besar reaksi kimia yang dialami alkena. Rumus umum untuk alkena adalah
CnH2n. Etilen merupakan salah satu hormone pada tumbuhan tanaman. Hormon
adalah zat yang bertindak sebagai pembawa pesan dan memainkan peran pengaturan
dalam proses biologis.
Etilen terlibat dalam proses pematangan buah, di mana ia dibentuk dalam
rangkaian yang kompleks. Bahkan dalam jumlah kecil etilen dapat merangsang
proses pematangan, sehingga laju pematangan akan meningkat dengan konsentrasi
etilen. Senyawa ini biasanya digunakan utntuk pemasakan pisang. Pisang yang
dipetik awalnya berwarna hijau sebelum dikirim, disepanjang perjalanan warna hijau
ini dijaga tetap hijau dengan cara disimpan mengunakan ventilasi yang memadai
untuk membatasi jumlah etilen yang ada, dan kemudian dimatangkan di tempat
tujuan dengan melewatkan etilen di atas buah (Carey, 2000).
Propena adalah petrokimia terpenting kedua setelah etilen. Hampir semua
hidrokarbon dapat berfungsi sebagai permulaan bahan untuk produksi etilen dan
propena. Pemisahan minyak bumi dapat menghasilkan etilen dan propena dengan
proses yang melibatkan pemutusan ikatan karbon – karbon dengan berat molekul
lebih tinggi dari hidrokarbon. Kegunaan utama etilen dan propena adalah sebagai
3

bahan awal untuk pembuatan plastik polietilen dan polipropilen, serat, dan film.
Selain itu ada beberapa alkena yang mewakili termasuk isobutilena (bahan kimia
industri), α – pinene (cairan harum yang diperoleh dari pohon pinus), dan farnesene
(alkena alami dengan tiga ikatan rangkap) (Carey, 2000).

5.1 Tata nama Alkena

Dalam tatanama IUPAC, ketidak jenuhan karbon – karbon selalu ditandai


oleh suatu perubahan dalam akhiran dari nama rantai induk. Jika hidrokarbon
induk tak mengandung ikatan rangkap maupun ganda tiga maka diberi akhiran –
ana, sedangkan jika terdapat ikatan rangkap dua akhiran – ana diubah menjadi –
ena. Maka nama umum untuk hidrokarbon dengan sebuah ikatan rangkap ialah
alkena. Dua alkena paling sederhana adalah etena dan propena. Keduanya juga
terkenal dengan nama umum ethylene dan propylene. Etena merupakan nama
trivial dari etilena.

Rantai terpanjang yang mencakup ikatan rangkap membentuk nama basa


alkena, dimana atom karbonya diberi nomor awal yang menunjukkan dimana
letak posisi ikatan rangkapnya (atau posisi numerik) dari salah satu karbon
berikatan rangkap ditentukan dalam namanya; Dapat dipahami bahwa karbon
yang memiliki ikatan rangkap lainnya harus mengikuti secara berurutan.
4

Ikatan rangkap karbon-karbon lebih diutamakan daripada gugus alkil dan


halogen dalam menentukan rantai karbon utama dan arah penomorannya.

Kelompok hidroksil, bagaimanapun didahulukan untuk ikatan rangkap.


Senyawa yang mengandung ikatan rangkap dan gugus hidroksil menggunakan
akhiran –en dan -ol untuk menandakan adanya kedua gugus fungsi tersebut.

Nama umum dari gugus alkil tertentu, seperti isopropyl dan tert – butyl, dapat
dimasukkan dalam sistem IUPAC. Dimana tiga gugus alkenil – vinil, allil dan
isopropyl diperlakukan dengan cara yang sama.
5

Ketika gugus CH2 terikat ganda pada sebuah cincin, cabang metilen
ditambahkan ke nama cincin tersebut.

Sikloalkena dan turunannya dinamai dengan mengadaptasi terminologi


sikloalkana dengan prinsip penamaan alkena.

Gambar 1. Terminology sikloalkana


Tidak ada gugus fungsi yang diperlukan jika substituen tidak ada; diketahui
bahwa ikatan rangkap menghubungkan C-1 dan C-2. Sikloalkena tersubstitusi
diberi nomor yang dimulai dengan ikatan rangkap dan berlanjut secara berurutan
di sekitar cincin. Arah penomoran dipilih untuk memberikan yang lebih rendah
dari dua gugus fungsi yang mungkin ke substituen.

5. 2. Struktur dan Ikatan dalam alkena

Bila karbon terikan ke atom lain oleh ikatan rangkap dua, atom karbon ada
dalam keadaan sp2. Untuk membentuk orbital sp2, karbon menghibridisasi orbital
2s dengan dua orbital 2p. Satu orbital p pada atom karbon tetap tak terhibrid,
karena tiga orbital atom digunakan untuk membentuk orbital sp2, maka dihasilkan
tiga orbital hibrida sp2. Masing – masing orbitam sp2 mempunyai bentuk yang
sama seperti orbitam sp3 dimana satu elektron dapat digunakan untuk berikatan
(Fessenden & Fessenden, 1982).
etilena (CH2 = CH2) merupakan salah satu senyawa hidrokarbon yang
mengandung ikatan rangkap karbon – karbon. Keenam atom etilena seluruhnya
6

terletak dalam satu bidang datar yang sama. Setiap ikatan dengan dalam karbon
berada pada posisi mengarah pada sudut – sudut sebuah segitiga, dimana sudut –
sudut ikatannya akan mendekati 1200 yang akan meminimukna tolakan elektron
yang terdapat didalamnya Sehingga ikatan rangkap karbon – karbon lebih pendek
daripada ikatan tunggal karbon – karbon karena dua pasang elektron yang
digunakan bersama lebih mendekatkan kedua inti daripada jika hanya terdapat
sepasang elektron (Hart, Craine, & Hart, 2003; Fessenden & Fessenden, 1982).

Gambar 2. Jarak ikatan dalam etilena dan sudut ikat dalam derajat
Gambar 3 menunjukkan bahwa atom karbon pada etilena tidak mengunakan
orbital s ataupun orbital p untuk berikatan, tetapi mengunakan orbital baru yang
mempunyai tingkat energy setara dan bergeometri segitiga planar, yaitu dengan
orbital sp2 (Fessenden & Fessenden, 1982).

Gambar 3. Karbon dalam keadaan hibrida sp2


Pada orbital hybrid sp2 orbital 2s akan bergabung atau berhibridisasi denagn
dua orbital 2p sehingga menghasilkan 3 orbital hybrid sp2. Hibridisasi dapat
berlangsung setelah terjadi promosi elektron dari orbital 2s ke orbital bertingkat
energy tinggi, yaitu sp. Orbital sp2 mempunyai bentuk geomentri trigonal.
Sehingga dalam satu bidang datang dengan sudut 1200 dimana satu orbital p
terletak tegak lurus pada bidang orbital sp2.
7

Gambar 4. Hibridisasi sp2


Dua karbon sp2 dapat digabung oleh ikatan σ (ikatan sigma) yang terbentuk
karena adanya tumpangtindih satu orbital sp2 dari masing – masing atom karbon.
Ikatan σ merupakan salah satu ikatan dari ikatan rangkap dua. Setiap atom karbon
yang masih memiliki dua orbital sp2 yang tersisan untuk berikatan dengan atom
hydrogen. Dimana setiap atom karbon juga mempunyai orbital p yang tak
ditunjukkan. (Fessenden & Fessenden, 1982).

Gambar 5. Struktur ikatan sigma planar dari etilena


Dua orbital p mengandung satu elektron. Bila elektron p ini menjadi
berpasangan dalam orbital molekul etilena, maka ujung orbital tak dapat saling
tumpang tindih, seperti dalam pembentukan ikatan sigma. Kedua orbital p
kemudian akan tumpan tindih lewat sisinya. Hasil tumpang tinduh ini akan
membentuk ikatan (pi). Sehingga antara C – C akan terbentuk ikatan rangkap,
satu berupa ikatan σ dan satu lagi berupa ikatan π (Fessenden & Fessenden,
1982; Carey, 2000).

Gambar 6. Posisi ikatan σ dan ikatan π dalam ikatan rangkap


Terdapat dua jenis ikatan karbon – karbon dalam propena, CH3CH=CH2.
Dimana ikatan rangkap yang terbentuk adalah ikatan σ dan ikatan dalam
8

kelompok metil merupakan ikatan σ yang dibentuk oleh sp3 – sp2 yang saling
tumpagn tindih (Fessenden & Fessenden, 1982).

Gambar 7. Pembentukan ikatan σ dan π yang dibentuk oleh sp2 – sp3


(Carey, 2000)
Orbital π dapat mengikat maksimum dua pasang elektron. ikatan π yang
terbentuk dari orbital 2p, mempunyai energy cukup tinggi dan kurang stabil jika
dibandingkan dengan ikatan σ. Energi disosiasi dari ikatan sigma suatu ikatan
rangkap dua karbon – karbon dalam etilena kurang lebih sebesar 95 kkal/mol,
sedangkan ikatan pi kurang lebih 68 kkal/mol (Fessenden & Fessenden, 1982).
Elektron π yang terpapar lebih mudah dipengaruhi efek luar daripada elektron
dalam ikatan σ karena elektron π lebih mudah ditingkatkan ke orbital yang
berenergi lebih tinggi (orbital anti - ikatan), sehingga mereka lebih mudah untuk
diserang oleh atom dari luar (Fessenden & Fessenden, 1982).
Sifat lain dari ikatan π adalah bahwa geometrinya menyebabkan molekul
mempunyai bentuk baku. Untuk atom karbon agar dapat berotasi disekelilling
ikatanya maka ikatan π harus dipecah terlebih dahulu. Dalam reaksi kimia
melekul memiliki energy kurang lebih 68 kkal/mol untuk dapat memecah ikatan π
(Fessenden & Fessenden, 1982).

Gambar 8. Bagian dari molekul yang mengelilingi ikatan π


Dalam rumus struktur, ikatan rangkap digambarkan oleh dua garis identik.
Dimana garis rangkap ini menggambarkan satu ikatan yang kuat dan satu ikatan
yang lemah (Fessenden & Fessenden, 1982).
9

5. 3 Isomer alkena
Meskipun etilena adalah satu-satunya alkena dua karbon, dan propena satu-
satunya alkena tiga karbon, ada empat alkena isomer dengan rumus molekul C4H8
(Carey, 2000).

1-Butene memiliki rantai karbon tidak bercabang dengan ikatan rangkap


antara C-1 dan C-2. Ini adalah isomer konstitusional dari tiga lainnya. Demikian
pula, 2-metilpropen, dengan rantai karbon bercabang, merupakan isomer
konstitusional dari tiga lainnya.
Pasangan isomer yang disebut cis- dan trans-2-butena memiliki konstitusi
yang sama; keduanya memiliki rantai karbon tidak bercabang dengan ikatan
rangkap yang menghubungkan C-2 dan C-3. Namun, keduanya berbeda satu sama
lain, karena isomer cis memiliki kedua gugus metilnya pada sisi ikatan rangkap
yang sama, tetapi gugus metil dalam isomer trans berada pada sisi berlawanan
dari ikatan rangkap. Isomer yang memiliki konstitusi yang sama tetapi berbeda
dalam susunan atomnya diklasifikasikan sebagai stereoisomer. cis-2-Butene dan
trans-2-butene adalah stereoisomer, dan istilah “cis” dan “trans” menentukan
konfigurasi ikatan rangkap.
Stereoisomerisme Cis – trans dalam alkena tidak dimungkinkan jika salah satu
karbon berikatan ganda mengandung dua substituen yang identik. Jadi, baik 1-
butena maupun 2-metilpropen tidak dapat memiliki stereoisomer.

Pada prinsipnya, cis-2-butena dan trans-2-butena dapat dipertukarkan dengan


rotasi ikatan rangkap C-2=C-3 . Namun, tidak seperti rotasi pada ikatan tunggal
10

C-2 – C-3 dalam butana, yang cukup cepat, interkonversi stereoisomer 2-butena
tidak terjadi dalam keadaan normal. Kadang-kadang dikatakan bahwa rotasi
ikatan rangkap karbon-karbon dibatasi, tetapi ini adalah pernyataan yang
meremehkan. Sumber panas laboratorium konvensional tidak menyediakan energi
panas yang cukup untuk rotasi ikatan rangkap dalam alkena. Terjadi rotasi di
sekitar ikatan rangkap yang membutuhkan orbital p dari C-2 dan C-3 untuk
dipelintir dari kesejajaran paralelnya yang stabil. Komponen ikatan rangkap harus
diputus pada keadaan transisi.

Gambar 9. Interkonversi cis- dan trans-2-butena terjadi melalui pemecahan


komponen ikatan rangkap. Bola merah mewakili dua kelompok metil.

5.4 Penamaan Alkena stereoisomerik oleh E – Z sistem notasi

Dalam struktur alkena ditulis atom karbon sp2 dimana atom – atom yang
terikat terletak pada satu bidang. Jika gugus-gugus pada kedua ujung ikatan
rangkap adalah sama atau secara struktural mirip satu sama lain, maka mudah
untuk menggambarkan konfigurasi ikatan rangkap sebagai cis atau trans. Asam
oleat, misalnya, bahan yang dapat diperoleh dari minyak zaitun memiliki ikatan
rangkap cis. Cinnamaldehyde, yang bertanggung jawab atas bau khas kayu manis,
memiliki ikatan rangkap trans (Carey, 2000).
11

stilah "cis" dan "trans" bersifat ambigu, namun bila tidak jelas substituen
mana pada satu karbon yang "serupa" atau "analog" dengan substituen referensi di
sisi lain. Karena kembar – maknanya maka dikembangkan sistem penetapan
isomer yang lebih umum, yang disebut sistem (E) dan (Z). Sistem (E) dan (Z)
didasarkan pada suatu pemberian prioritas kepada atom atau gugus yang terikat
pada masing – masing atom karbon ikatan rangkap. Ketika atom dengan nomor
atom yang lebih tinggi berada di sisi yang sama pada ikatan rangkap, kita katakan
bahwa ikatan rangkap memiliki konfigurasi Z, di mana Z adalah singkatan dari
kata Jerman zusammen, yang berarti "bersama." Ketika atom dengan nomor atom
yang lebih tinggi berada di sisi berlawanan dari ikatan rangkap, kita katakan
bahwa konfigurasinya adalah E. Simbol E adalah singkatan dari kata Jerman
entgegen, yang berarti "berlawanan” (Carey, 2000).
Jika kedua atom pada masing – masing karbon ikatan rangkap itu berbeda
maka didasarkan pada nomor atom dari atom – atom yang langsung terikat pada
karbon yang berikatan rangkap. Atom yang memiliki nomor atom yang besar
memperoleh perioritas yang lebih tinggi. Contoh nomor atom I lebih besar dari
nomor atom Br, maka I berprioritas lebih tinggi. Pada atom karbon lain, Cl lebih
di prioritaskan dari pada atom F (Fessenden & Fessenden, 1982).
Nomor atom : F Cl Br I
9 17 35 53
Naiknya prioritas
12

Gugus substituen pada ikatan rangkap pada kebanyakan alkena, tentu saja,
lebih rumit dari pada contoh. Aturan untuk menentukan peringkat substituen,
terutama gugus alkil, dijelaskan pada Tabel 5.1
13

Daftar Pustaka
Carey, F. A. (2000). ORGANIC CHEMISTRY 4th ed. New York: McGraw-Hill.

Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1982). ORGANIC CHEMISTRY 2nd edition.


In A. H. Pudjaatmaka, & N. M. Surdia, Kimia Organik edisi 2 jilid 1. Jakarta :
Erlangga.

Hart, H., Craine, L. E., & Hart, D. J. (2003). KIMIA ORGANIK 11 ed. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai