Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA BILLIER/DUKTUS

HEPATICUS PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

PUTRI WULAN SARI (K.18.01.022)

SARI SARAPANG (K.18.01.023)

SERI GOMMO (K.18.01.024)

PROGRAM STUDI (S1 ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS)

UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

TAHUN AJARAN

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan
oleh dosen kami dengan materi “ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA
BILLIER/DUKTUS HEPATICUS PADA ANAK”

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang membantu


dalam mengerjakan tugas makalah ini, sehingga tugas makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Tugas makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kekurangan atau kesalahan
dalam tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami


tentang Materi ini menjadi keterbatasan kami pula, untuk itu kami meminta saran
dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, berkah


dan karunianya kepada kita semua dan memberikan imbalan yang setimpal atas
semua jeri payah dari pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada
kami serta senantiasa menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan
menjadikan kita sebagai hambanya yang selalu bersyukur.

Palopo, 20 November 2020

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................5

A. Latar Belakang.........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................................6
C. Tujuan......................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7

A. Anatomi Fisiologi....................................................................................................7
B. Pengertian ...............................................................................................................14
C. Etiologi....................................................................................................................15
D. Klasifikasi................................................................................................................15
E. Patofisiologi.............................................................................................................16
F. Manifestasi Klinis....................................................................................................18
G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................19
H. Penatalaksanaan.......................................................................................................24
I. Komplikasi...............................................................................................................26
J. Prognosis.................................................................................................................28

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................29

A. Pengkajian................................................................................................................29
B. Analisa Data.............................................................................................................39
C. Diagnosa keperawatan.............................................................................................40
D. Intervensi keperawatan............................................................................................41
E. Implementasi keperawatan......................................................................................44
F. Evaluasi keperawatan..............................................................................................44

BAB IV PENUTUP............................................................................................................55

iii
A. Kesimpulan..............................................................................................................55
B. Saran........................................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................56

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu
dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan
daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika
daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak
diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah
alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika
Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health
Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah
tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan
peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi
atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka
keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia
> 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu
diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia
8 minggu.
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia
dari saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan
empedu dari hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu
dan masuk ke usus di mana ia membantu mencerna makanan, lemak, dan
kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan empedu untuk tetap
di hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan parut
dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan
baik dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati

5
menjadi perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan
kebutuhan untuk transplantasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama
kehidupan (Santoso, Agus.2010. Health Academy).
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting
sebab efikasi pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan
menurun bila dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier
prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu ke usus. Selain itu,terdapat beberapa intervensi  keperawatan yang
penting bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi
semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang
akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien.
(Donna L. Wong, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa anatomi fisiologi dan definisi dari Atresia bilier?
2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?
7. Apa sajakah komplikasi dan prognosis dari Atresia bilier?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia bilier?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi anatomi fisiologi dan definisi dari Atresia bilier.
2. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier.
3. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier.
4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier.
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier.
6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier.
7. Mengidentifikasi komplikasi dan prognosis dari Atresia bilier.
8. Mengidentifikasi Asuhan keperawatan Pada klien Atresia bilier.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi System Biliaris


Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga
abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di
bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi
massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam
penyelenggaran fungsi hati.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara
lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus
sistikus dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus
koledokus (commom bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam
intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter
Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus
koledokus memasuki duodenum.
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk
sebuah pear, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5
hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada
permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat pada hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu 30-50ml empedu.
Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu
dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
1. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti
buah pear,memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml
namun saat terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu
berlokasi di sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar yang

7
secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri.
Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi yaitu
fundus, leher, corpus, dan infundibulum. Fundus berbentuk bulat
dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya
kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang
kebanyakan terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya
membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar
membentuk Hartmann’s pouch.
Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung
kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung
empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam
mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada
fundus dan korpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu
ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat
longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang
berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung
jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa.
Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian
kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu
dibedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal
lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang
sedikit.
Arteri sistika yang mensuplai kandung empedu biasanya
berasal dari cabang arteri hepatika kanan. Lokasi Arteri sistika
dapat bervariasi namun hampir selalu di temukan di segitiga
hepatosistica, yaitu area yang dibatasi oleh Ductus sistikus, Ductus
hepaticus komunis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri
sistika mencapai bagian leher dari kandung empedu, akan terbagi
menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil
dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju
vena besar sistika menuju vena porta. Aliran limfe kandung
empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.

8
Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari
cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik
simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung
empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis
melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang
hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada
kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.
2. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan
dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu
terutama tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium,
kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga mengandung dalam
jumlah yang berati beberapa substansi seperti lesitin, kolesterol,
billirubin serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan
disimpan dalam kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke
dalam intestinum bila diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu
adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu
proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam
empedu.
Garam-garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolesterol.
Setelah terjadi konjugasi atau pengikatan dengan asam-asam amino
(taurin dan glisin), garam empedu diekskresikan ke dalam empedu.
Bersama dengan kolesterol dan lesitin, garam empedu diperlukan
untuk emulsifikasi lemak dalam intestinum. Proses ini sangat
penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang efisien.
Kemudian garam empedu akan diserap kembali, terutama dalam
ileum distal, ke dalam darah portal untuk kembali ke hati dan
sekali lagi diekskresikan ke dalam empedu. Lintasan hepatosit
empedu intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit dinamakan
sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik,
maka dari seluruh garam empedu yang masuk ke dalam intestinum,
hanya sebagian kecil yang akan diekskresikan ke dalam feses.

9
Keadaan ini menurunkan kebutuhan terhadap sintesis aktif garam
empedu oleh sel-sel hati.
3. Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang
mencakup se-sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan
bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya
lewat konjugasi menjadi asam glukoronat yang membuat bilirubin
lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin
terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus
empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalm empedu ke
duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi
urobilinogen yang sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan
sebagian lagi diabsorbsi lewat mukosa intestinal ke dalam daerah
portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini
dikeluarkan oleh hepatosit dan diekskresikan sekali lagi ke dalam
empedu (sirkulasi enterehepatik). Sebagian urobilinogen memasuki
sirkulasi sistemik dan diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama
ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika
terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh
batu empedu dalam saluran empedu) atau bila terjadi penghancuran
sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran
empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai
akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
4. Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi
empedu. Di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup,
empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung
empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu

10
diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam
kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari
konsentrasi saat diekskresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika
makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi
kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan
empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai
oleh sekresi hormon kolesitokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari
dinding usus.
Sistem Bilier terbagi atas :
a. Intrahepatik
Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli
biliaris dan duktuli biliaris intralobular. Duktus biliaris
intrahepatik terdiri atas sel kuboid atau sel epitel kolumnar.
Bersama dengan bertambahnya jaringan konektif
fibroelastis di sekitar epitel, maka duktus semakin besar.
Duktus yang terbesar mempunyai otot polos pada
dindingnya. Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan
merupakan suatu duktus melainkan suatu dilatasi ruang
interseluler antara hepatosit yang berdekatan. Diameter
lumen kanalikuli ini rata-rata 0,7 mm.
b. Ekstrahepatik
Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran
yang berada di dalam ligamentum hepatoduodenale dan
secara histologis terdiri atas sel epitel kolumnar tinggi yang
mensekresi mukus, selain itu juga terdapat jaringan
konektif di bawah epitel yang terdiri atas sejumlah serabut
elastis, kelenjar mukus, pembuluh darah dan saraf. 
Sistem biliaris extrahepatik terdiri dari :
 Duktus Hepatikus Kiri dan Kanan
Duktus hepatikus kiri dan kanan muncul pada
porta hepatika dari kanan dan kiri lobus hepar dan
berbentuk huruf V. Panjang dari duktus hepatis kiri

11
dan kanan bervariasi antara 0,5-2,5 cm. Biasanya
duktus hepatis kiri lebih panjang dari kanan dan
lebih mudah dilatasi bila terjadi obstruksi di bagian
distal.
 Duktus Hepatikus Komunis
Duktus Hepatikus komunis merupakan
gabungan antara duktus hepatikus kiri dan kanan
dengan panjang sekitar 4 cm. Pada 95 % kasus,
gabungan ini berada di luar hepar, tepat di bawah
dari porta hepatis. Pada 5% kasus, bergabung di
dalam hepar.
 Duktus sistikus
Duktus sistikus timbul di bagian leher vesika
fellea dan bergabung dengan duktus hepatika
komunis. Panjang duktus sistikus bervariasi antara
0,5-0,8 cm dengan diameter rata-rata 1-3 mm.
Dalam duktus sistikus, mukosa membentuk 5-10
lipatan seperti bulan sabit yang dikenal
sebagai spiral valves of Heister. Valvula ini
berfungsi untuk menahan distensi yang berlebihan
atau kolaps dari vesika fellea dengan mengubah
tekanan dalam duktus sistikus dan berfungsi dalam
menghambat masuknya batu empedu ke dalam
duktus koledokus.
 Duktus Koledokus
Duktus koledokus terbentuk dari gabungan
duktus sistikus dengan duktus hepatikus komunis.
Panjang duktus ini sekitar 7,5 cm, namun juga dapat
bervariasi tergantung dari panjang duktus sistikus
dan duktus hepatikus komunis dengan diameter
sekitar 6 mm. Duktus koledokus dibagi dalam 4

12
segmen : supraduodenal, retroduodenal, pankreatika
dan intraduodenal.
Segmen supraduodenal mempunyai panjang 2,5 cm dan
berada di batas kanan dari ligamentum hepatoduodenal,
yaitu pada bagian anterior dari vena porta dan sebelah
kanan dari arteri hepatika komunis ascendens.
Segmen retroduodenal berada di posterior dari bagian
pertama duodenum dengan panjang sekitar 2,5 - 4 cm.
Segmen ini berjalan sepanjang permukaan inferior
duodenum, kemudian berpindah dari kanan ke kiri dan
berada tepat di kanan dari arteri gastroduodenal. 
Segmen pankreatika dari duktus koledokus memanjang
dari batas bawah dari bagian awal duodenum ke dinding
posteromedial dari bagian kedua duodenum, dimana duktus
masuk ke dalam dinding duodenum.
Segmen intraduodenal mempunyai panjang 2 cm dan
berjalan miring sepanjang dinding duodenum bersama
dengan duktus pankreatikus.
 Ampula vateri
Ampula vateri terbentuk dari pertemuan antara
duktus koledokus dengan duktus pankreatikus.
Panjang ampula ini bervariasi, ditemukan
panjangnya lebih dari 2 mm pada 46 % kasus,
sedangkan kurang dari 2 mm pada 32 % kasus dan
tidak ada pertemuan antara duktus pankreatika
dengan duktus koledokus pada 29 % kasus.
 Sphingter Oddi
Pada segmen intraduodenal dari duktus
koledokus dan ampula dikelilingi oleh lapisan
serabut otot polos yang dikenal sebagai Sphingter of
Oddi. Sfingter ini merupakan kelompok serabut otot
yang berada pada dinding duktus koledokus.

13
Pengaturan dari aliran empedu utamanya dikontrol
oleh sfingter ini dan terjadi relaksasi sfingter akibat
stimulasi kolesistokinin dan  parasimpatis.
 Sistem Vaskularisasi
Duktus biliaris ekstrahepatik mendapat
vaskularisasi dari beberapa tempat, diantaranya;
Duktus hepatis dan segmen supraduodenal dari
duktus koledokus mendapat aliran darah dari cabang
kecil arteri sistikus. Bagian retroduodenal dari
duktus koledokus disuplai oleh cabang
retroduodenal dan posterosuperior dari arteri
pankreatikoduodenal. Segmen pankreatika dan
intraduodenal divaskularisasi oleh arteri
pankreatikoduodenal bagian anterior dan
posterosuperior.
B. Pengertian Atresia Bilier
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu (bile) dari liver
menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan
kondisi  congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari
tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau
lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari
statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda
epitel yang akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa
menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma & Taylor,2005).

14
C. Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian
ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan
dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21, serta terdapatnya
anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi
yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi. Beberapa
anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan
penyakit keturunan.  Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi
kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut.
Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang
"memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor
predisposisi berikut:
1. Infeksi virus atau bakteri
2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction.
D. Klasifikasi
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan
dalam 2 tipe:
1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya.
Sebagian besar dari saluran-saluran ekstrahepatik empedu
paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/  incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta
hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat dipertimbangakan untuk

15
suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak bersifat
paten seperti pada tipe operatif.

Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:

1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus


hepatikus komunis, segmen proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris
komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus
komunis, duktus sistikus, kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier
ekstrahepatik sampai ke hilus

Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi


(correctable) sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak
dapat di operasi (non correctable), bila telah terjadi sirosis maka
dilakukan transpalantasi hati.

E. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik

16
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu 
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total
dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura
pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya
terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini
akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam
empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan
cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal
hati.
Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun
mekanisme imin atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif
yang menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan
menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir
mati (stillbirth) atau bayi baru lahir ( Halamek dan Stevenson, 1997);
keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier terjadi pada akhir
kehamilan atau dalam periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu
beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif
dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat
kolestasis yang menimbulkan pruritus berat. Pembedahan untuk
menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan
dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang

17
progresif dapat dikurangi. (Sumber: Wong, Donna L.(et.al). 2008. Buku
Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini
akan menyebabkan peradangan , edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian
putih mata sehingga berwarna kuning.
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik
dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam
usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan
vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak
agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan
disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat
diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek
samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.

F. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah
hidup. Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin
yang sangat tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan
akan dikeluarkan dalam aliran darah. Jaundice disebabkan oleh hati
yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini
biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari

18
kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak
normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir
2. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk
pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian
disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
3. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan
bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga,
perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
4. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus
meningkat
5. degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice,
ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap
lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan
kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal
tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan


malnutrisi.
2. Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar
kedalam aliran darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
3. Rewel
splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan
hipertensi portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh
darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke
hati).

G. Pemeriksaan penunjang
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya
diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan

19
ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu pemeriksaan :
 Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan
mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja).
 Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai
parenkim hati.
 Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang
diagnosis atresia bilier.
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan
pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis.
Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT >
10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali,
lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler.
Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang
rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin
serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase
mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan
atresia bilier.
b) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen
penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini

20
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu
total.
c) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang
memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
d) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor
pembekuan : protombin time, partial thromboplastin
time.
e) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT)
merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,
tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan
ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi
tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar
bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan
kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%,
maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2. Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi
diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bila
pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada
keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum.
Bila pada saat atau sesudah minum kandung
empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan.
Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya
kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas
hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier.
Namun demikian, adanya kandung empedu tidak

21
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu
atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier
dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi
diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5
mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama
5 hari. Pada kolestasis intrahepatik pengambilan
isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi
ekskresinya ke usus normal,  sedangkan pada atresia
bilier proses pengambilan isotop normal tetapi
ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama
sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik
yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop
ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop
dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks
hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinan
atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.
Teknik sintigrafi dapat digabung dengan
pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis
sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa
dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalah
menggabungkan basil pemeriksaan USG dan
sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode
HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida
melakukan pemotretan pada jalur dari empedu

22
dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana
ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya
diagnostik dini yang berguna untuk membedakan
antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik.
Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante
operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan
kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan
atresia bilier.
3. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik
yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli
patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya
mencapai 95%, sehingga  dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi,
danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai.
Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan
oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati.
Bila diameter duktus100  200 u atau 150  400 u maka aliran
empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar
dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi,
untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah
ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini.
Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling
optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak

23
patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa 
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan : 
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+
ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder
 Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral.
Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik. 
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
 Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang
digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang
mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak
kelapa, dan lainnya.
 Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam
lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah

24
a. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu


yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya
mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati
atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus
halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan
sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi
meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.
Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi
secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali
normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier
sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah
mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah
juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya
transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.  Di masa
lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk
transplatasi karena ukuran hati harus cocok.  Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang
dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia
bilier.

25
Berdasarkan treatment yang diberikan :
 Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu
dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati.
 Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada
selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran
berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan
atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke
dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari
akumulasi toksik yang menyebar ke dalam darah dan
kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
- Pemberian health edukasi dan emosional support,
keluarga juga turut membantu dalam memberikan
stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
I. Komplikasi
1. Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus,
dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending
cholangitis.  Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama
atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini
bisa berat dan kadang-kadang fulminan.  Ada tanda-tanda sepsis
(demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang

26
berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis
dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak
setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises
esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis
atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic
shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya,
hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal
dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab
kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini
dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat
membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke
tahap semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas
dapat timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami
sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam
tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.  Hasil setelah
gagal operasi Kasai. Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai
gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus
dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup)
untuk mengurangi kerusakan dari  hati.  Atresia bilier mewakili lebih
dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-
kanak.  Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana
pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang
rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai
komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

27
J. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat
dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis,
dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia <
8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya
34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan
hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12
bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat
dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan
histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten,
dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia
bilier).

BAB III

28
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ATRESIA BILIER /
DUKTUS HEPATICUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama/Nama panggilan : An. Y
b. Tempat tgl lahir/usia :2bln
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. A g a m a : Kristen
e. Pendidikan :-
f. Alamat : Loa duri ulu
g. Tgl masuk : .10 november 2019 (jam 14.00)
h. Tgl pengkajian : 10 november 2019
i. Diagnosa medik : Atresia Ductus
2. Identitas Orang tua
a. N a m a : Tn. G
b. U s i a : 39 th
c. Pendidikan : wiraswasta
d. Pekerjaan : SLTA
e. A g a m a : Kristen
f. Alamat : Surabaya
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama: ibu px mengatakan anaknya mengalami
mual muntah
- Riwayat Keluhan Utama :ibu px mengatakan sebelumnya
anaknya mengalami mual muntah dengan warna tinja
dempul, BAK seperti teh, perutnya semakin membesar dan
rewel
- Keluhan Pada Saat Pengkajian :ibu pasien mengatakan
anaknya mual muntah, perut yang semakin membesar dan
rewel
b. Riwayat Kesehatan Lalu

29
- Prenatal care
 Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di
posyandu
 Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu: -
 Riwayat terkena radiasi : -
 Riwayat berat badan selama hamil : 58kg
 Riwayat Imunisasi TT : -
 Golongan darah ibu B Golongan darah ayah A
- Natal
 Tempat melahirkan : Puskesmas
 Jenis persalinan : Spontan
 Penolong persalinan : Bidan
 Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan
dan setelah melahirkan :
- Post natal
 Kondisi bayi : Lemah APGAR 6
 Anak pada saat lahir tidak mengalami :-
 Klien pernah mengalami penyakit : - pada umur :
-
 diberikan obat oleh : -
 Riwayat kecelakaan : -
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak perna mengalami penyakit seperti penyakit yang
diderita anaknya.
5. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)
No Reaksi setelah
Jenis immunisasi Waktu pemberian Frekuensi Frekuensi
. pemberian

BCG 12 jam sesudah 1x -


1.
kelahiran

2. HEPATITIS 0 bln 1x -

3. POLIO 1x

30
4. DPT 1x

5. CAMPAK

6. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan Fisik
- Berat badan : 2,8 kg
- Tinggi badan : ibu px lupa
- Waktu tumbuh gigi :-
b. Perkembangan tiap tahap usia anak saat
- Berguling : …………… bulan (belum bisa)
- Duduk : …………… bulan (belum bisa)
- Merangkak : …………… bulan (belum bisa)
- Berdiri : …………… tahun (belum bisa)
- Berjalan : …………… tahun (belum bisa)
- Senyum kepada orang lain pertama kali : ……………
tahun (belum bisa)
- Bicara pertama kali :……………tahun dengan
menyebutkan : …… (belum bisa)
- Berpakaian tanpa bantuan : …………… (belum bisa)
7. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI : dari awal lahir sampai sekarang
b. Pemberian susu formula
- Alasan pemberian :-
- Jumlah pemberian :-
- Cara pemberian :-
8. Riwayat Psikososial
a. Anak tinggal bersama : kedua orangtuanya di : .Rumah
b. Lingkungan berada di : pedesaan
c. Rumah dekat dengan : perkebunan , tempat bermain –
d. kamar klien : .bersama orangtua
e. Rumah ada tangga : -

31
f. Hubungan antar anggota keluarga : anak kandung
g. Pengasuh anak : orang tua anak
9. Riwayat Spiritual
a. Support sistem dalam keluarga : baik
b. Kegiatan keagamaan : baik
10. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Ibu membawa anaknya ke RS karena : ibu merasa ada
kelainan pada anaknya
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : ya
- Perasaan orang tua saat ini : sedih dan cemas
- Orang tua selalu berkunjung ke RS : ya
- Yang akan tinggal dengan anak : ibu dan neneknya
- Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap: belum
mengerti bayi masih berumur 4 bulan
11. Aktivitas sehari-hari

a. Nutrisi (asi ekslusif)

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Selera makan
 Menu makan
 Frekuensi
 Pantangan makan
 Cara makan

b. Cairan (asi eksklusif)


Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Jenis minuman
 Frekuensi minum
 Kebutuhan cairan
 Cara pemenuhan

32
c. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Tempat Popok Popok


pembuangan
2-3x 2-3x
 Frekuensi (waktu)
 Konsistensi - -
 Kesulitan
 Obat pencahar
d. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Jam tidur
- Siang 2-3 jam 2-3 jam
- Malam 7-8 7-8 jam

 Pola tidur
 Kebiasaan sebelum
tidur - -
 Kesulitan tidur
e. Olah Raga (bayi masih 2 bulan)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Program olah raga


 Jenis dan frekuensi
 Kondisi setelah
olah raga
f. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Mandi
- Cara
Dibantu ibu Dibantu ibu
- Frekuensi 2x sehari 1x sehari
Bak mandi bayi Bak mandi bayi
- Alat mandi

 Cuci rambut

33
- Frekuensi

- Cara

 Gunting kuku
- Frekuensi

- Cara

 Gosok gigi
- Frekuensi

- Cara

g. Aktifitas/Mobilitas Fisik (bayi masih berumur 2bln)


Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Kegiatan sehari-hari
 Pengaturan jadwal
harian
 Penggunaan alat Bantu
aktifitas
 Kesulitan pergerakan
tubuh
h. Rekreasi (bayi masih berumur 2bln)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Perasaan saat
sekolah
 Waktu luang
 Perasaan setelah
rekreasi
 Waktu senggang
klg
 Kegiatan hari libur

12. Pemeriksaan Fisik

34
a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah :
110/60 mmHg
- Heart rate : 130 x / menit
- Suhu : 36,5 o C
- Pernapasan : 40 x/ menit
d. Berat Badan : 5 kg
e. Tinggi Badan : 70 cm
f. Kepala
 Inspeksi : Keadaan rambut & Hygiene kepala
- Warna rambut : hitam
- Penyebaran : merata
- Mudah rontok : -
- Kebersihan rambut : baik
 Palpasi
- Benjolan : ada / tidak ada :
- Nyeri tekan : ada / tidak ada :
- Tekstur rambut : kasar/halus : kusam
g. Muka
 Inspeksi
- Simetris / tidak....................................................
- Bentuk wajah : normal
- Gerakan abnormal: -
- Ekspresi wajah : meringis
(rewel)
 Palpasi
- Nyeri tekan / tidak : -
- Data lain : -
h. Mata
 Inspeksi

35
- Pelpebra : Edema / tidak
- Sklera : Icterus / tidak
- Conjungtiva: Radang / tidak Anemis / tidak
- Pupil : - Isokor / anisokor - Myosis / midriasis - Refleks
pupil terhadap cahaya : baik
- Posisi mata : Simetris / tidak:
- Gerakan bola mata: normal
- Penutupan kelopak mata: normal
- Keadaan bulu mata: baik
- Keadaan visus: -
- Penglihatan: - Kabur / tidak - Diplopia / tidak
 Palpasi
- Tekanan bola mata : normal

i. Hidung & Sinus


 Inspeksi
- Posisi hidung: normal
- Bentuk hidung: normal
- Keadaan septum : baik
- Secret / cairan : -
- Data lain : -
j. Telinga
Normal
k. Mulut
Normal
l. Tenggorokan
Normal
m. Leher
Normal
n. Thorax dan pernapasan
- Bentuk dada : normal
- Irama pernafasan: cepat

36
- Pengembangan di waktu
bernapas: ada
- Tipe pernapasan: torako-
abdominal
- Data lain : penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas
pendek.
- Suara napas : vesikuler
o. Jantung
- Ictus cordis : teraba
- Pembesaran jantung : tidak
ada
- Data lain : murmur pada
jantung
p. Abdomen
- Membuncit: ya
- Ada luka / tidak : tidak
- Hepar : teraba 1/3-1/3
peinggir tajam, konsistensi padat keras, permukaan rata
- Lien: teraba S1.
- Nyeri tekan: tidak ada
- Tympani: -
- Redup: ya
q. Genitalia dan Anus : normal
r. Ekstremitas
- Ekstremitas atas : Normal
- Ekstremitas bawah : Normal
s. Test Diagnostik
Laboratorium
- Hb : 11, 3 g/dl
- Ht : 33%
- Eritrosit : 4,1 x 10 7/Ul

37
- Leukosit : 14,2 x 10 6/Ul
- Trombosit : 121 x 10 3
- CT/BT: 10’ / 5’ menit
- Bilirubin Total : 17,61 mg/dl
- Bilirubin direct : 19,96 mg/dl
- Protein total : 5,6 u/l
- Albumin : 3,3 g/dl
- Globulin : 2,3 g/dl
- Cr/Ur ; 0,4/13bmg/dl
- Na : 144 meq/L
- Cl : 112 meq/L
- K : 4,7 meq/L
- Foto Rotgen, CT Scan, MRI, USG, EEG,
ECG

38
B. Analisa data

Data Masalah Penyebab

DS: ibu px mengatakan Defisit nutrisi Obstruksi aliran


anaknya sangat rewel, normal empedu dari
mual/muntah. hati ke kentong
empedu dan usus
DO: Berat badan turun (6 kg
menjadi 5 kg) muntah, Gangguan penyerapan

konjungtiva anemis. lemak dan vitamin


larut lemak

Malnutrisi

DS : - Obstruksi aliran
Resiko ketidak normal empedu dari
DO : seimbangan cairan hati ke kentong
empedu dan usus
- Penurunan turgor kulit
- BAK berwarna seperti teh Gangguan penyerapan

- Frekuensi nadi meningkat lemak dan vitamin

> 115x/menit larut lemak

- Produksi keringat Malnutrisi


meningkat
- Input = 700 ml/hr Perut terasa penuh

- Output = 1000 ml/hr  Mual muntah

Gangguan integritas Obstruksi saluran


DS: ibu px mengatakan kulit empedu di hati

39
anaknya rewel Empedu kembali ke
hati
DO: Anak tampak tidak
nyaman dengan posisi tidurnya gg. suplai darah pada
sel hepar
Terdapat pruritus di daerah
kerusakan duktus
pantat & punggung anak
empedu sel hepatik

Albumin 3,3 g/dL (N:3,8-5,4) kerusakan sel eksresi

meningkatnya
bilirubin

keluar ke aliran darah


dan kulit

priuritis

C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien
2. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan asites
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

D. Intervensi Keperawatan

Hari/ DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONA


Tgl/Ja KEPERAWATAN
m

1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. Kaji distensi 1. 1.

40
berhubungan tindakan 3 x 24 jam abdomen Distensi
dengan kebutuhan nutrisi 2. Pantau abdomen
ketidakmampuan terpenuhi dengan masukan nutrisi merupakan
mengabsorbsi kriteria hasil : dan frekuensi tanda no
nutrien muntah verbal
1. Nafsu makan (ASI)
3. Timbang BB gangguan penc
meningkat
setiap hari. ernaan.
2. BB normal sesuai
4. Himbau 2. 2.
umur
kepada ibu Mengidentifik
3. Pasien tidak lemah
untuk erikan si kekurangan
ASI sedikit tapi kebutuhan
sering. nutrisi denga
5. Kolaborasi mengetahui
dengan tim intake da
kesehtaan lain : output klien.
3. 3.
a.
Mengawasi
2. Resiko Diet TKTP
keefektifan
ketidakseimbang rendah serat,
rencana diet
an cairan susu
4. 4.
berhubungan b.
Untuk
dengan asites atau vitamin
menurunkan
setelah diberikan
( A)
rangsang
tindakan keperawatan
mual/muntah.
diharapkan intake dan
5. Pasien
ouput cairan menjadi
mendapat
seimbang.
nutrisi sesu
Kriteria hasil :
kebutuhan.
a. Tanda-tanda
a. Mering
vital stabil.
an k
b.  Turgor kulit 1. Kaji
lambun
membaik. tanda-
dan

41
c. Pengisian penamb
tanda
kapiler nadi n nutris
vital,
perifer kuat. b. Mengan
nadi
d. Pengeluaran g zat
perifer,
urine individu diperluk
3. Gangguan pengisian
sesuai. untuk
integritas kulit kapiler,
proses
berhubungan dengan turgor
pertumb
perubahan sirkulasi kulit.
n,
2. Awasi
nilai
1. Indikator
laborator
volume
Setelah dilakukan ium
sirkulasi/perif
tindakan keperawatan HB/Ht
2. Menunjuka
3x24 jam diharapkan dan
hidrasi dan
integritas kulit baik natrium
mengidentifik
Kriteria hasil : 3. Hitung
retensi
- tidak intake
natrium/kadar
ada pruritus/lecet dan
protein yang d
-jaringan/ kulit utuh output,
menimbulkan
bebas eskortasi bandingk
pembentukkan
an
edema
dengan
3. Memberika
BB .
informasi tent
misal
kebutuhan
muntah
penggantian
4. Beritahu
cairan efek ter
ke ibu
4. Pemenuhan
untuk
kebutuhan cai
tetap
5. Memberika
memberi
terapi cairan d
kan ASI
penggantian
5. Kolabora

42
si dengan elektrolit
dokter
untuk
pemberia
n cairan
IV

1. untuk
mengetahui
adanya tanda
iritasi yang
melebar
a. M
2. menceg
onitor kulit
kulit kering
akan adanya
berlebihan,
priuritas
menghilangka
b. M
rasa gatal
emandikan
3. pakaian
pasien dengan
longgar dapat
air biasa atau
meminimalisir
cream/lotion,
resiko kerusak
hindari sabun
kulit berlebih
alkali
4. antihis
c. H
n dapat
imbau ibu atau
mengurangi
keluarga untuk
pruritus dan
memakaikan
hiperbilirubini
pakaian
longgar
d. K
olaborasi
dengan dokter
dalam

43
pemberian
antihistamin

E. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Nama Pasien :By. Y

No. RM :xx

Umur :2 bulan

Dx Medis :Atresia Duktus Hepaticus (bilier)

HARI/T DIAGNOSA JA IMPLEMENTASI TT EVALUASI TT


GL KEP M D D
Defisit nutrisi 1. Mengkaji S: ibu px
berhubungan distensi mengatakan
dengan abdomen anaknya
ketidakmamp 2. Memanta masih
uan u mual/muntah.
mengabsorbsi masukan O: Berat
nutrient nutrisi badan belum
dan menunjukan
frekuensi kenaikan yang
muntah normal
3. Menimba A: masalah
ng BB belum teratasi
setiap P: Intervensi
hari. dilanjutkan
4. Menghim
bau

44
kepada
ibu untuk
erikan
ASI
sedikit
tapi
sering.
5. Berkolab
orasi
dengan
tim
kesehtaan
lain :
a.Terapi gizi :
Diet TKTP
rendah serat,
susu
b. Obat-obatan
atau vitamin
( A)

Resiko 1. Mengkaji S: -
ketidakseimb tanda-
angan cairan tanda O:

berhubungan vital,
- BAK
dengan asites nadi
masih
perifer,
berwar
pengisian
na
kapiler,
seperti
turgor
teh
kulit.
- Produ
2. Mengawa
ksi
si nilai

45
laboratori kering
um at
HB/Ht masih
dan menin
natrium gkat
3. Menghitu - Input
ng intake = 700
dan ml/hr
output, - Output
bandingk = 960
an ml/hr 
dengan - Hb :
BB . 11, 3
misal g/dl
muntah - Ht :
4. Memberit 33%
ahu ke - Na:
ibu untuk 144
tetap meq/L
memberi
kan ASI
5. Berkolab
orasi
dengan
dokter
untuk
pemberia
n cairan
IV

Gangguan 1. Monitor S: ibu px


integritas kulit akan mengatakan

46
kulit adanya anaknya rewel
berhubungan priuritas dan terlihat
dengan 2. Memandi bercak merah
perubahan kan pasien
sirkulasi dengan air O:

biasa atau
- Anak
cream/lotion,
tampa
hindari sabun
k tidak
alkali
nyama
3. Himbau
n
ibu atau
- Masih
keluarga untuk
nampa
memakaikan
k
pakaian
pruritu
longgar
s di
4. Kolabora
daerah
si dengan
pantat
dokter dalam
&
pemberian
pungg
antihistamin
ung
bayi

HARI/T DIAGNOSA JA IMPLEMENTASI TT EVALUASI TT


GL KEP M D D
Defisit nutrisi 1. Mengkaji S: ibu px
berhubungan distensi mengatakan
dengan abdomen anaknya
ketidakmamp 2. Memanta masih
uan u masukan mual/muntah.

47
mengabsorbsi nutrisi dan O: Berat
nutrient frekuensi badan belum
muntah menunjukan
3. Menimba kenaikan yang
ng BB setiap normal
hari. A: masalah
4. Menghim belum teratasi
bau kepada ibu P: Intervensi
untuk erikan dilanjutkan
ASI sedikit
tapi sering.
5. Berkolab
orasi dengan
tim kesehtaan
lain :
6. Terapi gizi :
Diet TKTP
rendah serat, susu
7. Obat-obatan
atau vitamin ( A)

Resiko 6. Mengkaji S: -
ketidakseimb tanda-
angan cairan tanda O:

berhubungan vital,
- BAK
dengan asites nadi
masih
perifer,
berwar
pengisian
na
kapiler,
seperti
turgor
teh
kulit.
- Produ
7. Mengawa
ksi
si nilai

48
laboratori kering
um at
HB/Ht sudah
dan mulai
natrium berkur
8. Menghitu ang
ng intake - Input
dan = 600
output, ml/hr
bandingk - Output
an = 800
dengan ml/hr 
BB . - Hb :
misal 10 g/dl
muntah - Ht :
9. Memberit 30%
ahu ke - Na:
ibu untuk 140
tetap meq/L
memberi A: masalah
kan ASI belum teratasi
10. Berkolab P: Lnjutkan
orasi intervensi
dengan
dokter
untuk
pemberia
n cairan
IV

Gangguan 5. Monitor S: ibu px


integritas kulit akan mengatakan

49
kulit adanya anaknya rewel
berhubungan priuritas dan terlihat
dengan 6. Memandi bercak merah
perubahan kan pasien
sirkulasi dengan air O:

biasa atau
- Anak
cream/lotion,
tampa
hindari sabun
k tidak
alkali
nyama
7. Himbau
n
ibu atau
- Masih
keluarga untuk
nampa
memakaikan
k
pakaian
pruritu
longgar
s di
8. Kolabora
daerah
si dengan
pantat
dokter dalam
&
pemberian
pungg
antihistamin
ung
bayi

A: masalah
belum teratasi
P: lanjutkan
intervensi

PostOperasi

HARI/T DIAGNOSA JA IMPLEMENTASI TT EVALUASI TT


GL KEP M D D
Defisit nutrisi 1. Mengkaji S: ibu px
berhubungan distensi mengatakan

50
dengan abdomen anaknya
ketidakmamp 2. Memanta masih
uan u mual/muntah
mengabsorbsi masukan tapi tidak
nutrient nutrisi sesering
dan kemarin
frekuensi O: Berat
muntah badan belum
3. Menimba menunjukan
ng BB kenaikan
setiap yang normal
hari. A: masalah
4. Menghim belum
bau teratasi
kepada P: Intervensi
ibu untuk dilanjutkan
erikan
ASI
sedikit
tapi
sering.
5. Berkolab
orasi
dengan
tim
kesehtaan
lain :
i. Terap
i gizi : Diet
TKTP
rendah serat,
susu

51
ii. Obat-
obatan atau
vitamin ( A)

Resiko 1. Mengkaji S: -
ketidakseimb tanda-tanda
angan cairan vital, nadi O:

berhubungan perifer,
- BAK
dengan asites pengisian
masi
kapiler, turgor
h
kulit.
berw
2. Mengawa
arna
si nilai
seper
laboratorium
ti teh
HB/Ht dan
- Input
natrium
= 700
3. Menghitu
ml/hr
ng intake dan
- Outp
output,
ut =
bandingkan
750
dengan BB .
ml/hr 
misal muntah
- Hb :
4. Memberit
11, 3
ahu ke ibu
g/dl
untuk tetap
- Ht :
memberikan
33%
ASI
- Na:
5. Berkolab
135
orasi dengan
meq/
dokter untuk
L
pemberian
cairan IV

52
Gangguan 1. Monitor S: ibu px
integritas kulit akan mengatakan
kulit adanya anaknya
berhubungan priuritas sdah tidak
dengan 2. Memandi rewel
perubahan kan pasien
sirkulasi dengan air O:

biasa atau
- Anak
cream/lotion,
sudah
hindari sabun
tamp
alkali
ak
3. Himbau
nyam
ibu atau
an
keluarga untuk
- Masi
memakaikan
h
pakaian
namp
longgar
ak
4. Kolaboras
bekas
i dengan dokter
prurit
dalam
us di
pemberian
daera
antihistamin
h
panta
t &
pung
gung
bayi

A: masalah
belum
teratasi

53
P: intervensi
dilanjutkan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil
dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006).
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen
atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari
statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006).
B. Saran
Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca
khususnya mahasiswa/i Jurusan Keperawatan , hendaknya memberikan

54
asuhan keperawatan lansia dengan benar dan tepat sehingga dapat sesuai
dengan evaluasi yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi

Edisi 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.

(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan

Hepatobilier. Salemba Medika

Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8

Volume 2. Jakarta : EGC

55
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta

:Penebar Swadaya

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta:

FKUI.

Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir

yang berkepanjangan.

Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2.

Jakarta : EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis

proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC

56

Anda mungkin juga menyukai