Anda di halaman 1dari 33

Pemanfaatan Data Vs30 untuk

Penelitian di Bidang Geofisika


Kebencanaan
NUGROHO BUDI WIBOWO
PENELITIAN PADA MASA ADAPTASI KEBIASAN BARU

• Terbatasnya kegiatan akuisisi data di lapangan


• Optimalisasi data – data sekunder baik secara online
maupun offline
• Pengembangan dan modifikasi tema – tema penelitian
Vs30 ?
merupakan nilai kecepatan
gelombang geser (shear wave)
hingga kedalaman 30 meter

Cara memperoleh data Vs30 ?


Pengukuran data lapangan
dengan metode MASW atau
Mikrotermor
Vs30 dihitung dengan persamaan
Dengan,
hi = ketebalan lapisan ke i
Vsi = kecepatan gelombang geser lapisan ke i
n = jumlah lapisan

Ground profile Vs
Nilai Vs30 diklasifikasikan berdasarkan kriteria SNI 1726:2012
untuk memperoleh klasifikasi jenis tanah.
Data Skunder Vs30 ?
Vs30 dapat didekati dengan model topographic slope
(Wald and Allen 2007,2009)

Vs30 USGS
Vs30 USGS
https://usgs.maps.arcgis.com/apps/webappviewer/index.html?id=8ac19bc334f747e486550f32837578e1
PEMANFAATAN DATA VS30
UNTUK
PENELITIAN DI BIDANG
GEOFISIKA KEBENCANAAN
• ANALISIS GLOBAL GEOSPASIAL MODEL
(GGM) UNTUK MENGIDENTIFIKASI
POTENSI LIKUEFAKSI DI KABUPATEN
BANTUL, D.I YOGYAKARTA

• ANALISIS AMPLIFIKASI, INDEKS


KERENTANAN SEISMIK DAN KLASIFIKASI
TANAH BERDASARKAN DISTRIBUSI Vs30
D.I.YOGYAKARTA
ANALISIS GLOBAL GEOSPASIAL MODEL
(GGM) UNTUK MENGIDENTIFIKASI POTENSI
LIKUEFAKSI DI KABUPATEN BANTUL, D.I
YOGYAKARTA

NUGROHO BUDI WIBOWO

STASIUN GEOFISIKA YOGYAKARTA JL WATES 8 BALECATUR GAMPING SLEMAN, 55295


LATAR BELAKANG
• likuefaksi merupakan bencana alam yang terjadi
sebagai bentuk bencana alam lanjutan dari gempabumi
• likuefaksi terjadi pada tanah yang jenuh, sehingga
kedalaman muka air tanah menentukan tingkat
kerentanan
• Dampak likuefaksi dapat teramati pasca kejadian
gempabumi Bengkulu Tahun 2000, gempabumi Aceh
Tahun 2004, gempabumi Nias Tahun 2005, gempabumi
Yogyakarta 2006 dan gempabumi Palu 2018
LATAR BELAKANG
• Metode untuk menghitung potensi likuefaksi
antara lain menggunakan metode CPT dan
N-SPT, ground shear strain, maupun dengan
Global Geostpatial Model (GGM).
• Penelitian ini menggunakan metode GGM
untuk menentukan potensi likuefaksi, dengan
menggunakan parameter percepatan
getaran tanah (PGA), kecepatan gelombang
geser pada kedalaman 30m (Vs30), dan
indeks kebasahan tanah (CTI).
• Probabilitas terjadinya likuefaksi berdasarkan
persamaan berikut :
METODE PENELITIAN
• Global geospatial model (GGLM
atau Global Geospatial
x =24.1+2.067[ln(PGA)]+0.355xCTI -
Liquefaction Model) diusulkan
4.78[ln(Vs30)]
oleh Zhu dan direkomendasikan
untuk identifikasi potensi
likuefaksi secara spasial (LSE
atau liquefaction spatial extent).
METODE PENELITIAN
• Vs30 : Penelitian ini menggunakan data Vs30 yang diperoleh dari
website USGS dengan alamat
https://usgs.maps.arcgis.com/apps/webappviewer/index.html?id=8ac
19bc334f747e486550f32837578e1
• CTI : CTI diperoleh dari website https://catalogue.ceh.ac.uk/
• PGA : PGA menggunakan persamaan empiris Mc Guirre dengan
parameter gempabumi Yogya tahun 2006
HASIL DAN ANALISIS
VS 30
• Nilai percepatan gelombang geser
pada kedalaman 30 meter (Vs30) di
Kabupaten Bantul bervariasi dari 160
m/s – 720 m/s.
• Pada formasi Dataran Aluvial (Qa)
nilai Vs30 berkisar antara 220 - 240
m/s. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
formasi Dataran Aluvial didominasi
oleh tanah sedang (SNI 1726).
• Nilai Vs30 pada formasi endapan
vulkanik Gunung Merapi Muda (Qmi)
bervariasi antara 240 – 304 m/s dan Formasi Sentolo (Tmps) memiliki rentang nilai Vs30
termasuk dalam kategori tanah antara 272 – 364 m/s. formasi tersebut masuk dalam
sedang. kategori tanah sedang hingga tanah sangat padat dan
• Formasi Semilir memiliki rentang nilai batuan lunak.
Vs30 antara 510 – 649 m/s, formasi Formasi Wonosari memiliki nilai Vs30 antara 640 – 720
m/s dan masuk dalam klasifikasi site tanah sangat padat
tersebut memiliki klasifikasi site berupa
dan batuan lunak.
tanah sangat padat dan batuan lunak.
HASIL DAN ANALISIS
PGA
• Nilai percepatan tanah hasil
perhitungan menunjukkan variasi
PGA antara 56 – 88 gal.
Wilayah di Kecamatan Kretek,
Pundong, Sanden, Pandak dan
Bambanglipuro berdasarkan
peta PGA gempa Yogyakarta
menunjukkan nilai PGA > 80 gal.
Kecamatan Bantul, Pleret, Jetis,
Sewon, dan Pajangan memiliki
PGA antara 70 – 80 gal.
Wilayah dengan PGA < 70 gal
terdapat di Kecamatan Sedayu,
Kasihan, dan Banguntapan.
HASIL DAN ANALISIS
TCI
• Nilai TCI di Kabupaten Bantul
bervariasi antara 2 – 12,
dengan nilai TCI > 8
didominasi kawasan di sekitar
alur sungai dan dataran
alluvial.
• wilayah dengan kondisi
topografi berbukit dan
berlereng terjal memiliki nilai
TCI yang lebih rendah (<4).
HASIL DAN ANALISIS
GGM (NILAI X)
• Potensi likuefaksi (x) hasil
perhitungan di Kabupaten
Bantul, bervariasi antara 2 – 11.
Potensi likuefaksi dengan nilai
>10 terdapat di wilayah
Kecamatan Kretek, Pundong,
Sanden, Srandakan, dan Imogiri.
Wilayah dengan potensi
likuefaksi rendah terdapat di
wilayah Bantul bagian Timur dan
Barat.
HASIL DAN ANALISIS
GGM (PELUANG LIKUEFAKSI)
• Wilayah dengan nilai peluang
mendekati 1 berarti peluang
terjadinya likuefaksi lebih tinggi.
• wilayah yang berpeluang tinggi
mengalami likuefaksi terdapat
di sebagian wilayah Kecamatan
Pundong, Jetis, Imogiri, Kretek,
dan pesisir selatan Srandakan.
Data kejadian likuefaksi akibat
gempa Yogya 2006,
menunjukkan titik persebaran
likuefaksi terdapat di
Kecamatan Pundong dan Jetis.
KESIMPULAN
• Nilai percepatan gelombang geser pada
kedalaman 30 meter (Vs30) di Kabupaten
Bantul bervariasi dari 160 m/s – 720
m/s. Nilai percepatan tanah hasil
perhitungan menunjukkan variasi PGA
antara 56 – 88 gal. Nilai TCI di
Kabupaten Bantul bervariasi antara 2 –
12, dengan nilai TCI > 8 didominasi
kawasan di sekitar alur sungai dan
dataran alluvial. Wilayah yang
berpeluang tinggi mengalami likuefaksi
terdapat di sebagian wilayah Kecamatan
Pundong, Jetis, Imogiri, Kretek, dan pesisir
selatan Srandakan

ANALISIS AMPLIFIKASI, INDEKS KERENTANAN SEISMIK
DAN KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN DISTRIBUSI
VS30 D.I.YOGYAKARTA

Nugroho Budi Wibowo1,* dan Immanatul Huda2


1) Stasiun Geofisika Yogyakarta Jl Wates 8 Balecatur Gamping Sleman, 55295

2) Fakulas MIPA Prodi Geofisika Universitas Gadjah Mada


LATAR BELAKANG

• Sejarah mencatat sedikitnya empat


kali gempa bumi yang merusak
terjadi di wilayah Yogyakarta yaitu
tahun 1867, 1943, 1981, dan
2006.
• Tingkat kerusakan bangunan
akibat gempa bumi tidak hanya
dikontrol oleh kondisi atau kualitas
bangunan saja. Kondisi geologi
permukaan dan amplifikasi tanah
juga merupakan parameter yang
cukup penting
LATAR BELAKANG

• Salah satu faktor untuk menentukan


amplifikasi tanah adalah kecepatan
gelombang geser (Vs). Karekterisasi
suatu daerah (site characterization)
dalam bahaya seismik biasanya
didasarkan pada nilai kecepatan
gelombang geser (Vs) permukaan
dangkal.
• Pada umumnya, kecepatan rata-rata
gelombang geser pada kedalaman
30m (Vs30) digunakan sebagai
parameter dalam mengklasifikasikan
suatu wilayah bahaya seismik dan
standarisasi kode bangunan
METODE PENELITIAN

• Penelitian ini menggunakan data Vs30


yang diperoleh dari website USGS
dengan alamat
https://usgs.maps.arcgis.com/apps/we
bappviewer/index.html?id=8ac19bc3
34f747e486550f32837578e1
• Nilai Vs30 diklasifikasikan berdasarkan
kriteria SNI 1726:2012 untuk
memperoleh klasifikasi jenis tanah.
METODE PENELITIAN
Faktor Amplifikasi (Ao)
Fujimoto dan Midorikawa (2006) menyarankan hubungan antara
Frekuensi Dominan (𝑓o) Vs30 dan faktor amplifikasi (ampv) dengan persamaan sebagai
frekuensi dominan tanah pada kedalaman 30 m berikut:
adalah : Log (ampv) = 2,367 − 0,852.log(Vs30)
𝑓o = 𝑉𝑠30/4𝐻 Dengan,
𝑓o =𝑉𝑠30 /120 Vs30 = Kecepatan gelombang S pada kedalaman 30 m (m/s)
Dimana Ampv = Faktor Amplifikasi
𝑓o = Frekuensi dominan tanah
𝑉𝑠30 = Kecepatan gelombang geser pada
kedalaman 30 m Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
H = Kedalaman sedimen (m) indeks kerentanan seismik dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
Kg = Ao2/ 𝑓o
dengan Kg merupakan indeks kerentanan seismik, Ao
merupakan faktor amplifikasi, dan 𝑓o merupakan frekuensi
dominan (Hz).
HASIL DAN ANALISIS
Klasifikasi Situs (Site Classification)
berdasarkan Vs30
Secara umum nilai Vs30 di Daerah Istimewa
Yogyakarta bervariasi dari 180 m/s hingga
760 m/s. Sebaran nilai Vs30 yang terendah
dalam kisaran 180-350 m/s sebagian
besar dijumpai di cekungan Yogyakarta

zona perbukitan dan zona transisi


memiliki kecepatan gelombang geser yang
relatif lebih tinggi pada kisaran 350-760
m/s. Zona ini tersebar di wilayah Kulon
Progo bagian barat, Sleman bagian
utara, Gunung Kidul bagian selatan,
Imogiri dan kawasan Gunung Api Purba
Nglanggeran.
HASIL DAN ANALISIS
Klasifikasi Situs (Site Classification)
berdasarkan Vs30
klasifikasi tanah di Daerah Istimewa
Yogyakarta berdasarkan nilai Vs30 terbagi
menjadi tanah sedang (SD) dan tanah
keras/batuan lunak (SC)

Sebagian besar daerah Kota Yogyakarta,


Sleman bagian selatan, Bantul, Kulon Progo
bagian selatan, dan Wonosari memiliki jenis
tanah sedang (SD). Beberapa bagian yang
terletak di zona perbukitan dan zona
transisi dengan Vs30 yang relatif tinggi
masuk dalam kategori jenis tanah
keras/batuan lunak (SC). Zona ini tersebar
di wilayah Sleman bagian utara, Kulon
Progo bagian barat, Imogiri dan sebagian
besar Gunung Kidul.
HASIL DAN ANALISIS
Frekuensi Dominan (𝑓o)
frekuensi dominan pada daerah penelitian
dengan rentang 1,4- 6,2 Hz.
frekuensi dominan tinggi berada di daerah
Kulon Progo bagaian barat, Sleman bagian
utara, Imogiri, dan kawasan Gunung Api
Purba Nglanggeran.

Daerah yang mempunyai frekuensi rendah


berada didaerah cekungan Yogyakarta,
Wonosari, dan sebagian Gunung Kidul
bagian selatan.

Pada daerah nilai frekuensi dominan yang


tinggi berkorelasi dengan daerah yang
memiliki jenis tanah keras (SC) dan
demikian sebaliknya daerah dengan nilai
frekuensi dominan rendah berkorelasi
dengan daerah yang memiliki jenis tanah
sedang (SD).
HASIL DAN ANALISIS
Amplifikasi Tanah (Ao)
Pada batuan yang sama, nilai amplifikasi
dapat bervariasi sesuai dengan tingkat
deformasi dan pelapukan
nilai amplifikasi yang tinggi berada pada
wilayah Kulon Progo bagian selatan,
Bantul, dan Wonosari dengan rentang
nilai sebesar 3-4.1
Nilai amplifikasi yang rendah terdapat
di wilayah Kulon progo bagian barat,
Imogiri, Gunung Kidul bagian selatan,
dan kawasan Gunung Api purba
Nglanggeran dengan rentang nilai
sebesar 1.1-2
amplifikasi tinggi terdapat pada daerah
litologi Endapan Merapi Muda daerah
Bantul dan endapan Aluvium daerah
Kulon Progo bagian selatan yang lebih
lunak.
HASIL DAN ANALISIS
Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
nilai indeks kerentanan seismik pada daerah
penelitian dengan rentang 0,2-11

Persebaran nilai Kg yang cukup tinggi


berada pada daerah Bantul, Kulon Progo
bagian selatan, dan Wonosari

nilai indeks kerentanan seismik rendah


terdapat pada wilayah Kulon Progo,
Sleman, dan Sebagian besar Gunung Kidul
HASIL DAN ANALISIS
Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
Nilai indeks kerentanan tinggi berada di
litologi Endapan Merapi Muda dan Alluvium
yang berada di daerah Kota Yogyakarta,
Bantul, dan Kulon Progo bagian selatan.
HASIL DAN ANALISIS
Korelasi Kg dan Ao terhadap
Kerusakan Bangunan akibat gempa
2006
faktor posisi sumber gempa (episenter) juga
mempengaruhi kerusakan gempa dimana
wilayah yang lebih dekat sumber gempa
mempunyai tingkat kerusakan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wilayah yang
jauh dengan sumber gempa
KESIMPULAN
1. Nilai Vs30 di Daerah Istimewa
5. Nilai indeks kerentanan seismik
Yogyakarta bervariasi dari 180 m/s
pada daerah penelitian dengan
hingga 760 m/s. Sebaran nilai Vs30
rentang 0,2-11
yang terendah dalam kisaran 180-
350 m/s sebagian besar dijumpai
di cekungan Yogyakarta.
2. Klasifikasi tanah di Daerah Istimewa
Yogyakarta berdasarkan nilai Vs30
terbagi menjadi tanah sedang (SD)
dan tanah keras/batuan lunak (SC)
3. Frekuensi dominan di Daerah
Istimewa Yogyakarta berada pada
rentang 1,4- 6,2 Hz.
4. Nilai faktor amplifikasi di Daerah
Istimewa Yogyakarta berada pada
rentang 1.1 – 4.1

Anda mungkin juga menyukai