Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Nn. SM DENGAN EFUSI PLEURA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Medikal


Bedah

DISUSUN OLEH:
Sisilia Mariani Destisary
1914314901043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES MAHARANI
MALANG
2020

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN MEDIKAL BEDAH

PADA Nn. SM DENGAN EFUSI PLEURA

Disusun oleh : Sisilia Mariani Destisary

NIM : 1914314901043

Program Studi : Profesi Ners

Institusi : STIKes Maharani

Malang, Oktober 2020

Pembimbing Institusi

(Ns. Registra T., M.Kep)

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


RENCANA KEGIATAN MINGGUAN

Departemen : KMB Persepti : Sisilia M Destisary


Periode : 21 Sept-17 Okt 2020 Perseptor : Ns. Registra T., M.Kep
Ruang : Minggu ke-1 : (21-26 september
2020)

A. Tujuan yang ingin dicapai


TUK :
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura
sesuai kasus kelolaan selama 1 minggu (21-26 september 2020)
TIK :
Dapat melakukan pengkajian terhadap pasien dengan Efusi Pleura
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan terhadap pasien dengan Efusi
Pleura
2. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan Efusi
Pleura
3. Mampu menetapkan intervensi sesuai diagnosa
4. Mampu menetapkan implementasi sesuai dengan intervensi
5. Mampu menetapkan evaluasi dan mendokumentasikan semua proses
keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


B. Rencana Kegiatan

TIK Jenis Kegiatan Waktu Kriteria Hasil


1. - Melakukan pengkajian Hari ke-1 - Mampu melakukan
pada pasien dengan Efusi pengkajian
Pleura - Data dapat
- Melakukan analisa data terkumpul
hasil pengkajian terkait dan valid
pasien dengan Efusi Pleura

2. Menemukan masalah Hari ke- 2 - Mampu menemukan


masalah
- Hasil analisa data
dapat selesai dan
dikonsultasikan ke
pembimbing
3. Menentukan prioritas masalah Hari ke-3 Mampu menentukan
dan memberikan asuhan prioritas masalah dan
keperawatan mampu memberikan
asuhan keperawatan
yang tepat
4. Memberikan asuhan Hari ke-4 mampu memberikan
keperawatan dan evaluasi asuhan keperawatan
tindakan yang tepat
5. Memberikan asuhan Hari ke-5 mampu memberikan
keperawatan dan evaluasi &6 asuhan keperawatan
tindakan yang tepat

C. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan


Mahasiswa mampu melakukan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan

D. Evaluasi Praktikan
1. Melanjutkan semua rencana keperawatan

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


2. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan tindakan keperawatan
3. Belum mampu berkaloborasi dengan tenaga medis lain karena berbasis
studi
E. Rencana Tindak Lanjut
1. Mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan klinis serta kolaborasi dengan
tenaga medis lain terkait penanganan pasien dengan efusi pleura
2. Melakukan praktik pemasangan oksigen dengan nasal kanul, simple mask,
RBM dan NRBM
3. Melakukan praktik pemasangan dan perawatan WSD

Menyetujui,
Pembimbing

(Ns. Registra Trigantara., M.Kep)

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


1. KONSEP DASAR TEORI
1.1. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terjadi penumpukan cairan
melebihi normal di dalam rongga pleura diantara pleura parietalis dan
visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat (Siagian, Supriatna and
Dwidanarti, 2016). Efusi Pleura merupakan sebuah manifestasi klinis yang
umumnya muncul dari berbagai macam penyakit (Putu et al., 2020)
Efusi pleura pada keganasan merupakan sebuah kondisi umum,
namun pada kondisi yang kronis dapat menurukan kualitas hidup dari pasien
dan berhubungan langsung dengan morbiditas dan mortalitas pasien (Siagian,
Supriatna and Dwidanarti, 2016). Efusi pleura maligna merupakan salah satu
komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan di mana dapat
berupa penyebaran dari keganasan yang far advanced atau merupakan
manifestasi awal dari keganasan ekstra-paru yang mendasarinya (Putu et al.,
2020).
1.2. Klasifikasi
Menurut (Nurarrif and Kusuma, 2015), Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Efusi Pleura Transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor
sistematik yang mempengaruhi produksi dan absorb cairan pleura seperti
(gagal jantung kongesif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialisis
peritoneum)
2. Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak
dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru
yang dilapisi pleura tersebut atau ke dalam paru terdekat. Kriteria effusi
pleura eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Penyebab effusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema,
penyakit metastasis (mis, kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium)
haemotorak, infark paru, keganasan, repture aneurismaaorta
1.3. Etiologi
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu
dari 4 mekanisme dasar :
a. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
b. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
c. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
d. Peningkatan tekanan negatif intrapleural

Penyebab efusi pleura :

1. Virus dan mikroplasma : Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya


tidak banyak.Contoh : Echo virus, riketsia, mikoplasma, Chlamydia
2. Bakteri piogenik : Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan
menjalar secara hematogen. Contoh aerob : strepkokus pneumonia,
S.mileri, S.aureus, hemopillus, klabssiella. Anaerob: bakteroides seperti
peptostreptococcus, fusobacterium
3. Tuberculosis : infeksi bakteri pada paru, efusi pleura tuberculosis
merupakan bentuk sering ditemukan pada tuberculosis ekstrapulmonari.
Diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemuka Mycrobacterium
tuberculosis pada sputum, cairan pleura atau specimen biopsy pleura.
Adanya TB markers yang tinggi pada cairan pleura, seperti ADA,
interferon atau reaksi rantai polimerasi positif pada DNA TB juga mampu
menegakkan diagnosis
4. Efusi parapnemonia merupakan tipe dari efusi pleura yang terjafi karena
adanya infeksi bakteri berkelanjutan pada paru, termasuk pneumonia dan
abses paru dan bronkiektasis
5. Fungi : infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup
udara. Organisme yang menyerang adalah candida sp, aspergillus sp,
Cryptococcus neoforman. Sangat jarang terjadi, biasanya karena

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


perjalanan infeksi fungi dari jaringan paru. Contoh: aktinomiksis,
koksidiomikosis. Asergilus, Kriptokokus, Histoplasma
6. Parasit : Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.
Amoeba masuk dalam bentuk tropozoid setelah melewati perenkim hati
menembus diafragma terus ke rongga pleura. Efusi terjadi karena amoeba
menimbulkan peradangan .
7. Kelainan intra abdominal : Contoh : pancreatitis, pseudokista pancrea atau
eksaserbasi akut, pancreatitis kronis, abses ginjal.
8. Penyakit collagen : Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis
rematoid (RA), sclerpderma
9. Gangguan sirkulasi : Contoh : gangguan CV (gagal jantung), emboli
pulmonal, hypoalbuminemia
10. Neoplasma : Gejala paling khas adalah jumlah cairan efusi sangat banyak
dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat
11. Sebab-sebab lain. Seperti: trauma (trauma tumpul, laserasi, luka tusuk),
uremia, miksedoma, limfedema, reaksi dipersensitif terhadap obat, effusi
pleura
1.4. Manifestasi Klinis
Gejala gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika
mekanika paru terganggu. Klien dengan efusi pleura biasanya akan
mengalami keluhan :
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkolosis) banyak keringat, batuk
g. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan cairan pleural yang signifikasn
h. Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


 Inflamasi dapat terjadi friction rub
 Atelaktaksis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan
bunyi nafas bronkus
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan
 Focal fremitus melemah pada perkusi didapati pekak dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
domoiseu)
 Didapati segitiga garland yaitu daerah yang diperkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segita grocorochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain. Pada
auskulutasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronchi
1.5. Patofisiologis
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura vicelaris, karena diantara pleura tersebut terdapat cairan
1- 20 cc yang merupakan lapirsan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kdua pleura, sehingga
pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Diketahui bahwa cairan
diproduksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya diabsorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel sel mesofelial/ jumlah cairan dalam rongga pleura tetap.
Karena adnaya keseimbangan antara produksi dan absorbs. Keadaan ini bisa
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H20 dan tekanan
osmotic koloid sebesar 10 cm H20. Keseimbangan tersebut dapat terganggu
oleh beberapa hal, salah satunya infeksi tuberkulosa paru (ES, 2015).
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


primer. Dari primer ini akan timbul oeradangan saluran getah bening menuju
hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening
akan mempengaruhi permebilitas membrane. Permeabilitas membrane akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga
pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru
melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab
lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga, atau columna vetebralis. Efusi pleura merupakan
keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga pleura. Dalam keadaan
normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang berfungsi
mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah
cairan melebihi volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi
cairan di lapisan pleura parietal yang melebihi kecepatan penyerapan cairan
oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral. Keadaan ini
dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk tersebut dapat
menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara terganggu
(ES, 2015).

1.6. Pathway

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


1.7. Pemeriksaan Diagnostik

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dengan foto dada standard dapat
mendekteksi efusi pleura dengan volume minimal 50 cc pada pandangan
lateral, tetapi pemeriksaan ini hanya bersifat sugestif untuk diagnosis
efusi pleura maligna. Efusi pleura yang massif meningkatkan
kemungkinan terbentuknya meniscus sign dengan cairan yang terlihat
memanjat pada dinding dada lateral, pergeserann mediastinum ke sisi
kontralateral dan inverse dari diafragma. Tanda radiografi dari suatu efusi
pleura maligna termasuk penebalan pleura terlobulasi yang
sirkumferensial, penuhnya iga (crowded ribs), dan peniggian
hemidiafragma atau pergeseran mediastinu ipsilateral konsisten dengan
atelaktasis karena obstruksi oleh tumor (Rai, 2019).
2. Pemeriksaan CT Scan
Contrast enhanced chest computed tomography/ CT dada dengan
kontras memberikan infromasi imaging yang paling bermanfaat untuk
mengevaluasi pasien dengan kecurigaan EPM. Hasil pencitraan disini
akan dapat melihat sampai ke abdomen atas (untuk metastasis adrenal dan
hepar). Selain itu, tumor primer yang tersembunyi dapat diidentifikasi
seperti kanker payudara, kanker paru, thymoma (tumor mediastinum),
atau konsolidasi pada rongga (linfoma). Temuan CT dada yang mengarah
pada diagnosis EPM antara lain penebalan pleura sirkumferensial,
penebalan pleura nodular, penebalan pleura parietal yang lebih dari 1 cm,
dan keterlibatan pleura mediastinal atau bukti adanya tumor primer.
Semua temuan sugestif tersebut memiliki sensivitas antara 88%, sampai
100% dengan spesifitas 22% hingga 56% (Siagian, Supriatna and
Dwidanarti, 2016).
3. Pemeriksaan cairan pleura
Analisis Cairan pleura merupakan suatu sarana yang sangat
memudahkan untuk mendiagnosa penyebab dari effusi tersebut.Prosedur
torakosintesis sederhana dapat dilakukan secara bedsidesehingga
memungkinkan cairan pleura dapat segera diambil, dilihat secara
makroskopik maupun mikroskopik, serta dianalisa.Indikasi tindakan

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


torakosintesis diagnostic adalah pada kasus baru effusi pleura atau jika
etiologinya tidak jelas dimana cairan yang terkumpul telah cukup banyak
untuk diaspirasi yakni dengan ketebalan 10 mm pada pemeriksaan
ultrasonografi toraks atau foto lateral decubitus (Rai, 2019).
1.8. Penatalaksanaan

Manajemen Efusi Pleura Maligna pada prinsipnnya adalah paliatif.


Sampai saat ini beberapa penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus
efusi pleura maligna adalah torakosentesis terapeutik, pleurodesis, drainase
yang dengan kateter indwelling jangka panjang, serta pembuatan shunt pleuro
peritoneal. Beberapa senter menyarankan melakukan intervensi awal sejak
didiagnosis suatu efusi pleura maligna untuk mencegah lokulasi pleural yang
akan mempersulit manajemen selanjutnya. Intervensi ditujukan pada
oengeluaran cairan pleura misalnya dengan thorakosentesis dan apabila
memungkinkan melakukan pleurodesis atau membuat suatu sistem drainasi
jangka panjang untuk mencegah reakumulasi dari cairan pleura (Rai, 2019).

Menurut (Wijaya and Putri, 2015), tujuan umum penatalaksanaan adalah

1. Untuk menemukan penyebab dasar


2. Untuk mencegah penumpukan kembali cairan
3. Menghilangkan ketidaknyamanan serta dyspnea Pengobatan spesifik
ditunjukan untuk penyebab dasar, misalnya : gagal jantung kongestif
(CHF), pneumonia, sirosis hepatis.

Tindakan yang dilakukan yaitu :

1. Torakosintesis :
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif
seperti nyeri, dyspnea dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 sampa 1,5
liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru.
Jika jumlah caran efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


2. Pemasangan selang dada atau drainage. Hal ini dilakukan jika
torakosintesis menimbulkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit.
3. Obat-obatan Antibiotik, jika agen penyebab adalah kuman atau bakteri
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kal dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah terakumulasi kembali
5. Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dyspnea akan semakin meningkat pula.
6. Biopsi pleura untuk mengetahui adanya keganasan
1.9. Komplikasi
a. Fibrothoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainasi
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut fibrotoraks. Jika fibrothoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane membrane pleura tersebut.
b. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
c. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura
d. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimansa terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradagan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


e. Kolaps paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian/ semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi situasi kesehatan klien. Dasar utama
memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu merupakan tahap
pengkajian (Nursalam, 2008).
1. Data umum
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,nomor register,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah,pendidikan, tanggal MRS, diagnosa medis (Wahid, 2015).
2. Alasan masuk rumah sakit/ keluhan utama
Klien dengan effusi pleura akan merasasakan sesak nafas, batuk
dan nyeri pada dada saat bernapas. Kebanyakan effusi pleura bersifat
asimptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritic, ketika effusi sudah menyebar memungkinkan timbul
dyspnea dan batuk. Effusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas
pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena,
dullness pada perkusi, dan penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang
terkena (Somantri and Irman, 2015).
3. Riwayat Kejadian / Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan effusi pleura akan diawali dengan keluhan batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan
menurun. Agar mempermudah perawat mengkaji keluhan sesak napas,
maka dapat di bedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian
ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih mempermudah perawat
dalam melengkapi pengkajian.

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


a. Provoking Incidente: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
istirahat?
b. Quality of point: seperti apa sesak napas yang di rasakan atau
digambarkan klien. Sifat keluhan (karakter), dalam hal ini perlu
ditanyakan kepada klien apa maksud dari keluhan-keluhanya. Apakah
rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan
pernapasan?
c. Region: radiation, relief: dimana rasa berat dalam melakukan
pernapasan? Harus di tunjukan dengan tepat oleh klien.
d. Serevity (Scale) Of Point: seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan
klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesaknapas dan
klien menerangkan seperapa jauhsesak napas mempengaruhi aktivitas
sehari-harinya.
e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah, bertambah
burukpada malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya (onset),
tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahanlahan atau seketika
itu juga. Tanyakan apakah timbulgejala secara terus menerus atau
hilang timbul (ntermiten). Tanyakan apa yang sedang di lakukan klien
pada gejala timbul. Lama timbulnya (Durasi), tentukan kapan gejala
tersebut pertama kali di rasakan sebagai “Tidak Biasa” atau “tidak
enak”. Tanyakan apakah klien sudah pernah menderita penyakit yang
lama sebelumnya (Muttaqin and Arif, 2016).

4. Riwayat Kesehatan Terdahulu


a. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dengan effusi pleura terutama akibat adanya infeksi
nonpleurabiasanya mempunyai riwayat penyakit tuberculosis paru
(Somantri and Irman, 2015).
b. Riwayat kesehatan keluarga

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan
dari anggota keluarganya yang lain, terkecuali penularan infeksi
tuberculosis yang menjadi faktor penyebab timbulnya effusi pleura
(Somantri and Irman, 2015)
c. Riwayat Pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu seperti, Pengobatan untuk effusi pleura malignan termasuk
radiasi dinding dada bedah plerektomi, dan terapi diuretic (Padila,
2015).
5. Pengkajian Psiko-sosio-spirutual
Pengakjian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data
hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat
ini.data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-
sosio-spiritual yang saksama (Muttaqin and Arif, 2016).
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
 Kesadaran
Klien dengan effusi pleura biasanya akan mengalami keluhan
batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat
badan menurun. (Muttaqin and Arif, 2016).
 Tanda- tanda Vital
RR cenderung mengikat dank lien biasanya dispneu, suara perkusi
redup sampai pekak vocal premitus menurun, bergantung pada
jumlah cairannya, auskultasi suara napas menurut sampai
menghilang (Somantri and Irman, 2015).
b. Mata
I : konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena
hipoksemia)
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan
c. Hidung

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


I : adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap, dyspnea)
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan
d. Mulut dan Bibir
I : Membrane mukosa sianosis (karena penurunan oksigen), bernapas
dengan dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru
kronik), tidak ada stomatitis
P : Tidak ada pmbesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
I : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada alat bantu pendengaran.
P : tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
f. Leher
I : Tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, warna kulit merata
P : Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.
g. Paru-paru
I : Peningkatan frekuensi/takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, leher, retraksi
intercostals, ekspirasi abdominal akut, gerakan dada tidak sama
(paradoksik) bila trauma, penurunan pengembangan thorak (area yang
sakit).
P : Terjadi ketertinggalan gerak antara area yang sakit dengan area
yang sehat. Fremitus menurun (sisi yang terlihat). Pemeriksaan
fremitus dilakukan dengan ucapan : 1) Anjurkan klien mengatakan
“Tujuh Puluh Tujuh” atau “ Sembilan Puluh Sembilan” secara
berulang-ulang dengan intonasi sama kuat 2) Dengan menggunakan
dua tangan, pemeriksa menempelkan kedua tangannya kepunggung
klien, dan rasakan getaran dari paru kanan dan kiri. Apakah bergetar
sama atau tidak.
P : Bunyi pekak diantara area yang terisi cairan.
A: Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian yang
terkena Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah / trauma
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


retraksi interkostal, bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada
sisi terlibat) (Padila, 2015).
h. Abdomen
I : Tidak ada lesi, warna kulit merata.
A : Terdengar bising usus 12x/menit.
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
P : tympani
i. Genetalia
I : Tidak ada lesi, rambut pubis merata, tidak ada jaringan parut.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran abnormal.
j. Kulit I : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
k. Untuk pengkajian nutrisi :
 A (antropometri) meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, IMT (Indeks Massa Tubuh).
Indeks masa tubuh (IMT) mengukur berat badan yang sesuai
dengan tinggi badan dan memberikan alternatif hubungan antara
tinggi badan dan berat badan klien.Hitung IMT dengan rumus .
Klien dikatakan memiliki berat badan yang berlebihan jika skor
IMT berada antara 25-30.
 B (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abnormal.
 C (Chemical) meliputi tanda-tanda klinis, turgor kulit, mukosa
bibir, konjungtiva anemis/tidak.
 D (Diet) meliputi :
1) Nafsu makan,
2) Jenis makanan yang dikonsumsi
3) Frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi cairan pada area pleural, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal menurun,
saturasi O2 biasanya menurun.
c. Torakosintesis : menyatakan cairan serisanguinosa (Padila, 2015).
2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respons diri
seorang individu, keluarga, krlompok, atau komunitas (Herdman and
Kamitsuru, 2016).
Menurut Nanda (2015) diagnosis yang sering muncul pada klien effusi
pleura meliputi :
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura Definisi : Inspirasi dan / atau
ekspirasi yang tidak member ventilasi
2.3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kep NOC NIC


Ketidakefektifan Respiratory status : Airway suction
pola napas a. Ventilation 1) Buka jalan nafas, gunakan
b. Respiratory status : tehnik chin lift atau jaw thrust
Airway patency bila perlu
Kriteria Hasil : 2) Posisi kan pasien perlunya
 Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
batuk efektif dan suara buatan
nafas yang bersih, tidak 3) Identifikasi pasien perlunya
ada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
dyspneu (mampu buatan
mengeluarkan sputum, 4) Pasang mayo bila perlu
mampu bernafas dengan 5) Lakukan fisioterapi dada jika
mudah, tidak ada pursed perlu
lips) 6) Keluarkan secret dengan batuk
 Menunjukan jalan nafas atau suction
yang paten (klien tidak 7) Auskultasi suara nafas, ctat
merasa tercekik, irama adanya suara tambahan

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


nafas, frekuensi 8) Lakukan suction pada mayo
pernafasan dalam 9) Berikan bronkodilator bila
rentang normal, tidak perlu
ada suara nafas 10) Berikan pelembab udara kassa
abnormal) basah NaCl lembab
 Mampu 11) Atur intake untuk cairan
mengidentifikasi dan mengoptimalkan
mencegah faktor yang keseimbangan
dapat menghambat jalan 12) Monitor respirasi dan status
nafas. O2 Oxygen Therapy
13) Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
14) Pertahankan jalan nafas yang
paten 15.Atur peralatan
oksigen

2.4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).
2.5. Evaluasi
Evaluasi adalh tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisis, perencanaan, dan implementasi, intervensi.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatantetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang di

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapanya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk
menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2008).

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


DAFTAR PUSTAKA

ES, S. (2015). Efusi Pleura Kanan yang Disebabkan oleh Carcinoma Mammae
Dextra Metastase ke Paru. Medula, 1(September), pp. 72–78.

Herdman and Kamitsuru. (2016). Diagnosis Keperawatan Definis & Klasifikasi


2015/ 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Muttaqin and Arif. (2016). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika.

Nurarrif and Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. (2015). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Putu, N. et al. (2020). Profil Sitologi Efusi Pleura Maligna di RSUP Sanglah
Tahun 2015/2017. Medika Udayana, 9(1), pp. 22–27.

Rai, I. B. N. (2019). Efusi Pleura Maligna: Diagnosis dan Penatalaksanaan


Terkini. J Pewy Dalam, 10(September).

Siagian, C. M., Supriatna, Y. and Dwidanarti, S. R. (2016). AKURASI


DIAGNOSTIK CT- SCAN TORAKS DALAM MENILAI MALIGNITAS EFUSI
PLEURA PADA TUMOR EKSTRA-PARU. Jurnal Radiologi Indonesia,
2(September 2016), pp. 6–11.

Somantri and Irman. (2015). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Wahid. (2015). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: CV Sangung Seto.

Wijaya and Putri. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa


Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


STUDI KASUS
1. PENGKAJIAN
1.1. Data umum klien
Nama : Nn. SM

Usia : 19 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Alamat : Ds. Temu RT 03/03 Siti Rejo Wagir

Status perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMU Kelas II

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal MRS : 15 Agustus 2010

Dx medis : Pleural Efusion ec malignancy proses dari ca Ovari

Tgl pengkajian : 15 Agustus 2010

No Reg : 0526324

1.2. Keluhan utama


Saat MRS : sesak napas

Saat pengkajian : mual, muntah, lemah, sedikit sesak dan nyeri dada
(nyeri hilang timbul dan terasa paling parah di area
bekas WSD)

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


1.3. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 bulan SMRS penderita mengeluh sesak napas dan nyeri dada
kanan. Kemudian klien berobat ke puskesmas diberi pil (warna kuning) dan
sakit berkurang selama 3 hari. Setelah itu kambuh lagi, nyeri lebih hebat dan
dibawa ke RST. Disana dilakukan penyedotan lewat dada kanan keluar cairan
1 liter. Kemudian saat kambuh lagi dibawa ke RSSA dan disedot 1200cc.
Selanjutnya tanggal 15 maret 2009 dilakukan penyedotan ulang, saat
penyedotan baru mendapatkan 5 cc penderita muntah-muntah. Penyedotan
dihentikan dan disarankan untuk rawat inap di RSSA

1.4. Riwayat penyakit dahulu


Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang parah seperti
TBC, Typus, DB, Hepatitis, DM maupun penyakit lainnya. Meskipun sakit,
klien hanya menderita batuk pilek dan paling sering menderita panas dingin.
Klien mempunyai riwayat gatal-gatal jika terkena plester

1.5. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan dirinya ataupun penyakit lain seperti TBC, Typus, DB,
Hepatitis, DM maupun penyakit lainnya

Tidak terkaji Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Garis keturunan

: Hubungan pernikahan

: Klien

: Tinggal dalam satu


rumah

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


: Meninggal dunia

1.6. Pola pemenuhan ADL


Nutrisi dan cairan

SMRS MRS

Klien biasanya makan 2-3 x/hr Diet bubur halus TKTP 3x/hari.
dengan porsi 1 piring. Menu yang
Klien mengeluh perutnya terasa
biasa klien makan terdiri dari nasi,
mual-mual sehingga klien hanya
sayur, lauk (tahu tempe, aam dan
makan sedikit ± 3 sdm.
ikan laut) kadang-kadang klien
minum susu. Klien minum air putih 5-6 gelas/hr
dan susu 1-2x/hr (1/4 -1/2gls tiap
Minum air putih ± 5-6 gelas/hr
kali minum)

Pola tidur dan istirahat

SMRS MRS

Klien biasanya tidur malam Selama di RS klien sering tidur


selama 6-7 jam. Jika tidak ada biasanya pagi hari jam 09.00-11.00 sore
kegiatan kadang-kadang klien 14.00-16.00 dan malam hari 21.00-
tidur siang selama 1-2 jam 05.00. Saat tidur klien sering terbangun
karena kaget (lingkungan yang ramai
dan terasa sumpek)

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Eliminasi

SMRS MRS

BAK : spontan, lancar, 4-6x/hr, BAK : spontan, lancar 4-6x/hr, lampias


lampias
BAB : 2 hari sekali, kadang-kadang
BAB : biasanya 1x/hr kadang- sampai 4 hari sekali, konsistensi lunak
kadang 1x/2hr, konsistensi lunak

Aktivitas

SMRS MRS

Keseharian klien sibuk sebagai Klien sering tidur, aktivitas klien


seorang pelajar SMU. Waktu klien hanya tidur miring kiri dan kanan
dihabiskan untuk belajar dan
mengerjakan tugas sekolah. Klien
mempunyai kebiasaan tidur dilantai
jika capek

1.7. Aspek Psikososial


1. Pola pikir dan persepsi
Hal yang dipikirkan klien sat ini adalah ingin segera sembuh dan pulang
untuk berkumpul dengan keluarganya dan melanjutkan sekolahnya

2. Suasana hati
Klien sering terlihat murung tapi jika diajak bicara klien sering tersenyum.
Klien mengungkapkan sebenarnya dia sangat sedih dan terpukul dengan
kondisinya sekarang ini.

3. Pertahanan koping
Dalam mengambil keputusan (misal: tindakan medis) dilakukan sendiri oleh
klien dan orang tuanya.

4. Sistem nilai dan kepercayaan

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Selama di RS, klien memasrahkan diri pada tuhan YME sambil berdoa
mengharap kesembuhan. Selama dirawat klien tidak menjalankan sholat 5
waktu, klien hanya berdoa.

1.8. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : lemah, status kesadaran CM GCS 4 5 6
2. Head to toe
Kepala dan leher : bentuk bulat, rambut hitam panjang dan terlihat
sedikit kotor, JVD (–)

Wajah : Grimace (-) kulit wajah tampak sangat lembab


dan berkeringat

Telinga : simetris (tidak ada keluhan)

Mata : I : simetris, konjungtiva anemis +/+ sclera


ickterus +/+

P : tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri


tekan

Hidung : PCH (–)

Mulut : membran mukosa cukup lembab, gigi sedikit


kotor

Dada/thorax :

Inspeksi
Bentuk dada simetris, pergerakan dining dada simetris, tampak
penggunaan otot-otot

Bantu pernapasan RIC + RSS + RR: 32x/mnt

Terdapat luka bekas pemasangan WSD pada ICS 9 kanan

Auskultasi
Paru: ditemukan suara vesikuler yang menurun pada dada kanan
sedangkan pada kiri normal

Jantung: BJ I dan II Normal, murmur (-) HR 84x/mnt

Palpasi
Nyeri tekan pada area sekitar pemasangan WSD skala nyeri 2-5,
massa abnormal (-), krepitasi (-), IC : ICS V

Perkusi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Sonor

Abdomen :

Inspeksi
Bentuk N, jejas (-), gatal-gatal warna kehitaman

Auskultasi
BU + 9x/mnt

Palpasi
Supel

Perkusi
Timpani

Punggung : Bentuk Normal, jejas (–)

Genetalia : tidak terpasang DC

Integumen : turgor <2dtk, CRT ≤ 3 dtk, kulit cukup lembab, LSC tipis

Ekstremitas : Edema    
- -

   
- -
Kekuatan     otot
5 5

 
5 5
Cianosis (-), akral hangat, ekstrimitas kiri terpasang
venvlon,

ekstrimitas kanan: lengan gatal-gatal dan kemerahan

Pemeriksaan TTV : TD = 110/60mmHg

S = 38,5 °C

N = 92x/mnt

RR = 32x/mnt

BB = SMRS: 55Kg MRS: 40Kg

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (24/3’09)

Kimia Darah
BUN :13,7 mg/dl (20-40/10-20)

Kreatinin :1,0 mg/dl (< 1,3)

SGOT : 8 mu/ml (2-17)

SGPT : 5 mu/ml (3-19)

Protein total : 5,6 gr/dl (6,7-8,7)

Albumin : 2,2 gr/dl (3,5-5,5)

Globulin : 3,4 gr/dl (2,5-3,5)

Analisa Urine
PH : 6,0

BJ : 1.020

Pemeriksaan Darah
Hb : 8,8 gr/dl

Leukosit : 10.700/mm3

LED : 110 mm/jam

Trombosit : 373.000/ mm3

Analisa Elektrolit
Na : 140 (136-145)

K : 4,53 mmol/l (3,5-5,0)

Clorida : 113 (98-106)

BGA
PH : 7,439 (7,35-7,45)

PCO2: 30,4 (35-45)

PO2 : 95,0 (80-100)

HCO3 : 19,8 (21-28)

O2 Sat : 96,9 (85-95)

BE : - 2,8 (- 3 - +3)

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Hasil kultur
Terdapat bakteri: K. Oxytoca yang resisten thd cefotaxim

USG thorax
Hemithorax Dex : tampak echocairan di cavum pleura, bersepta-septa
dengan penebalan pleura. Sudah terpasang marker pada intercostals
space berjarak 26,7 – 47 mm, kemungkinan sulit untuk dilakukan
pungsi.

Hemithorax Sin : tampak echocairan, jumlah banyak pada cavum


pleura kiri, sudah terpasang marker pada intercostalspace berjarak 23,5
mm – 67,6 mm

II. Terapi
Imipenem 2X1 gr IV

Cimetidin 3x1 amp IV

Metador 3x1 amp IV

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


2. ANALISA DATA
No Data Masalah Etiologi

1. DS : Ketidaefektifan Efusi Pleura


pola napas
Pasien mengatakan sesak napas

DO : Menekan pleura
Domain 4 :
 tampak penggunaan otot-
Activity and rest
otot bantu pernapasan RIC
Ekspansi paru
+ RSS Kelas 4 :
inadekuat
 RR : 32x/menit Cardiovascular /
 USG thorax pulmonary

Hemithorax Dex : tampak responses (00032)


Pertukaran O2
echocairan di cavum pleura, dialveoli menurun
bersepta-septa dengan
penebalan pleura. Sudah
terpasang marker pada Dyspnea
intercostal space berjarak
26,7 – 47 mm

Hemithorax Sin: tampak Ketidakefektifan

echocairan, jumlah banyak pola nafas

pada cavum pleura kiri,


sudah terpasang marker
pada intercostalspace
berjarak 23,5 mm – 67,6
mm

No Data Masalah Etiologi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


2. DS: Ketidakseimbang Efusi Pleura
an nutrisi kurang
 Pasien mengeluh perutnya
dari kebutuhan
terasa mual mual
tubuh Menekan pleura

DO:
Domain 2 : Ekspansi paru
 Klien tampak lemah, mual
Nutrisi inadekuat
dan muntah
 Klien hanya makan sedikit ± Kelas 1 :
3 sdm Ingestion
Pertukaran O2
 Klien minum air putih 5-6 dialveoli menurun
(00002)
gelas/hr dan susu 1-2x/hr
(1/4 -1/2gls tiap kali minum)
 Konjungtiva anemis +/+ Dyspnea
sclera ickterus +/+
 BB SMRS : 55, BB MRS :
40 (Turun 15 kg) Batuk

Bau sputum
tertinggal

Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

No. Analisa Data Masalah Etiologi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


3. DS : Resiko infeksi Efusi Pleura

Pasien mengatakan memiliki


bekas pemasangan WSD
indikasi
DO : pemasangan
(WSD)
 Hasil kultur : terdapat
bakteri K. Oxytoca yang
resisten thd cefotaxim
Terputusnya
 Terdapat luka bekas
kontinuitas
pemasangan WSD pada ICS
jaringan
9 kanan
 S : 38,5 O C
 Pasien tampak lemah
 TD : 110/ 60 mmHg Perlukaan

Resiko Infeksi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola napas b/d menurunnya ekspansi paru


2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan
muntah
3) Resiko Infeksi b/d prosedur invasif

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakefektifan pola napas b/d Status Pernapasan 0415 Monitor Pernapasan 3350
menurunnya ekspansi paru
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
Domain 4, kelas 4, Kode Diagnosis 2 x 24 jam masalah dapat terselesaikan dengan kesulitan bernafas
00032 kriteria hasil : 2) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot otot bantu nafas, dan retraksi
 041501 Frekuensi pernapasan (4-5)
dad pada otot supraclaviculas dan interkosta
 041502 irama pernapasan (4-5)
3) Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok
 041504 suara auskultasi napas (2-3)
atau mengi
 041510 penggunaan otot bantu nafas (2-3) 4) Monitor pola nafas
 041522 suara napas tambahan (2-3) 5) Pasang sensor pemantauan oksigen non invasif
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi suara nafas
8) Posisikan pasien miring ke samping

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Status Nutrisi 1004 Manajemen Nutrisi


dari kebutuhan tubuh b.d mual dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
muntah
3 x 24 jam masalah dapat terselesaikan dengan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
Domain 2 : Nutrisi kriteria hasil : 2) Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan
bagi pasien
Kelas 1 : Ingestion  100401 asupan gizi (3-4)
3) Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi tegak

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


(00002)  100402 asupan manakan (4-5) di kursi jika memungkinkan
 100403 asupan cairan (4-5) 4) Monitor kalori dan asupan makan

 100405 rasio berat badan/ tinggi badan (4-5) 5) Monitor kecenderungan terjadinya penurunan
dan kenaikan berat badan
Manajemen Elektrolit atau Cairan

6) Monitor perubahan status paru atau jantung yang


menunjukkan kelebihan cairan atau dehidrasi
7) Timbang berat badan harian dan pantau gejala
8) Tingkatkan Intake atau asupan cairan peroral
9) Monitor tanda tanda vital yang sesuai
3. Resiko Infeksi b/d prosedur invasif Keparahan Infeksi 0703 Kontrol Infeksi 6540

Domain 11, Kelas 1, Kode Diagnosis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1) Anjurkan pasien mengenal teknik mencuci
00004 3 x 24 jam masalah dapat terselesaikan dengan tangan dengan tepat
kriteria hasil : 2) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan
 070307 demam (4-5)
pasien
 070330 ketidakstabilan suhu (4-5)
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
 070333 nyeri (3-4)
perawatan pasien
4) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
5) Pastikan perawatan luka yang tepat
6) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi
7) Ajaran pasien dan anggota keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed
4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tgl No Implementasi Evaluasi
Dx

1 1 Jam 08.00 Jam 08.00 WIB


Okt
1) Memberikan terapi injeksi S : Pasien mengatakan sesak
2020
Imipenem 2X1 gr IV berkurang
2) Memberikan nasal kanul 2 ltr/
menit
3) Mengajarkan batuk efektif O:
4) Memeriksa tanda tanda vital :
 Terpasang nasal kanul
1) Tekanan darah
 USG thorax :
2) Nadi
Hemithorax Dex : tampak
3) Suhu
echocairan di cavum pleura,
4) Kesadaran CM, GCS :
bersepta-septa dengan
456
penebalan pleura. Sudah
5) Melakukan pemeriksaan fisik
terpasang marker pada
paru :
intercostal space berjarak 26,7 –
1) Inspeksi
47 mm
2) Palpasi
3) Perkusi Hemithorax Sin: tampak
4) Auskultasi echocairan, jumlah banyak pada
cavum pleura kiri, sudah
terpasang marker pada
intercostalspace berjarak 23,5
mm – 67,6 mm

 RR = 22x/mnt

A : Ketidakefektifan Pola nafas


belum teratasi

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


P : melanjutkan intervensi no 1–5

1 2 Jam 08.30 WIB Jam 08.30 WIB


Okt
1) Membantu pasien saat makan, S : Klien mengeluh mual namun
2020
jika pasien kesulitan tidak separah sebelumnya
2) Menimbang berat badan
pasien
3) Melakukan pemeriksaan TTV O:

 Klien tampak lemah, mual


 Nafsu Makan bertambah
 Klien minum air putih 5-6
gelas/hr dan susu 1-2x/hr (1/2gls
tiap kali minum)
 Konjungtiva anemis +/+ sclera
ickterus +/+
 BB SMRS : 55, BB MRS : 40
(Turun 15 kg)

A: Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi

P: Melanjutkan Tindakan
keperawatan 2-3

1 3 Jam 08.30 WIB Jam 08.30 WIB

1) Memeriksa tanda tanda vital : S : Pasien mengatakan terdapat


 Tekanan darah

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed


 Nadi bekas WSD
 Suhu
 Kesadaran CM, GCS : 456
2) Mengajarkan pasien dan O:

keluarga cuci tangan 6


 Hasil kultur : terdapat bakteri K.
langkah
Oxytoca yang resisten thd
3) Penyuluhan tentang resiko
cefotaxim
infeksi kepada pasien dan
 Terdapat luka bekas
keluarga
pemasangan WSD pada ICS 9
kanan
 S : 38 O C
 Pasien tampak lemah
 TD : 110/ 60 mmHg

A : resiko infeksi belum teratasi

P : Melanjutkan intervensi no 1-3

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep., M.Biomed

Anda mungkin juga menyukai