Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Rizaldi (180201090)
TAHUN AJARAN
2020
KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF
A. Pengertian penelitian kuantitatif
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya
adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain
penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak
menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut,
serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik
bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.
Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Metode kuantitatif sering juga disebut metode
tradisional, positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan
metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi
sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena
berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific)
karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur,
rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan metode ini
dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.1
Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value
free).Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip
objektivitas. Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji
validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian
rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai
pribadi. Jika dalam penelaahan muncul adanya bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh dari
kaidah-kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya.2
Pada prinsipnya penelitian kuantitatif adalah untuk menjawab masalah. Masalah adalah
penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Dari hal
tersebut maka kita dapat melakukan beberapa langkah penelitian untuk menjawab masalah
tersebut, antara lain :
1. Tahap Konseptual
3. Fase Empirik
Pengumpulan data, penyiapan data untuk analisis atau mengumpulkan data penelitian dari
lapangan.
4. Fase Analitik
Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dari lapangan
diolah dan dianalisis untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, yang diantaranya kesimpulan
dari hasil pengujian hipotesis penelitian.
5. Fase Diseminasi
Pada tahap akhir, agar hasil penelitian dapat dibaca, dimengerti dan diketahui oleh
masyarakat luas, maka hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Pada umumnya statistik dibagi dua, yaitu (1) statistik deskriptif, (2) statistik inferensial.
Analisis statistik deskriptif biasanya dipergunakan kalau tujuan penelitianya untuk penjajagan
atau pendahuluan,tidak menarik kesimpulan,hanya memberikan gambaran/deskripsi tentang data
yang ada.analisis statistik infarasial dipergunakan jika peneliti akan memberikan interprestasi
menjenai data, atau ingin menarik kesimpulan dari data yang dihasilkan.Untuk kepentingan
analisis data, bagaimanapun bentuknya data, perlu ada prosedurnya. Prosedur yang sering
dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan Data
(1) Pengklasifikasian data, yaitu menggolongkan aneka ragam jawaban itu ke dalam
kategori-kategori yang jumlahnya lebih terbatas. pengklarifikasian perangkat kategori itu
penyusunannya harus memenuhi bahwa setiap perangkat kategori dibuat dengan
mendasarkan kriterium yang tunggal, bahwa setiap perangat kategori harus dibuat
lengkap, sehingga tidak ada satupun jawaban responden yang tidak mendapat tempat, dan
kategori yang satu dengan yang lain harus terpisah secara jelas tidak saling tumpang
tindih
(2) Koding, yaitu usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden dengan jalan
menandai masing-masing kode tertentu.Bila analisis kuantitatif maka kode yg diberikan
adalah angka.bila angka itu berlaku sebagai skala pengukuran maka disebut skor
(3) Tabulasi, yaitu usaha penyajian data,terutama pengolahan data yg akan memjurus analisis
kuantitatif,biasanya menggunakan tabel,baik tabel distribusi frekuensi maupun tabel
silang.
Dalam kemungkinan hasil yang pertama, kemungkinan besar hipotesis alternatifnya diterima
(hipotesis nihil ditolak). Menerima hipotesis alternatif berarti adanya dugaan hubungan atau
adanya perbedaan dinyatakan terbukti. Sebaliknya dalam kemungkinan hasil yg kedua, hipotesis
alternatifnya dinyatakan tidak terbukti.
Kesimpulan, yaitu hasil uji statistik, belumlah merupakan produk terakhir dari suatu
penelitian ilmiah. Pembahasan itu menjadi sangat penting jika ternyata hipotesis penelitiannya
tidak dapat dibuktikan. Dalam keadaan demikian penelitian berkewajiban mengkaji
kemungkinan sebab-sebab tidak terbuktinya hipotesis. Beberapa sumber tidak terbuktinya
hipotesis dapat dicari dari:
1. Landasan teori yang digunakan untuk menyusun hipotesis sudah kadaluarsa; sudah
kurang sahih, atau kurang adekuat.
2. Sampel penelitian terlalu kecil.
3. Sampel penelitian tidak diambil secara rambang.
4. Kurang cermatnya mengeleminasi atau menetralisasi variabel-variabel luar atau
ekstrameus.
5. Instrumen atau metode pengumpulan data tidak sahih dan tidak terandalkan.
6. Rancangan penelitian yang digunakan tidak tepat.
7. Perhitungan-perhitungan dalam analisisnya kurang cermat.
8. Hipotesisnya sendiri yang ”palsu”, dan kenyataannya bertentangan dengan hipotesis itu
(SutrisnoHadi, 1981).
Dalam hubungan dengan kemungkinan tidak terbuktinya hipotesis perlu dikemukakan bahwa
dalam penelitian suatu hipotesis tidak terbukti, itu tidak berarti bahwa penelitiannya gagal.
Sering kali suatu penelitian terdiri dari beberapa hipotesis dan tidak terbuktinya satu atau dua
hipotesis memang jarang terjadi. Walaupun penelitiannya hanya terdiri dari satu hipotesis, tidak
terbuktinya hipotesis itupun tidak berarti menggagalkan seluruh penelitian. Yang penting
peneliti, dalam hal ini, dapat mengemukakan keterangan atau alasan yang kuat mengenai
kemungkinan-kemungkinan sebab tidak terbuktinya hipotesis tersebut dalam pembahasan atau
diskusi hasil analisisnya. Memang cukup berat bagi peneliti untuk ”mengakui”, misalnya bahwa
instrumen kurang sahih, sampling kurang representatif, pengontrolan variabel ekstraneus kurang
cermat, atau landasan teori-teorinya kurang adekuat. Kemungkinan tidak terbuktinya hipotesis
ini hendaknya mengingatkan kepada peneliti agar semua kemungkinan sebab-sebab itu ditutup
bocornya sebelum penelitian dilakukan. Jika saja setelah usaha optimal dan hasilnya memang
demikian, peneliti tinggal menggali beberapa kemungkinan sebabnya yang secara metodologik
lebih dapat dipertanggungjawabkan, misalnya kurang besarnya sampel atau kemungkinan tidak
sahihnya teori-teori yang ada, sebab seperti telah diketahui bahwa lahirnya teori baru adalah dari
kemungkinan yang terakhir ini. Untuk analisis bukan statistik, barang kali komponen hasil dikusi
dan konklusi itu bergabung menjadi satu. Artinya hasil analisis adalah sekaligus konklusi
penelitian, sebagian dari konsep-konsep yang dibicarakan dalam hasil analisis statistik diatas
tentunya berlaku juga untuk hasil analisis yang bukan statistik.3
Menurut Miles dan Huberman (1984) ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan
dalam melakukan wawancara, yaitu:
1) The setting, peneliti perlu mengetahui kondisi lapangan penelitian yang
sebenarnya untuk membantu dalam merencanakan pengambilan data. Hal-hal
yang perlu diketahui untuk menunjang pelaksanaan pengambilan data meliputi
tempat pengambilan data, waktu dan lamanya wawancara, serta biaya yang
dibutuhkan.
2) The actors, mendapatkan data tentang karakteristik calon partisipan. Di
dalamnya termasuk situasi yang lebih disukai partisipan, kalimat pembuka,
pembicaraan pendahuluan dan sikap peneliti dalam melakukan pendekatan.
b. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan
kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman,
pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau
suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk
memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta
yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata,
jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk
menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan
teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang
tidak bermakna.
d. Diskusi terpusat
Diskusi terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya menemukan makna sebuah
isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah
oleh seorang peneliti. Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di
mana nilai rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk
menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk
kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang
mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.
Karakteristik Penelitian Research and Development (R & D)
4 Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research Approach), (Yogyakarta: CV Budi Utama,
2018), h. 1.
5 Hanafi, “Konsep Penelitian R&D Dalam Bidang Pendidikan,” Jurnal Kajian Keislaman, Vol. 4, No. 2, Juli 2017, h.
131.
6 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 407.
d.
Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stage. Dapat diartikan
bahwa melakukan revisi guna memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan
pada tahap-tahap pengujian lapangan.7
Demikian pula menurut Wayan (2009) ada empat karateristik penelitian
pengembangan, yaitu:
a. Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya
inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggungjawaban
profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.
b. Pengembangan model, pendekatan, dan metode pembelajaran serta media belajar
yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
c. Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji coba
lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang dihasilkan bermanfaat
untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan, validasi, dan uji
coba lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik.
d. Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media pembelajaran
perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis.8
7 Askari Zakariah, Vivi Afriani dan Zakariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Action Research,
Reaseaech and DevelopmenT (R&D), (Kolaka: Yayasan Pondok Pasantren Al Mawaddah Warrahmah, 2020), h. 80.
8 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, (Jakarta : Kencana, 2014), h. 426.
menemukan konsep-konsep maupun landasan-landasan teoretis yang bisa
memperkuat suatu produk, khususnya yang berhubungan dengan produk pendidikan.
c. Desain Produk. Untuk menghasilkan sistem kerja baru, maka haruslah dibuat
rancangan kerja baru berdasarkan penilaian terhadap sistem kerja lama, sehingga bisa
ditemukan kelemahan-kelemahan terhadap sistem tersebut.
d. Validasi Desain. adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menilai apakah
rancangan produk yang didesain dapat digunakan nantinya saat penelitian
berlangsung, disini si peneliti mempersentasikan desain produknya, dan menjelaskan
keunggulan dari desain produknya tersebut, kemudian para pakar memberi penilain
apakah ada kelemahan atau tidak.9
e. Perbaikan Desain. Sesudah desain produk jadi, divalidasi melalui diskusi bersama
para pakar dan para ahli lainnya. Maka akan bisa diketahui kelemahan-kelemahannya.
Kelemahan tersebut kemudian dicoba untuk dikurangi dengan jalan memperbaiki
desain tersebut. Yang bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang akan
menghasilkan produk tersebut.
f. Uji coba Produk. Desain produk yang sudah dibuat tidak dapat langsung diujicobakan
terlebih dahulu. Akan tetapi, haruslah dibuat terlebih dahulu hingga menghasilkan
produk, dan produk itulah yang diujicobakan. Pengujian bisa dilaksankan melalui
ekperimen, yaitu membandingkan efektivitas dan efesiensi sistem kerja yang lama
dengan sistem kerja yang baru.
g. Revisi Produk. Pengujian produk terhadap sampel yang terbatas tersebut dapat
menunjukkan bahwa kinerja sistem kerja baru ternyata yang lebih baik bila
dibandingkan dengan sistem yang lama. Perbedaan yang sangat signifikan, sehingga
sistem kerja baru tersebut bisa diterapkan atau diberlakukan.
h. Ujicoba Pemakaian. maka langkah berikutnya yaitu produk yang berupa sistem kerja
baru tersebut diberlakukan atau diterapkan pada kondisi nyata untuk ruang lingkup
yang luas. Dalam pengoperasian sistem kerja baru tersebut, tetap harus dinilai
hambatan atau kekurangan yang muncul guna dilakukan perbaikan yang lebih lanjut.
i. Revisi Produk. Revisi produk ini dilaksanakan, bila dalam perbaikan pada yang
kondisi nyata terdapat kelebihan dan kekurangan. Dalam uji pemakaian produk,