Anda di halaman 1dari 5

Pembuatan Preparat Protozoa dari Pewarna Alami Kayu Secang

Pembahasan
Pembuatan preparat protozoa diawali dengan pembuatan kultur mikroba dari bahan
organik. Menurut Wibisono dan Muchsin (1993), bahan organik dapat berupa jasad renik
yang sudah mati, sisa-sisa tanaman, kotoran hewan dan lain-lain yang telah tercampur dengan
tanah. Pada pembuatan kultur mikroba ini bahan organik yang digunakan adalah kotoran
kambing dan jerami yang kemudian direndam bersama-sama di dalam air selama kurang-
lebih tujuh hari. Jerami yang telah di rendam dengan air dapat menjadi tempat hidup protista.
Semakin lama jerami di rendam dengan air, akan semakin banyak protista yang hidup di
dalamnya. Begitupun dengan air kolam, air sawah, dan air comberan. Semakin keruh air
tersebut semakin banyak protista yang hidup di dalamnya. Adapun kotoran kambing dipilih
karena mengandung mikroba-mikroba seperti bakteri, kapang, actinomycetes, dan protozoa.
Pada umumnya kotoran kambing dan kotoran ternak lainnya digunakan sebagai bahan
organik untuk pupuk kandang karena kandungan mikroorganisme dan unsur hara lainnya
yang dapat berperan dalam mendekomposisikan bahan organik sehingga dapat menyuburkan
tanah (Lingga, 1991). Setelah perendaman selama tujuh hari, kultur mikroba diambil dengan
pinset dan diteteskan pada obyek glass untuk kemudian diamati di bawah mikroskop.
Kemudian setelah dipastikan mengandung protozoa maka dibuat preparat protozoa dengan
penambahan pewarna alami berupa kayu secang.
Hasil pengamatan preparat protozoa dengan pewarna alami kayu secang adalah
sebagai berikut :

Keterangan :
Sitoplasama terwarna ungu. Inti terlihat gelap.
Protozoa ini mempunyai ujung depan pada tubuhnya
tumpul dan bagian belakang runcing seperti sandal.
Teridentifikasi sebagai Paramecium sp. Bagian yang
teridentifikasi adalah sebagai berikut :

Perbesaran 10x10

Perbesaran 10x10
Perbandingan hasil pengamatan dengan pewarna hematoxylin :

Berdasarkan hasil pengamatan di bawah mikroskop


menggunakan perbesaran 40x10 dapat terlihat bagian-
bagian dari protozoa yaitu membrane sel, sitoplasma,dan
inti selnya hanya terlihat samar. Sedangkan organela lain
tidak terlihat. Hal ini mungkin disebabkan karena
perbesaran yang digunakan kurang kuat. Protozoa yang
ditemukan pada saat pengamatan berupa jenis protozoa
paramaecium sp. Yang bentuknya terlihat memanjang
seperti bentuk sandal, namun alat geraknya sudah tidak
terlihat mungkin telah mereduksi selama proses
pembuatan preparat. (Rudyatmi,2016)
Perbesaran 10x40

Perbandingan dengan morfologi skematis :

(Wasetiawan, Tth)

Berdasarkan hasil pengamatan dan perbandingan dengan jenis pewarna lain dapat
dinyatakan bahwa penggunaan pewarna alami kayu secang dapat menghasilkan preparat
protozoa dengan morfologi yang cukup jelas, tidak berbeda jauh dari pewarna sintetik
hematoxylin. Protozoa sendiri merupakan kelompok hewan yang tubuhnya terdiri dari satu
sel saja dan mempunyai ukuran mikron yang tidak dapat diamati dengan mata secara
langsung dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Protozoa secara harfiah
artinya binatang pertama (kemampuannya beralih dari suatu tempat). Proto = pertama dan
Zoon = binatang. Protozoa ini bersifat Eukariotik: punya membran inti sel.
 Karakteristik Fisiologi Protozoa :
1. Dapat bergerak & berpindah tempat (sifat khas)
2. Organisme uniseluler heterotrofik
3. Ukuran 1 μm –600 μm –2000 μm
4. Sel terbungkus membran plasma
5. Tidak memiliki dinding sel & tidak menghasilkan struktur multisel penghasil spora
6. Terdapat dalam 2 - 3 fase:
-cyst (dorman)
-trophict (vegetatif)
-flagella(bergerak). (Herdiyantoro, 2009)

 Habitat Protozoa
Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka umumnya hidup
bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan. Beberapa spesies bersifat
parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa
organisme sederhana seperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia.
Beberapa spesies dapat tumbuh di dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan.
Semua protozoa memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa jenis
protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain hidup di dasar laut.
Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau, sungai, kolam, atau genangan air. Ada
pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang hidup di dalam usus termit atau di dalam
rumen hewan ruminansia. Beberapa protozoa dapat berbahaya bagi manusia karena mereka
dapat menyebabkan penyakit serius. Protozoa yang lain membantu karena mereka memakan
bakteri berbahaya dan menjadi makanan untuk ikan dan hewan lainnya. (Wasetiawan, Tth)
 Morfologi Protozoa
Protozoa tidak mempunyai dinding sel, dan tidak mengandung selulosa atau khitin seperti
pada jamur dan algae. Kebanyakan protozoa mempunyai bentuk spesifik, yang ditandai
dengan fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel. Beberapa jenis protozoa seperti
Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat keras yang tersusun dari Si dan Ca. Beberapa
protozoa seperti Difflugia, dapat mengikat partikel mineral untuk membentuk kerangka luar
yang keras. Radiolarian dan Heliozoan dapat menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang
keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil. Kerangka luar Foraminifera tersusun dari
CaO2 sehingga koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat membentuk batuan kapur.
Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas menggunakan pseudopodia
(kaki palsu), flagela atau silia, namun ada yang tidak dapat bergerak aktif.
Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan sebagai pompa
untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur tekanan osmosis. Jumlah dan
letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk
vegetatif (trophozoite), atau bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang
tidak menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista
berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel
vegetatifnya.
Berdasarkan alat gerak yang dipunyai dan mekanisme gerakan inilah protozoa
dikelompokkan ke dalam 4 kelas. Protozoa yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan
ke dalam Sarcodina, yang bergerak dengan flagela dimasukkan ke dalam Mastigophora, yang
bergerak dengan silia dikelompokkan ke dalam Ciliophora, dan yang tidak dapat bergerak
serat merupakan parasit hewan maupun manusia dikelompokkan ke dalam Sporozoa.
(Wasetiawan,Tth)
Alasan Penggunaan Pewarna Alami Kayu Secang

Pewarna kayu secang dipilih karena kayu secang merupakan bahan alami sehingga
bersifat ramah lingkungan, selain itu mudah didapat dengan harga yang terjangkau dan
menghasilkan kualitas warna yang baik. Kayu secang (Caesalpinia sappan) adalah tanaman
semak yang termasuk dalam famili Leguminoceae. Bagian tanaman secang yang dapat
digunakan sebagai pewarna adalah batang, kulit batang, polong dan akar. Warna merah cerah
dan ungu muda dapat diperoleh dari batang, kulit batang dan polong secang. Warna kuning
dapat diperoleh dari akar secang. Warna yang dihasilkan oleh tanaman secang sendiri adalah
berasal dari senyawa flavonoid yang bernama brazilin (C6H14O5). Brazilin adalah senyawa
antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya dan memiliki sifat mudah larut
dalam air panas. Brazilin memiliki warna kuning sulfur dalam bentuk murni dan akan cepat
membentuk warna merah jika terkena sinar matahari. (Yuwono, 2016.). Klasifikasi kayu
secang adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Sub klas : Aympetalae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L. (Tjitrosoepomo dalam Fadliah, M. 2014.).
Referensi :
Fadliah, M. 2014. Kualitas organoleptik dan pertumbuhan bakteri pada susu pasteurisasi
dengan penambahan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) selama penyimpanan. [Skripsi].
Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Wasetiawan. Tth.Protozoa. http://blog.unila.ac.id/wasetiawan
Herdiyantoro, Diyan. 2009. Ciri Fisiologi Dan Morfologi Protozoa. Laboratorium Biologi &
Bioteknologi Tanah JurusanTanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2009.

Yuwono, Sudarminto Setyo. 2016. Kayu Secang (Caesalpinia sappan).


http://darsatop.lectur.ub.ac.id

Wibisono, A. dan Muchsin, B. 1993. Pemanfaatan limbah untuk pupuk, Bulletin


Kyusei Nature Farming Volume. 02/IKNFS/thn.1.

Lingga. 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat
Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) ANTANAN. Bogor

Anda mungkin juga menyukai