BAB I
BATUAN BEKU NONFRAGMENTAL
1.1. MAGMA
1) Pengertian
Magma merupakan campuran silikat pijar dan bersifat mobile dapat bergerak. Magma
memiliki suhu berkisar 1200°C - 700° C, dapat lebih tinggi pada magma yang basa atau
3
lebih rendah pada magma yang asam. Densitas magma berkisar 2,2 – 3,0 g/cm dan
hampir sebanding dengan batuan kristalin yang dihasilkannya. Magma primer terbentuk
pada pelelehan sebagian batuan pada mantel bagian atas, yang kemudian naik dan
tertahan di kerak bumi sebagai dapur magma.
Lelehan silikat sebagian besar terdiri dari Si dan O, dengan jumlah yang signifikan dari
beberapa unsur lain yaitu Al, Ca, H, Na, Fe, Mg, K dan lain-lain. Magma sangat jarang
dijumpai dalam bentuk lelehan sepenuhnya, namun terdiri dari campuran berbagai fase
padatan, cairan/lelehan, dan gas; bergantung suhu dan tekanannya. Oleh karena itu,
lelehan hanya sebagian dari keseluruhan magma, namun selalu hadir dan memberikan sifat
mobilitas magma tersebut. Volatil dalam magma, seperti H2O, CO2, dan SO2 adalah gas
dalam kondisi dekat dengan atmosfer. Namun, pada dapur magma dengan kedalaman
lebih dari 1 km di bawah permukaan, volatil berupa fluida terlarut dalam lelehan magma
(Best, 2002).
2) Pembentukan Magma
Pembentukan magma banyak berkaitan dengan tektonik lempeng. Secara garis besar
terdapat 5 titik terbentuknya magma. Tiap titik tersebut terbentuk oleh proses yang berbeda
serta menghasilkan produk yang berbeda.
Gambar 1.1. Pembentukan magma kaitannya dengan tektonik lempeng (Schmincke, 2004)
3) Diferensiasi Magma
Diferensiasi magma adalah proses yang mengubah komposisi magma asal/ primitif/
induk menjadi magma turunan. Sebagai contoh, magma asal basaltik mengalami proses
lanjutan yang mengubahnya menjadi magma andesitik. Diferensiasi terjadi di dapur
magma yang mana magma mengalami pendinginan perlahan di dalamnya. Terdapat tiga
proses utama yang dalam diferensiasi magma:
a. Kristalisasi Fraksional
Merupakan proses paling penting dalam diferensiasi. Yaitu pemisahan kristal
mineral yang telah terbentuk dari lelehan magma keseluruhan, sehingga
lelehan magma yang tersisa akan memiliki komposisi yang berbeda.
Pemisahan kristal umumnya terjadi karena mengandap di bagian bawah dapur
magma (gravitational settling). Urutan kristalisasi fraksional pada mineral
umumnya sesuai dengan Seri Reaksi Bowen.
b. Asimilasi/ Kontaminasi
Asimilasi terjadi akibat adanya lelehan magma panas yang menerobos kerak
yang dingin, sehingga melelehkan sebagian kerak dan merubah komposisi
magma asal. Sebagai contoh, magma basaltik yang tertahan lama di kerak
benua granitik yang lebih asam, sehingga merubah komposisi magma menjadi
andesitik.
c. Pencampuran Magma
Terjadi ketika dua atau lebih magma bertemu dan bercampur, membentuk
komposisi magma baru. Dapur magma merupakan sistem yang terbuka,
sehingga magma dari sumber lain dapat bergerak ke dalamnya, atau terisi
kembali dari bawah.
Berdasarkan bentuknya, batuan beku nonfragmental dapat dilihat pada gambar berikut:
2) Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makroskopis dan dalam skala luas yang
meliputi kedudukan, kenampakan, dan hubungannya antar bagian-bagian batuan yang
berbeda. Pada batuan beku struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Masif yaitu bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas
b. Jointing yaitu bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Struktur ini umumnya
hanya tampak di lapangan. Terbagi menjadi struktur kekar kolom (columnar joint) dan
kekar lembaran (sheeting joint).
c. Vesikuler yaitu dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas
Skoriaan yaitu bila lubang lubang gas tidak saling berhubungan
Pumisan yaitu bila lubang-lubang gas saling berhubungan
d. Aliran yaitu bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristalnya
e. Amigdaloidal bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral sekunder
3) Tekstur
Tekstur adalah kenampakan yang mencerminkan kondisi di dalam batuan. Pada batuan
beku non fragmental, tekstur meliputi tingkat kristalisasi, ukuran kristal, bentuk kristal,
granularitas dan hubungan antar kristal (fabric). Tekstur batuan beku dapat memberikan
informasi mengenai sejarah pembekuan yang berkaitan dengan kecepatan pendinginan,
lokasi pembekuan, proses yang terjadi selama pembekuan dan sifat magma. Pengamatan
tekstur meliputi:
a. Tingkat kristalisasi
Merupakan tingkatan pembentukan kristal pada batuan. Semakin kristalin batuan
beku, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk batuan. Tingkat
kristalisasi terbagi 3, yaitu
- Holokristalin yaitu bila seluruh batuan tersusun atas kristal-kristal mineral
- Hipokristalin yaitu bila batuan beku terdiri dari sebagian kristal dan sebagian
gelas
- Holohyalin yaitu bila seluruh batuan tersusun atas gelas
b. Ukuran Kristal
Ukuran kristal merupakan manifestasi dari kecepatan pembekuan suatu magma,
semakin besar kristal mineral yang terbentuk menunjukkan semakin lambat laju
pembekuan magma yang terjadi.
c. Granularitas
Merupukan hubungan antara kristal penyusun batu terhadap kristal yang lain
dalam satu batu.
- Equigranular merupakan tekstur dimana kristal penyusun batuan memiliki
ukuran yang sama (seragam).
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 5
o Fanerik granular yaitu apabila kristal mineral dapat dibedakan dengan
mata telanjang dan berukuran seragam. Contoh: granit dan gabro.
Tekstur ini terjadi akibat pembekuan magma yang berlangsung secara
lambat sehingga menghasilkan kristal mineral yang seragam.
o Afanitik yaitu apabila kristal mineral sangat halus sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang. Contoh : basalt. Tekstur ini terjadi
akibat pembekuan magma yang berlangsung dengan cepat sehingga
menghasilkan kristal yang afanit (berukuran halus)
- Inequigranular merupakan tekstur dimana kristal penyusun batuan memiliki
ukuran yang berbeda, terdapat kristal mineral yang lebih besar (fenokris) dan
massa dasar. Tekstur ini terjadi apabila ada beda waktu pembentukan
penyusunnya, yaitu fenokris (kristal mineralyang berukuran lebih besar dari
sekelilingnya) terbentuk terlebih dahulu, sedangkan massa dasar terbentuk
setelahnya dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan tingkat
kristalisasinya.
o Porfiritik merupakan tekstur dimana massa dasar berupa kristal
Faneroporfiritik yaitu bila kristal mineral yang besar (fenokris)
dikelilingi kristal mineral yang lebih kecil (masa dasar) dan
dapat dikenal dengan mata telanjang. Contoh : diorit porfir
Porfiroafanitik yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar
yang afanitik. Contoh : andesit porfir
o Vitrovirik merupakan tekstur dimana massa dasar berupa gelas
d. Bentuk kristal
Merupakan bentuk dari masing-masing individu kristal mineral. Bentuk kristal
terbagi menjadi 3, yaitu
- Euhedral adalah apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-
bidang kristal yang jelas
- Subhedral adalah apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian
saja yang di batasi oleh bidang-bidang kristal
- Anhedral adalah apabila batas bidang kristal tidak jelas
4) Komposisi Mineral
Mineral dalam batuan beku memberikan informasi mengenai magma asal batuan dan
genesis pembentukannya. Pengelompokan mineral dalam batuan beku adalah sebagai
berikut:
Mineral primer, terbentuk karena kristalisasi magma secara langsung
Mineral utama (essential mineral)
Mineral utama hadir dalam jumlah cukup banyak dan menentukan
nama/ sifat batuan. Umumnya mineral utama ini merupakan mineral
silikat yang terbentuk dalam Seri Reaksi Bowen. Contohnya adalah
plagioklas pada andesit, olivin pada peridotit, atau kuarsa pada granit.
Mineral aksesori (accessory mineral)
Mineral aksesori merupakan mineral yang kehadirannya cenderung
sedikit, kurang dari 5% dan keberadaannya tidak mempengaruhi nama
batuan. Contonya adalah biotit pada granit, magnetit pada gabbro,
zircon pada dasit, dan lain-lain.
Mineral sekunder (secondary mineral)
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 6
Mineral sekunder tidak terbentuk dari kristalisasi primer magma, namun hasil
ubahan mineral-mineral primer akibat pelapukan atau larutan hidrotermal.
Contohnya adalah klorit, epidot, garnet, serisit, dan lain-lain.
Hornblende 10%
Piroksen 5%
Mineral opak 5%
b. Travis (1955)
Menurut diagram klasifikasi di bawah (Gambar 1.4), batuan memiliki komposisi
plagioklas (55,6%) sehingga plagioklas > 2/3 keseluruhan feldspar. Karena
pengamatan megaskopis tidak dapat membedakan Plagioklas Ca dan Na, maka
untuk menentukan nama batuannya didasarkan pada mineral aksesorisnya. Karena
memiliki mineral tambahan berupa hornblende dan piroksen dan tidak ada olivin,
maka penamaan jatuh ke andesit porfir.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 9
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 10
BAB II
BATUAN BEKU FRAGMENTAL (PIROKLASTIK)
Struktur primer Bomb - surge dan acretionary Acretionary lapilli dihasilkan pada
yang lain lapilli umum dijumpai pada lapisan atas pada beberapa
endapan subaerial atau shallow subaerial nuees ardentes. Jarang
water. Lubang/pipa gas-escape atau tidak ada pada endapan
tidak ada. subagueous.
Sekuen struktur Tidak ada Lubang/pipa gas-escape umum
primer. (Phmary dijumpai Umum, dan umumnya itu
sructure jarang teramati pada sedimen
seguence) transportasi massa (mass-
transported sediments) yang lain.
3. Piroklastik Surge
Piroklastik surge adalah ground hugging, dilute (rasio partikel gas rendah), aliran purticulate
yang diangkut secara lateral di dalam gas turbulen (Fisher 1979 vide Mc Phie e/ al 1993).
Piroklastik surge dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun freatik (base
surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash cloud surge dan ground surge).
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 14
Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau laminasi biasanya disebut
sebagai bed set. Memiliki konsentrasi partikel relatif rendah yang bergerak menuruni
dasar/lereng volkan.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 15
Gambar 2.2. Karakteristik endapan yang berasal dari erupsi eksplosif (endapan piroklastik
primer) (McPhie dkk, 1983)
Klasifikasi batuan piroklastik dan endapan piroklastik (belum terkonsolidasi) berdasarkan ukuran
butir menurut Fisher (1966) adalah sebagai berikut:
Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan persentase gelas dengan kristal,
yaitu:
1. Tuf gelas (Vitric Tuff)
Tuf mengandung gelas > 50%
2. Tuf litik (Lithic tuff)
Tuf mengandung litik/ fragmen batuan > 50%
3. Tuf kristal (Crystal tuff)
Tuf mengandung kristal mineral > 50%
Jika terdapat fraksi lain, dapat dimodifikasi, misalkan komposisi gelas 60%, kristal 40%, maka
disebut tuf gelas kristal (crystal vitric tuff), dan sebagainya. Fraksi yang lebih banyak disebut
terlebih dahulu, misal tuf litik gelas, maka litiknya lebih banyak dibandingkan gelasnya.
Gambar 2.4. Klasifikasi batuan piroklastik berdasar komposisi fragmen (kiri) dan ukuran fragmen
(kanan)
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 19
BAB III
BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Dari lingkungan pengendapan batuan sedimen tersebut maka dapat dikenal tiga
material penyusun batuan sedimen :
- fragmen yang berasal dari batuan yang diangkut dari tempat asalnya oleh air, angin
atau glasial, fragmen ini disebut material klastik atau pecahan
- material yang berasal dari larutan garam, yang disebut material kimia
- material yang berasal dari tumbuh – tumbuhan dan hewan, yang disebut material
organik
3.3. Petrogenesis
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 20
Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh
kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angin, serta
proses litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-
tempat yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-
danau. Mula-mula sedimen merupakan batuan-batuan lunak, akan tetapi karena proses
diagenesis sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen
selama terpendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan
material sedimen menjadi batuan sedimen yang kompak.
3.3.1 Transportasi dan Deposisi
a. Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida
Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan bergerak
secara bersama-sama. Sifat fisik yang berpengaruh terutama adalah densitas dan
viskositas air lebih besar daripada angin sehingga air lebih mampu mengangkut
partikel yang mengangkut partikel lebih besar daripada yang dapat diangkut angin.
Viskositas adalah kemampuan fluida untuk mengalir. Jika viskositas rendah maka
kecepatan mengalirnya akan rendah dan sebaliknya. Viskositas yang kecepatan
mengalirnya besar merupakan viskositas yang tinggi.
b. Transportasi dan deposisi partikel oleh sediment gravity flow
Pada transportasi ini partikel sedimen tertransport langsung oleh pengaruh
gravitasi, disini material akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi
disini partikel bergerak tanpa batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena
terjadi perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk
dalam sediment gravity flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus
turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan menghasilkan produk yang
berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida flow karena pada gravity flow
transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi.
Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan mempunyai
sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur deformasi.
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan penamaan
batuan sedimen telah ditemukan oleh para ahli, baik berdasarkan genetik maupun
deskriptif. Secara genetik dapat disimpulkan dua golongan.
(Pettijohn,1975 dan W.T.Huang,1962)
3.3.2 Litifikasi dan Diagenesis
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan
sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir.
Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendam
dan terlitifikasi disebut sebagai diagnesis. Diagenesis terjadi pada temperatur dan
tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih
rendah daripada proses metamorfisme.
Proses diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses
yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi.
Proses diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter
akhir batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagnesis akan menyebabkan
perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik,
mineralogi dan kimia.
Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur,
proses kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi
kontak antar butirannya. Proses sementasi dapat menyebabkan ukuran butir
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 21
kuarsa akan menjadi lebih besar. Perubahan kimia antara lain terdapat pada
proses sementasi, authigenesis, replacement, inverse, dan solusi. Proses
sementasi menentukan kemampuan erosi dan pengangkatan partikel oleh fluida.
Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat berupa bedload atau suspended load.
Partikel yang berukuran lebih besar dari pasir umumnya dapat diangkut secara
bedload dan yang lebih halus akan terangkut oleh partikel secara kontinu
mengalami kontak dengan permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan creeping.
Sedangkan pada saltasi partikel tidak selalu mengalami kontak dengan
permukaan. Deposisi akan terjadi jika energi yang mengangkut partkel sudah tidak
mampu lagi mengangkutnya.
Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa, yaitu :
a. Kompaksi
Kompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat penambahan beban.
b. Anthigenesis
Mineral baru terbentuk dalam lingkungan diagnetik, sehingga adanya mineral
tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini
yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silika, klastika, illite, gypsum
dan lain-lain.
c. Metasomatisme
Metasomatisme yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral
autigenik, tanpa pengurangan volume asal. Contoh : dolomitiasi, sehingga
dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil.
d. Rekristalisasi
Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia
yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagnesa atau
sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukkan batuan
karbonat. Sedimentasi yang terus berlangsung di bagian atas sehingga volume
sedimen yang ada di bagian bawah semakin kecil dan cairan (fluida) dalam
ruang antar butir tertekan keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan.
e. Pelarutan (Solution)
Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan
terbentuknya rongga-rongga di dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan
terbentuknya struktur iolit. (Diktat Petrologi UPN ; 2001)
3.4. Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan
sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan energi pembentuknya.
Pembentukkannya dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah
proses pengendapan. (Pettijohn & Potter, 1964 ; Koesomadinata , 1981)
Pada batuan sedimen dikenal dua macam struktur, yaitu :
1. Syngenetik : terbentuk bersamaan dengan terjadinya batuan sedimen, disebut
juga sebagai struktur primer.
2. Epigenetik : terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk seperti kekar, sesar,
dan lipatan.
Struktur batuan sedimen juga dapat digunakan untuk menentukan bagian atas suatu
batuan sedimen. Penentuan bagian atas dari batuan sedimen sangat penting dalam
menentukan urutan batuan sediment.
Sortasi (Pemilahan)
Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan
sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka,
pemilahan semakin baik.
Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan sedimen klastik. Bebrapa
istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar.
Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen.
Kemas (Fabric)
Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :
o Kemas terbuka atau matrix/mud supported, bila butiran tidak saling bersentuhan
(mengambang dalam matriks).
o Kemas tertutup atau grain supported, butiran saling bersentuhan satu sama lain.
3.6. Komposisi
Proses pengendapan dari material klastik akan menghasilkan tipe batuan sedimen
klastik seperti batulempung, batulanau, batupasir, konglomerat dan breksi. Perbedaan
utama dari material batuan sedimen, yaitu ukuran butir atau fragmen penyusun batuan.
Secara umum dikenal skala ukuran dari material klastik yang membedakan tipe batuan
sedimen sebagai berikut :
Tabel 3.1. Klasifikasi Ukuran Butir Berdasarkan Skala Wentworth (1922)
Selain material diatas umumnya juga terdapat berupa larutan garam yang
meliputi kalsium karbonat, natrium klorida dan senyawa dari berbagai unsur diantaranya
magnesium, kalsium, besi dan alumunium. Larutan ini mempunyai tingkat kelarutan di
dalam air sungai dan air laut yang menjadi semen untuk material klastik, baik fragmen
maupun semen.
Sifat tambahan dari batuan sedimen dapat digunakan untuk memodifikasi penamaan.
Contohnya, jika suatu batupasir memiliki kandungan karbonat pada semennya, dapat dinamai
batupasir karbonatan.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 27
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 28
BAB IV
BATUAN SEDIMEN NONKLASTIK
4.1 Pengertian
Batuan sedimen nonklastik merupakan batuan sedimen yang pembentukannya
berbeda dengan batuan sedimen pada umumnya. Pada batuan sedimen nonklastik ini,
pengendapannya melalui proses kimia-biologi-biokimia. Pada batuan ini juga tidak
memerlukan adanya batuan sumber dan proses fisik yang bekerja pada batuan sumber
tersebut. Batuan ini merupakan golongan batuan sedimen yang proses pembentukannya
tidak melalui proses mekanik maupun kinetik seperti pelapukan dan transportasi sebelum
akhirnya tersedimentasi. Batuan sedimen nonklastik terbentuk oleh proses-proses kimia
maupun biokimia pada kondisi lingkungan yang khusus.
Macam-macam batuan sedimen nonklastik diantaranya adalah golongan silica,
golongan besi (iron), golongan phosphorites serta golongan karbon. Masing-masing dari
batuan tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Endapan evaporit seperti gypsum,
halite (rock salt), dan trona ditambang untuk tujuan industry dan pertanian, iron-rich
sedimentary rocks adalah sumber data dari iron ores, phosphorites sangat penting untuk
bahan-bahan kimia, sedimen silika juga memiliki nilai ekonomis, yaitu digunakan pada
industry semikonduktor. Secara volumetri batuan sedimen nonklastik jumlahnya sangat
kecil dibandingkan dengan batuan sedimen klastik, kira-kira tidak lebih dari 2% dari
seluruh batuan sedimen yang ada di bumi.
2. Iron-rich shales
a) Pyritic shales
Bituminous shales containing nodules or laminae of pyrite; grade into
massive pyrite bodies by coalescence of pyrite laminae and nodules
b) Siderite-rich shales
Bituminous shales with siderite concretions; grade into massive siderite
bodies by
coalescence of concretions
4.6 Batubara
Batubara adalah batuan karbonan yang terbentuk oleh akumulasi sisa-sisa
tumbuhan bersama hasil dekomposisinya yang terawetkan dalam lapisan sedimen dan
menjadi kaya akan karbon dengan adanya proses diagenesis. Batubara dapat terbentuk
pada lingkungan pengendapan :
Marin/paralik, biasanya kandungan sulfur tinggi
- laguna
- delta
- pantai dan antar delta
Darat/ limnik
- antar gunung (interorganic basin)
1. Pembentukan Batubara
Proses pembentukan batubara merupakan proses yang cukup kompleks
dengan cakupan aspek-aspek fisika, kimia, serta biologi yang saling berhubungan.
Pembentukan batubara sendiri dapat dianalogikan ke dalam 2 teori yaitu teori insitu
dan teori drift.
Teori insitu berkata bahwa batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang
berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk
sesuai dengan teori insitu dan biasanya terjadi di hutan basah dan berawa sehingga
pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh langsung tenggelam ke
dalam rawa tersebut dan sisa tumbuhan tidak mengalami pembusukan secara
sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
Sementara teori drift berkata bahwa batubara terbentuk dari tumbuhan atau
pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batuabara tersebut
terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di
daerah delta dengan ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak
lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).
Proses pembentukan batuabara terdiri dari 2 tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Dari teori di atas kita
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 34
mendapatkan istilah dalam pembentukan batubara yaitu proses peatification dan
coalification.
Proses penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sia tumbuhan
terakumulasi dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter.
Dengan kata lain kondisi yang miskin oksigen ini akan membuat mikroba aerob tidak
mampu mengurai materi secara sempurna sehingga sisa-sisa tumbuhan terawetkan
dalam air dan lumpur. Material tumbuhan yang setengah busuk ini melepaskan unsur
H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus
dan lumpur. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut /
peat (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Sementara tahap pembatubaraan (coalification) merupakan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organic dari
gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini presentase karbon akan
meningkat sedangkan presentase hydrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer,
1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam tingkat
kematangan material organiknya.
2. Petrologi Batubara
Akibat tingkat kematangan batubara yang berbeda tersebut kita dapat
mengklasifikasikannya berdasar kondisi petrologisnya mulai dari peat, lignite, sub-
bituminus, bituminous hingga antrasit. Umumnya, untuk menentukan kualitas
batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis
proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah
air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar
abu (ash). Sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur
kimia pada batubara seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur
tambahan dan juga unsur jarang.
Macam-macam batubara berdasarkan tingkat kematangannya:
a. Gambut (Peat)
Gambut adalah hasil proses biokimia pada tumbuhan yang telah mati di
lingkungan air dengan kondisi tertentu. Peat memiliki ikatan senyawa a\kimia
berupa C60H6O34 dengan karakteristik warna batuan coklat, dengan kondisi
material unconsolidified / masih belum terkompaksi (seperti lumpur), kandungan
air sangat tinggi (lebih dari 75%), kandungan karbon padat yang sangat rendah
sedangkan kandungan karbon terbangnya sangat tinggi, sangat mudah teroksidasi
dan nilai panas yang sangat rendah.
b. Lignit (Lignite/ Brown Coal)
Tingkatan selanjutnya adalah lignite dengan rumus senyawa kimia
C70OH5O25. Merupakan batubara dengan tingkat paling rendah dengan tingkat
kematangan juga sangat rendah. Karakteristik lignit ini berwarna coklat, batuan
belum terkonsolidasi dengan baik sehingga strukturnya masih sangat rapuh,
memiliki kandungan air 35%-75% dan terhitung sangat tinggi, kandungan karbon
padat masih rendah sedangkan kandungan karbon terbangnya sangat tinggi,
sangat mudah teroksidasi dan nilai panas yang sangat rendah.
c. Sub-bituminous coal
Tingkatan berikitnya adalah batubara sub-bituminous hingga bituminous.
Memiliki rumus senyawa kimia C75OH5O20 (sub-bituminous) dan C80OH5O15
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 35
(bituminous) merupakan batubara pertengahan, artinya proses pembatubaraan
semakin baik dan tingkat kematangan semakin tinggi. Karakteristiknya berwarna
hitam dengan kilap belum terlalu jelas dengan materi yang sudah terkompaksi baik
sehingga strukturnya lebih masif dan keras. Kandungan air sedang 8-10%,
kandungan karbon padat cukup tinggi sekitar 68-85%, kandungan karbon terbang
sedang dan oksidasi tingkat menengah serta nilai panas yang dihasilkan cukup
besar. Kalorinya cukup besar dan mulai dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar.
d. Antrasit
Tingkat batubara yang terakhir adalah antrasit dengan rumus senyawa
C94OH3O33. Antrasit merupakan tingkat batubara yang paling baik sebagai
bahan bakar. Hal ini dikarenakan tingkat kematangan batubara tersebut sangat
tinggi. Karakteristik batubara jenis ini yaitu warna yang sangat hitam dan kilap
yang sangat jelas, material sudah mengalami kompaksi yang sangat tinggi
sehingga sangat kompak dan keras sehingga sulit dipecah, kandungan air sangat
rendah, kandungan karbon padat sangat tinggi (diatas 86%) dan kandungan
karbon terbang sangat rendah. Relatif sulit teroksidasi dan nilai panasnya sangat
besar, biasanya berada di lapisan batubara paling dalam.
BAB V
BATUAN SEDIMEN KARBONAT
5.1 Pengertian
Batuan karbonat merupakan salah satu batuan sedimen non siliklastik. Menurut Pettijohn
(1975), batuan karbonat adalah batuan yang unsur karbonatnya lebih besar dari unsur non
karbonat atau dengan kata lain unsur karbonatnya >50%. Apabila unsur karbonatnya <50%
maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan karbonat. Sedangkan batugamping (limestone)
adalah batuan sedimen yang mengandung lebih dari 90% unsur karbonat. Unsur-unsur
karbonat yang umum dapat dapat dilihat pada tabel berikut :
Di antara mineral-mineral di atas, yang paling banyak dijumpai adalah argonit, kalsit, dan
dolomit. Material karbonat dapat berasal dari presipitasi langsung dari air atau dari organisme
yang membentuk cangkang karbonatan.Kebanyakan karbonat modern tersusun oleh mineral
aragonit, dimana mineral ini umum sebagai penyusun cangkang/rangka organisme
karbonatan: pelecypoda, gastropoda, halimeda.Karena sifat aragonit tidak stabil, maka akan
mudah terubah (replacement) menjadi kalsit.Kalsit sendiri jika mengalami diagenesis lanjut,
akan terubah menjadi dolomit.
Pembentukan batuan sedimen karbonat sama dengan batuan sedimen lainnya tetapi
material yang diendapkan berasal dari material sedimen yang telah ada sebelumnya
(alloctonous limestone), hasil litifikasi pada suatu lingkungan pengendapan karbonat yang
telah ada maupun hasil pelarutan material karbonat dengan laruta karbonat di daerah tersebut
(autochnous limestone).
Batuan karbonat penting dipelajari secara khusus karena mempunyai arti ekonimis yang
cukup besar dan dalam berbagai ha lberbedadengan batuan silisiklastik. Aspek perbedaannya
antar lain :
Pembentukannya tergantung aktifitas organisme (98% asal organisme)
Sangat mudah berubah karena proses diagnesis.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 37
Terbentuk pada lingkungan dimana dia terendapkan (intrabasinal)
Endapan karbonat merupakan hasil proses biokimia dilingkungan laut yang jernih,
hangat, dan dangkal.
Jernih : berhubungan dengan penetrasi sinar matahari, dimana aktifitas metabolisme
organisme sangat tergantung pada sinar matahari, apabila silisiklastik berukuran halus
(misal, lanau) hadir, maka bisa menyumbat pernafasan organisme dan menghambat
penetrasi sinar matahari, sehingga menggangu metabolisme organisme pembentuk
karbonat.
0
Hangat : koral dan organisme lain bereproduksi pada suhu sekitar 18 C
Dangkal : semakin besar kedalaman laut, maka penetrsai sinar matahari akan semakin
berkurang, sehingga organisme pembentuk karbonat akan sulit hidup.
5.2 Komponen
Batuan karbonat terbentuk oleh proses pengendapan mekanik, seperti halnya batuan
sedimen klastik, tetapi berasal dari batugamping ataupun material CaCO3 yang telah ada
sebelumnya. Komponen penyusun batuan karbonat adalah sebagai berikut :
5.2.1 Allochem (Grain)
Allochem merupakan komponen batuan karbonat berupa partikel / butiran karbonat
yang berukuran lebih dari/ sama dengan pasir. Macam-macam Grain (Allochem) adalah
:
a. Non Skeletal Grain
Merupakan grain atau butiran dalam batuan karbonat yang bukan berasal dari
cangkang/rangka organisme karbonatan. Macam-macam non skeletal grain adalah :
Ooid/oolith/coated grain
Merupakan butiran berbentuk spheroidal/elipsoid yang struktur laminasi
konsentris mengelilingi satu pusat inti dengan ukuran < 2mm (berukuran pasir),
yang menjadi partikel inti biasanya berupa fragmen cangkang atau butiran kuarsa
yang kemudian terlingkupi oleh karbonat halus karena proses agitasi gelombang
pada lingkungan laut dangkal. Apabila salinitas sangat tinggi maka akan terbentuk
struktur radier. Ooid tersusun oleh lapisan kalsit/aragonit yang mengelilingi suatu
inti.
(a) (b)
Gambar 5.1. Struktur Ooid (a), Kenampakan Ooid Secara Megaskopis (b)
Ooid terbentuk pada lingkungan air laut yang dangkal, hangat dan pengaruh
pasang surut yang kuat. Aktivitas gelombang mempengaruhi bentuknya yang
spherical.
Pisoid/pisolit
Merupakan butiran karbonat seperti ooid tapi mempunyai ukuran >2mm.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 38
Pelloid/Pellet
Adalah butiran karbonat berbentuk spheroidal atau ellipsoidal atau runcing
tapi tidak memiliki struktur dalam seperti ooid, ukuran pellet relatif kecil, tapi
biasanya berdiameter 0,1-0,5 mm (lanau sampai pasir halus). Pellet tersusun oleh
microcrystalin carbonate, tetapi tanpa internal structure. Peloid berasal dari sekresi
organisme, terutama organisme pemakan lumpur. Pelloid dapat berasal dari fecal
pellet,algae dan mud clast.
Intraclast
Merupakan fragmen dari batuan karbonat yang telah ada sebelumnya
(berasal dari cekungan yang sama), yang kemudian mengalami proses rombakan
dan terendapkan kembali sebagai grain dalam batugamping yang lebih muda.
Biasanya terbentuk akibat strom deposit atau endapan turbidit.
Klastika Karbonat
Merupakan butiran karbonat yang berasal dari proses erosi batu
gamping purba yang telah tersingkap di darat, atau berasal dari proses
erosi endapan-endapan karbonat terkonsolidasi lemah pada cekungan
pengendapan. Ukuran klastika karbonat biasanya pasir sampai gravel.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 39
b. Skeletal Grain
Merupakan fragmen karbonat yang berasal dari bagian keras
organisme/cangkang/tubuh organisme (moluska, echinoidea, ostracoda, foraminifera
dll). Butiran cangkang pada batuan karbonat dapat berupa mikrofosil, makrofosil atau
fragmen/pecahan makrofosil. Jika fosil tersebut berupa cangkang utuh maka disebut
sebagai biomorf, sedangkan apabila butiran brupa pecahan cangkang disebut sebagai
bioclast. Butiran ini merupakan allochem yang paling sering dijumpai dalam
batugamping. Butiran fosil baik yang utuh maupun fragmen cangkang pada
batugamping dapat digunakan untuk interpretasi lingkungan pengendapan purba
5.2.2 Orthochem
Orthochem merupakan komponen batuan karbonat yang mineralnya terkristalisasi
langsung di tempat pengendapan, sehingga tidak mempunyai butiran-butiran bawaan.
Orthochem ini dapat disebandingkan dengan matriks dalam batuan sedimen klastik.
Macam-macam Orthochem adalah sebagai berikut :
a. Micrite (Microcrystalin Calcite)
Berupa lumpur (mud) karbonat, yang tersusun oleh interlocking anhedral
calcite / aragonit yang berukuran halus/lumpur. Secara umum, mikrite ini
membentuk matriks dalam batuan karbonat. Atau bisa juga sebagai penyusun
utama batuan karbonat berbutir halus, butirannya berukuran <1/256 mm atau
ukuran lempung (Tucker, 1982). Di bawah microscop micrite mempunyai
kenampakan cloudy dan translucent, keabu-abuan sampai cokelat. Kehadiran
mikrite yang melimpah mencirikan lingkungan pengendapan yang berenergi rendah,
sehingga micrite terbentuk pada kondisi air yang tenang.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 40
Micrite Micrite
(Microscopic)
Gambar 5.6. Micrite
(a)
(b)
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 42
(c)
Gambar 5.7. Klasifikasi Folk (1959) berdasarkan komposisi utama(a), berdasarkan tekstur
(b), berdasarkan ukuran butir dan kristal penyusun (c)
Keterangan :
Intraclast awalnya merupakan suatu endapan yang berupa lumpur karbonat yang
belum memadat, semi konsolidasi, lalu ada erosi dan mengalami pengendapan
kembali yang biasanya dekat dengan tempat pembentukan awalnya.
Pellet merupakan suatu butiran yang strukturnya mycrocrystalin (warnanya gelap),jika
mengandung kotoran binatang maka disebut “facal pellet”sedangkan jika mempunyai
ukuran yang agak besar disebut “luap”.
Oolite merupakan suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat, dimana
intinya berfosil dan apabila disayat memiliki bentuk konsentris.
Fosil termasuk ke dalam allochemical, karenamengalami transportasi akibatadanya
suatu erosi ia akan terlepas dari induknya lalu mengendap di tempat tertentu,
misalnya Globigerina yang hidup secara plankton.
5.1. Pengertian
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses rekristalisasi di dalam
kerak bumi yang secara keseluruhan atau sebagian besar terjadi dalam keadaan yang
padat,yakni tanpa melalui fase cair, sehingga terbentuk steruktur dan mineralogi baru
o
akibat pengaruh temperatur (T) (200-650 C) dan tekanan (P) yang tinggi. Batuan
metamorf merupakan batuan yang berasal batuan induk, bisa batuan beku, batuan
sedimen, maupun batuan metamorf sendiri yang mengalami metamorfisme.
Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfosisme adalah proses yang mengubah
mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respon terhadap kondisi
fisika dan kimia didalam kerak bumi,dimana kondisi kimia dan fisika terssebut berada
dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.
5.2. Struktur
Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit
poligranular batuan tersebut. Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi.
a. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi
karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi
butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga
hal tersebut. Struktur foliasi antara lain :
1. Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang
sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).
2. Phyllitic
Stuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 48
5.4. Komposisi
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang
berasal dari batuan asal (protholit) maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat
proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
a. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan metamorf seperti kuarsa,
feldspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivine, dan bijih besi.
b. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti
kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomite.
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 51
c. Mineral Indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit,
kordiorit, epidot dan klorit
5.5. Petrogenesis
a. Metamorfisme regional / dinamothermal
Metamorfisme regional atau dinamothermal merupakan metamorfisme yang
terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfisme ini terjadi pada daerah yang
sangat luas. Metamorfisme ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfisme orogenik,
burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
1. Metamorfisme Orogenik
Metamorfisme ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi
proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf
yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk
sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses
metamorfisme ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan
juta tahun lalu.
2. Metamorfisme Burial
Metamorfisme ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur
pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat.
Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.
3. Metamorfisme Dasar dan Samudera
Metamorfisme ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera
di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf
yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan
air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut
tersebut.
b. Metamorfisme Lokal
Merupakan metamorfisme yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar
antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfisme ini dapat dibedakan
menjadi :
a. Metamorfisme Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa
batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas
dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan
massa. Zona metamorfisme kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi
umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan
fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan
umumnya berbutir halus.
b. Pirometamorfisme/ Metamorfisme optalic/ Kaustik/ Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfisme kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik
atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
c. Metamorfisme Kataklastik/ Dislokasi/ Kinematik/ Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan.
Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan
dan granulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal
sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.
d. Metamorfisme Hidrotermal/ Metasotisme
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 52
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar
butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan
komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining
pressure.
e. Metamorfisme Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya
hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral
coesite dan stishovite. Metamorfisme ini erat kaitannya dengan panas bumi
(geothermal).
f. Metamorfisme Retrogade/ Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral
metamorfisme tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada
temperatur yang lebih rendah.
Tabel 6.1 Hubungan antara tipe metamorfisme dengan agen yang mempengaruhinya
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2019 – Teknik Geologi Universitas Diponegoro 53
5.6. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf
Kebanyakan penamaan batuan metamorf didasarkan pada kenampakkan struktur dan
teksturnya dan beberapa nama batuan juga didasarkan jenis penyusun utamanya atau
dapat pula dinamakan berdasrkan fasies metamorfiknya.
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur , batuan metamorf yang lainnya
yang banyak dikenal antara lain :
Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral utama penyusunnya adalah amfibol (hornblende) dan plagioklas. Batuan ini
dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral
pewnyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium)
dan garnet kaya pyrope.
Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun
oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan
garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya
berupa mineral kelompok serpentin.
Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau
dolomit) dan umumnya berstektur granoblastik.
Skarn, yaitu marmer tang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti
garnet, epidot.
Kuarsit, batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
Soapstone, batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
Rodingit, batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi
metasomatik batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinisasi \