Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Proses pembelajaran merupakan interaksi dinamis antara kondisi sosial,
tujuan pengembangan berpikir, teori-teori pembelajaran, dan tekonologi
pendukung terutama dengan aspek personal dan intelektual siswa. Guru harus
dapat mengintegrasikan semua faktor tersebut sehingga diperoleh hasil
pembelajaran sebaik mungkin. Metode dan pendekatan pembelajaran yang
diterapkan guru juga diharapkan dapat memberikan peluang kepada siswa untuk
mengembangkan kemammpuan berpikir dan bermakna bagi diri siswa.
Pembelajaran IPA merupakan serangkaian proses yang kompleks dan saling
berhubungan antara materi satu dengan lainnya. Konsep awal yang diterima siswa
menjadi syarat untuk penguasaan konsep berikutnya. Pengetahuan awal siswa
pada setiap pengalaman belajarnya akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka
akan belajar dan apa yang akan mereka pelajari selanjutnya (Haryanto, 2000: 24).
Sementara itu, pengembangan kurikulum IPA di negara kita masih belum
berorientasikan kompetensi dasar sebagai acuannya. Indikator pembelajaran yang
ingin diperkenalkan kepada siswa dapat dikatakan belum memiliki arah yang jelas
dan rambu-rambu penggunaan yang masih kabur. Kepadatan materi IPA sehingga
tidak dapat ditampung oleh alokasi waktu, disebabkan kebiasaan guru
melaksanakan pembelajaran berbasis materi, tidak berfokus pada pemilihan
materi yang essensial sesuai indikator dalam sebuah kompetensi dasar.
Kurangnya substansi sains dan kadar pembelajaran, serta tidak sesuainya cara
pembelajaran yang diterapkan guru, hanya akan membuat siswa memikirkan
penerapan apa saja yang dapat mereka lakukan, tanpa harus memikirkan implikasi
yang dapat merugikan lingkungan maupun membahayakan masyarakat.

1
2

Beberapa identifikasi masalah yang ada dalam penelitian ini dan sering
terjadi dalam pembelajaran IPA, khususnya bagi siswa sekolah dasar adalah
sebagai berikut: (1) selama ini siswa masih pasif dalam proses pembelajaran IPA;
(2) masih rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap konsep IPA yang
diajarkan; dan (3) kurangnya peranan guru dalam mengaitkan konsep IPA dengan
perkembangan sains, dampak terhadap lingkungan, dan manfaat pembelajaran
terhadap kehidupan di masyarakat.
Pembelajaran IPA yang dilakukan saat ini sebagian besar masih sekedar
memberikan konsep-konsep sains, tanpa membahas keterkaitan dan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut memunculkan kecenderungan bahwa
tolok ukur keberhasilan pembelajaran hanya dilihat dari nilai tes dan ujian IPA
saja. Tetapi sebenarnya ada sisi lain yang lebih penting dalam menentukan
keberhasilan pembelajaran IPA, yaitu adanya aplikasi sains ke bentuk teknologi,
dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.
Sejarah juga membuktikan bahwa kehidupan di masa lalu beserta
pendidikan generasi mudanya kurang memperhatikan terhadap lingkungan
sekitar. Setiap produk yang dihasilkan, baik teknologi maupun sumber daya
manusianya berlomba-lomba untuk mengeksplorasi kekayaan bumi tanpa
memperhatikan akibat yang ditimbulkan di masa yang akan datang. Setelah
berbagai masalah dalam kehidupan yang disebabkan oleh kerusakan bumi begitu
menggejala, barulah sebagian negara, beberapa lembaga swadaya masyarakat dan
aktivis pecinta lingkungan hidup bersuara. Sejak itulah dalam dunia pendidikan
mulai diintegrasikan pendidikan berwawasan lingkungan, termasuk dalam
pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA berwawasan SETS (Science, Environment, Technology,
and Society) bertujuan untuk memperkenalkan kepada siswa tentang pemikiran
yang preventif dan kuratif terhadap lingkungan beserta isinya (Achmad Binadja,
1999: 5). Secara umum, pembelajaran berwawasan SETS adalah pembelajaran
dengan cara pandang terhadap unsur-unsur SETS, yaitu Science (Ilmu
3

Pengetahuan), Environment (Lingkungan), Technology (Teknologi), dan Society


(Masyarakat) yang diturunkan dengan landasan filosofis sebagai suatu kesatuan
unsur (Achmad Binadja, 2000: 1). Melalui visi SETS diharapkan memberikan
peluang kepada siswa untuk menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki
secara lebih baik dan bertujuan baik dalam kehidupan sehari-hari dan di masa
yang akan datang. Pendidikan SETS secara umum memberikan penekanan pada
konervasi nilai-nilai positif pendidikan, budaya, dan agama dengan tetap maju
dibidang pengetahuan, teknoogi, dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang selalu meningkat.
Dengan memasukkan unsur SETS dalam pembelajaran IPA, siswa akan
dibimbing untuk menemukan dan mengungkap penyebab dari permasalahan yang
timbul serta kemungkinan yang menyebabkan dampak bagi lingkungan dan
masyarakat. Lebih lanjut, tujuan yang diharapkan melalui pendekatan ini adalah
siswa akan memiliki kemampuan untuk memahami dan menerapkan pengetahuan
yang telah dipelajari serta menganalisis dan mensintesis pengetahuan baru
berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan tetap
memperhatikan lingkungan dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Pendekatan
SETS memungkinkan siswa untuk tidak hanya mampu menyelesaikan soal-soal
IPA, tetapi juga mengetahui perkembangan sains dan teknologi, dampaknya
terhadap lingkungan, dan manfaatnya terhadap masyarakat. Selain memberi
peluang kepada siswa untuk belajar secara kontekstual, pendekatan ini juga
berpeluang terhadap dikembangkannya life skills pada diri siswa. Sehingga,
sangat relevan jika visi serta pendekatan SETS digunakan dalam pembelajaran di
sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mencoba mengenalkan dan
menerapkan strategi pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA kepada siswa
melalui serangkaian tindakan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas
dengan judul: Peningkatan Pemahaman Pembelajaran IPA Konsep Keseimbangan
Ekosistem Melalui Pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and
Society) pada Siswa Kelas VI SD Negeri Pringapus 02 Kabupaten Semarang.
4

Ada beberapa alasan mengapa peneliti memandang perlu dilaksanakannya


penelitian ini, yaitu: (1) Konsep Keseimbangan Ekosistem dalam pembelajaran
IPA berkaitan erat dan berhubungan langsung dengan kehidupan siswa, sehingga
pendekatan SETS dipandang efektif untuk membantu siswa mengatasi kesulitan
dalam memahami konsep tersebut, ; (2) melalui pendekatan SETS, siswa
diharapkan tidak hanya mampu menguasai konsep yang diajarkan, tetapi juga
dilatih untuk berpikir secara integratif sesuai dengan visi SETS; dan (3)
sepengatahuan peneliti, belum ada penelitian yang berhubungan dengan
penggunaan pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA Konsep Keseimbangan
Ekosistem.

B. Identifikasi Masalah
Sesuai fakta pada latar belakang masalah, maka beberapa permasalahan
dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1. Dalam kenyataannya masih banyak guru yang menerapkan strategi pembelajaran
konvensional, sehingga berdampak negatif terhadap lemahnya daya serap
siswa. Pembelajaran konvensional dengan metode ceramah merupakan cara
yang paling aman dilakukan guru untuk mengejar pencapaian target
pembelajaran. Padahal, pencapaian suatu kompetensi sebagaimana tertuang
dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan variasi metode
pembelajaran bagi siswa.
2. Perkembangan sains dan teknologi serta dampaknya pada lingkungan dan
masyarakat, menjadi semakin tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia.
Sehingga, meniadakan keterkaitan keempat unsur tersebut menjadi tidak
relevan dalam konteks pendidikan masa kini. Tugas seorang guru dalam hal ini
adalah membuat agar proses pembelajaran pada siswa berlangsung secara efektif
dan bermakna. Diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih memberdayakan
siswa dan strategi belajar tersebut harus dapat membantu siswa memahami teori
secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik empirik serta menerapkan
5

pengetahuannya itu dalam kehidupaninya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran


IPA, masih banyak guru yang hanya berorientasi pada pencapaian hasil belajar
siswa secara kontekstual dan tidak memberikan peluang terhadap perkembangan
life skills siswa, dengan mengaitkan konsep yang diajarkan pada perkembangan
sains dan teknologi serta dampaknya pada lingkungan dan masyarakat.
3. Siswa masih banyak yang pasif dalam proses pembelajaran IPA. Aspek ilmiah
yang ingin dikembangkan guru tidak tampak dalam diri siswa saat proses
pembelajaran. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar yang dicapai.
Siswa Kelas VI SD Pringapus 02 Kabupaten Semarang memiliki nilai rata-
rata pencapaian hasil belajar di bawah KKM yang ditetapkan. Diperlukan
stretegi pembelajaran yang khusus untuk mengatasi permasalahan siswa
tersebut.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan beberapa identifikasi masalah tersebut, maka batasan
masalah yang akan dikaji lebih dalam pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Subjek penelitian, yaitu siswa Kelas VI SD Pringapus 02 Kabupaten
Semarang tahun pelajaran 2009/2010.
2. Objek penelitian, yaitu pendekatan SETS sebagai salah satu alternatif
pembelajaran IPA Konsep Keseimbangan Ekosistem, yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa, serta keaktifan siswa
secara menyeluruh dalam pembelajaran, ditunjukkan oleh analisis nilai tes,
nilai LKS, dan deskripsi hasil observasi.

D. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini sesuai dengan batasan masalah
yang telah diuraikan adalah sebagai berikut.
Apakah melalui pembelajaran berwawasan SETS (Science, Environment,
Technology, and Society) dapat meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa
Kelas VI SD Pringapus 02 Kabupaten Semarang terhadap pembelajaran IPA
Konsep Keseimbangan Ekosistem?
6

E. Cara Pemecahan Masalah


Sebagai upaya meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA Konsep Keseimbangan Ekosistem, maka dilakukan penelitian
tindakan kelas dengan memberikan tindakan pada siswa Kelas VI SD Negeri
Pringapus 02 Kabupaten Semarang. Penelitian yang dilakukan adalah
mengajarkan Konsep Keseimbangan Ekosistem kepada siswa melalui pendekatan
SETS (Science, Environment, Technology, and Society). Langkah-langkah dalam
pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) guru memberi penjelasan
mengenai Konsep Keseimbangan Ekosistem yang diinginkan; (b) guru membawa
siswa ke situasi untuk melihat teknologi yang berkaitan dengan Konsep
Keseimbangan Ekosistem yang dibelajarkan; (c)guru mengajak siswa berpikir
tentang akibat (positif dan negatif) yang terjadi dalam proses pentransferan
Konsep Keseimbangan Ekosistem ke bentuk teknologi; (d) guru meminta siswa
menjelaskan keterhubungan antara unsur udara dan unsur lain dalam SETS yang
mempengaruhi berbagai keterkaitan antara unsur tersebut; (e) guru mengajak
siswa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian mengunakan Konsep
Keseimbangan Ekosistem tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi; dan (f)
guru mengajak siswa untuk mencari alternatif solusi tahap kerugian pengubahan
Konsep Keseimbangan Ekosistem ke dalam bentuk teknologi. Keberhasilan
pembelajaran ditunjukan oleh ketuntasan belajar dan meningkatkanya keaktifan
dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

F. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengenalkan kepada siswa sekolah dasar tentang pembelajaran IPA
berwawasan SETS (Science, Environment, Technology, and Society).
7

2. Untuk meningkatkan pemahaman dan aktifitas siswa dalam pembelajaran IPA


melalui pendekatan SETS, yang ditandai dengan ketuntasan belajar dan
aktivitas siswa secara menyeluruh dalam pembelajaran.

G. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi
dunia pendidikan untuk mengembangkan strategi pembelajaran IPA melalui
pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society), sehingga
kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. Sedangkan dari segi praktis, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak berikut.
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat djadikan sebagai motivasi untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui pendekatan SETS.
2. Bagi siswa, penelitian ini merupakan umpan balik dalam memecahkan
permasalahan yang timbul dalam pembelajaran IPA sehingga mampu
mencapai hasil belajar secara maksimal.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik
dalam rangka perbaikan pembelajaran IPA, khususnya pada sekolah tempat
penelitian dan sekolah lain pada umumnya.
8

BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori
1. Tinjauan tentang Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Beberapa ahli mendefinisikan pengertian pembelajaran dalam
sudut pandang yang berbeda-beda. Max Darsono dkk. (2002: 2)
menjelaskan pengertian pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seorang guru sedemikian rupa, sehingga tingkah
laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Suyitno (2004: 2)
berpendapat bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan
pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan
siswa yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru
dengan siswa, serta siswa dengan siswa.
TIM MKDK (1990: 10) menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar dan mengajar. Pembelajaran
merupakan suatu kegiatan kompleks, membutuhkan banyak keterampilan
untuk membimbing anak didik dalam memperkembangkan diri sesuai
dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Mengajar bukan lagi suatu
penyampaian atau penerusan pengetahuan belaka. Namun lebih luas lagi
bahwa mengajar adalah suatu aktifitas perbuatan dalam rangka
membimbing anak didik menuju perubahan tingkah laku sesuai kebutuhan
individu atau kebutuhannya sebagai anggota masyarakat. Pembelajaran
secara umum adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa agar mereka
dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi
sebagi fasilitator yaitu orang yang menyediakan fasilitas dan menciptakan
situasi yang mendukung, agar siswa dapat mewujudkan kemampuan
belajarnya.
8
9

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpukan bahwa


pengertian pembelajaran adalah usaha sadar seorang guru sedemikian
rupa, untuk membimbing dan merubah tingkah laku siswa berubah ke
arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan belajar.

b. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh
berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa akan
bertambah, baik kualitas maupun kuantitasnya. Tingkah laku yang
dimaksud, meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang
berfungsi sebagi pengendali sikap dan perilaku siswa. Unsur-unsur
dinamis dalam pembelajaran kongruen dengan unsur-unsur dalam belajar.
Artinya, unsur-unsur yang diperlukan dalam belajar dan keadaannya
berubah-ubah juga terdapat dalam diri guru (motivasi dan kesiapan
membelajarkan siswa), dan pada upaya guru menyiapkan bahan
pembelajaran, alat bantu pembelajaran, suasana pembelajaran, dan kondisi
atau kesiapan siswa mengikuti pembelajaran, baik secara fisik maupun
psikologis.
Pembelajaran dapat berhasil, dan bermakna, apabila keaktifan
siswa diutamakan. Sehingga dalam pembelajarannya, dominasi guru perlu
dikurangi dan keaktifan siswa lebih ditingkatkan. Pembelajaran dapat
berhasil, dan bermakna, apabila keaktifan siswa diutamakan. Sehingga
dalam pembelajarannya, dominasi guru perlu dikurangi dan keaktifan
siswa lebih ditingkatkan. Hal ini pada dasarnya sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh British Audio Visual (dalam Sudjarwo,
1985: 136) bahwa jika proses pembelajaran dilakukan hanya
menggunakan metode membaca saja, pengetahuan yang diperoeh dapat
mengendap hanya 10%, sedangkan bila dengan mendengarkan saja,
pengetahuan hanya mengendap 20%. Melalui melihat saja, pengetahuan
10

dapat mengendap 30%. Apabila melalui melihat dan mendengar,


pengetahuan yang mengendap dapat mencapai 50%. Dengan cara
mengungkap sendiri, pengetahuan yang diterima dapat mengendap sampai
80%. Lebih baik lagi apabila dengan mengungkap sendiri dan mengulang
pada kesempatan yang lain, pengetahuan yang diterima tersebut dapat
mengendap sampai 90%.
Sesuai dengan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa tujuan
dari pembelajaran adalah untuk membantu siswa mendapatkan berbagai
pengalaman belajar dalam upaya memperbaiki tingkah lakunya, meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma.

c. Ciri-ciri Pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan yang memproses dan unsur
fundamental dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar siswa, baik
di lingkungan sekolah, luar sekolah, atau di rumah. Kekeliruan persepsi
terhadap proses pembelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengan hal
tersebut, dimungkinkan akan berakibat kurang berkualitasnya hasil belajar
yang dicapai siswa. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar semata-
mata menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau
pelajaran. Pendapat seperti ini biasanya menjadikan orangtua puas jika
anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah,
meskipun tanpa pengetahuan, karakter, serta tujuannya.
Guru selalu mengharapkan agar siswa memperoleh hasil yang
optimal dalam pembelajaran. Tetapi dalam kenyataannya, banyak siswa
yang menunjukkan gejala tidak dapat mencapai hasil belajar sesuai
harapan guru tersebut. Beberapa siswa menunjukkan nilai yang masih
rendah, meskipun telah dilakukan berbagai upaya perbaikan oleh guru.
Untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mengetahui
ciri-ciri pembelajaran, sehingga pembelajaran yang diberikan dapat lebih
terarah dan sesuai dengan tujuannya.
11

Ciri-ciri pembelajaran adalah perubahan khas yang tidak dimiliki


oleh perilaku lain dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pengertian
pembelajaran yang telah dikemukakan, maka menurut Max Darsono dkk.
(2000: 56), dapat diidentifikasikan beberapa ciri pembelajaran sebagai
berikut.
1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara
sistematis.
2) Pembelajaran dapat menumbuhkan motivasi dan perhatian siswa
dalam belajar.
3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan pelajaran yang menarik dan
menantang bagi siswa.
4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik.
5) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi siswa.
6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik
secara fisik maupun psikologis.
Oemar Hamalik dalam bukunya kurikulum dan pembelajaran
(1995: 66) menjelaskan ada tiga ciri khas dalam sistem pembelajaran
sebagai berikut.
1) Rencana
Rencana meliputi penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana
khusus.
2) Kesalingtergantungan (interdepence)
Adanya saling ketergantungan antara unsur sistem pembelajaran yang
serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan
masing masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran.
12

3) Tujuan
Sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Seperti sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan,
semuanya memiliki tujuan.
Jika disimpulkan berdasakan kedua pendapat tersebut, maka ciri utama
pembelajaran adalah usaha sadar dan sistematis untuk menciptakan suasana
belajar yang aman, menarik, dan membangkitkan motivasi siswa.

2. Tinjauan tentang Pembelajaran Berwawasan SETS


a. Pengertian Pembelajaran Berwawasan SETS
Pembelajaran berwawasan SETS adalah pembelajaran dengan cara
pandang terhadap unsur-unsur SETS, yaitu Science (Ilmu Pengetahuan),
Environment (Lingkungan), Technology (Teknologi), dan Society
(Masyarakat) yang diturunkan dengan landasan filosofis sebagai suatu
kesatuan unsur. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa melalui
pendidikan SETS diharapkan siswa akan memiliki kemampuan
memandang sesuatu secara terintegratif dengan memperhatikan keempat
unsur tersebut, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang pengetahuan yang dimilikinya (Achmad Binadja,
2000: 1). Keterkaitan antara unsur-unsur dalam pembelajaran berwawasan
SETS dengan sains sebagai fokus perhatiannya dapat digambarkan
sebagai berikut.

Gambar 2.1 Keterkaitan Unsur SETS yang Berfokus pada Sains (Achmad
Binadja, 1999: 4)
13

Hakekat SETS dalam pendidikan merefleksikan bagaimana harus


melakukan dan apa saja yang bisa dijangkau oleh pendidikan SETS..
Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat merupakan hubungan timbal balik dua arah yang dapat dikaji
manfaat maupun kerugian yang dihasilkan. Keberhasilan pendidikan
SETS dengan kedalaman yang memadai sangat relevan untuk
memecahkan masalah yang melanda kehidupan sehari-hari. Misalnya
masalah pencemaran, pengangguran, bencana alam, kerusuhan sosial, dan
sebagainya. Isu-isu tersebut dapat dibawa ke dalam kelas dan dikaji
melalui pendidikan SETS untuk dicarikan pemecahannya. Siswa dilatih
agar mampu berpikir secara global dalam memecahkan masalah lokal,
nasional, maupun internasional sesuai dengan kadar kemampuan berpikir
dan bernalarnya. Siswa dibimbing untuk memiliki kepekaan terhadap
masalah-masalah di masyarakat dan berperan aktif untuk turut mencari
pemecahannya.
Pendidikan SETS ini dapat mengatasi kelemahan sistem
pendidikan klasik dimana siswa diajak melaju untuk menyelesaikan materi
pelajaran, tanpa diketahui dengan jelas implementasi siswa terhadap daya
serap materi (Pristiadi Utomo dalam http://www.ilmuwan_muda.word
press.com/pembelajaran-fisika-dengan pendekatan-sets)
.
b. Tujuan Pembelajaran Berwawasan SETS
Pembelajaran IPA berwawasan SETS bertujuan untuk
memperkenalkan kepada siswa tentang pemikiran yang preventif dan
kuratif terhadap lingkungan beserta isinya. Tujuan utama pembelajaran
berwawasan SETS adalah bagaimana meembuat orang menolong manusia
membuat surga dunia, bukan membuat neraka dalam menghadapi segala
aspek kehidupan. Selain itu, SETS juga dapat menolong manusia bahwa
ada persamaan hak bagi seluruh manusia di dunia tanpa membedakan ras
dan kekayaan. SETS sesungguhnya harus menolong setiap negara untuk
mencapai kemakmuran atas warganya (Achmad Binadja, 1999: 5).
14

Dalam pembelajaran berwawasan SETS, kemampuan siswa untuk


melihat dan merumuskan masalah yang ada di lingkungannya dan
mengaitkannya dengan konsep sains dan teknologi sangat diperhatikan.
Terdapat tiga aspek dominan yang harus dikembangkan dalam
pembelajaran sains, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain
kognitif menekankan pembelajaran berkaitan dengan fakta dan konsep.
Domain afektif meliputi sikap, nilai, interest, dan pandangan terhadap
sains. Sedangkan domain psikomotorik berkaitan dengan keterampilan
motorik yang diperlukan untuk kegiatan praktek sains.
Berdasarkan sejumlah pemikiran bervisi SETS, proses
pembelajaran sains yang diterapkan dengan baik dan benar, maka keluaran
pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan untuk tidak hanya mengingat pengetahuan yang diajarkan.
Siswa juga akan memiliki kemampuan memahami dan menerapkan
pengetahuan yang telah dipelajari dengan tidak merusak lingkungan dan
bermanfaat bagi masyarakat.
Lebih lanjut Achmad Binadja (1999: 5) menjelaskan bahwa
dengan menggunakan pendekatan SETS, siswa dibimbing untuk dapat
menemukan dan mengungkap penyebab dari permasalahan yang timbul
serta kemungkinannya yang menyebabkan dampak pada lingkungan dan
masyarakat di masa yang akan datang. Hal ini mengandung makna bahwa
dalam pendidikan dengan pendekatan SETS memperkenalkan pemikiran
yang kuratif dan preventif terhadap lingkungan dan sekitarnya.

c. Penerapan Pendekatan SETS dalam Pembelajaran


Penerapan SETS dalam pembelajaran untuk tingkat sekolah
disesuaikan dengan jenjang pendidikan siswa. Sebuah program untuk
memenuhi kepentingan siswa harus dibuat dengan menyesuaikan tingkat
pendidikan siswa tersebut. Topik-topik yang menyangkut isi SETS di luar
materi pengajaran dipersiapkan oleh guru sesuai dengan jenjang
pendidikan siswa (Asih Purwaningsih, 2005: 24).
15

Dalam pembelajaran berwawasan SETS, pendekatan yang paling


sesuai adalah pendekatan SETS itu sendiri. Sejumlah ciri atau
karakteristik dari pendekatan SETS menurut Achmad Binadja (2000: 6)
adalah sebagai berikut.
1) Guru tetap memberikan pembelajaran sains.
2) Siswa dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk
teknologi untuk kepentingan masyarakat.
3) Siswa diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang
terjadi dalam proses pentransferan sains ke bentuk teknologi.
4) Siswa diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains
yang diperbincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang
mempengaruhi keterkaitan antara unsur tersebut bila diubah dalam bentuk
teknologi berkenaan.
5) Dalam konteks kontruktivisme, siswa dapat diajak berbincang tentang
SETS dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang
dimiliki oleh siswa bersangkutan.
Dalam pengajaran menggunakan pendekatan SETS siswa diminta
menghubungkan antar unsur SETS. Pengertiannya adalah siswa
menghubungkaitkan antara konsep sains yang dipelajari dengan benda-
benda yang berkenaan dengan konsep tersebut pada unsur lain dalam
SETS, sehingga memungkinkan siswa memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS
baik dalam bentuk kelebihan maupun kekurangannya.

3. Tinjauan tentang Konsep IPA


a. Pengertian tentang Konsep IPA
IPA adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses mengamati kejadian, mencoba apa yang
diamati, menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang
16

terjadi, serta menguji kebenaran hipotesis tersebut. Tujuan utama


pembelajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA
secara sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari
kebesaran dan kekuasaan Pencipta alam (Darliana, 1997: 2).
Fakta dalam IPA merupakan pernyataan-pernyataan tentang
benda-benda yang sesungguhnyadan atau peristiwa-peristiwa yang benar-
benar terjadi dan sudah dikonfirmasikan secara objektif (Iskandar, 1997:
3). Suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA tersebut, selanjutnya
disebut dengan konsep IPA. Penguasaan konsep dalam pembelajaran IPA
diperlukan untuk mencegah diajarkannya fakta-fakta yang terlepas
sehingga menjadi kurang bermakna.
IPA dipandang suatu produk karena berisi prinsip-prinsip, teori,
hukum, konsep maupun fakta yang kesemuanya ditujukan untuk
menjelaskan tentang berbagai gejala alam. Tetapi yang lebih penting
dalam pembelajaran IPA adalah siswa mampu menggunakan metode
ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Pencipta alam semesta
(Hadiat, 2006: 2). Melalui sikap dan proses tersebut, maka produk IPA
akan terbentuk.
IPA merupakan suatu proses dari upaya manusia untuk memahami
berbagai gejala alam. Oleh karena itu, diperlukan suatu tata cara tertentu
yang sifatnya analitis, cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam
yang satu dengan gejala alam lain, sehingga keseluruhannya membentuk
sudut pandang yang baru terhadap objek yang diamati. Metode ilmiah
dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan pada siswa
sekolah, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk suatu
paduan yang lebih utuh bagi anak untuk melakukan penelitian.
17

b. Aspek-aspek Pembelajaran IPA


Menurut Herlen (1987: 86), ada sembilan aspek ilmiah yang perlu
dikembangkan oleh guru dalam melakukan pembelajaran IPA, yaitu: (1)
sikap ingin tahu (curiousity), (2) sikap ingin mendapatkan sesuatu yang
baru (originality), (3) sikap kerja sama (cooperation), (4) sikap tidak putus
asa (perseverance), (5) sikap tidak berprasangka (open mindedness), (6)
sikap mawas diri (self criticism), (7) sikap bertanggung jawab
(responsibility), (8) sikap berpikir bebas (independence in thinking), dan
(9) sikap kedisiplinan diri (self discipline). Sembilan aspek ilmiah
tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Sikap ingin tahu
Sikap ingin tahu adalah suatusikap yang selalu ingin mendapatkan
jawaban yang benar dari suatu objek yang diamati. Kata benar di sini
artinya rasional, masuk akal, dan objektif, atau sesuai dengan
kenyataan. A.T. Bawden dalam Hendro dan Kaligis (1992: 45),
memberikan gambaran bahwa orang curiousity adalah orang yang
selalu mencari kebenaran atas dasar sebab dan akibat. Anak usia
sekolah akan mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan
bertanya pada guru, teman, atau dirinya sendiri. Tugas guru adalah
memberikan kemudahan jawaban atas pertanyaan siswa.
2) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru
Orang yang mempunyai sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru
adalah orang yang ingin menguak “tembok ketidaktahuannya” itu
untuk memperoleh sesuatu yang original meskipun dia tahu akan
sampai ke tembok ketidaktahuan berikutnya. Sikap tersebut, untuk
anak sekolah dasar, dapat ditanamkan dengan cara mengajak siswa
melakukan suatu eksperimen dan pengamatan langsung pada hasil
eksperimen. Data yang peroleh akan dapat memberikan sesuatu yang
baru bagi dirinya tentang objek yang diamati tersebut.
18

3) Sikap kerja sama


Seseorang yang bersikap kooperatif menyadari bahwa pengetahuan
yang dimiliki orang lain adalah mungkin lebih banyak dan llebih
sempurna daripada apa yang dia miliki. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan pengetahuannya dia merasa membutuhkan kerja sama
dengan orang lain. Anak usia sekolah perlu dipupuk sikapnya untuk
dapat bekerja sama satu dengan yang lain. Kerja sama itu dapat
berbentuk kerja kelompok, pengumpulan data, maupun diskusi untuk
menarik simpulan dari suatu observasi.
4) Sikap tidak putus asa
Seseorang yang tidak putus asa, dia akan tetap yakin bahwa kegagalan
yang dialami setidaknya memberikan petunjuk yang berguna bagi
orang lain untuk tidak mengambil jalan yang serupa. Tugas guru
adalah memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami
kegagalan dalam upaya menggali ilmu di bidang IPA.
5) Sikap tidak berprasangka
Sejak awalnya, IPA mengajarkan untuk menetapkan kebenaran
berdasarkan dua kriteria, yatu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya
factor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang
tidak lagi berprasangka. Sikap tidak berprasangka dapat
dikembangkan secara dini pada anak usia SD dengan jalan melakukan
observasi dan eksperimen untuk mendapatkan ilmu.
6) Sikap mawas diri
Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar diri seseorang, tetapi juga
terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung
tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk
jujur pada diri sendiri, menjunjung tinggi kebenaran, dan berani
melakukan koreksi terhadap dirinya sendiri.
19

7) Sikap bertanggung jawab


Berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat
merupakan sikap mulia. Sikap ini bukan monopoli ilmuwan dalam
mencari kebenaran, namun tidak ada seorang pun yang tidak setuju
bahwa anak didik perlu dibina menjadi manusia yang bersikap
tanggung jawab. Sikap bertanggung jawab harus dikembangkan sedini
mungkin, misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil
pengamatan kepada teman sejawat, guru, atau orang lain dengan
sejujur-jujurnya.
8) Sikap berpikir bebas
Dalam dunia ilmu pengetahuan, objektivitas merupakann unsur yang
mutlak diperlukan karena objektivitas merupakan salah satu kebenaran
kriteria ilmu. Tugas guru adalah mengembangkan pikiran bebas dari
anak dan bukan mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku
teks. Mencatat atau merekam hasil sesuai fakta dan membuat simpulan
dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat penting bagi anak
untuk mengembangkan sikap berpikir bebas.
9) Sikap kedisiplinan diri
Kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat mengontrol atau pun mengatur dirinya sendiri menuju tingkah
laku yang dikehendaki dan dapt diterima oleh masyarakat (Wingo
dalam Hendro dan Kaligis, 1992: 10). Tugas guru untuk dapat
mengatur kapan dia harus melakukan pengontrolan secara bertahap
dan tepat guna yang kesemuanya ditujukan kepada terbentuknya
kedisiplinan diri pada anak didik.
Beberapa keterampilan dalam sebuah penelitian, menurut Hendro dan
Kaligis (1992: 13) meliputi: (1) keterampilan mengobservasi, merupakan
keterampilan menggunakan semua pancaindera untuk memperoleh data atau
informasi; (2) keterampilan mengklasifikasi, adalah keterampilan untuk
20

menggolongkan objek pengamatan berdasarkan perbedaan dan persamaan


sifat yang dimiliki; (3) keterampilan menginterpretasi, adalah keterampilan
untuk menafsirkan data apabila data sudah ditata dan diklasifikasi secara
teratur; (4) keterampilan memprediksi, adalah keterampilan untuk
memperkirakan atau meramalkan yang akan terjadi berdasarkan
kecenderungan pola hubungan yang terdapat dalam data; (5) keterampilan
membuat hipotesis, adalah keterampilan membuat dugaan tentang kejadian
alam melalui serangkaian proses pemikiran; (6) keterampilan mengandalkan
variable, yaitu kemampuan untuk mengendalikan factor-faktor yang
berpengaruh; (7) keterampilan menyimpulkan (inferensi), adalah kemampuan
untuk menarik kesimpulan dari data yang sudah terkumpul berdasarkan hasil
pemikiran deduktif; (8) keterampilan mengaplikasikan, adalah keterampilan
menerapkan konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa ke dalam situasi
yang baru; (9) keterampilan mengkomunikasikan, merupakan keterampilan
untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan kepada orang
lain, baik secara lisan maupun secara tertulis.

B. Penelitian yang Relevan


Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Asih Purwaningsih dalam penelitiannya tentang Pembelajaran Kimia
Berpendekatan SETS untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Kreatif Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah I Semarang Tahun Pelajaran
2004/2005 menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas yang dilakukan di
SMA Muhammadiyah 1 Semarang dengan menggunakan pendekatan SETS pada
pembelajaran materi Hidrokarbon dan Minyak Bumi dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa dan tercapainya ketuntasan belajar
klasikal 85% serta tugas siswa bernuansa SETS terpenuhi.
2. Laela Nur Fitria tahun 2006 dalam penelitian skripsinya yang berjudul
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran pada Konsep Lingkungan Melalui
Pendekatan SETS dengan Model PBI di SMA Masehi 1 PSAK Semarang
21

menjelaskan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pendekatan SETS dan


model PBI dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada konsep
Lingkungan di kelas X E SMA Masehi 1 PSAK Semarang.
3. Wayan Didik Maryawantika dalan penelitianya yang berjudul Peningkatan
Hasil Belajar Biologi dengan Pembelajaran Model SETS (Scienc,
Environment, Tecnology, And Society) Pada Siswa Kelas VII A SD Negeri 1
Waytuba Kabupaten Waykanan Lampung menyimpulkan bahwa pembelajaran
model SETS mampu meningkatkan hasil belajar Biologi siswa.

C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA merupakan serangkaian proses yang kompleks dan
saling berhubungan antara materi satu dengan lainnya. Konsep awal yang
diterima siswa menjadi syarat untuk penguasaan konsep berikutnya. Pengetahuan
awal siswa pada setiap pengalaman belajarnya akan berpengaruh terhadap
bagaimana mereka akan belajar dan apa yang akan mereka pelajari selanjutnya.
IPA juga merupakan suatu proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai
gejala alam. Sehingga, diperlukan suatu tata cara tertentu yang sifatnya analitis,
cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam
lain, sehingga keseluruhannya membentuk sudut pandang yang baru dan utuh
dterhadap objek yang diamati.
Salah satu penyebab rendahnya pemahaman dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran IPA disinyalir disebabkan oleh penerapan pola pembelajaran yang
masih konvensional. Pembelajaran masih berpusat pada materi, sehingga
dianggap membosankan bagi siswa dan mengurangi daya kreativitas berpikir
siswa. Pembelajaran IPA yang dilakukan saat ini juga sebagian besar masih
sekedar memberikan konsep-konsep sains, tanpa membahas keterkaitan dan
penerapan alam kehidupan sehari-hari. Tolok ukur keberhasilan pembelajaran
hanya dilihat dari nilai tes dan ujian IPA saja. Terdapat sisi lain yang lebih
penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran IPA, yaitu adanya aplikasi
sains ke bentuk teknologi, dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.
22

Pembelajaran IPA berwawasan SETS dirasa efektif untuk membantu


memecahkan permasalahan tersebut. Pembelajaran IPA berwawasan SETS
bertujuan untuk memperkenalkan kepada siswa tentang pemikiran yang preventif
dan kuratif terhadap lingkungan beserta isinya. Dalam pembelajaran berwawasan
SETS, kemampuan siswa untuk melihat dan merumuskan masalah yang ada di
lingkungannya dan mengaitkannya dengan konsep sains dan teknologi sangat
diperhatikan. Pembelajaran IPA dengan pendekatan SETS tidak hanya
memungkinkan siswa memahami konsep yang diajarkan secara kontekstual, tetapi
juga memberikan peluang terhadap perkembangan life skills siswa, dengan
mengaitkan konsep yang diajarkan pada perkembangan sains dan teknologi serta
dampaknya pada lingkungan dan masyarakat.
Kerangka pola pemecahan masalah dalam penelitian ini secara singkat dapat
dijelaskan dalam skema berikut.
Keadaan Sekarang Alternatif Tindakan Hasil yang diharapkan

Pembelajaran IPA Menambah variasi Kualitas proses


kurang bervariasi, metode pembelajaran. pembelajaran IPA untuk
masih konvensional. Menerapkan Konsep Keseimbangan
Siswa sulit memahami pembelajaran IPA Ekosistem meningkat,
Konsep Keseimbangan berwawasan SETS dengan ditunjukkan oleh
Ekosistem Mengembangkan daya keaktifan dan peningkatan
Siswa kurang aktif nalar dan kreatifitas pemahaman serta hasil
dalam pembelajaran. siswa. belajar siswa.
Belum tercapainya Mengaktifkan siswa
ketuntasan hasil dalam pembelajaran.
belajar siswa.
Guru kurang
mengaitkan konsep
IPA dengan
perkembangan sains
dan teknologi serta
dampaknya pada
lingkungan dan
masyarakat.

Evaluasi Awal Evaluasi Proses Evaluasi Akhir


Skema 2.1 Kerangka Pola Pemecahan Masalah
D. Hipotesis Tindakan
23

Sesuai dengan kajian teori dan kerangka berpikir yang sudah diuraikan,
maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Dengan menggunakan pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and
Society) akan dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa pada
pembelajaran IPA Konsep Keseimbangan Ekosistem.
24

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Kelas VI SD Negeri
Pringapus 02 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Peneliti memilih SD
Negeri Pringapus 02 sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa
sekolah tersebut merupakan tempat peneliti mengajar, sehingga peneliti
mengetahui secara pasti kondisi belajar siswa dan dapat terlibat secara langsung
dalam penelitian. Penelitian dilaksanakan secara kolaborasi dengan melibatkan
seorang rekan guru. Tim kolaborasi tersebut berfungsi sebagai observer selama
peneliti melaksanakan penelitian. Selain melaksanakan pengamatan terhadap
pembelajaran IPA dengan menggunakan metode pembelajaran IPA dengan
pendekatan SETS, tim kolaborasi juga melakukan analisis dan refleksi, untuk
menganalisa kekurangan dan kelebihan pada setiap tindakan.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDLB SD Negeri Pringapus
02 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2010/2011 dengan
jumlah siswa 27 orang, yang terdiri dari 10 siswa putra dan 7 siswa putri.
Pertimbangan peneliti memilih siswa Kelas VI sebagai subjek penelitian karena
nilai rata-rata ulangan IPA untuk Konsep Keseimbangan Ekosistem pada kelas
tersebut masih rendah. Selain pertimbangan tersebut, peneliti juga
mempertimbangkan masih rendahnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
IPA.

C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, sebagai
berikut.

24
25

1. Sumber data primer, diperoleh dari analisis hasil tes akhir dan hasil LKS
setelah dilakukan pembelajaran IPA dengan pendekatan SETS
2. Sumber data sekunder, diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh
teman sejawat (observer), meliputi data dokumentasi, lembar observasi, dan
hasil wawancara.

D. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1990 : 3). Terdapat empat variabel dalam
penelitian ini, sebagai berikut.
1. Pengembangan kegiatan pembelajaran IPA pada Konsep Keseimbangan
Ekosistem dengan menggunakan pendekatan SETS, meliputi persiapan,
pelaksanaan pengajaran, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Aspek yang
diamati adalah kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran, dan
kemampuan guru mengelola kegiatan belajar mengajar. Pengamatan
dilakukan oleh observer dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir.
2. Sikap ilmiah dan keterampilan proses siswa dalam pembelajaran IPA pada
Konsep Keseimbangan Ekosistem melalui pendekatan SETS. Sikap ilmiah
dan keterampilan proses siswa diamati oleh observer dalam lembar
pengamatan.
3. Respon siswa dan observer setelah dilaksanakan pembelajaran IPA pada
Konsep Keseimbangan Ekosistem dengan menggunakan pedekatan SETS.
4. Pemahaman siswa terhadap Konsep Keseimbangan Ekosistem yang diajarkan
dengan pendekatan SETS, yang ditunjukkan oleh hasil tes evaluasi dan hasil
pengerjaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

E. Teknik dan Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
meliputi observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes.
26

1. Observasi
Mulyono Seputra (1994: 440) berpendapat bahwa observasi
merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
terhadap objek penelitian Sedangkan E. Kristi (1998: 63) mengemukakan
pendapatnya bahwa, observasi merupakan metode pengumpulan data esensial
dalam penelitian, terutama penelitian dengan pendekatan kualitatif. Suharsimi
Arikunto (1997: 146-147) memberikan batasan, bahwa observasi merupakan
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan
seluruh alat indera. Depdikbud (1983: 191) mendefinisikan observasi sebagai
metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja
melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud observasi adalah pengamatan secara langsung maupun tidak
langsung pada subjek penelitian yang bertujuan untuk mencatat segala
perilakunya. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara langsung oleh
teman sejawat sebagai observer dalam tim kolaborasi terhadap aktivitas siswa
selama pembelajaran berlangsung.

2. Wawancara
Menurut Mulyono Seputra (1994: 423), ”Wawancara merupakan
metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara
peneliti dengan responden dan dilakukan secara sistematis sesuai dengan
tujuan penelitian. Suharsimi Arikunto (1997: 145) mengartikan wawancara
sebagai sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh
informasi dari terwawancara. Masih dalam pengertian wawancara, E. Kristi
(1998: 72) mengartikan wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
27

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa


pengertian wawancara adalah tanya jawab secara langsung yang bertujuan
memperoleh informasi data pada subjek penelitian. Wawancara dalam
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon guru dan siswa terhadap
hasil belajar IPA dengan menggunakan pendekatan SETS.

3. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1997: 148), metode dokumentasi adalah
cara memperoleh data dari masing-masing tertulis. Teknik ini berfungsi untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan
sebagainya. Priyono (2000: 83) berpendapat bahwa teknik dokumentasi
adalah cara-cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah
ada.
Sesuai pendapat tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan
dokumentasi adalah cara mencari data secara tertulis mengenai variabel
penelitian. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan data tentang nama-nama subjek penelitian, hasil belajar siswa,
situasi dan kondisi siswa saat pembelajaran IPA dengan pendekatan SETS.

4. Tes
Menurut S. Hamid Hasan dan Asmawi Zaenul, (1992: 21), tes adalah
pengumpulan data atau informasi yang dirancang khusus sesuai dengan
karakteristik informasi yang diinginkan oleh evaluator. Ogn. Masidjo (1995:
38) mengemukakan pengertian tes bahwa, Tes adalah sebagai suatu alat ukur
yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam
situasi yang distandarisasikan dan yang dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan hasil belajar individu atau kelompok. Mulyono Seputra (1994:
413) berpendapat bahwa tes merupakan serangkaian latihan yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan,
dan bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
28

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa


yang dimaksud dengan tes adalah suatu alat ukur yang dirancang khusus
untuk mengukur kemampuan hasil belajar individu atau kelompok.
Lebih lanjut tentang tes, S. Margono (2000: 170) menjelaskan jenis-
jenis tes yang sering digunakan sebagai alat ukur sebagai berikut.
a. Tes lisan, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan
tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang
diberikan secara lisan.
b. Tes tertulis, yaitu suatu tes yang disusun dimana setiap pertanyaan tes
disediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih.
Selanjutnya, menurut Machrens dan Lechmann yang dikutip oleh S.
Margono (2000: 170), terdapat jenis-jenis tes tertulis sebagai berikut.
a. Tes essay, yaitu tes yang menghendaki agar tester memberikan jawaban
dalam bentuk uraian.
b. Tes objektif, adalah tes yang disusun dimana setiap pertanyaan tes
disediakan alternatif jawaban yang dipilih.
Tes objektif dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu:
1) tes betul salah (true false items);
2) tes pilihan ganda (multiple choice items);
3) tes menjodohkan (machting items);
4) tes melengkapi (completion items); dan
5) tes jawaban singkat (short answer items).
Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes objektif dengan
bentuk pilihan ganda. Tes dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran (post
test) untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
IPA dengan pendekatan SETS.
29

F. ValidasiData
Validitas data digunakan untuk mengetahui tingkat keabsahan suatu data
sebelum diujikan kepada sampel penelitian. Suharsimi Arikunto (2004: 144)
berpendapat bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen valid adalah dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Jenis validitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah validitas internal. Validitas internal
intrumen dapat dicapai jika terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen
dengan instrumen secara keseluruhan. Dengan kata lain, sebuah intrumen
memiliki validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung tujuan
instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data dari variabel yang
dimaksud.
Pengujian kredibilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara triangulasi. Menurut Lexy J. Moleong seperti yang dikutip oleh Sarwiji
Suwandi (2008: 69), triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan
memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
pembandingan data. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Untuk
menjamin apakah instrumen dalam penelitian ini benar-benar dapat digunakan
untuk mengukur variabel yang sebenarnya, maka peneliti melakukan beberapa
upaya, antara lain: (1) peneliti melakukan uji coba soal tes kepada siswa selain
subjek penelitian, kemudian hasil uji coba tersebut dianalisis untuk diketahui soal
yang valid dan tidak valid; (2) peneliti melakukan wawancara dengan guru-guru
pada sekolah penelitian untuk mengetahui pandangan mereka tentang hambatan-
hambatan siswa tunagrahita dalam memahami pelajaran IPA, khususnya Konsep
Keseimbangan Ekosistem; dan (3) Peneliti mengkonsultasikan seluruh instrumen
penelitian pada kepala sekolah, dan rekan sejawat untuk diketahui keabsahannya.
30

G. Reliabilitas Data
Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Forcese dan Richer
(dalam Rakhmar, 1993: 17) menjelaskan bahwa suatu alat ukur dapat memiliki
reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau peneliti
lain tetap memberikan hasil yang sama. Suharsimi Arikunto (2006: 168)
berpendapat bahwa instrumen yang reliabel dapat menghasilkan dapat yang dapat
dipercaya; datanya memang benar sesuai kenyataannya, berapa pun diambil.
Reliabilitas mengandung makna stabilitas (tidak berubah-ubah), konsistensi
(ajeg), dan dependabilitas (dapat diandalkan).
Untuk menunjukkan reliabilitas intrumen dalam penelitian ini, maka
peneliti melakukan beberapa upaya, yaitu: (1) memberikan uraian deskriptif
terhadap data secara konkrit sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran dalam
penafsiran; (2) meminta saran dan pendapat kepada pihak yang dipandang mampu
memberikan informasi yang berkaitan; dan (3) mencatat segala bentuk informasi
dari responden tentang masalah terkait.

H. Teknik Analisis Data


Analisa data adalah suatu cara menganalisa data yang diperoleh selama
penelitian sehingga diketahui kebenaran dari suatu permasalahan. Data yang
terkumpul akan mempunyai arti jika dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Oleh karena itu teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang terkumpul
dilakukan dengan cara menghitung prosentase kemnampuan siswa dalam
menjawab tes individu yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa. Analisa data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu analisa data
untuk data berjenis kuantitatif, berupa angka hasil tes siswa dan hasil LKS, dan
analisa data untuk data kualitatif, berupa kalimat yang menggambarkan hasil
pengamatan observer terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
31

Data hasil belajar siswa dianalisis dengan melakukan tes pada setiap akhir
pertemuan pembelajaran. Hasil tes akhir dinilai dengan angka antara 10 sampai
dengan 100. Hasil LKS juga dinilai seperti hasil tes, yaitu berupa angka 10
sampai dengan 100. Hasil tes siswa dan hasil LKS siswa kemudian diolah sebagai
hasil belajar dengan rumus sebagai berikut.
Skor yang diperoleh
Hasil belajar  x 100%
Jumlah skor maksimal

Siswa dikatakan mencapai atau melampaui hasil belajar jika nilai siswa
menunjukkan sama atau lebih besar dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang ditetapkan, yaitu 50. Jika nilai siswa kurang dari KKM, maka dikatakan
belum tercapai.
Berdasarkan hasil belajar siswa secara individu, dapat diperoleh
pencapaian belajar secara klasikal (kelas) dengan rumus sebagai berikut.

Jumlah siswa yang tercapai hasil belajarnya


Hasil belajar klasikal  x 100%
Jumlah seluruh siswa
Hasil pengamatan observer terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran
dinilai sesuai dengan skor indikator yang tampak, dihitung prosentasenya dengan
rumus sebagai berikut.

(2 x hasil tes)  (1 x hasil LKS)


Hasil belajar individu 
3
Kriteria penilaian tercapai jika prosentase hasil berada pada kategori baik
atau sangat baik. Kriteria penilaian pengisian lembar observasi adalah sebagai
berikut.
Tabel 3.1 Prosentase Pengolahan Nilai Lembar Observasi
No Interval Kategori
1. 85 – 100 Sangat Baik (SB)
2. 70 – 84 Baik (B)
3. 55 – 69 Cukup (C)
4. 40 – 54 Kurang (K)
5. 00 - 39 Sangat Kurang (SK)

(2 x hasil tes)  (1 x hasil LKS)


Hasil belajar individu 
3
32

Berdasarkan hasil analisa data kualitatif dan data kuantitatif tersebut,


maka dapat dilihat peningkatan nilai dan prosentase dalam tiap siklusnya.
Peningkatan nilai dan prosentase terus dilakukan sampai memenuhi target sesuai
indikator kinerja yang telah ditentukan.

I. Indikator Kinerja
Keabsahan data dalam penelitian ini berkaitan dengan hasil simpulan yang
diperolah dari hasil observasi rekan sejawat, hasil wawancara dengan siswa, hasil
pengerjaan LKS, dan hasil tes siswa. Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini
dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.
1. Guru (peneliti) terampil menerapkan pendekatan SETS dalam pembelajaran
IPA Konsep Keseimbangan Ekosistem.
2. Sekurang-kurangnya 75% dari jumlah seluruh siswa di kelas memenuhi target
pencapaian hasil belajar IPA Konsep Keseimbangan Ekosistem..
3. Meningkatnya keaktifan dan partisipasi siswa secara menyeluruh dalam
pembelajaran IPA Konsep Keseimbangan Ekosistem menggunakan
pendekatan SETS.
4. Guru terampil dalam membuat perencanaan pembelajaran IPA dengan
pendekatan SETS untuk Konsep Keseimbangan Ekosistem.

J. Prosedur Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan dalam dua
siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yakni tahap perencanaan, tahap
tindakan, tahap pengamatan, dan tahap analisis dan refleksi. Masing-masing
tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahap Perencanaan
Berdasarkan temuan permasalahan, maka guru kemudian menyusun
instrument penelitian, meliputi rencana pembelajaran dan lembar observasi.
Rencana pembelajaran didesain untuk mata pelajaran IPA Konsep
33

Keseimbangan Ekosistem menggunakan pendekatan SETS. Rencana


pembelajaran disusun dengan memperhatikan : (a) Standar kompetensi dan
kompetensi dasar; (b) Indikator pembelajaran; (3) Kegiatan guru dan siswa
dalam proses pembelajaran (skenario pembelajaran); (4) Materi, media, dan
sumber pembelajaran, (5) Evaluasi proses dan hasil pembelajaran, dan (6)
Lembar pengamatan, catatan lapangan, dan target hasil beserta kriteria
pencapaiannya.

2. Tahap Pelaksanaan dan Pengamatan Tindakan


Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran IPA Konsep
Keseimbangan Ekosistem dengan pendekatan SETS berdasarkan perencanaan
tindakan yang telah disusun. Tindakan pembelajaran terbagi atas dua siklus,
dengan masing-masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan dan satu kali
tindakan.
a. Siklus I
Fokus pembelajaran pada siklus I adalah sub konsep kegiatan manusia
yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1) Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran,
mengemukakan tujuan pembelajaran, dan memotivasi minat siswa
dalam belajar dengan memberikan apersepsi (memberikan contoh
isue-isue SETS yang berhubungan dengan kegiatan manusia yang
mempengaruhi lingkungan ekosistem pada awal pembelajaran).
2) Guru melakukan diskusi-informasi untuk:
a) menjelaskan kegiatan manusia yang mempengaruhi ekosistem;
b) menjelaskan dampak negatif kegiatan manusia bagi lingkungan;
c) menjelaskan beberapa produk teknologi yang digunakan oleh
manusia dalam pemanfataan lingkungan;
34

d) menjelaskan dampak positif yang terjadi pada masyarakat dengan


adanya keseimbangan ekosistem;
e) menjelaskan dampak negatif yang terjadi pada masyarakat dengan
terganggunya keseimbangan ekosistem.
3) Guru mengevaluasi tingkat pemahaman siswa melalui pemberian tes
pada akhir pembelajaran.

b. Siklus II
Fokus pembelajaran pada siklus II adalah sub konsep pemanfaatan bagan
tubuh tumbuhan dan hewan untuk kepentingan manusia. Langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1) Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran,
mengemukakan tujuan pembelajaran, dan memotivasi minat siswa
dalam belajar dengan memberikan apersepsi (memberikan contoh
isue-isue SETS yang berhubungan dengan pemanfaatan bagian tubuh
tumbuhan dan hewan untuk kepenting manusia pada awal
pembelajaran).
2) Guru mengadakan diskusi informasi untuk:
a) Menjelaskan contoh-contoh pemanfaatan bagian tubuh tumbuhan
dan hewan untuk kepentingan manusia;
b) menjelaskan beberapa produk teknologi yang memanfaatkan
bagian tubuh tumbuhan dan hewan;
c) menjelaskan dampak negatif pemanfaatan bagian tubuh tumbuhan
dan hewan terhadap kelestarian;
d) menjelaskan keuntungan dan kerugian yang dapat ditimbulkan dari
pemanfaatan bagian tubuh tumbuhan dan hewan untuk
kepentingan manusia.
3) Guru mengevaluasi tingkat pemahaman siswa melalui pemberian tes
pada akhir pembelajaran.
35

c. Siklus III
Fokus pembelajaran pada siklus II adalah sub konsep cara-cara enghindari
pemusnahan hewan dan tumbuhan. Langkah-langkah pembelajarannya
adalah sebagai berikut.
1) Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran,
mengemukakan tujuan pembelajaran, dan memotivasi minat siswa
dalam belajar dengan memberikan apersepsi (memberikan contoh
isue-isue SETS yang berhubungan dengan cara-cara untuk
menghindari pemusnahan hewan dan tumbuhan pada awal
pembelajaran).
2) Guru mengadakan diskusi informasi untuk:
a) Menjelaskan cara-cara menghindari pemusnahan hewan dan
tumbuhan;
e) menjelaskan dampak pemusnahan hewan dan tumbuhan;
f) menjelaskan cara efektif pemanfaatan tubuh tumbuhan dan hewan
untuk kepentingan manusia.
3) Guru mengevaluasi tingkat pemahaman siswa melalui pemberian tes
pada akhir pembelajaran.

3. Tahap Analisis dan Refleksi


Setelah tahap pembelajaran selesai dilakukan, guru bersama observer
menganalisis apa yang telah dicapai siswa dalam setiap tahapnya. Kekurangan
atau pun faktor-faktor lain yang menyebabkan kesulitan siswa dan guru di
siklus I diperbaiki pada siklus II dan selanjutnya kekuarangan pada siklus II
akan disempurnakan oleh guru di siklus III.
36

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Hasil tindakan pada penelitian ini adalah berupa pemahaman Konsep
Keseimbangan Ekosistem, termasuk keaktifan siswa dan guru dalam proses
pembelajaran. Evaluasi dilakukan pada saat pembelajaran sebagai penilaian
proses, dan akhir pembelajaran untuk penilaian produk. Penilaian proses, meliputi
penilaian lembar observasi (penyusunan rencana pembalajaran, kemampuan guru
dalam mengelola KBM, aktivitas siswa, dan sikap ilmiah siswa) dan lembar
kegiatan siswa. Sedangkan penilaian akhir adalah penilaian lembar evaluasi. Hasil
dari pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Hasil Penilaian Proses
a. Penilaian Lembar Observasi
1) Penyusunan Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran yang diajarkan untuk penelitian ini ada tiga
buah, yaitu (a) Rencana Pembelajaran I, untuk Konsep Keseimbangan
Ekosistem sub konsep sifat-sifat udara; (b) Rencana Pembelajaran II, untuk
Konsep Keseimbangan Ekosistem sub konsep angin; dan (c) Rencana
Pembelajaran III, untuk Konsep Keseimbangan Ekosistem sub proses
pembakaran. Hasil dari pengamatan observer terhadap penyusunan rencana
pembelajaran, dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Penyusunan Rencana Pembelajaran
No Aspek yang Diamati Siklus I Siklus II Siklus III Rerata
1 Kesesuaian TPK dengan 80 83.7 90 84.57
pembelajaran bervisi SETS
2 Keterkaitan unsur-unsur 79 80.5 82.5 80.67
SETS dalam pembelajaran
36
37

3 Ketepatan pemilihan sumber 81 84.2 86.5 83.97


belajar
4 Ketepatan langkah-langkah 83.5 85.5 89 86.00
dan alokasi waktu
pembelajaran
5 Muatan masalah social, sikap, 82.5 84.5 86 84.33
dan nilai-nilai
6 Ketepatan pengorganisasian 82.5 84 88 84.83
materi dan pemecahan
masalah
7 Ketepatan prosedur dan jenis 79.5 82 86 82.50
penelitian
Rerata 81.14 83.49 86.86 83.83

Berdasarkan tabel tersebut, dapata dijelaskan bahwa terjadi


peningkatan kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran. Pada
siklus I, rerata hasil pengamatan hanya 81,14. Siklus II terjadi peningkatan
rerata hasil pengamatan menjadi 83, 49. sedangkan di siklus III, peningkatan
rerata hasil pengamatan menjadi 86,86. Rerata keseluruhan hasil pengamatan
kemampuan guru dalam mengelola pelajaran adalah sebesar 83,3, sehingga
dapat dikategorikan sangat baik.

2) Kemampuan Guru dalam Mengelola KBM


Lembar observasi dalam kemampuan guru dalam mengelola KBM
bertujuan untuk mengetahui aktifitas guru selama pembelajaran, termasuk
kemampuan guru menerapkan pendekatan SETS pada pembelajaran IPA.
Terdapat 19 aspek yang harus diamati oleh observer pada lembar observasi
ini. Hasil dari pengamatan observer terhadap kemampuan guru dalam
mengelola KBM dapat dilihat dalam Tabel 4.2 di bawah ini.
38

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola KBM


No Aspek yang Diamati Siklus I Siklus II Siklus III Rerata
1 Ketepatan media dan sumber 79 81 85 81.67
belajar
2 Keefektifan tugas harian 80 82 85.5 82.50
3 Ketepatan kegiatan 78 80 83 80
pembelajaran
4 Keefektifan waktu dan 80.5 81.5 85.5 82.50
penjelasan
5 Muatan sikap dan nilai-nilai 82 84 85 83.67
kelestarian lingkungan
6 Keterampilan mendidik siswa 82 83 87 84.00
terhadap unsur-unsur SETS
7 Keterkaitan unsur-unsur 75.4 78 80.7 78.03
SETS
8 Muatan dampak SETS dan 75.5 78.5 84.5 79.50
alternatif pemecahannya.
9 Keefektifan hubungan dan 82.5 85 88 85.17
perhatian ke siswa
10 Keefektifan bahasa dan 82 84 86 84.00
penampilan umum
11 Keterampilan bertanya 81 83.5 86.5 83.67
12 Keterampilan memberikan 80 82 85.5 82.50
penguatan
13 Keefektifan dalam 80.5 83 85 82.83
menerangkan
14 Ketepatan menangani 80.6 82.3 84.6 82.50
kesulitan siswa
15 Sikap tanggap terhadap 78.5 80.5 83.5 80.83
situasi
16 Ketepatan penataan ruang dan 82 85 87 84.67
fasilitas belajar
17 Ketepatan pengorganisasian 85 88 90 87.67
siswa
18 Ketepatan menumbuhkan 80 82.3 85.3 82.53
kepercayaan diri siswa
19 Ketepatan rangkuman, 80.5 83 86 83.17
evaluasi, dan menutup
pelajaran.
Rerata 80.26 82.45 85.45 82.72
39

Tabel 4.2 tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan kemampuan


guru dalam mengelola pada setiap siklusnya. Siklus I, rerata hasil pengamatan
hanya 80,26. pada siklus II terjadi peningkatan rerata hasil pengamatan
menjadi 82,45. Untuk siklus III, peningkatan rerata hasil pengamatan menjadi
sebesar 85,45. Rerata keseluruhan hasil pengamatan kemampuan guru dalam
mengelola pelajaran adalah sebesar 82,72, sehingga dapat dikategorikan
sangat baik.

3) Sikap Ilmiah Siswa


Aspek-aspek yang diamati dalam penilaian sikap ilmiah siswa adalah:
(1) Sikap ingin tahu, (2) Sikap mendapatkan sesuatu yang baru, (3) Sikap
Kerjasama, (4) Sikap tidak putus asa, (5) Sikap tidak berprasangka, (6) Sikap
mawas diri , (7) Sikap bertanggung jawab, (8) Sikap berpikir bebas, dan (9)
Sikap kedisiplinan diri. Hasil penelitian sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada
Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Sikap Ilmiah Siswa
No Aspek yang Diamati Siklus I Siklus II Siklus III Rerata
1 Sikap ingin tahu 83 85 88 85.33
2 Sikap mendapatkan sesuatu 78 80 84 80.67
yang baru
3 Sikap kerjasama 79 81 83 81.00
4 Sikap tidak putus asa 81 82 84 82.33
5 Sikap tidak berprasangka 78 82 83 81.00
6 Sikap mawas diri 81 83 84 82.67
7 Sikap bertanggung jawab 76 82 85 81.00
8 Sikap berpikir bebas 77 80 81 79.33
9 Sikap kedisiplinan diri 79 82 84 81.67
Rerata 79.11 81.89 84.00 81.67

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan


kemampuan guru dalam mengelola KBM. Rerata hasil pengamatan pada
siklus I hanya 79,3. pada siklus II rerata hasil pengamatan meningkat menjadi
83,2. sedangkan di siklus III, peningkatan rerata hasil pengamatan menjadi
40

sebesar 86,2. Rerata keseluruhan hasil pengamatan kemampuan guru dalam


mengelola pelajaran adalah sebesar 82,9, sehingga dapat dikategorikan sangat
baik.

4) Keterampilan Proses Siswa


Aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian proses siswa, meliputi: (1)
Keterampilan mengamati, (2) keterampilan mengklatifikasi, (3) Keterampilan
menginterpretasi/menafsirkan, (4) Keterampilan memprediksi, (5)
Keterampilan membuat hipotesis, (6) Keterampilan melaksanakan
eksperimen, (7) Keterampilan mengkomunikasikan, dan (8) Keterampilan
mengaplikasikan. Hasil dari penilaian keterampilan proses siswa dapat dilihat
pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Keterampilan Proses Siswa
No Aspek yang Diamati Siklus I Siklus II Siklus III Rerata
1 Keterampilan mengamati 80 83 85 82.67
2 Keterampilan mengklasifikasi 78 79 83 80.00
3 Keterampilan menafsirkan 79 81 84 81.33
4 Keterampilan memprediksi 81 83 84 82.67
5 Keterampilan membuat 75 77 79 77.00
hipotesa
6 Keterampilan melaksanakan 77 80 82 79.67
eksperimen
7 Keterampilan 78 81 85 81.33
mengkomunikasikan
8 Keterampilan 79 83 84 82.00
mengaplikasikan
Rerata 78.33 80.88 83.25 80.83

Tabel tersebut menjelaskan terjadi peningkatan keterampilan siswa.


Siklus I, rerata hasil pengamatan hanya 78,38. pada siklus II, terjadi
peningkatan rerata hasil pengamatan menjadi 80,88. sedangkan untuk siklus
III, peningkatan rerata hasil pengamatan menjadi sebesar 83,25. rerata
keseluruhan hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pelajaran
adalah sebesar 80,83, sehingga dapat dikategorikan sangat baik.
41

5) Penilaian Lembar Kegiatan Siswa


Lembar Kegiatan Siswa dilengkapi dengan alat dan bahan, cara kerja,
dan pertanyaan penuntun untuk membantu kegiatan demonstrasi yang
dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih mudah mempelajari
konsep yang sedang dibelajarkan. Hasil dari pengerjaan lembar kegiatan siswa
pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Hasil Lembar Kerja Siswa
No Kelompok Siklus I Siklus II Siklus III
1 Kelompok 1 7 9 9
2 Kelompok 2 8 8 10
3 Kelompok 3 7 7 8
4 Kelompok 4 7 7 8
5 Kelompok 5 8 7 9
6 Kelompok 6 8 8 9
Total 45 46 53
Rerata 75.00 76.67 88.33

Berdasarkan tabel tersebut, kita dapat melihat terjadinya peningkatan


kemampuan siswa dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa pada setiap
siklusnya. Siklus I, rerata hasil pengerjaan LKS hanya sebesar 75,00. Pada
siklus II, peningkatan hasil pengerjaan LKS menjadi 76,67. sedangkan untuk
siklus III, rerata hasil pengerjaan LKS meningkat sebesar 88,33.

2. Hasil Penilaian Produk


Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep IPA
yang telah diajarkan melalui pendekatan SETS, maka peneliti mengadakan
evaluasi sebagai penilaian produk. Evaluasi dilaksanakan pada akhir
pembelajaran di tiap siklusnya. Dengan demikian, terdapat tiga kali evaluasi
dalam penelitian inidan sebagai pebandig digunakan hasil belajar siswa
sebelum menggunakan pendekatan SETS. Rerata hasil belajar IPA siswa
sesudah menggunakan pendekatan SETS dapat dilihat pada tabel berikut.
42

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Lembar Evaluasi


No Pelaksanaan Rerata
1 Siklus I 7.26
2 Siklus II 7.59
3 Siklus III 7.81
Rerata nilai total 7.55

Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat kita bandingkan hasil belajar


IPA siswa sebelum menggunakan pendekatan SETS (rerata total 7,55).
Setelah menggunakan pendekatan SETS, pada siklus I meningkat menjadi
7,26, siklus II meningkat menjadi 7,59,dan pada siklus III meningkat lagi
menjadi 7,81.
Secara garis besar, hasil penelitian yang telah dilakukan dalam setiap
pertemuan siklus I ,II, dan III memiliki kekuatan dan juga kelemahan sebagai
berikut.
a. Kekuatan
1) Siswa lebih semangat belajar dan sangat merespon penjelasan guru.
Hal ini ditujukan dengan keaktifan siswa dalam melakkan demonstrsi
dan melakukan tanya jawab dengan guru .
2) Suasana keles menjadi semakin kondusif dan tertib setelah di lakukan
pembelajaran IPA dengan pendekatan SETS.
3) Guru lebih mudah dalam memonitor kegiatan belajar mengajar secara
individual maupun kelompok.
4) Pembelajaran dengan pendekatan SETS cukup efektif untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep IPA.
b. Kelemahan
1) Siswa yang memiliki kemampuan lamban dan semangat belajar
kurang, tampak lebih aktif saat dilaksanakan pembelajaran dengan
pendekatan SETS, tetapi hasil belajar yang diperoleh masih kurang
baik.
43

2) Pengawasan guru terhadap siswa yang sedang belajar masih belum


maksimal, tetapi dalam memberikan bimbingan dan motivasi belajar
sudah cukup baik.

B. Pembahasan
Pada bab I telah dijelaskan bahwa salah satu permasalahan dalam
pembelajaran IPA, khususnya di tingkat Sekolah Dasar adalah kurangnya peranan
guru dalam mengaitkan konsep IPA dengan perkembangan sains,dampak
terhadap lingkungan, dan manfaatnya bagi masyarakat. Pembelajaran IPA yang
dilakukan saat ini masih sekedar memberikan konsep-konsep sains, tanpa
membahas keterkaitan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
memunculkan kecenderungan bahwa tolak ukur keberhasilan pembelajaran hanya
dapat dilihat dari nilai tes dan ujian IPA saja.
Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, maka peneliti mencoba
memperkenalkan dan menerapkan strategi yang cukup baru dalam pembelajaran
IPA di SD, yaitu pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and
Society). Pembelajaran IPA melalui pendekatan SETS adalah pembelajaran
konsep-konsep IPA dengan cara pandang terhadap unsur-unsur SETS, yaitu
(Science (Ilmu Pengetahuan), Environment (Lingkungan), Technology
(Teknologi) , dan Society (Masyarakat) yang diturunkan dengan landasan
filosofis sebagai suatu kesatuan unsur. Penelitian dilakukan pada siswa Kelas VI
SD Negeri Pringapus 02 kecamatan Pringapus Kab. Semarang dalam bentuk
tindakan kelas, dengan peneliti sebagai pelaksana pembelajaran dan dibantu dua
rekan guru sebagai observer (epngamat).
Pembelajaran IPA sebelumnya, guru hanya menggunakan satu strategi
pembelajaran, sehingga cenderung bersifat monoton. Hal tersebut mengakibatkan
kurang aktifnya siswa pada proses belajar mengajar. Setelah guru menerapkan
pendekatan SETS, maka keaktifan siswa mulai tampak. Keaktifan siswa tersebut
dapat ditunjukkan dari beberapa kegiatan pada saat pembelajaran, antara lain
44

antusias siswa menjawab pertanyaan guru, mengajukan pertanyaan, menenggapi


pendapat teman, melakukan diskusi, melaksanakan demonstrasi, dan mengerjakan
lembar kegiatan siswa.
Dengan melihat data penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan rerata hasil belajar IPA siswa Kelas VI
SD Negeri Pringapus 02 (dari 6,58 sebelum diberi tindakan menjadi 7,55 setelah
siswa diberi pembelajaran IPA melalui pendekatan SETS). Hal ini membuktikan
bahwa pendekatan SETS cukup efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap konsep IPA yang diajarkan.
Pembelajaran dilakukan dalam satu kali pertemuan (2x 40 menit), dengan
beberapa metode pembelajaran yang mendukung, yaitu demonstrasi, tanya jawab,
dan diskusi informasi. Pada siklus I, peneliti (guru), melaksanakan pembelajaran
IPA untuk Konsep Keseimbangan Ekosistem dengan sub konsep sifat-sifat udara
dengan pendekatan SETS. Tujuan dari pembelajaran pada siklus ini adalah agar
siswa mengenal sifat-sifat udara (Sains), mengenal beberapa produk teknologi
yang bekerjanya berdasakan sifat-sifat udara (technology), mengetahui manfaat
udara bersih dan dampak udara kotor bagi masyarakat (Society), dan lingkungan
(Environment).
Siklus II, peneliti (guru) melakukan pembelajaran IPA untuk Konsep
Keseimbangan Ekosistem sub konsep angin. Tujuan pembelajaran IPA untuk
Konsep Keseimbangan Ekosistem sub konsep angina.tujuan pembelajaran pada
siklus ini adalah agar siswa mengetahui proses terjadinya angina (sains),
mengenal beberapa produk teknologi yang menggunakan tenaga angina
(technology), mengetahui manfaat dan dampak negatif angin bagi masyarakat
(society) dan lingkungan (environment). Sedangkan pembelajaran pada siklus III,
peneliti fokuskan pada pembelajaran IPA untuk Konsep Keseimbangan Ekosistem
sub Konsep Keseimbangan Ekosistem dalam proses pembakaran (sains),
mengetahui beberapa produk teknologi untuk mengatasi terjadinya kebakaran
(technology), dan dampak kebakaran bagi masyarakat (society) dan lingkungan
(environment).
45

Berdasarkan hasil observasi, maka pelaksanaan pembelajaran di siklus I


masih perlu beberapa perbaikan. Hal ini peneliti sadari, karena pendekatan SETS
adalah baru untuk siswa, sehingga harus diadaptasikan dan guru sepenuhnya
membimbing siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus II dan siklus
III sudah cukup baik, karena siswa aktif dalam pelaksanaan pembelajaran dan
guru tidak sepenuhnya memberikan bimbingan.
Pada awal pembelajaran, peneliti melakukan beberapa demonstrasi untuk
membuktikan masing-masing tujuan pembelajaran pada tiap siklus, dan masing-
masing kelompok siswa mencatat hasil pengamatan di lembar kegiatan siswa.
Pelaksanaan demonstrasi di siklus I, guru sepenuhnya yang melaksanakan, tetapi
di siklus II dan siklus III, guru melaksanakan demonstrasi dengan dibantu oleh
beberapa siswa. Hal ini peneliti dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat terlibat
langsung dalam pembelajaran, sehingga lebih mengektifkan siswa. Guru juga
memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan mengamati pelaksanaan
demonstrasi. Peneliti menggunakan metode demonstrasi pada setiap awal
pembelajaran untuk mengantarkan siswa pada unsur-unsur SETS dalam
pembelajaran IPA di kegiatan berikutnya.
Guru selanjutnya mengajak siswa menciptakan pola pikir untuk
memadukan unsur-unsur SETS dalam pembelajaran, dengan memberikan
pertanyaan yang merangsang siswa untuk selalu berinovasi, berkreasi, dan
berinvesi dengan wawasan SETS. Selain itu, guru juga melaksanakan diskusi
informasi dengan cara berinteraksi kepada seluruh siswa. Pada setiap pelaksanaan
pembelajaran, guru selalu memasukkan unsur-unsur SETS di dalamnya. Proses
tanya jawab sering guru lakukan untuk memudahkan guru memasukkan unsur-
unsur SETS tersebut, dan hasilnya cukup efektif. Siswa lebih mudah mennagkap
penjelasan guru setelah dilakukan tanya jawab sehubungan dengan konsep yang
diajarkan.
Berdasarkan penilaian penyusunan rencana pembelajaran, rerata tertinggi
terdapat pada aspek ketepatan langkah-langkah dan alokasi waktu pembelajaran
(86,6). Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam pembelajaran IPA dengan
46

pendekatan SETS, langkah-langkah pembelajaran mutlak diperlukan, termasuk di


dalamnya penggunaan alokasi waktu. Sedangkan rerata nilai terendah adalah pada
aspek keterkaitan unsur-unsur SETS dalam pembelajaran (82,5). Hal ini peneliti
sadari karena pendekatan SETS cukup baru dan dalam penerapannya
membutuhkan banyak persiapan untuk bias mengaitkan unsur-unsur SETS dalam
pembelajaran.
Penilaian kemampuan guru dalam KBM, rerata tertinggi yaitu pada aspek
pengorganisasian siswa (85,8). Guru sudah mampu mengorganisasikan siswa,
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Aspek ketepatan kegiatan
pembelajaran memiliki rerata nilai yang paling rendah (79,6). Hal ini dikarenakan
pada aspek tersebut, guru harus dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran
sesuai dengan tujuan, menertibkan siswa selama pembelajaran, dan menggunakan
pertanyaan dan respon siswa.
Sikap ilmiah yang menunjukkan prosentase tertinggi (81,00%) adalah
pada sikap ingin tahu. Hal tersebut dikarenakan adanya keingintahuan siswa yang
besar untuk mengikuti pembelajaran IPA menggunakan pendekatan SETS.
Sedangkan sikap berpikir bebas dalam penilaian ilmiah memiliki angka
prosentase terendah, yaitu 71,27%. Hal tersebut dimungkinkan karena siswa
belum terbiasa untuk berpikir bebas dalam pembelajaran IPA, apalagi dengan
pendekatan yang bagu.
Penilaian keterampilan proses siswa, hasil rerata tertinggi 80,67% pada
jenis keterampilan mengobservasi. Hal ini disebabkan dalam proses
mengobservasi hanya menekankan pada kemampuan panca indera. Sedangkan
nilai keterampilan proses terendah adalah pada keterampilan membuat hipotesis
(69,17%). Hal tersebut dikarenakan dalam keterampilan membuat hipotesis, siswa
masih kurang mampu menyusun hipotesis sesuai permasalahan yang diajukan
guru.
Sebelum menggunakan pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA, rerata
nilai belajar siswa hanya 6,58. Setelah menerapkan pendekatan SETS dalam
47

pembelajaran IPA, rerata nilai belajar siswa meningkat. Hal tersebut dibuktikan
pada siklus I, rerata nilai belajar siswa sebesar 7,26; siklus II sebesar 7,59; dan di
siklus III sebesar 7,81.
Kenaikan hasil belajar siswa tersebut jika divisualisasikan dalam bentuk
grafik akan tampak seperti berikut.

Grafik 4.1 Kenaikan Hasil Belajar Tahap Pra Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus
III
Grafik Kenaikan Hasil Belajar

8
7.8
7.6
7.4
7.2
N ila i

7
6.8
6.6
6.4
6.2
6
5.8
Pra Siklus Siklus I Siklus II Siklus III
Tahap

Terjadinya peningkatan rerata nilai ini dapat dijelaskan karena sebelum


menerapkan pendekatan SETS, guru lebih dominan menggunakan metode
ceramah saja. Ternyata teknik pembelajaran yang monoton tersebut menyebabkan
respon siswa menjadi rendah dan keaktifan siswa dalam pembelajaran tidak
tampak. Setelah menerapkan pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA,
keaktifan siswa terlihat. Dengan melibatkan siswa secara langsung dalam
pembelajaran, misalnya pada saat demonstrasi maupun pelaksanaan diskusi,
keberanian siswa untuk mengerjakan maupun bertanya tumbuh.
Hasil wawancara dengan siswa setelah pembelajaran IPA dengan
pendekatan SETS dilakukan dapat disimpulkan bahwa mereka menyenangi
pembelajaran IPA dengan teknik tersebut. Wawancara dilakukan secara spontan
48

kepada seluruh siswa, setelah selesai evaluasi pada siklus III. Semua siswa senang
jika pembelajaran IPA dilakukan dengan pendekatan SETS. Siswa mengharapkan
guru untuk dapat menerapkannya pada pembelajaran IPA dengan pendekatan
SETS di kesempatan yang lain. Observer juga memberikan pendapatnya bahwa
pendekatan SETS efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA bagi siswa, karena
lebih banyak mengaktifkan siswa dan mampu mengintegrasikan konsep serta
penanaman sikap ilmiah siswa. Sedangkan masukan penting dari observer
sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah agar pendekatan SETS
ini dapat diinformasikan dan diterapkan tidak hanya dalam pembelelajaran IPA,
tetapi juga mata pelajaran lain dengan pengembangan pembelajaran lebih lanjut.
Tujuan dari serangkaian proses pembelajaran yang telah dilakukan dalam
penelitian ini adalah agar siswa yang memiliki keterbelakangan mental,
setidaknya mempunyai bekal pemahaman konsep IPA yang benar, konsepnya
menjadi sederhana dan mudah diingat, yang selanjutnya dapat mereka aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Indikator keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
IPA dengan pendekatan SETS ini tentunya tidak dapat diamati secara langsung
pada saat pembelajaran. Tetapi, dengan sering mengajak siswa untuk menggali
ide terpendam mereka, mengaitkan pengetahuan awal siswa dengan konsep baru,
mengajak siswa untuk memprediksi, mengelompokkan, mengemukakan hipotesa,
serta menyimpulkan disertai pembuktian penafsiran disetiap pembelajaran IPA,
maka nilai-nilai dan sikap ilmiah dapat ditumbuhkan pada diri siswa, sehingga
tujuan pendekatan SETS dapat tercapai.
49

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPA dengan
pendekatan SETS yang sudah peneliti laksanakan di Kelas VI SDN Pringapus 02
kecamatan Pringapus kabupaten Semarang, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Pembelajaran IPA berwawasan SETS sudah dapat dikenalkan kepada siswa Kelas
VI SDN Pringapus 02. Hal tersebut dibuktikan dari hasil wawancara terhadap siswa
mengenai respon siswa setelah dilaksanakan pembelajaran IPA berwawasan SETS.
Semua siswa senang jika pendekatan ini diterapkan dalam pembelajaran IPA, dan
mengharapkan pendekatan SETS dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya.
2. Pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan aktivitas siswa
dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil penilaian terhadap sikap ilmiah siswa: (a)
siklus I, rerata penilaian 79,11%, dalam kategori baik, (b) siklus II, rerata penilaian
81,89%, dalam kategori baik, (c) siklus III, rerata penilaian 84,00%, dalam kategori
baik. Sedangkan hasil penilaian keterampilan proses siswa: (a) siklus I, rerata
penilaian 78,38%, dalam kategori baik, (b) siklus II, rerata penilaian 80,88%, dalam
kategori baik, (c) siklus III, rerata penilaian 83,25%, dalam kategori baik.
3. Pendekatan SETS dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran IPA
pada Konsep Keseimbangan Ekosistem. Hasil belajar IPA siswa meningkat dari
6,58 (sebelum menggunakanpendekatan SETS) menjadi 7,26 pada siklus I, siklus II
sebesar 7,59, dan siklus III sebesar 7,81 (setelah menggunakan pendekatan SETS).
Ketuntasan belajar siswa tercapai di siklus II, karena penilaian seluruh siswa berada
di atas kriteria ketuntasan belajar (7,5).

49
50

B. Saran
Saran yang dapat peneliti kemukakan sehubungan dengan penelitian yang sudah
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Sebagai salah satu prosedur didaktik yang cukup baru, maka pendekatan SETS ini
dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran IPA bagi siswa, khususnya untuk
siswa Sekolah Dasar.
2. Penelitian mengenai pendekatan SETS ini diharapkan dapat dikembangkan lebih
lanjut, baik oleh guru maupun pengembang pendidikan lainnya, sehingga teknik-
teknik pendekatan SETS menjadi lebih baik, dan tujuan pembelajaran semakin
efektif dan efisien.
51

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Binadja. 1999. Pembelajaran dan Tujuan Pendidikan SETS dalam Konteks
Kehidupan Yang Ada. Makalah disajikan dalam seminar Lokakarya
Pendidikan SETS, kerjasama antara SEAMEO RESCAM dan UNNES, 14-15
Desember 1999.

______________ . 2000. Pembelajaran Sains Berwawasan SETS untuk Pendidikan.


Semarang: FMIPA UNNES.

______________. 2001. Pembelajaran Biologi dan Evauasinya dalam Konteks


SETS. Semarang: FMIPA UNNES.

Arikunto, Suharsimi. 1990. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rhineka Cipta.

Darliana. 1996. Alam Sekitar Kita 3. Jakarta: Depdikbud.

Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah.

E.R. Jenny Kaligis danDarmojo.1991. Pendidikan IPA 2. Jakarta : Depdikbud.

Haryanto. 2000. Buletin MGMP Jawa Tengah Edisi II. Surakarta.

Hadiyat. 1997. Alam Sekitar Kita 2. Jakarta: Depdikbud.

Kasbolah, Kasihani. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Malang.

Max Darsono dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran.Semarang: IKIP Semarang


Press.

Nasution, Noechi. 1998. Pendidikan IPA diSekolah Dasar. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2003. Satuan Pendidikan Sekolah Dasar(Penyesuaian GBPP dan


Penilaian pada Sistem Semester). Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Memengah.

Sudjarwo. 1988. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: PT


Mediatama Sarana Perkasa.
51
52

Sukidin dkk.2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendikia.

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang. 1990. Psikologi


Perkembangan.Semarang: IKIP Semarang Press.
. 1996. Belajar Pembel-
ajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Tim Penyusun. 2003. Buku Pegangan Guru IPA 2 (Kelas VI SD). Klaten: Intan
Pariwara.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1993. Kamus


Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
53

PENINGKATAN PEMAHAMAN PEMBELAJARAN IPA KONSEP


KESEIMBANGAN EKOSISTEM MELALUI PENDEKATAN SETS (Science,
Environment, Technology, and Society) PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI
PRINGAPUS 02 KABUPATEN SEMARANG SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2010/2011

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


(CLASSROOM ACTION RESEARCH)

Oleh
Eny Puryati, S.Pd.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG


SD NEGERI PRINGAPUS O2
2011
54

Anda mungkin juga menyukai