Anda di halaman 1dari 80

MODAL SOSIAL

DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN


(Perspektif Teori dan Praktik)

Siti Irene Astuti Dwiningrum


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1)
dan (2) dipidanakan dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)
dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
MODAL SOSIAL
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik)

Siti Irene Astuti Dwiningrum

2014

iii
MODAL SOSIAL
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik)

Oleh:
Siti Irene Astuti Dwiningrum
ISBN: 978-602-7981-37-9
Edisi Pertama

Diterbitkan dan dicetak oleh:


UNY Press
Jl. Gejayan, Gg. Alamanda, Komplek Fakultas Teknik UNY
Kampus UNY Karangmalang Yogyakarta 55281
Telp: 0274 – 589346
Mail: unypress.yogyakarta@gmail.com
© 2014 Siti Irene Astuti Dwiningrum

Penyunting Bahasa: Teguh Setiawan


Desain sampul: Deni S.
Tata Letak: Yudi Rahman

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Siti Irene Astuti Dwiningrum


MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK)
-Ed.1, Cet.1.- Yogyakarta: UNY Press 2014
xviii+ 353 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-602-7981-37-9
1. modal sosial
dalam pengembangan pendidikan
dalam perspektif teori dan praktik
1.judul

iv
KATA PENGANTAR

Dengan Mengucapkan Syukur Alhamdulillah Buku Tentang


Modal Sosial Dalam Pengembangan Pendidikan Dalam Perspektif
Teori Dan Praktik.Dapat Diselesaikan Sesuai Dengan Rencana. Dalam
Kesempatan Ide Penulis Mengucapkan Terima Kasih Kepada Prof.
Suyata, Ph.D Yang Telah Memberikan Kepercayaan Untuk Menjadi
Asisten Beliau Dalam Matakuliah Teori Persekolahan Progam S3 Ilmu
Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, Dan Juga
Sebagai Reviewer Buku Ini. Kepercayaan Beliau Dan Kesempatan
Belajar Bersama Sebagai Asisten Telah Mendorong Penulis Untuk
Mengembangkan Ide Dan Gagasan Beliau Dalam Beberapa tulisan
dan riset yang kemudian dikemas dalam buku ini. Demikian juga
kepada Prof. Dr. Sodiq A.Kuntoro yang memotivasi penulis untuk
menulis buku dan memperkuat kemampuan peneliti untuk berpikir
kritis dan humanis dalam memahami fenomena sosial, khususnya
terkait dengan praktik pendidikan di Indonesia. Secara khusus,
kepada Prof. Zamroni, Ph.D, penulis mengucapkan terima kasih
untuk menjadi asisten dalam matakuliah Pendidikan Multikultural
dan Hakikat IPS yang menambah wawasan yang luas dan kritis serta
belajar tentang bagaimana menjadi penulis buku melalui karya
produktifnya.
Materi dalam buku belum sempurna, bahkan masih terbatas
pada gagasan dan kajian awal yang sangat membu-tuhkan kajian dan
telaah kritis bagi pengembangan modal sosial sebagai aspek penting
dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Modal sosial harus
dikembangkan secara kontekstual dalam berbagai riset dan
dikembangkan secara teoritis untuk mengembangkan teori modal
sosial berbasis riset di Indonesia. Hal ini didasarkan pada realitas
sosial bahwa modal sosial dalam masyarakat semakin melemah,
padahal modal sosial dinilai sebagai modal strategis untuk
menggerakkan berbagai modal lain dalam kehidupan manusia,
seperti halnya modal intelektual, modal budaya, modal ekonomi.
Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat menambahkan
referensi bagi mahasiswa S1, S2 dan S3 yang tertarik dengan kajian
tentang modal sosial dan modal budaya. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih pada mahasiswa S1, S2 dan S3 yang

v
memberikan inspirasi pada penulis dan telah membantu penulis
untuk berdiskusi tentang kajian buku dan penelitian modal sosial
pada saat kuliah. Beberapa hasil diskusi juga menjadi sumber
inspirasi bagi penulis untuk menuliskan beberapa ide dalam buku ini.
Kepada teman-teman dosen dan mahasiswa yang terlibat dalam
penelitian dengan tema modal sosial, peneliti mengucapkan terima
kasih atas kerjasamanya sehingga bagian dari data penelitian
dijadikan sebagai bahan materi untuk penulisan buku ini.
Kami mengucapkan terima kasih pada Fakultas Ilmu
Pendidikan dan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta,
khususnya pada Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan
kesempatan pada dosen untuk terus berkarya menulis buku,
khususnya dalam Program Buku Dies Natalis ke 50 Universitas
Negeri Yogyakarta. Semoga buku ini merupakan salah satau buku
yang memberikan kontribusi pada UNY sebagai pusat pendidikan
dan sumber informasi bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Sebagai ide awal buku ini masih membutuhkan masukan dan
kritikan untuk lebih baik. Penulis berbahagia dan berterima kepada
para pembaca yang memberikan gagasan bagi perbaikan buku ini.
Semoga buku ini bermanfaat terima kasih.

Yogyakarta, 8 September 2014

Penulis
Siti Irene Astuti Dwiningrum

vi
PENDAHULUAN

Peran modal sosial samakin melemah di tengah-tengah


kebutuhan untuk memajukan kualitas pendidikan yang dihadapkan
pada masalah yang multidemensional. Modal sosial belum
dipertimbangkan sebagai modal penting dalam menggerakan warga
masyarakat untuk memperbaiki tujuan pendidikan lebih optimal.
Pembangunan pendidikan terbukti tidak akan efektif jika tidak
didukung oleh kekuatan modal sosial. Modal ekonomi akan
berkembang tanpa makna jika tidak dikuatkan dengan kekuatan
modal sosial dan modal budaya.
Buku ini dirancang dalam tiga kelompok bahasan. Bagian
pertama, membahas tentang Modal Sosial dalam Perspektif Teori
Sosial, yang terdiri dari tiga bab yakni : Bab I Modal Sosial dalam
Perspektif Teoritik, yang akan membahas beberapa pokok pikiran
tentang modal sosial yang dikemukan oleh Pierre Bourdieu, James
Coleman, Robert D. Putnam, Fransis Fukuyuma, Ronald R. Burt dan
Nan Lin. James Coleman menyatakan bahwa modal sosial merupakan
bagian dari struktur sosial yang mendukung tindakan-tindakan para
aktor yang merupakan anggota dari struktur itu. Modal sosial adalah
beberapa aspek dari struktur sosial yang mendukung tindakan
pelaku yang menyoroti manfaat perkembangan anak. Modal sosial
sebagai seperangkat sumber daya yang menjadi sifat dalam
hubungan keluarga dan organisasi sosial komunitas yang bergunan
bagi perkembangan kognitif atau sosial seorang anak dan remaja.
Piere Bourdieu mengatakan bahwa modal sosial diartikan
sekelompok sumber-sumber aktual atau potensial yang berhubungan
dengan kepemilikan suatu jaringan yang bertahan dari hubungan-
hubungan yang kurang atau lebih melembaga dari saling mengetahui
atau menghargai. Robert D. Putnam mengatakan bahwa modal sosial
merupakan bagian dari kehidupan sosial jaringan, norma, dan
kepercayaan. Modal sosial, sebagaimana bentuk modal lainnya,
adalah produktif dan memfasilitasi pencapaian tujuan tertentu yang
tidak akan mungkin dalam keberadaanya. Francis Fukuyama
mengatakan bahwa modal sosial merupakan kemampuan orang-
orang bekerja bersama-sama untuk tujuan-tujuan umum di dalam
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi Modal sosial dapat
didefinisikan sebagai keadaan seperangkat nilai-nilai atau norma-
vii
norma informal bersama yang saling digunakan di antara anggota-
anggota kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara mereka.
Ronald R. Burt mengatakan bahwa modal sosial merupakan bagian
dari kehidupan sosial jaringan, norma, dan kepercayaan. Nan Lin
mengatakan bahwa modal sosial sebagai investasi dalam hubungan
sosial dengan pengembalian yang diharapkan di pasar. Untuk
menghasilkan keuntungan, individu berinteraksi dan saling jaringan.
Jaringan muncul sumber daya yang penting khusus untuk produksi
manfaat menanamkan. Modal sosial merupakan semua sumber daya
tertanam dalam struktur sosial yang diakses dan/atau dimobilisasi
dalam tindakan purposif. Definisi ini mencakup tiga aspek modal
sosial; sumber daya yang tertanam dalam struktur sosial
(melekatnya), mereka diakses oleh individu (aksesibilitas) dan
individu menggunakan atau memobilisasi mereka dalam tindakan
secara purposif (penggunaan).
Bab II Analisis Hubungan Antar Komponen Dalam Modal
Sosial, konsep tentang modal sosial terus dikaji secara teori maupun
praktik. Pengembangan konsep analisasi modal sosial terus
dilakukan oleh para ahli, sedangkan penelitian-penelitian tentang
modal sosial terus berkembang dan menghasilkan berbagai temuan-
temuan yang memperkuat eksistensi penggunaan modal sosial
sebagai usaha memperbaiki pemahaman individu dalam kehidupan
sosial. Pada bab ini akan dipaparkan konsep-konsep pokok modal
dasar yang diuraikan oleh Tom Schuller (2004) dalam bukunya The
Benefits of Learning, The Impact of Education on Health, Family Life
and Social Capital. “ dari Yulia Hauberer (2011) yang akan mengkaji
lebih khusus tentang peran modal sosial dalam proses belajar. Proses
belajar merupakan aktivitas sosial cukup komplek, hasil belajar tidak
sekedar diukur dari hasil lulus ujian akan tetapi perlu dikaitkan
dengan kesehatan, kehidupan keluarga dan modal sosial. Eksistensi
modal sosial dalam dinamika kehidupan individu maupun kehidupan
sosial. Individu tidak hanya dipahami secara parsial, tetapi proses
pertumbuhan dan perkembangan individu ditentukan oleh dinamika
kepemilikan modal yang melekat dalam kehidupan sosialnya.
Bab III Motivasi dan Interaksi dalam Modal Sosial akan
membahas tentang modal sosial tidak dapat dipisahkan dengan
konsep motivasi. Motivasi merupakan salah satu aspek penting
dalam memahami dinamika perilaku manusia. Demikian
halnya,interaksi sosial merupakan prasyarat penting dalam
viii
membangunan dinamika sosial. Semua aktivitas sosial dapat berjalan
dan bergerak jika ada proses interaksi sosial, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Komponen-komponen yang terkait dengan
modal sosial dibahas secara lebih fokus oleh Nan Lin, Dalam bukunya
Social Capital, khususnya pada bab 4 yang membahas tentang “
Resources, Motivations, and Interaction. Nan Lin menjelaskan tentang
konsep modal sosial dalam kaitannya dengan berbagai aspek penting
dalam kehidupan manusia. Menurut Nan Lin, modal sosial berakar
dalam jaringan sosial dan hubungan sosial serta dipahami sebagai
sumber daya yang tertanam dalam struktur sosial yang diakses dan /
atau dimobilisasi dalam tindakan yang bertujuan. Dengan demikian
dipahami, modal sosial mengandung tiga komponen antara lain
struktur, kesempatan (aksesibilitas melalui jaringan sosial), dan
tindakan.
Pada bagian kedua akan mengkaji tentang Modal Sosial
dalam Perspektif Sosial-Budaya yang terdiri dari tiga bab. Pada bab
IV tentang Modal Sosial dalam Kebijakan Pendidikan Desentralistik
akan dipaparkan secara singkat tentang pentingnya dukungan modal
sosial dalam penerapan kebijakan pendidikan yang desentralistik.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa desentralisasi pendidikan
mengubah struktur kewenangan dalam tatanan pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan pada satuan pendidikan dalam melakukan
proses interaksi sosial sebagai dasar bagi semua bentuk kegiatan
manusia. Desentralisasi pendidikan juga telah mengubah berbagai
peran-peran penting dalam proses pengelolaan pendidikan.
Dialektika terjadi dalam proses perubahan kebijakan pendidikan
tidaklah berjalan semata-mata secara otomatis tetapi meminta hal-
hal yang berbeda dengan cara-carapengelolaan sebelumnya.
Desentralisasi pendidikan memerlukan persiapan yang matang
karena akan mengubah sikap partisipastif rakyat dalam pengelolaan
pendidikan, tetapi di sisi lain terjadi fenomena melemahnya modal
sosial dalam masyarakat.
Bab V Modal Sosial Dalam Kearifan Lokal. Bab ini
memaparkan tentang pentingnya peran modal sosial dalam
mengkuatkan eksistensi kearifan lokal yang mulai melemah dalam
tantangan budaya global. Kearifan lokal perlu digali kembali untuk
membangun “cultural identity”. Kearifan lokal sebagai modal sosial
bangsa. Kearifan lokal sebagai modal untuk pendidikan karakter
harus dikembangkan dengan pendekatan yang holistik dan
ix
kontekstual. Sekolah memiliki peran strategis untuk mengembang-
kan kearifan lokal sebagai modal sosial bagi pendidikan karakter.
Bab VI Modal Sosial dan Akuntabilitas Sekolah. Modal sosial
diperlukan dalam semua aspek kehidupan manusia. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan sangat membutuhkan modal sosial dalam
proses pengelolaan pendidikan. Keberhasilan dalam penyelenggaran
pendidikan ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam menerapkan
akuntabilitasnya. Isu akuntabilitas mulai berkembang karena
masyarakat mulai mempertanyakan pendidikan yang berkualitas,
keadilan dalam pendidikan, efisiensi dalam pengelolaan pendidikan.
Bagian Ketiga tentang Modal Sosial dalam Kajian Penelitian
yang akan memaparkan lima kajian hasil penelitian. Bab VII Modal
Sosial dan Pengembangan Pendidikan akan membahas hasil
penelitian yang terkait dengan pembangunan dapat berjalan dengan
optimal jika didukung dengan memanfaatkan modal sosial. Namun
demikian modal sosial bahkan belum dinilai sebagai aspek penting
dalam memba-ngun dinamika masyarakat. Padahal modal sosial
terbukti mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan
pendidikan, sebagai energi sosial yang dapat mendorong
keberhasilan tujuan pembangunan pendidikan. Hasil riset yang
dipaparkan dalam salah satu bab pada buku “The Role of Social
Capital in Developmental An Empirical Assessment”, khususnya
tentang The Creation and Transformation of Social Capital yang
ditulis oleh Grootaert, Christiaan and Thierry van Bastelaer tahun
2002. Grootaert memberikan gambaran empirik tentang peran
modal sosial dalam proses pembangunan. Hasil riset Grootaert
membuktikan bahwa proses pembangunan tak cukup dengan modal
ekonomi, akan tetapi efektivitas pengembangan modal sosial
menjadi kajian sosiologis yang dalam aplikasinya tak lepas dari
berbagai kepentingan politik-ekonomi. Dengan memahami hasil riset
tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi Indonesia dalam
menggunakan modal sosial dalam proyek pembangunan pendidikan.
Bab VIII Modal Sosial pada Sekolah Dasar yang membahas
bahwa modal sosial memiliki peran penting dalam kehidupan sosial.
Pemetaan modal sosial di sekolah diperlukan untuk memahami
kekuatan modal sosial. Pada bab ini akan dipaparkan modal sosial di
sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan Siti Irene Astuti
Dwiningrum bersama dengan Suyata, Sodiq A. Kuntoro, diharapkan
x
memberikan gambaran empirik tentang modal sosial yang sudah
dimiliki oleh sekolah.
Bab IX Modal Sosial dalam Perbaikan Mutu akan
memaparkan analisis data kualitatif tentang modal sosial dalam
proses perbaikan mutu. Modal sosial diperlukan bagi perbaikan
mutu sekolah. Modal sosial akan optimal jika sekolah menciptakan
kondisi yang mampu mengembangkan sumber daya pribadi menjadi
sumber daya sosial. Penguatan modal sosial diperlukan agar siswa
mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dalam
mengembangkan menjadi sumber daya sosial. Penguatan modal
sosial dengan mengembangkan fungsi pada unsur-unsur modal
sosial antara lain adalah unsur (a) partisipasi dalam jaringan sosial
(participation and social net work), (b) saling tukar kebaikan
(resiprocity), (c) norma sosial (social norm), (d) nilai-nilai sosial, dan
(e) tindakan yang proaktif.
Bab X Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter akan
memaparkan sebagian dari data penelitian Siti Irene Astuti
Dwiningrum dan Rukiyati tentang pengembangan modal sosial
dalam pendidikan karakter bangsa. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa modal sosial berperan dalam proses pendidikan karakter
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat yang secara sinergis dapat
dikuatkan untuk mengatasi krisis karakter bangsa. Hasil penelitian
diharapkan memberikan ide awal tentang bagaimana cara yang
efektif untuk menggunakan modal sosial dalam pendidikan karakter
bangsa.
Bab XI Modal Sosial dan Resiliensi Sekolah akan memapar-
kan bagian penelitian Siti Irene Astuti Dwiningrum dan Rani
Widowati yang meneliti tentang kebijakan regrouping dan resiliensi
sekolah serta peran modal sosial dalam pengembangan mutu
pendidikan. Hasil penelitian membuktikan bahwa proses kebijakan
regrouping sekolah membutuhkan modal sosial dalam menguatkan
resiliensi sekolah. Modal sosial bermanfaat bagi pengembangan
progam sekolah pascara erupsi Merapi. Penelitian memberikan
gambaran awal tentang pentingnya menguatkan modal sosial dalam
menghadapi dampak bencana dalam bidang pendidikan.

xi
Untuk memberikan contoh yang aplikatif tentang cara
mengukur modal sosial, pada Bab XII tentang Pengukuran Modal
Sosial akan dipaparkan contoh pengukuran modal sosial yang
dikembangkan oleh World Bank. Instrumen pengukuran modal sosial
dapat digunakan untuk memetakan modal sosial di Indonesia, namun
demikian dalam penggunaannya masih diperlukan pencermatan dan
modifikasi sesuai dengan tujuan penelitian.
Uraian buku edisi pertama masih belum sempurna, karena
secara teoritik masih diperlukan dialog kritik dari berbagai teori-
teori baru yang mulai berkembang. Demikian halnya, hasil penelitian
masih perlu dikembangkan dalam konteks makro dan mikro
terhadap berbagai persoalan pendidikan dari perspektif modal
sosial. Oleh karena itu, penulis berharap dapat buku ini terus
dikembangkan sebagai kajian emperik tentang modal sosial. Kajian
modal sosial masih banyak sekali yang secara khusus dan fokus
mengkaji masalah modalsosial dengan pembangunan pendidikan,
yang sampai hari ini masih menghadapi masalah kesenjangan mutu
sosial dan kesempatan pendidikan.

xii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v


PENDAHULUAN ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xviii

BAB I KONSEP MODAL SOSIAL DALAM PERSPEKTIF TEORETIS 1


A. Modal Sosial menurut Pierre Bourdieu ................................................ 2
B. Modal Sosial menurut James Coleman .................................................. 7
C. Modal Sosial menurut Robert D. Putnam ............................................. 10
D. Modal Sosial menurut Francis Fukuyuma ............................................ 18
E. Modal Sosial menurut Ronald Burt ........................................................ 20
F. Modal Sosial Menurut Nan-Lin .................................................................. 23
G. Kritik terhadap Modal Sosial .................................................................... 30

BAB II ANALISIS HUBUNGAN ANTARKOMPONEN DASAR


MODAL SOSIAL ........................................................................................ 34
A. Modal Manusia ............................................................................................... 37
B. Modal Sosial .................................................................................................... 38
C. Modal Identitas .............................................................................................. 42
D. Segitiga Berhubungan: Dinamika Hubungan Modal Manusia,
Modal Identitas dan Modal Sosial ................................................................ 44

BAB III MOTIVASI DAN INTERAKSI DALAM MODAL SOSIAL ..... 47


A. Sumber Daya Pribadi ................................................................................... 48
B. Sumber Daya Sosial sebagai Modal Sosial .......................................... 49
C. Motif Sumber Daya: Tindakan Bertujuan ........................................... 53
D. Interaksi Homophilous dan Heterophilous .......................................... 55
E. Aksi Memandu Interaksi ............................................................................ 57
F. Kendala Struktural dan Peluang dalam Kapitalisasi ...................... 60

xiii
BAB IV MODAL SOSIAL DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
DESENTRALISTIK .................................................................................... 66
A. Perubahan Kebijakan Pendidikan ......................................................... 67
B. Desentralisasi Pendidikan ......................................................................... 72
C. Modal Sosial dalam Kebijakan Pendidikan ....................................... 79

BAB V MODAL SOSIAL DALAM KEARIFAN LOKAL ........................ 88


A. Makna dan Dimensi Kearifan Lokal ...................................................... 90
B. Kearifan Lokal dalam Tantangan Global ............................................. 93
C. Kearifan Lokal sebagai Modal Sosial .................................................... 98
D. Kearifan Lokal dan Pendidikan Karakter ............................................ 103
E. Peran Pemimpin dan Revitalisasi Kearifan Lokal ............................ 109

BAB VI MODAL SOSIAL DAN AKUNTABILITAS SEKOLAH ......... 114


A. Modal Sosial dan Konsep Dasar Akuntabilitas ................................ 117
B. Motivasi Akuntabilitas ................................................................................ 123
C. Akuntabilitas dan Mutu Pendidikan ..................................................... 126
D. Akuntabilitas dan Manajemen Pendidikan ........................................ 131
E. Akuntabilitas dan Pembelajaran di Kelas ........................................... 136
F. Pengembangan Akuntabilitas Sekolah ................................................ 138

BAB VII MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN


PENDIDIKAN ............................................................................................ 144
A. Buku Pelajaran dan Sekolah Program Hibah .................................... 147
B. Program Kelompok Perempuan ............................................................. 154

BAB VIII MODAL SOSIAL PADA SEKOLAH DASAR ........................ 162


A. Modal Sosial dalam Perkembangannya ............................................... 165
B. Modal Sosial di Sekolah .............................................................................. 168
C. Modal Sosial Perbaikan Kualitas Sekolah .......................................... 173
D. Pemetaan Modal Sosial di Sekolah ........................................................ 176
E. Unsur Modal Sosial di Sekolah .............................................................. 198

BAB IX MODAL SOSIAL DALAM PERBAIKAN MUTU .................. 210


A. Modal Sosial di Sekolah ............................................................................. 211
B. Gerakan Sekolah yang Bermutu ............................................................. 215
C. Mutu Pendidikan ......................................................................................... 221
D. Pengembangan Modal Sosial di Sekolah ............................................. 227

xiv
BAB X MODAL SOSIAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
BANGSA ...................................................................................................... 231
A. Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter ……………………………... 235
B. Krisis Karakter Bangsa .............................................................................. 241
C. Pemetaan Modal Sosial di Masyarakat ............................................... 243
D. Modal Sosial Perspektif Masyarakat ...................................................... 246
E. Karakter dalam Masyarakat ...................................................................... 249
F. Pengembangan Modal Sosial bagi Pendidikan Karakter ............... 256

BAB XI MODAL SOSIAL DAN RESILIENSI SEKOLAH ..................... 261


A. Regrouping Sekolah ..................................................................................... 265
B. Resiliensi Sekolah ......................................................................................... 267
C. Modal Sosial .................................................................................................... 273
D. Kebijakan Regrouping dan Resilensi Sekolah ................................... 278
E. Resilensi Sekolah dan Modal Sosial ....................................................... 281
F. Manfaat Regrouping untuk Pengembangan Progam Sekolah .... 282

BAB XII PENGUKURAN MODAL SOSIAL ............................................ 286


A. Pengukuran Modal Sosial .......................................................................... 287
B. Instrumen Pengukuran Modal Sosial ................................................... 294

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 328


GLOSARIUM ........................................................................................................... 342
INDEX ........................................................................................................................ 353

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jenis Modal Sosial ........................................................................ 16


Tabel 1.2. Indikator Modal Sosial ............................................................... 17
Tabel 5.1. Peran Keluarga-Sekolah-Masyarakat dalam
Melestarikan Kearifan Lokal .................................................... 101
Tabel 5.2. Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter ...................... 109
Tabel 8.1. Keuntungan Utama Bagi Sekolah Bergabung dengan
Organisasi ........................................................................................ 177
Tabel 8.2. Layanan Sekolah ........................................................................... 179
Tabel 8.3. Latar Belakang Sosial-Ekonomi Siswa di Sekolah .......... 180
Tabel 8.4. Keputusan Sekolah ....................................................................... 181
Tabel 8.5. Pemilihan Kepala Sekolah ......................................................... 182
Tabel 8.6. Keefektifan Pemimpin Sekolah .............................................. 183
Tabel 8.7. Interaksi Sekolah dengan Sekolah Lain yang
Memiliki Tujuan yang Sama di Dalam Masyarakat/
Desa .................................................................................................... 183
Tabel 8.8. Interaksi Sekolah dengan Sekolah Lain yang
Memiliki Tujuan yang Sama di Luar Masyarakat/
Desa .................................................................................................... 184
Tabel 8.9. Interaksi Sekolah dengan Sekolah Lain yang Memiliki
Tujuan yang Berbeda di Dalam Masyarakat/Desa ......... 185
Tabel 8.10 . Sumber Utama Pendanaan Sekolah ...................................... 185
Tabel 8.11 . Sumber Keahlian Atau Saran Yang Paling Penting
Diterima Sekolah .......................................................................... 186
Tabel 8.12. Tingkatan Keseringan Menonton Televisi ......................... 187
Tabel 8.13. Sumber Informasi Utama tentang Apa yang
Dilakukan Pemerintah .............................................................. 187
Tabel 8.14. Akses Mendapatkan Informasi dengan Perbandingan
Waktu 5 Tahun yang Lalu .......................................................... 188
Tabel 8.15. Rasa Kebersamaan & Keakraban Warga Sekolah ............ 189
Tabel 8.16. Perbedaan Karakter ..................................................................... 190
Tabel 8.17. Perbedaan-Perbedaan Apakah Menimbulkan Masalah 190
Tabel 8.18. Kecenderungan Perbedaan Apakah Menyebabkan
Kekerasan ........................................................................................ 191
Tabel 8.19. Latar Belakang Orang yang Ditemui ..................................... 192
Tabel 8.20. Lingkungan Sekolah .................................................................... 193

xvi
Tabel 8.21. Tingkat Keamanan dari Tindakan Kriminal atau
Kekerasan Apabila Sendirian di Sekolah ............................ 194
Tabel 8.22. Tingkat Perasaan Bahagia ........................................................ 194
Tabel 8.23. Kontrol yang Dilakukan dalam Membuat Keputusan
yang Berpengaruh pada Kegiatan Sehari-hari ................. 197
Tabel 8.24. Kekuatan untuk Membuat Keputusan Penting yang
Mengubah Hidup .......................................................................... 196
Tabel 8.25. Hal-Hal yang Dilakukan dalam 12 Bulan Terakhir .......... 197
Tabel 8.26. Unsur Modal Sosial di Sekolah ................................................. 205
Tabel 9.1. Indikator Peningkatan Mutu Sekolah .................................. 226
Tabel 9.2. Modal Pengembangan School Performance ....................... 229
Tabel 10.1. Peran Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter .............. 239
Tabel 10.2. Unsur Modal Sosial pada Masyarakat .................................. 245
Tabel 10.3. Pengertian Modal Sosial ............................................................ 246
Tabel 10.4. Modal Sosial yang Dimiliki Warga Masyarakat ................ 247
Tabel 10.5. Modal Sosial yang Dimiliki Masyarakat ............................... 248
Tabel 10.6. Ciri Orang yang Berkarakter ................................................... 250
Tabel 10.7. Bentuk Krisis Karakter Banga ................................................. 251
Tabel 10.8. Penyebab Krisis Karakter Bangsa .......................................... 252
Tabel 10.9. Nilai Karakter yang Dimiliki Warga Masyarakat ............. 253
Tabel 10.10.Problem Menjadi Orang Berkarakter .................................. 254
Tabel 10.11.Peran Warga Masyarakat Dalam Mengatasi Krisis
Bangsa ............................................................................................... 255
Tabel 11.1. Resiliensi Sekolah ........................................................................ 280
Tabel 11.2. Resiliensi dan Modal Sosial ....................................................... 281
Tabel 11.3. Manfaat Regrouping Sekolah Pasca Erupsi Merapi ........ 282

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Causal Relationships of Elements of Putnam’s


Social Capital Concept ........................................................ 28
Gambar 1.2. Interaction of the Components of the Structural
Theory of Social Action ....................................................... 29
Gambar 1.3. Lin’s Social Capital Model ................................................. 29
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ............................................. ........... 35
Gambar 6.1. Konsep Dasar Membangun Akuntabilitas................... 124
Gambar 6.2. Model Pengembangan Akuntabilitas Sekolah ......... 139
Gambar 8.1. Peran Modal Sekolah dalam Perbaikan Mutu
Sekolah .................................................................................... 175
Gambar 9.1. Pola Pengembangan Modal Sosial................................. 227
Gambar 11.1. The Resiliency Wheel .......................................................... 271

xviii
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

BAB I
KONSEP MODAL SOSIAL
DALAM PERSPEKTIF TEORETIS

Konsep modal sosial dibahas secara kritis dalam buku “Social


Capital Theory” yang ditulis oleh Julia Hauberer. Beberapa konsep
pokok akan dipaparkan dalam bab ini agar pemahaman tentang
modal sosial dapat dipahami secara komprehensif. Julia Hauberer
(2011), meletakkan dasar pemikiran yang cukup kuat bahwa konsep
modal sosial tidak dapat dipahami secara parsial dan statis, karena
dinamika konsep modal sosial terus berkembang seiring dengan
proses perubahan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya
seperti halnya sosial, ekonomi, budaya, politik. Dalam bab ini tulisan
Hauberer akan dikaitkan dengan berbagai sumber referensi yang
terkait dengan analisis kritis tentang modal sosial yang secara
teoretis terus dikembangkan oleh para ahli.
Secara konseptual modal sosial telah banyak dikaji oleh para
ilmuwan sosial. Beberapa buku yang mengkaji modal sosial sudah
banyak dibaca dan dikritisi oleh berbagai disiplin ilmu, seperti
ekonomi, manajemen, politik, pendidikan, dan pekerjaan sosial
(Gummer, 1998; Livermore & Neustom, 2003; Sherraden, 1991).
Beberapa buku yang cukup dikenal dengan karyanya tentang modal
sosial antara lain adalah buku karya Pierre Bourdieu (1983 dalam
Hauberer, 2011) yang berjudul “Le Capital Social: Notes
Provisioires”, Robert D. Putnam (1993) ”The prosperous community:
Social capital and public life”, Woolcock (1998 dalam Field, 2010),
“Social Capital and Economic Development: Toward a Theoritical
Synthesis and Policy Framework”, Nan Lin (2004) menulis “Social
Capital: A Theory of Social Structure and Action”, dan John Field
(2005) dengan karyanya berjudul “Social Capital and Life Long
Learning”. Hal ini membuktikan bahwa modal sosial merupakan
kajian yang dinamis baik secara teoritis maupun aplikatif. Untuk
Siti Irene Astuti Dwiningrum
1
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

memahami konsep-konsep pokok yang sudah dikembangkan oleh


para ahli, maka bab ini akan memaparkan konsep pokok tentang
modal sosial agar dapat dipahami adanya persamaan dan perbedaan
para ahli dalam mengkaji modal sosial. Beberapa pokok pemikiran
yang dipaparkan pada bab ini antara lain adalah sebagai berikut.

A. Modal Sosial menurut Pierre Bourdieu


Bourdieu seorang sosiolog yang sangat bergaya Perancis,
yang tertarik pada adanya kelas sosial dan bentuk-bentuk
ketimpangan0 di semua bidang. Pada awalnya, gagasannya
menciptakan antropologi budaya reproduksi sosial tentang suku-
suku di Aljazair selama tahun 1960-an. Bourdieu menggambarkan
perkembangan dinamis struktur nilai dan cara berpikir yang
membentuk apa yang disebut dengan ‘habitus’, yang menjadi
jembatan antara agensi subjektif dengan objektif. Habitus adalah
produk sejarah yang terbentuk sejak manusia lahir dan berinteraksi
dengan masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu. Habitus
merupakan hasil pembelajaran lewat pengasuhan, aktivitas bermain,
dan juga pendidikan masyarakat dalam arti yang luas. Pembelajaran
terjadi secara halus, tak disadari dan tampil sebagai hal wajar,
sehingga seolah-olah sesuatu alamiah, seakan-akan terlebih oleh
alam atau ‘sudah dari sananya. Habitus mencakup pengetahuan dan
pemahaman seseorang tentang dunia, yang memberikan kontribusi
terdiri pada realitas dunia. Oleh sebab itu, pengetahuan seseorang
memiliki kekuasaan konstitutif (kemampuan menciptakan bentuk
realitas dunia ‘real’. Habitus tidak pernah ‘tak berubah’, baik melalui
waktu untuk seorang individu, maupun dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Bourdieu beragurmen bahwa habitus berubah-
ubah pada tiap urutan atau perulangan peristiwa ke suatu arah yang
kompromi dengan kondisi-kondisi material (Harker, 1990:13-16).
Habitus adalah “struktur-struktur atau kognitif” melalui itu
orang berurusan dengan dunia sosial. Orang dikarunia dengan
serangkaian skema yang diinternalisasikan melalui itu mereka
merasakan, mengerti, mengapresiasi, dan mengevaluasi dunia sosial.
Melalui skema-skema demikianlah orang menghasilkan praktik-
praktik, merasakan, dan mengevaluasinya. Secara dialektis, habitus
adalah produk internalisasi struktur-struktur dunia sosial (Ritzer,
2012:904). Habitus adalah produk sejarah, sesuai dengan skema
praktik individu dan kolektif, dan karenanya sejarah, sesuai dengan

Siti Irene Astuti Dwiningrum


2
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

skema-skema oleh sejarah (Bourdieu, 1977:2 dalam Ritzer, 2012:


904).
Habitus merupakan kontruksi pengantara, bukan konstruksi
pendeterminasi dan sebuah sifat yang tercipta karena kebutuhan,
terutama dalam hubungannya dengan habitus kelas, dimana
harapan-harapan dalam kaitannya dengan modal, secara erat
diimbangi dengan berbagai kemungkinan objektif. Habitus secara
erat dihubungan dengan ‘modal’, karena sebagian besar habitus
berperan sebagai pengganda berbagai jenis modal yang pada
kenyataannya membentuk sebentuk modal (simbolik) di dalam dan
dari diri mereka sendiri (Harker, 1990:13-16).
Bagi Bourdieu, modal memiliki definisi yang sangat luas dan
mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) yang
memiliki signifikansi secara kultural, misalnya: pretise, status, dan
modal budaya (Harker, 1990:13-16). Modal budaya dapat mencakup
rentangan luas, seperti seni, pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa.
Modal berperan sebagai sebuah relasi sosial yang terdapat di dalam
suatu sistem pertukaraan, dan istilah ini diperluas ‘pada segala
bentuk barang baik material maupun simbol, tanpa perbedaan-yang
mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak
untuk dicari dalam sebuah formasi sosial tertentu.
Bourdieu menegaskan bahwa kelompok mampu mengguna-
kan simbol-simbol budaya sebagai tanda pembeda, yang menandai
dan membangun posisi mereka dalam struktur sosial yang
memperkuat pandangannya dengan menggunakan metafora modal
budaya, yang menunjuk pada cara kelompok memanfaatkan fakta
bahwa beberapa jenis selera budaya menikmati lebih banyak status
daripada jenis selera budaya yang lain. Modal budaya yang dimiliki
oleh orang bukan sekedar mencerminkan sumber daya modal
finansial, tetapi dibangun oleh kondisi keluarga dan pendidikan di
sekolah. Modal budaya pada batas-batas tertentu dapat beroperasi
secara independen dan tekanan uang sebagai bagian dari strategi
individu atau kelompok untuk meraih kesuksesan atau status (Field,
2010:21-22).
Dalam perkembangan pemikirannya, Bourdieu mengembang-
kan modal sosial sebagai catatan sementara yang dikembangkan
gagasannya tentang reproduksi sosial dengan melakukan berbagai
studi empirik monumental tentang budaya tinggi Prancis, dan
Siti Irene Astuti Dwiningrum
3
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

kritiknya yang digambarkan sebagai konformitas dan mediokritas


sistem universitas Perancis. Hal yang menarik dalam diskusi yang
pertama kali diterbitkan pada tahun 1973, pada awalnya ia
mendefinisikan modal sosial sebagai hubungan sosial yang jika
diperlukan akan memberi ‘dukungan-dukungan’ bermanfaat: modal
harga diri dan kehormatan yang seringkali diperlukan jika orang
ingin mencari para klien ke dalam posisi-posisi yang penting secara
sosial, dan yang bisa menjadi alat tukar, misalnya dalam karier
politik (Bourdieu, 1977:503 dalam Field, 2010:23). Kemudian
Bourdieu memperbaiki pandangan dengan menyampaikan kesimpul-
an dengan menyatakan bahwa modal sosial adalah sejumlah sumber
daya, aktual maya yang berkumpul pada seseorang individu atau
kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan
timbal-balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit terinstitusi-
onalisasikan (Bourdieu dan Wacquant, 1992:119 dalam Field,
2010:23).
Bourdieu menyatakan bahwa istilah modal sosial adalah
‘satu-satunya cara’ untuk menjabarkan ‘prinsip-prinsip aset sosial’
yang menjadi kendala manakala individu yang berlainan mempe-
roleh hasil yang sangat tidak setara dari modal yang kurang lebih
ekuivalen (ekonomi atau budaya). Istilah modal yang digunakan oleh
Bourdieu ditujukan untuk melakukan demistifikasi atas pandangan
humanistik tentang hubungan-hubungan sosial, dengan memperhati-
kan bagaimana semua berfungsi sebagai strategi investasi. Ia
memberikan ruang seluas-luasnya bagi penyalahgunaan atau
kesalahan pemanfaatan modal sosial, khususnya di antara mereka
yang mungkin mempresentasikan modal sosial yang diinstitusional-
kan. Dari dimensi normatif menurut teori Bourdieu, modal sosial
secara umum berfungsi menutupi pencarian laba secara terang-
terangan yang dilakukan oleh pemiliknya, dan dengan demikian hal
tersebut tidak sejalan dengan masyarakat demokratis yang
dipadukan dalam jurnalisme dan aktivitas politiknya (Field,
2010:26).
Konsep modal sosial menurut Bourdieu merupakan suatu
upaya untuk membentuk agen sosial dalam habitus sebagai individu-
individu yang mengkontruksi dunai sekelilingnya. Bourdieu
mengembangkan konsep modal sosial tidak sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai modal yang lain. Istilah
modal diartikan sebagai akumulasi tenaga kerja yang ada dalam
Siti Irene Astuti Dwiningrum
4
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

bentuk materi atau pemasukan. Akumulasi tenaga kerja membutuh-


kan waktu, tetapi sepandan dengan usaha karena modal
menghasilkan keuntungan dan bahkan semakin tumbuh saat
direproduksi. Dalam kehidupan masyarakat dikenal tiga jenis modal
yakni modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial (Hauberer,
2011). Struktur distribusi berbagai jenis modal sesuai dengan
struktur yang melekat pada dunia sosial atau bidang sosial. Modal
yang mengembangkan efektivitas tertinggi dalam bidang tertentu
tergantung pada daerah aplikasi masing-masing dan pada
transformasi biaya yang muncul dalam proses konversi dari satu
modal ke modal lainnya (Bourdieu, 1983 dalam Hauberer, 2011).
Dalam aplikasinya kelompok-kelompok masyarakat di bidang sosial
bertujuan memperbanyak diri (misalnya: pengusaha ingin merepro-
duksi kekayaan mereka dan akademisi ingin menyakinkan dominasi
mereka dari budaya yang sah). Sebagai konsekuensinya, kelompok
mengembangkan strategi untuk memperoleh barang-barang tertentu
material atau simbolis.
Modal sosial yang dikembangkan oleh Bourdieu dikaitkan
dengan jenis modal sosial yang berhubungan erat dengan bidang
sosial yang berbeda yang pada gilirannya tempat untuk aktor praksis
sosial (Schwingel, 1995 dalam Hauberer, 2011). Dalam hal ini modal
sosial tidak dilihat sebagai sesuatu yang berdiri bebas, karena modal
sosial terkait dengan modal lainnya. Analisis Bourdieu tentang tiga
jenis modal, yaitu modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial.
Pertama, Modal ekonomi dapat dikonversi menjadi uang , atau dalam
bentuk hak milik kelembagaan. Barang-barang atau layanan dapat
diperoleh secara langsung melalui ekonomi, sedangkan lainnya
dengan modal hubungan sosial atau modal komitmen sosial. Modal
tipe ini sangat penting kareana masyarakat terdiri dari keleompok-
kelompok yang berbeda-beda yang mempunyai berbagai macam
modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial. Sebagai
gambarannya dalam kelompok akademik kelas atas mempunyai
modal sosial yang tinggi tetapi mereka hanya memiliki modal
ekonomi yang sedikit. Sebaliknya, pelaku bisnis memiliki modal
ekonomi yang tinggi dengan modal budaya yang rendah. Distribusi
struktur dari beberapa modal tersebut berhubungan dengan struktur
yang melekat dalam kehidupan sosial. Dalam bidang sosial, berbagi
macam modal sampai beberapa ragam jumlah dan mempunyai nila-
nilai yang berbeda. Modal yang memiliki keefektifan tertentu dalam

Siti Irene Astuti Dwiningrum


5
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

aplikasinya pada pada bidang masing-masing dan biaya transformasi


yang dapat menimbulkan proses perubahan dari satu modal ke
modal lainnya (Bourdieu, 1993:183-185, 195-197 dalam Suharjo,
2014:69). Disparitas jumlah modal budaya dan ekonomi dalam
keluarga merupakan titik awal yang berbeda dan jangka waktu
pengalihan pada masa perkembangan anak. Materi modal budaya
(misalnya gambar, buku) adalah sesuatu yang dapat dialihkan, akan
tetapi keterampilan budaya dapat diperoleh melalui proses
sosialisasi. Keterampilan dapat dilembagakan dan dijamin karena
secara hukum ada (Boudieu, 1983: 168-169 dalam Hauberer, 2011).
Kedua, Modal budaya ada dalam tiga kondisi yang berbeda
yaitu pada kondisi inkorporasi/internalisasi, objektifikasi, dan
institusionalisasi. Modal budaya terinternalisasikan sebagai kualitas-
kualitas yang dapat tahan lama pada seorang individu seperti
pengetahuan dan keterampilan. Benda-benda budaya seperti
lukisan-lukisan, buku-buku, dan lain sebagainya, merupakan sesuatu
obyek dari modal budaya. Sedangkan modal budaya yang melembaga
dapat berbentuk bukti-bukti yang melembaga seperti halnya: ijasah,
sertifikat. Inkorporasi dan akumulasi modal budaya memerlukan
sosialisasi atau waktu belajar. Modal budaya yang terkorporasi
adalah hak milik seseorang dan karena itu merupakan habitus orang
itu. Waktu yang dibutuhkan untuk menguasainya menunjukkan
hubungan antara modal ekonomi dan modal budaya, karena
pendidikan itu memerlukan biaya langsung (biaya sekolah dan
buku), dan biaya tidak langsung (waktu pendidikan yang
berhubungan dengan lamanya untuk mendapatkan pekerjaan/uang)
(Bourdieu, 1983:185-189 dalam Suharjo, 2014).
Ketiga, modal sosial adalah keseluruhan sumber daya yang
aktual dan potensial yang berhubungan dengan kepemilikan suatu
jaringan yang bertahan dari hubungan-hubungan yang kurang lebih
melembaga dan saling menghargai. Modal sosial merupakan suatu
modal hubungan yang tetap ada yang memberikan dukungan yang
bermanfaat ketika diperlukan. Hubungan-hubungan yang stabil
menciptakan kehormatan dan nama baik di antara anggota
kelompok, dan karenanya sangat efektif untuk membangun dan
menjaga kepercayaan (trust). Anggota dalam kelompok memberikan
keamanan dan penghargaan status satu sama lainnya. Hubungan-
hubungan di antara anggota kelompok dipertahankan melalui
pertukaran benda atau simbol. Pertukaran antara benda dan simbol
Siti Irene Astuti Dwiningrum
6
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

tersebut yang memberikan penguatan pada hubungan-hubungan


yang ada dan dapat dipertahankan untuk menjamin sosialisasi dan
institusionalisasi (Suharjo, 2014:71-72). Besarnya modal sosial yang
dimiliki oleh agen tertentu tergantung dari jaringan koneksi yang
secara efektif dimobilisasikan dan pada volume modal (ekonomi,
budaya atau simbolik) yang dimilikimya dan masing-masing orang
dalam berhubungan dengan orang lain (Bourdieu, 1986:249 dalam
Hauberer, 2011).

B. Modal Sosial menurut James Coleman


James Samuel Coleman, sosiolog dari Amerika banyak
meneliti tentang pendidikan. Dalam berbagai penelitian tentang
prestasi pendidikan di lingkungan kumuh Amerika, Coleman
menunjukkan bahwa modal sosial tidak terbatas pada mereka yang
kuat, namun juga mempunyai manfaat riil bagi orang miskin dan
komunitas yang terpinggirkan. Menurut Coleman, modal sosial
mempresentasikan sumber daya karena hal inimelibatkan harapan
akan resiprositas, dan melalui individu dimanapun sehingga jaringan
yang lebih luas yang hubungan-hubungannya diatur oleh tingginya
tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama (Field, 2010:32).
James Coleman (Scott, 2011:242) memberikan batasan modal
sosial sebagai seperangkat sumber daya yang menjadi sifat dalam
hubungan keluarga dan organisasi sosial komunitas yang berguna
bagi perkembangan kognitif atau sosial seorang anak dan remaja.
Coleman mendeskripsikan bahwa modal sosial merupakan aspek
dari struktur sosial serta menfasilitasi tindakan individu dalam
struktur sosial. Coleman mengemukan konsep modal sosial dalam
konteks teori pilihan rasional. Ketergantungan sosial ada di antara
para pelaku, karena mereka tertarik dalam suatu peritiwa dan
sumber-sumber yang dikontrol oleh para pelaku lainnya untuk
memaksimalkan manfaat melalui pilihan solusi rasional terbaik bagi
mereka. Jika hubungan permanen seperti hubungan kekuasaan atau
hubungan kepercayaan dibangun, hubungan itu menghasilkan
tindakan pertukaran dan transfer kontrol (Suharjo, 2014:72).
Sedangkan Coleman (1990:302) memaknai modal sosial sebagai:
“Social capital is defined by its function. It is not a single entity,
but a variety of different entities having two characteristic in
common. They all consist of some aspect of social structure and,
they facilitate certain action of individqals who are within the
Siti Irene Astuti Dwiningrum
7
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

structure. Like other form of capital, social capital is


productive, making possible the achievement of certain ends
that would not be attainable in its absence”.

Coleman memaknai modal sosial dari fungsinya, bahwa


modal sosial bukan merupakan entitas tunggal, tetapi ada beberapa
macam entitas yang mempunyai dua karakteristik bersama: modal
sosial itu terdiri atas beberapa aspek struktur sosial dan
menfasilitasi tindakan tertentu dari seseorang yang ada dalam
struktur itu (Coleman, 1990:302 dalam Suharjo, 2014:72).
Berdasarkan pandang-an Coleman tersebut, menunjukkan bahwa
modal sosial merupakan bagian dari struktur sosial yang mendukung
tindakan-tindakan para aktor yang merupakan anggota dari struktur
masyarakat.

Definisi modal sosial menjembatani individu dan kolektif.


Coleman menjelaskan bahwa modal sosial sebagai ‘aset modal
individu’, namun melihatnya terbangun dari ‘sumber-sumber daya
struktural sosial’, yang terkait dengan dua elemen pokok yakni
‘batas-batas aktual kewajiban yang harus dijalankan’ dan ‘level
kejujuran lingkungan sosial’. Pada gilirannya bersifat spesifik
menurut konteksnya, dan dibangun oleh struktur sosial termasuk
faktor-faktor yang berpihak pada perkembangan modal sosial,
seperti kedekatan jaringan atau kecenderungan budaya untuk
meminta dan menawarkan bantuan dan faktor-faktor yang
cenderung melemahkannya, seperti kemakmuran dan sistem
kesejahteraan. Dalam konteks inilah, perspektif pilihan rasional aktor
harus memilih menciptakan modal sosial ketika seharusnya mereka
mengejar kepentingan pribadi mereka. Menurut Coleman, modal
sosial tidak lahir karena aktor mengalkulasikan pilihan untuk
berinvestasi di dalamnya, namun sebagai ‘produk sampingan dari
aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan lain’. Dengan
demikian, modal sosial harus diberlakukan sebagai barang umum
dari pada barang pribadi (Coleman, 1994:312 dalam Field, 2010:41).
Modal sosial, sebagaimana bentuk modal lainnya, adalah
produktif dan memfasilitasi pencapaian tujuan tertentu. Modal sosial
itu dapat saling dipertukarkan (fungible) dengan kegiatan-kegiatan
tertentu. Hal ini berarti bahwa bentuk modal sosial tertentu adalah
sangat berguna dalam memfasilitasi tindakan tertentu, tetapi dapat
juga membahayakan orang lain (Coleman, 1995:392). Modal sosial
Siti Irene Astuti Dwiningrum
8
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

itu tidak seperti modal yang lain, modal sosial itu inheren di dalam
struktur hubungan-hubungan di antara orang-orang dan di antara
individu-individu yang mempunyai karakteristik tidak dapat
dipisahkan dari individu. Modal sosial itu diperoleh melalui
perubahan-perubahan di dalam hubungan di antara orang-orang
yang memfasilitasi tindakan (Suharjo, 2014:73). Modal sosial selalu
ada unsur dalam struktur sosial yang mendukung tindakan aktor
yang menjadi anggota dalam struktur. Modal sosial terjadi melalui
perubahan dalam hubungan antara orang-orang yang menfasilitasi
tindakan. Modal sosial tidak nyata sebagaimana modal fisik atau
manusia. Modal sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kesejahte-raan. Dalam masyarakat dengan tingkat kesejahte-raan
cukup tinggi memberikan bantuan sosial, yang menurunkan
ketergantungan pada orang lain, sehingga modal sosial tidak
berkembang, sebagai contoh dampak negatif pada modal sosial.
Coleman membedakan jenis modal sosial dari aspek
hubungan yang didasarkan pada rasa saling percaya dan otoritas.
Kedua aspek menjadi dasar dalam membentuk jaringan keluarga dan
organisasi sosial. Hubungan saling percaya merupakan aspek penting
dalam membangun kerjasama dengan lingkungan sosial dan jumlah
kewajiban. Jumlah kewajiban ditentukan oleh faktor-faktor yang
berbeda, misalnya kebutuhan, keberadaan sumber bantuan, dan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalin hubungan sosial
membutuhkan informasi yang potensial. Dalam konteks inilah
hubungan sosial mengandung potensi informasi atau kemampuan
untuk menyediakan anggotanya dengan informasi yang bergunan
dalam proses maksimalisasi utilitas. Potensi informasi merupakan
salah satu jenis modal sosial. Informasi memberikan dasar untuk
tindakan, tetapi prolehan informasi membutuhkan biaya. Informasi
dapat dikumpulkan dengan mudah melalui hubungan yang
dipelihara (Suharjo, 2014:74).
Bourdieu menunjukkan bahwa modal sosial, jika diperlukan,
dapat memberikan dukungan dan dapat digunakan untuk mempro-
duksi dan mempertahankan kepercayaan. Menurut Coleman, modal
sosial adalah beberapa aspek dari struktur sosial yang mendukung
tindakan pelaku yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Kedua
konsep Bourdieu dan Coleman menjelajahi mikro fokus yang
berbeda. Konsep Bourdieu bertujuan individu memperoleh manfaat
melalui hubungan. Itu berarti modal sosial dipandang sebagai
Siti Irene Astuti Dwiningrum
9
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

sumber daya individu (Haunschild, 2004:82; Panther, 2002; Braun,


2001 dalam Hauberer, 2011).

C. Modal Sosial menurut Robert D. Putnam


Robert D. Putnam terkenal sebagai pendukung modal sosial
yang paling di kenal khalayak, karena kontribusi Putnam melampaui
batas-batas bidang profesionalnya, yaitu ilmu politik dan menjang-
kau publik yang lebih luas. Putnam mengembangkan konsep modal
sosial dari Coleman dengan mengembangkan ide pokoknya tentang
jaringan sosial yang memiliki nilai penting bagi individu. Dalam hal
ini modal fisik tetap ada dalam objek fisik, sedangkan modal manusia
adalah milik individu dan melekat pada hubungan antarindividu
yang membentuk jaringan sosial, norma timbal-balik dan kepercaya-
an (Putnam, 2000:18-19 dalam Hauberer, 2011). Pendapat Putnam
(2000:19 dalam Suharjo, 2014:74) menjelaskan bahwa modal sosial
sebagai “social capital refers to connections among indviduals-social
network and norms of reciprocity and trust worthiness that arise from
them. In that sense social capital is closely related to what some have
called civic virtue”.
Putnam memberikan definisi ringkas modal social: “by ‘Social
capital’ I mean features of social life – networks, norms, and trust –
that enable participants to act together more effectively to pursue
shared objectives” (Putnam 1996:56 dalam Baron, Field and Schuller,
2000. Ketiga elemen tersebut – jaringan (networks), norma (norms),
dan kepercayaan (trust) –adalah tritunggal yang mendominasi
diskusi konseptual Putnam yang menekankan perbedaan modal
social dengan modal-modal lainnya. Modal sosial merupakan bagian
dari kehidupan sosial jaringan, norma, dan kepercayaan (Field,
2010:5). Putnam menggambarkan perbedaan itu sebagai berikut:

“Whereas physica; capital refers to physical objects and human


capital refers to the propertiws of individuals, social capital
refers to connections among individuals – social networks and
the norms of reciprocity and trustworthiness that arise from
them. In that sense social capital is closely related to what some
have called “civic virtue”. The difference is that “social capital”
calls attention to the fact that civic virtue is most powerful
when embedded in a sense network of reciprocal social
relations. A society of many virtuos but isolated individuals is
not necessarily rich in social capital” (Putnam, 2000:19 dalam
Suharjo, 2014).
Siti Irene Astuti Dwiningrum
10
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Modal fisik mengacu kepada obyek-obyek fisik, dan model


manusia mengacu kepada hak milik individu-individu, sedangkan
modal sosial mengacu kepada hubungan-hubungan di antara
individu-individu – jaringan sosial dan norma-norma timbal balik
serta kepercayaan yang timbul darinya. Dalam pengertian ini modal
sosial juga berhubungan dengan apa yang disebut dengan kebijakan
warga negara (civic virtue). Perbedaanya adalah bahwa modal sosial
itu lebih menekankan kepada fakta bahwa kebajikan warga negara
itu lebih kuat ketika diikat oleh sebuah perasaan adanya jaringan
hubungan sosial timbal balik. Masyarakat berbudi luhur tetapi
individu-individunya terisolasi tidaklah kaya dalam modal sosial”
(Putnam, 2000:1, dalam Suharjo, 2014).
Ciri kehidupan sosial adalah modal sosial. Modal sosial
memungkinkan masyarakat untuk bertindak bersama-sama lebih
efektif untuk mencapai tujuan kolektif. Modal sosial seperti halnya
dengan kebaikan umum dan memiliki hubungan dekat dengan
partisipasi politik yang tergantung pada hubungan dengan lembaga-
lembaga politik dan modal sosial tergantung pada hubungan antar
manusia (Putnam, 1995:665 dalam Hauberer, 2011). Dengan kata
lain, interaksi itu memungkinkan orang-orang membangun komuni-
tas, mempunyai komitmen kepada mereka satu dengan lainnya, dan
merajut struktur sosial. Rasa memiliki dan pengalaman nyata dalam
jaringan sosial dapat memberikan keuntungan besar bagi masyara-
kat. Dalam karyanya yang terakhir, Putnam menekankan kepercaya-
an timbal balik (trust of reciprocity). Dalam hal ini Putnam
mengemukakan bahwa orang-orang mempunyai tingkat kepercayaan
tinggi, namun secara sosial tidak aktif atau bahkan antisosial.
Akibatnya orang-orang dapat mempunyai alasan yang kuat untuk
tidak percaya, tetapi ada juga yang membuat kontribusi besar untuk
membangun modal sosial (Suharjo, 2014:75).
Kualitas sosial terkait dengan jaringan sosial yang bersifat
timbal-balik. Modal sosial mengandung aspek individual dan kolektif.
Individu menghasilkan hubungan yang mendukung kepentingan
mereka sendiri, sedangkan aspek kolektif modal sosial akan
menguntungkan pekerjaan dan negara. Hasil penelitian Putnam,
membuktikan bahwa modal sosial dinilai penting bagi stabilitas,
efektivitas pemerintahan dan pembangunan ekonomi daripada
modal fisik dan manusia (Putnam, 1995:665 dalam Hauberer, 2011).
Putnam menjelaskan adanya beberapa elemen modal sosial antara
Siti Irene Astuti Dwiningrum
11
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

lain: kepercayaan, jaringan dari ikatan umum, norma. Modal sosial


tetap berlaku jika ada kepercayaan dalam hubungan. Kepercayaan
adalah pelumas kehidupan. Semakin tinggi tingkat saling percaya
dalam suatu komunitas, semakin tinggi kemungkinan terjalinnnya
kerjasama. Kepercayaan sosial dalam lingkungan modern dapat
tumbuh dari dua sumber yang saling mengikat erat yaitu norma
timbal-balik dan jaringan yang mengikat secara umum (Putnam,
1993:171 dalam Hauberer, 2011). Elemen kedua, jaringan dari ikatan
umum, yang dikenalkan oleh Alexis de Tacqueville sebagai asosiasi
yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat madani, yang
didalamnya mengembangkan hal-hal yang positif seperti solidaritas
dan partisipasi antara warga dan bersosialisasi individu menjadi
aktif sebagai anggota komunitas.
Jaringan sosial dibedakan jaringan formal dan informal, yang
diawali dari keanggotaan resmi (misalnya dalam asosiasi), dan yang
terakhir adalah membangun saling simpati (misalnya: persahabat-
an). Disamping itu, jaringan dapat disusun secara horisontal dan
vertikal. Jaringan horisontal mempertemukan orang dari status dan
kekuasaan yang sama, dan jaringan vertikal merupakan gabungan
dari individu yang berbeda dan berada dalam hubungan yang tidak
simetris dalam hirakhi dan ketergantungan (Putnam, 1993:173
dalam Hauberer, 2011). Jaringan horisontal menfasilitasi komunikasi
dan meningkatkan distribusi informasi tentang kepercayaan
individu. Mereka memungkinkan melakukan meditasi dan peningkat-
an reputasi. Reputasi adalah esensi untuk kepercayaan dalam
masyarakat yang kompleks. Jaringan vertikal tidak mampu
mempertahankan kepercayaan sosial dan kerjasama, karena arus
informasi vertikal umumnya kurang dapat diandalkan dibandingkan
yang horisontal. Jaringan horisontal dan vertikal merupakan tipe
ideal dari jaringan dan konsepsi jaringan riil dari kedua jenis
jaringan tersebut. Jaringan dari ikatan umum, seperti asosiasi
lingkungan atau klub olahraga sebagai contohnya jaringan
horsiontal.
Norma sosial menciptakan kepercayaan sosial mengurangi
biaya transaksi dan kemudahan bekerjasama. Karakteristik yang
paling penting dari norma-norma timbal-balik, Dalam hal ini, timbal-
balik dapat menjadi seimbang/spesifik atau umum. Timbal-balik
yang seimbang menunjukan pertukaraan barang dan nilai yang sama.
Dalam kasus umum timbal-balik, ketidak seimbangan hubungan
Siti Irene Astuti Dwiningrum
12
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

pertukaraan yang berkelanjutan berlaku di setiap saat (Putnam,


1993:172 dalam Hauberer, 2011). Karakteristik modal sosial
memiliki manfaat eksternal bagi seluruh masyarakat. Eksternalitas
positif muncul, karena kewajiban bersama berlaku di jaringan sosial
yang membantu untuk menghasilkan norma-norma sosial timbali-
balik yang ketat, sebagai contohnya: tingkat kejahatan masyarakat
lebih rendah, jika semakin tinggi hubungan sosial mendominasi.
Dalam struktur ini, perilaku kriminal dapat dikarenakan sanksi
secara efektif, karena semua orang tahu orang secara pribadi. Dalam
hal inilah, eskternalitas harus mempertimbangkan fakta bahwa
modal sosial tidak selalu positif (Putnam, 2000:20-21 dalam
Hauberer, 2011).
Menurut Putnam, modal sosial terbentuk dari kepercayaan.
Kepercayaan itu sendiri membangun sebauh perjanjian masyarakat
melalui “norma of reciprocity” dan ‘norma of civic engagement”.
Secara garis besar unsur modal sosial menurut Putnam sebagai
berikut (Hauberer, 2011:54-55).

Unsur Deskripsi
Trust Hal tertinggi dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan
pada masyarakat; kemungkinan tertinggi dari sebuah
kerjasama terjalin. Kepercayaan sangat penting untuk
masa depan agar kerjasama tidak kehilangan arah yang
pada umumnya menjadi kebiasan dari aktor.
Networks of Civic Jaringan resmi dan tidak resmi merupakan jaringan
Engagement sosial. Kerjasama horisontal untuk membangun fasilitas
komunikasi dan membangun penyebaran informasi
mengenai kepercayaan dari seorang individu. Sedangkan
kerjasama vertikal tidak dapat menghasilkan
kepercayaan dan kerjasama. Horisontal maupun vertikal
jaringan menunjukkan tipe ideal sebuah kerjasama.

Norm of Reciprocity Norma membentuk kepercaalyaan sosial yang


mengurangi sebuah nilai dari tranksaksi dan
memperbaiki sebuah kerjasama. Hubungan timbal-balik
adalah karakteristik yang paling penting di antara norma
yang lainnya. Hubungan timbal-balik dapat
menyeimbangkan. Keseimbangan adalah ukuran dari
timbal-balik yang ditukar dengan hal baik atau nilai yang
sama.
Modal sosial dibutuhkan dalam kegiatan sosial untuk tujuan
individu. Artinya, aktor menyadari bahwa untuk mencapai tujuan,
diperlukan pelestarian modal sosial yang didalamnya ada hubungan,
Siti Irene Astuti Dwiningrum
13
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

norma dan kepercayaan yang terjadi pada situasi sosial tertentu.


Sebagian besar modal sosial, seperti halnya kepercayaan adalah
entisitas moral yang mengikat. Semakin banyak orang percaya satu
sama lain, saling percaya akan lebih mengikat satu sama lain. Dalam
konteks inilah, dapat dipahami bahwa modal sosial dapat
ditingkatlkan dan bersifat akumulatif. Putnam memberi tiga alasan
tentang pentingnya modal sosial dalam kehidupan masyarakat
(Aswasulasikin, 2014:50): (1) Jaringan sosial memungkinkan adanya
koordinasi dan komunikasi yang menumbuhkan saling percaya
sesama anggota; (2) Kepercayaan berimpilkasi positif dalam
kehidupan masyarakat, yang dibuktikan melalui bagaimana orang-
orang yang memiliki rasa saling percaya (mutual trust) dalam suatu
jaringan sosial akan memperkuat norma dengan keharusan saling
membantu; (3) Keberhasilan yang dicapai oleh jaringan sosial dalam
waktu sebelumnya akan mendorong keberhasilan pada waktu-waktu
yang akan datang.
Putnam mengikuti Woolcock dan ahli lainnya dengan
membedakan bentuk modal ‘yang mengikat’ dengan ‘yang
menjembatani’ (Putnam, 2000:22-4; Woolcok, 1998 dalam Field,
2010:106) sebagai berikut:

Modal sosial yang mengikat Modal sosial yang menjembatani


(eksklusif) (inklusif)
Didasarkan atas keluarga, teman dekat Menghubungkan orang pada kenalan-
dan kelompok akrab lainnya; hal ini kenalan jauh yang bergerak pada
berorientasi ke dalam dan mengikat lingkaran yang berbeda dengan
orang yang serupa; hal ini cenderung lingkaran mereka sendiri; hal ini
meneguhkan identitas eksklusif dan cenderung membangun identitas yang
kelompok yang homogen. lebih luas dan resiporitas lebih banyak
ketimbang meneguhkan pengelompokan
yang sempit.

Lebih lanjut, Putnam mengatakan bahwa modal sosial bahkan


dapat menjadi jembatan bagi jurang yang memisahkan kelompok-
kelompok yang berbeda idiologi dan memperkuat kesepakatan
tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat. Hal ini didukung
oleh Portes (1998:24) bahwa modal sosial bukan hanya sekumpulan
institusi yang menyangga masyarakat melalui “social trust” dan
“social norms”, namun sebagai perekat yang menggerakkan
masyarakat untuk bersama-sama. Melalui berbagai ikatan horizontal,
modal sosial berperan dan dibutuhkan untuk memberi masyarakat

Siti Irene Astuti Dwiningrum


14
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

tentang sense identitas dan tujuan bersama. Modal sosial merangkai


berbagai aset sosial, psikologis, kultural, kognitif, dan institusional
yang dapat meningkatkan perilaku kooperatif yang saling
menguntungkan. Bahkan tidak saja sebagai perekat, sebagaiman
dijelaskan oleh Portes, modal sosial dengan social trust dan social
norms dalam jaringan sosial dapat dimanfaatkan untuk memecahkan
berbagai masalah secara bersama dalam pola hubungan timbal-balik
(reciprocity)(Aswa Lusakin, 2014:50)
Putnam membedakan antara menghubungkan dan mengikat
modal sosial. Menghubungkan modal sosial menyatukan orang yang
sangat berbeda dan mengikat modal sosial menghubungkan orang-
orang yang sama. Menghubungkan modal sosial dapat ditemukan,
misalnya dalam etika persaudaran keagamaan dan kelompok-
kelompok. Putnam membedakan dua jenis modal sosial. Pertama,
modal social bridging. Modal social bridging membawa bersama-
sama orang-orang yang sangat berbeda-beda. Modal sosial ini
ditunjukan pada orang-orang dari kelas sosial yang berbeda-beda.
Modal social bridging dapat digunakan untuk menghubungkan
sumber daya eksternal (external adventage) dan menjamin
kelancaran arus informasi, dapat menciptakan identitas dan
hubungan timbal balik yang bermacam-macam. (Putnam, 2000: 22
dalam Suharjo, 2014:65-66).
Kedua, modal social bonding. Modal social bonding
menghubungkan orang-orang sedemikian rupa. Kelompok ini
diarahkan ke dalam kelompok dan menuju kepada identitas eksklusif
dan cenderung menguatkan homoginitas kelompok (Putnam & Goss,
2001:28-29 dalam Hauberer, 2011). Modal social bonding dapat
membantu memobilisasi hubungan timbal balik dan solidaritas, dan
dapat memperkuat identitas dan hubungan timbal balik (Putnam,
2000:22 dalam Suharjo, 2014:65-66). Mengenali kedua jenis modal
tersebut itu, Aldridge, Halpern et.al (2002) menyatakan bahwa
bonding adalah hubungan horizontal di antara orang-orang yang
sama dalam masyarakat. Sedangkan bridging merupakan hubungan
vertikal di antara komunitas (Suharjo, 2014:65-66).

Siti Irene Astuti Dwiningrum


15
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Tabel 1.1. Jenis Modal Sosial


Modal Sosial Deskripsi
Bridging social capital Modal sosial yang membawa bersama-sama orang-orang
yang sangat berbeda-beda. Modal sosial ini ditunjukan
pada orang-orang dari kelas sosial yang berbeda-beda.
Dapat digunakan untuk menghubungkan sumber daya
eksternal (external adventage) dan menjamin kelancaran
arus informasi, dapat menciptakan identitas dan
hubungan timbal balik yang bermacam-macam, sifat
hubungan cenderung vertikal (Putnam dalam Suharjo,
2014:65-66)
Bridging social capital dapat menggerakkan identitas
yang lebih luas dan reciprocity yang lebih memungkinkan
untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip
pendidikan karakter yang dapat diterima secara universal
(Hasbullah, 2006:31)
Bridging social capital yang dalam gerakannya lebih
memberi tekanan pada dimensi “fight for” yaitu mengarah
kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh kelom (Hasbullah, 2006:31)

Bonding social capital Modal sosial yang menghubungkan orang-orang


sedemikian rupa. Kelompok ini diarahkan ke dalam
kelompok dan menuju kepada identitas eksklusif dan
cenderung menguatkan homoginitas kelompok dan dapat
membantu memobilisasi hubungan timbal balik dan
solidaritas, dan dapat memperkuat identitas dan
hubungan timbal balik, sifat hubungan cenderung
horizontal (Putnam dalam Suharjo, 2014:65-66):
Bonding social capital cenderung memiliki kekuatan dan
kebaikan dalam menjalin kerjasama antar anggota dalam
suatu kelompok tertentu, melakukan interaksi sosial
timbal balik antar individu (guru, siswa, orangtua) dan
dalam rangka memobilisasi para anggota dalam konteks
solidaritas sosial untuk membangun kesadaran kritis
(Hasbullah, 2006:31)
Bonding social capital jiwa gerakan terkadang tidak jelas,
karena diwarnai oleh semangat “fight againts” yang
besifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa
kemungkinan runtuhnya simbol dan kepercayaan-
kepercayaan tradisional oleh kelompok. Pada kelompok
ini, perilaku yang dominan adalah sekedar sense of
solidarity (solidarity making) (Hasbullah, 2006:31)

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa modal


sosial terjalin dalam setiap hubungan sosial, baik yang bersifat
vertikal maupun horisontal Perbedaan bubungan sosial lebih pada

Siti Irene Astuti Dwiningrum


16
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

kekuatan modal sosial, yang biasanya terkait dengan unsur-unsur


modal sosial maupun nilai-nilai sosial yang masih melekat dalam
kehidupan sosial. Kajian tentang cara mengukur keberadaan dan
ketergantungan modal sosial telah ditentukan.
Putnam mencoba mengukur modal sosial melalui jaringan
dari pengalaman pengukuran di Amerika dengan Index Social Capital
sebagai berikut (Hauberer, 2011:117-128):

Tabel 1.2. Indikator Modal Sosial


Indikator Modal Sosial Aspek
Tindakan kehidupan 1. Bertugas di komite organisasi lokal di tahun lalu
organisasi masyarakat 2. Menjabat sebagai petugas beberapa klub atau
organisasi di tahun lalu
3. Umum dan organisasi sosial per 1000 penduduk
4. Berarti jumlah pertemuan klub hadir ditahun
lalu
5. Berarti jumlah keanggotaan kelompok
Ukuran perjanjian dalam 1. Pemilih dalam pemilihan presiden, 1998 dan
urusan publik 1992
2. Pertemuan yang dihadiri publik di kota atau
sekolah urusan tahun lalu (persen).
Tindakan kesukarelaan 1. Jumlah organisasi nirlaba per 1000 penduduk
masyarakat 2. Berarti beberapa kali bekerja pada proyek
komunitas di tahun lalu
3. Berarti beberapa kali melakukan pekerjaan
sukarela di tahun lalu
Tindakan pada sosialisasi 1. Setuju bahwa “Saya menghabiskan banyak
informal waktu mengunjungi teman”
2. Berarti beberapa kali menghibur di rumah
ditahun lalu
Tindakan kepercayaan 1. Setuju bahwa “ Kebanyakan orang dapat
sosial dipercaya”
2. Setuju bahwa “ Kebanyakan orang jujur”

Indikator di atas merupakan analisis Putnam dalam


menggungkapkan tingkat tinggi modal sosial di Amerika Utara dan
tingkat rendah di Selatan. Untuk indeks modal sosial itu sendiri,
langkah-langkah indeks jaringan sisual terutama pada asosiasional/-
tingkat formal. Jaringan informal yang merupakan bagian penting
dari modal sosial dianggap hanya sedikit dengan mengukur
sosialisasi informal. Sebagai elemen kedua dari modal sosial, Putnam
mengukur kepercayaan sosial. Namun, norma-norma timbal balik
dikecualikan sepenuhnya. Beberapa lembaga melakukan penelitian,

Siti Irene Astuti Dwiningrum


17
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

namun penelitian yang dipresentasikan dibantah hasil Putnam


dengan menggunakan data yang berbeda dan juga indikator modal
sosial yang berbeda. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan, apakah
ada atau tidak modal yang diusulkan pengaruh sosial pada stabilitas
politik dan efektivitas dan pembangunan ekonomi dapat diverifikasi
secara empiris. Apakah modal sosial secara positif berpengaruh pada
stabilitas dan efektivitas politik, dan ekonomi pembangunan. Analisis
Putnam menegaskan bahwa modal sosial memiliki berbagai aspek
sosial-ekonomi-politik dalam dinamikanya. Oleh karena itu, kajian
modal sosial sesungguhnya masuk dalam struktur masyarakat dalam
semua dimensinya.

D. Modal Sosial menurut Francis Fukuyuma


Pengertian modal sosial yang dikemukakan Fukuyama
dimaknai modal sosial itu berhubungan dengan norma-norma
informal. Norma-norma yan termasuk modal sosial itu dapat
berkisar dari norma saling berhubungan timbal balik (norm of
reciprocity) di antara dua teman, sampai ke doktrin yang teliti, dan
kompleks seperti dalam agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lain
sebagainya. Norma-norma tersebut harus diwujudkan dalam
hubungan manusia (human relationship) yang nyata (aktual),
misalnya: norma hubungn timbal balik ada dalam potensi hubungan-
hubungan saya dengan semua orang, tetapi norma-norma itu
diaktualisasikan hanya dalam hubungan saya dengan teman-teman
saya (Fukuyama, 2000 dalam Suharjo 2014:75-77).
Modal sosial merupakan salah satu modal yang sangat
penting bagi berfungsinya efisiensi ekonomi modern dan merupakan
persyaratan bagi demokrasi liberal ekonomi. Modal sosial menilai
bahwa komponen masyarakat modern itu, harus menghormati
lembaga-lembaga formal, aturan-aturan hukum dan rasionalitas.
Membangun modal sosial dapat dipandang sebagai sebuah tugas
dalam reformasi ekonomi generasi kedua, tetapi tidak seperti
kebijakan-kebijakan ekonomi atau bahkan lembaga-lembaga ekono-
mi, modal sosial itu tidak dengan mudah dapat diciptakan atau
dibentuk melalu kebijakan publik. Modal sosial itu harus mengarah
kepada kerjasama di dalam kelompok-kelompok dan oleh karena itu
berhubungan dengan kebijakan-kebijakan tradisional seperti
kejujuran menjaga komitmen mengerjakan tugas secara konsisten
(ajeg), hubungan timbal balik, dan lain sebagainya. Sedangkan

Siti Irene Astuti Dwiningrum


18
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Fukuyuma (1995:10), modal sosial merupakan kemampuan orang-


orang bekerja bersama-sama untuk tujuan-tujuan umum di dalam
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Modal sosial dapat
didefinisikan sebagian keadaan seperangkat nilai-nilai atau norma-
norma informal tertentu yang saling digunakan di antara anggota-
anggota kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara mereka.
Fukuyama memberikan sedikit revisi mengenai konsep
modal sosial itu. Menurut Fukuyama, modal sosial mempunyai
pengertian sebagai berikut: “Social capital can be defined simply as
the existence of a certain set of informal values or norms shared
among members of a group that permit cooperation among them”—
Modal sosial dapat didefinisikan sebagai keadaan seperangkat nilai-
nilai atau norma-norma informal bersama yang saling digunakan di
antara anggota-anggota kelompok yang memungkinkan kerjasama di
antara mereka, (Suharjo, 2014:75). Selanjutnya dalam karyanya
“Social capital and civil society”, Fukuyama mengemukakan bahwa
“Social capital is an instatiated informal norm that promotes
cooperation between two or more individuals” – modal sosial adalah
serangkaian norma informal yang meningkatkan kerjasama antara
dua individu atau lebih (Fukuyama, 2000).
Modal sosial mengembangkan dunia pendidikan. Sebagai-
mana dijelaskan oleh Fukuyama (2000) salah satu cara untuk
menghasilkan atau meningkatkan perbendaharaan modal sosial
adalah secara langsung melalui pendidikan. Lembaga-lembaga
pendidikan tidak hanya mentransmisikan modal sosial dalam bentuk
norma-norma dan peraturan-peraturan. Upaya untuk mentransmisi-
kan modal sosial itu tidak hanya dalam pendidikan sekolah dasar dan
menengah, tetapi juga dalam pendidikan tinggi atau pendidikan
profesional. Dokter-dokter tidak hanya belajar tentang ilmu
kedokteran tetapi juga etika kedokteran dan sumpah jabatan dokter;
salah satu cara terbaik melawan korupsi adalah dengan cara
memberikan pelatihan profesional berkualitas tinggi terhadap pada
birokrat-birokrat senior untuk menciptakan semangat kesatuan
korps (spirit de corps) di antara para elite (Suharjo, 2014:75-77).
Fukuyuma (1993, 1999) menjelaskan bahwa kapital sosial
menunjuk pada kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di
dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya.
Fukuyama merumuskan kapital sosial menunjukkan pada serangkai-

Siti Irene Astuti Dwiningrum


19
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

an nilai dan norma informal yang dimiliki bersama di antara para


anggota suatu kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara
mereka. Menurut Fukuyama, kapital sosial mengandung beberapa
aspek nilai (values), setidaknya terdapat empat nilai yang sangat erat
kaitannya yakni (Ancok, 2003):

Nilai Dekripsi
Universalism Nilai tentang terhadap orang lain, apresiasi, toleransi serta
proteksi terhadap manusia dan mahkluk ciptaan Tuhan.
Benevolence Nilai tentang pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan
orang lain
Tradition Nilai yang mengandung penghargaan, komitmen dan
penerimaan terhadap tradisi dan gagasan budaya tradisional.
Conformity Nilai yang terkait dengan pengekangan diri terhadap dorongan
dan tindakan yang merugikan orang lain, serta security nilai
yang mengandung keselamatan, keharmonisan, kestabilan
dalam berhubungan dengan orang lain dan memberlakukan diri
sendiri.

Dari paparan di atas tampak bahwa Fukuyama membuktikan


bahwa nilai-nilai yang dalam kehidupan sosial merupakan bagian
yang sangat penting dalam mengkuatkan eksistensi modal sosial.

E. Modal Sosial menurut Ronald Burt


Konsep yang dikembangkan oleh Burt sama dengan yang
disampaikan oleh Coleman dalam perspektif rasional. Burt membuat
asumsi mengenai modal sosial dalam teori struktural tindakan. Teori
ini membuat asumsi tentang seorang aktor yang melakukan aksi
sosial. Aksi sosial yang terjadi dapat terjadi satu orang atau
kelompok tergantung pada tujuan, nilai-nilai dan norma individu
yang dimiliki oleh individual. Aktor memiliki sumber daya yang
spesifik yang akan menentukan tindakan untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai. Kepentingan aktor ditentukan oleh struktur
sosial di sekitarnya yang muncul dari pembagian kerja. Dengan
demikian, aksi sosial melibatkan beberapa komponen-aktor adalah
sumber tindakan, sumber daya adalah kondisi tindakan dan motivasi
dari aktor adalah alasan untuk melakukan keseimbangan keberhasil-
an tindakan alternatif (Burt, 1982; Ruiz, 1997 dalam Hauberer,
2011). Posisi seorang aktor dalam struktur sosial menentukan aksi
sosial dan akan mempengaruhi struktur sosial. Dalam, konteks inilah,
aktor sebagai pelaku modal sosial ditandai dengan kepemilikan

Siti Irene Astuti Dwiningrum


20
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

modal keuangan, modal manusia yang dihasilkan dari posisi mereka


dalam, struktur sosial. Jenis modal adalah pelaku sumber daya
manusia yang memiliki perbedaan kemampuan. Menurut Burt (1992
dalam Hauberer, 2011), modal sosial adalah kemampuan masyarakat
untuk melakukan asosiasi satu sama lain dan selanjutnya menjadi
kekuatan sangat penting bukan hanya kehidupan ekonomi, tetapi
terkait dengan beberapa aspek yang mendukung esistensi sosialnya.
Menurut Burt, jaringan dapat dilihat pada aspek yang
berbeda-beda, seperti halnya jaringan individu, jaringan sub-
kelompok dan lain-lain, yang berbeda sebagi sistem yang terstruktur.
Pada hubungan relasional aktor modal sosial terbentuk dari
hubungan yang sangat intensif antaraktor. Posisi jaringan beberapa
aktor dalam subkelompok jaringan dapat dikaitkan dengan status
dan peran, pola perilaku dan hubungan dengan aktor-aktor lain.
Status terdiri dari hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh pola-pola
tersebut. Aktor yang memiliki status yang paling berharga adalah
titik awal dari hubungan dan dia akan mampu menentukan arah dan
tujuan hubungan yang diharapkan dalam relasi sosial. Dalam hal ini
dijelaskan oleh Burt bahwa posisi seorang aktor dalam jaringan
menentukan akses seseorang dalam membentuk modal sosial. Jika
dikaitkan dengan masyarakat, maka masyarakat adala media untuk
saling tukar ide dan gagasan yang membutuhkan kemampaun untuk
saling tukar informal. Jika informasi tidak lengkap, maka ada
kecenderungan bahwa struktur jaringan belum mengumpulkan
informasi dengan tepat. Analisis Burt membuktikan bahwa kekuatan
dan kelengkapan informasi menentukan askes yang diperlukan
dalam menguatkan modal sosial. Dengan demikian, kualitas jaringan
menentukan keberhasilan seseorang, jika dia seorang pedagang
makan kekuatan jaringan akan menentukan kekuatan pasar.
Demikian juga, dapat disimpulkan bahwa jika seorang aktor
membangun hubungan sosial, ia memerlukan informasi yang tepat
akan memberikan manfaat dalam jaringan sosial yang sedang
dirintisnya (Hauberer, 2011).
Menurut Burt, hubungan yang berlebihan cenderung terjadi,
jika aktor yang mengarah pada orang yang sama untuk mencapai
tujuan yang sama. Hubungan sosial dapat diukur dari dua
pengukuran: yaitu frekuensi kontak dan kedekatan emosional. Modal
sosial sebagai suatu entitas yang melekat dalam hubungan atau
jaringan sosial seorang aktor yang dapat digunakan untuk
Siti Irene Astuti Dwiningrum
21
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

mengumpulkan sumber daya “informasi” yang spesifik. Dalam hal ini


Burt menekankan bahwa posisi aktor dalam jaringan akan meninjau
posisi struktural untuk mendapatkan keuntungan. Dalam konteks ini,
sebuah jaringan akan optimal jika efisien dan efektif yang ditandai
dengan tidak adanya hubungan yang berlebihan dalam jaringan
(Hauberer, 2011).
Burt menjelaskan bahwa jika struktur sosial tidak tetap,
maka sebagai aktor memiliki berbagai alternatif dalam
mengembangkan jaringan yakni dengan mengumpulkan informasi
dan mengontrol manfaatnya. Sebagai contohnya, jika saya pindah
bekerja untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik, pemutusan
hubungan tersebut dapat dimaknai bahwa saya kehilangan manfaat
dan kredibilitas atas pemutusan hubungan tersebut; di sisi lain
kemungkinan terjadi pelebaran jaringan dalam kontaks di tempat
lingkungan yang baru. Jika kontak lama dan baru dapat bekerja sama
maka aktor dapat menciptakan struktural baru. Kemungkinan
lainnya adalah menciptakan persahabatan dengan tidak memutuskan
putus hubungan. Dalam konteks inilah, Burt menjelaskan bahwa
seorang aktor dalam dimensi struktural mendapatkan keuntungan
dari para aktor yang aktif (Hauberer, 2011:87-105).
Menurut Burt, aktor mampu mengumpulkan informasi
terbaik dan kontrol manfaat. Bagi Burt, modal sosial didefinisikan
sebagai suatu entitas yang tersisa dalam hubungan atau jaringan
sosial seorang aktor yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
sumber daya ‘informasi’ yang spesifik. Analisis Burt, pada intinya
menekankan pada pentingnya memahami posisi aktor dalam
jaringan untuk menjangkau posisi struktural diperlukan kekuatan
jaringan. Dalam setiap jaringan ada nilai dan norma yang harus
dipahami oleh aktor. Norma akan efektif jika ada sanksi, di sisi lain
informasi terus berkembang secara dinamis. Dinamika modal sosial
sesungguhnya terjadi atas dua hubungan tersebut yakni antara
keberadaan norma dan informasi baru yang terus berkembang.
Keterbukaan sebuah struktur terkait dengan dua aspek yakni
dinamika norma dan informasi yang terus berkembang, yang
berpengaruh dalam struktur kehidupan masyarakat (Hauberer,
2011: 89-105).
Analisis struktur yang dibedakan struktur tertutup dan
terbuka menarik untuk dicermati. Menurut Burt sebagai akibat

Siti Irene Astuti Dwiningrum


22
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

pilihan aktor dalam konteks terkait dengan struktur terbuka, dia


tidak menganalisis efek negatif modal sosial. Perhitungan tentang
peran broker yang mungkin mengarah pada eksploitasi orang lain
dalam sebuah struktur terbuka tidak diperhitungkan. Demikian
halnya, Burt belum menganalisis peran modal sosial dalam
mengurangi ketimpangan. Meski banyak kritikan terhadap pemikiran
tentang modal sosial, akan tetapi Burt sudah meletakan dinamika
dalam modal sosial yakni dengan mencermati peran informasi dalam
membangun jaringan sosial sebagai salah satu kekuatan modal sosial
(Hauberer, 2011:87-105).

F. Modal Sosial menurut Nan-Lin


Nan Lin mengkonseptualisasikan modal sosial sebagai entitas
struktural. Berbeda dengan penulis lain, ia mengembangkan dalam
sistem sosial yang lebih luas.
Konsep modal sosial berakar pada teori klasik modal sosial
yang didirikan Marx (1993,1995). Gagasan utama dari teori ini
adalah bahwa kapitalis (kebanyakan kaum borjuis) menghasilkan
nilai lebih dengan memanfaatkan buruh, mereka membayar
butuhnya dengan upah sebagai ganti tenaga kerja mereka (dilihat
sebagai komoditas) yang memungkinkan mereka untuk membeli
hanya komoditi yang diperlukan untuk mempertahankan hidup
mereka. Artinya, nilai tukar upah hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan mutlak. Nilai lebih yang dihasilkan, karena nilai tukar
upah lebih kecil dari nilai sebenarnya yang dihasilkan oleh buruh.
Menurut Lin (2001:4-8), modal mewakili masyarakat kapitalis dua
elemen: pertama, modal merupakan bagian dari nilai lebih yang
diambil oleh kapitalis dan kedua, merupakan investasi dalam
produksi dan peredaran komuditas (Hauberer, 2011: 117-118).
Berdasarkan teori klasik tentang modal, maka munculah teori
neo-modal, adalah diantaranya tokoh teori human capital yang dapat
ditelusiri ke Adam Smith (1937; Lin 2001:8, dalam Hauberer, 2011).
Human capital adalah milik aktor individu dan terdiri atas
keterampilan dan pengetahuan. Pendidikan diperlukan untuk
menciptakan sumber daya manusia. Aktor individu berinvestasi di
modal manusia dengan tujuan mencapai tujuan seperti mendapatkan
posisi kerja atau memperoleh upah yang lebih tinggi di pasar,
misalnya (Johnson, 1960; Schult, 1961; Becker, 1964). Human capital
merupakan nilai tambah aktor yang berguna untuk dua hal majikan
Siti Irene Astuti Dwiningrum
23
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

dan buruh. Manfaat karena buruh tersebut berkenalan dengan


proses ion produk, dan yang terakhir dapat menggunakan sumber
daya manusia sebagai argumen dalam negosiasi upah dan manfaat
yang lebih baik. Seperti halnya teori modal umum, teori human
capital memandang modal sebagai nilai surplus dan investasi dengan
pengembalian keuntungan yang diharapkan. Namun demikian Mark
berpendapat bahwa struktur sosial tidak lagi dilihat sebagai system
dua kelas yang kaku, tetapi sebagai hirarki dengan banyak nilai
kapitalis yang memungkinkan mobilitas yang luas di antara mereka.
Para buruh tidak lagi komoditas, mereka dipandang sebagai investor.
Kapital sangat berarti bagi kapitalis dan buruh, karena dapat
diperoleh oleh kedua belah pihak. Potensi manfaat upah dan
keuntungan lain memotivasi pekerja untuk mendapatkan keteram-
pilan dan pengetahuan. Selanjutnya, modal tidak lagi terkait pada
proses produksi dan pertukaran saja. Pengembangan sumber daya
manusia menghasilkan nilai ekonomi dan dengan demikian
memungkinkan buruh untuk menjadi kapitalis (Lin, 2001:9-10).
Lin (2001:6) menjelaskan bahwa teori-teori neo-modal
tersebut termasuk “potensi investasi dan menangkap nilai lebih oleh
buruh atau rakyat”. Dia mengklasifikasikan teori modal sosial juga di
antara teori-teori neo-modal tersebut. Sesuai dengan modal konsep
utama yang berkontribusi pada diskusi modal sosial (Bourdieu,
1980,1983,1986; Burt, 1992, 2005; Coleman, 1988, 1990; Erikson,
1995, 1996; Flap, 1991, 1994; Portes, 1998; Putnam, 1993, 1995),
Lin (2001:192) mendefinisikan modal sosial sebagai “investasi dalam
hubungan sosial dengan pengembalian yang diharapkan di pasar”.
Untuk menghasilkan keuntungan, individu berinteraksi dan membu-
at jejaring. Jejaring muncul sumber daya yang penting khusus untuk
produksi manfaat dalam menanamkannya. Dalam hal ini hubungan
memfasilitasi arus informasi. Pada kenyataanya pelaku harus
berurusan dengan situasi pasar yang tidak sempurna. Oleh karena
itu, untuk memperoleh informasi tentang peluang yang dapat
diberikan oleh ikatan sosial ke lokasi-lokasi strategis atau posisi
hirarkis (Hauberer, 2011:108-109).
Setelah membahas masalah teori modal sosial utama, Lin
mengikuti ide untuk membangun sebuah teori modal sosial dalam
kaitan yang erat dengan hasil empiris. Berbeda dengan teori lain, dia
menentukan konsep tentang modal sosial termasuk empat aksioma
atau dalil yang berasal dari teori, definisi modal sosial, dan tujuh
Siti Irene Astuti Dwiningrum
24
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

teorema atau proposisi tentang pengaruh modal sosial yang


memungkinkan untuk pengujian konsep. Titik awal adalah
diasumsikan bahwa pelaku memiliki sumber daya pribadi dan sosial.
Sebelumnya diwarisi oleh atau berasal individu dengan aturan
kelembagaan masyarakat dan individu mendapatkan mereka dengan
pendidikan atau pertukaran langsung. Sumber daya pribadi seperti
pendidikan atau kekayaan yang dimiliki sepenuhnya oleh seorang
aktor individual, dia bisa menggunakan dan membuang secara bebas,
tetapi sumber tersebut terikat oleh kontrak sosial. Oleh karena itu,
kita menyebutnya sumber daya proposisional. Sumber daya sosial
dapat diakses melalui koneksi sosial sebagai modal sosial. Dalam hal
ini aktor dapat memperoleh sumber daya seperti kekayaan,
kekuasaan dan reputasi dari individu dia memiliki secara langsung
maupun tidak langsung (Hauberer, 2011:120-122).
Sumber daya memiliki manfaat simbolis yang substansial.
Oleh karena itu, sumber daya tersebut dapat digunakan atau di
mobilisasi oleh aktor. Dengan demikian aktor-aktor dapat
menggunakan informasi tentang modal sosial untuk mempromosi-
kan seseorang tentang status sosial. Informasi ini akan menampilkan
potensi kekuatan ego oleh asosiasi (Lin, 2001:42-44 dalam Hauberer,
2011:117-128 ). Dengan demikian, Lin merumuskan dalam hal
distribusi sumber daya yang berharga, jumlah posisi, tingkat
kewenangan dan jumlah penghuni. Semakin tinggi tingkat dalam
hirarki, semakin besar konsentrasi sumber daya berharga, semakin
sedikit jumalah posisi, semakin besar perintah otoritas dan semakin
kecil jumlah penghuni.
Sumber daya dapat dibedakan dari dua jenis. Menurut Sweell
(1992:9) dua jenis sumber meliputi: bukan manusia (sumber daya
material ) dan sumber daya manusia (dibagi lagi menjadi sumber
daya fisik seperti kekuatan fisik, ketangkasan dan sumber daya
simbolik seperti pengetahuan dan komitmen emosional) (Lin,
2001:29). Dalam kontek ini penilaian terhadap sumber daya dapat
dilakukan konsensus. Tugas ini dimediasi oleh proses pengaruh
seperti persuasi, permohonan atau pemaksaan (Lin, 1973; Kelman,
1961; Parson, 1963) Kekuatan internal seperti motivasi, dan
kekuatan eksternal seperti perdagangan, perang atau invasi dapat
merubah nilai yang diberikan resources. Beberapa sumber daya yang
universal seperti uang, peringkat etnis atau ras (Lin, 2001:30). Dalam
hal ini Nan Lin membedakan modal sosial dengan “ikatan kuat” dan
Siti Irene Astuti Dwiningrum
25
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

“ikatan lemah”, secara sederhana perbedaan tersebut dideskripsikan


sebagai berikut (Field, 2010:112).
Modal sosial dengan ikatan kuat Modal sosial dengan ikatan lemah
Ikatan kuat sebagai ikatan yang Ikatan yang lemah menyatukan orang-
mengikuti prinsip “homofili”, mengikat orang dari latar belakang sosial dan
orang yang mirip dengan dirinya budaya berbeda.
sendiri. Ikatan lemah mungkin lebih baik dalam
Ikatan kuat menyatukan individu dan melayani tujuan-tujuan instrumental
kelompok dengan sumber daya yang karena dapat menyediakan akses bagi
relatif serupa, untuk menyatukan ragam baru sumber daya yang lebih
normatif dengan tujuan yang berbasis sedikit mengandalkan nilai-nilai yang
identitas (ekspresif) dipegang teguh secara bersama-sama
(instrumental)

Menurut Lin, modal sosial merupakan modal yang diambil


dari hubungan sosial. Modal sosial merupakan semua ‘sumber daya
tertanam dalam struktur sosial yang diakses dan/atau dimobilisasi
dalam tindakan purposif’ (Lin, 2001:29 dalam Hauberer, 2011:124).
Definisi ini mencakup tiga aspek modal sosial; sumber daya yang
tertanam dalam struktur sosial (melekatnya), mereka diakses oleh
individu (aksesibilitas) dan individu menggunakan atau memobilisa-
si mereka dalam tindakan secara purposif (penggunaan). Lin
mengasumsikan bahwa modal sosial memfasilitasi tindakan bertuju-
an individu. Untuk menentukan pengaruhnya, Lin merumuskan tujuh
proposisi (Hauberer, 2011:124).

Siti Irene Astuti Dwiningrum


26
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Proposisi
The socal-capital propopostiton The success of action is positively
associated with social capital
The strength-of position proposition The better the position of origin, the
more likely the actor will access and use
better social capital.
The strength-of-strong-tie- proposition The stronger the tie, the more likely the
social capital accessed will positivily
affect the success of espressive action.
The streght-of-weak-tie proposition The weaker the tie, the more likely ego
will have access to better social capital
for instrumental action.
The strength-of-location proposition The closer inviduals are to a bridge in a
network, the better social capital they
will access for instrumental action.
The location by-position proposition The strenght o f location for instrumental
action is contingent on the resource
differential across the bridge.
The structural contingency proposition The networking effects are contrained by
the hierarchical structure for actors
located near or at the top and bottom of
the hirachy.

Berdasarkan pada paparan di atas, bahwa Lin mencoba


memberikan analisis yang cukup komprehensif tentang modal sosial
melalui proposisi-proposisinya yang intinya adalah: (1) Keberhasilan
tindakan berkaitan positif dengan modal sosial; (2) Semakin baik
posisi asalnya, semakin besar kemungkinan pelaku akan mengakses
dan menggunakan modal sosial yang lebih baik; (3) Semakin kuat
ikatan, semakin besar kemungkinan modal sosial diakses positif akan
mempengaruhi keberhasilan dari tindakan ekspresif; (4) Semakin
lemah ikatan, ego yang semakin besar kemungkinan akan memiliki
akses ke modal sosial yang lebih baik untuk tindakan instrumental;
(5) Orang-orang dekat adalah sebuah jembatan di jaringan, modal
sosial yang lebih baik mereka akan mengakses untuk tindakan
instrumental; (6) Kekuatan lokasi untuk tindakan instrumental
bergantung pada sumber daya diferensial melintasi jembatan; (7)
Efek tersebut dibatasi oleh struktur hirarkis untuk aktor yang
terletak di dekat atau di bagian hirarkis atas dan di bawah.
Modal sosial sebagai sumber daya yang tertanam dalam
hubungan sosial. Ada beberapa manfaat tindakan yang secara
proposif antara lain adalah (Hauberer, 2011:127).

Siti Irene Astuti Dwiningrum


27
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

1. Modal sosial merupakan aset struktural dengan karakter yang


baik swasta dan publik. Hubungan individu atau kolektif dan
aspek sosial-budaya seperti kepercayaan umum dan norma-
norma yang berfungsi sebagai prasyarat dari modal sosial.

2. Modal sosial diproduksi baik secara terbuka atau tertutup; dalam


struktur formal atau informal; struktur dengan ukuran jaringan
kecil dan rentang kecil atau struktur dengan ukuran jaringan
tinggi dan rentang besar

3. Akses modal sosial yang tidak setara tergantung pada aset kolektif
seperti halnya ekonomi dan teknologi serta budaya (termasuk
modal sosial-budaya), dan aset individual seperti etnis, gender
dan status sosial.

Modal sosial memberikan pemasukan dengan menciptakan


prasyarat bagi kerjasama dan resiprositas. Lin menyatakan bahwa
ada sejumlah mekanisme sentral yang mengarah pada hasil ini,
termasuk: (1) informasi, (2) pengaruh melalui perantara, (3)
konfirmasi atas keterpecayaan, dan (4) ditegakkannya janji dan
komitmen (Lin, 2001:18-19 dalam Field 2010:114).
Dari paparan Julia Hauberer (2011), ada beberapa model
yang menarik untuk dicermati dan dikaji sebagaimana gambar model
berikut ini:
Networks of
Civic
Engagement

+
+

Norms of Generalized
Reciprocity + Trust

Gambar 1.1. Causal Relationships of Elements of Putnam’s Social


Capital Concept
(Yulia Haubere, 2011:59)

Siti Irene Astuti Dwiningrum


28
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Network Position
2
1

Social Structure 4 Network Position

5 3
Action
Gambar 1.2. Interaction of the Components of the Structural Theory of
Social Action (Buret : 1982)
(Yulia Haubere, 2011:88)
Multiple actor/
Multiple actors as a
Actor subgroups as a
network subgroup
structured system
Relational Ego-network as Primary group as a System structure as
extensive, dense network clique: a set of dense and/or
and/or actors connected by transitive
multiplex cohesive relations
Positional Occupant of a Status/role – set as a System structure as
network position network position: a set a stratification of
as central and/or of structural equivalent status/ role – sets
prestigious actors

Lin’s Social Capital Model

Collective Assets Returns


Instrumental
Weath
Accessibility of Power
Resources Reputation

Physical Health
Structural and Expressive
Positional Mobilization
Embeddedness of Resources Mental health
Life Satisfaction

Inequality Capitalization Effects


on
Gambar 1.3. Lin’s Social Capital Model
Siti Irene Astuti Dwiningrum
29
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Gambar 1.3. membuktikan bahwa konsep model sosial terus


dikaji secara berkelanjutan di tengah-tengah kritik yang terus di
berikan kepada masing-masing ahli pengembang modal sosial.

G. Kritik terhadap Modal Sosial


Paparan tentang modal sosial masih perlu dianalisis dalam
tatanan empirik dengan berbagai riset. Hal yang menarik adalah
masing-masing ahli mencoba untuk saling melengkapi
pengembangan konsep modal sosial. Ada beberapa simpulan pokok
yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pendapat Deskripsi Modal Sosial Fokus
James Coleman Modal sosial merupakan bagian dari Struktur sosial,
struktur sosial yang mendukung tindakan- tindakan aktor
tindakan para aktor yang merupakan
anggota dari struktur itu.
Modal sosial sebagai seperangkat sumber
daya yang menjadi sifat dalam hubungan
keluarga dan organisasi sosial komunitas
yang bergunan bagi perkembangan kognitif
atau sosial seorang anak dan remaja.
Piere Modal sosial diartikan sekelompok Sumber aktual
Bourdieu sumber-sumber aktual atau potensial yang dan jaringan
berhubungan dengan kepemilikan suatu
jaringan yang bertahan dari hubungan-
hubungan yang kurang atau lebih
melembaga dari saling mengetahui atau
menghargai.
Modal sosial adalah sejumlah sumber daya,
aktual maya yang berkumpul pada
seseorang individu atau kelompok yang
memiliki jaringan tahan lama berupa
hubungan timbal-balik perkenalan dan
pengakuan yang terinstitusionalisasikan.
Robert D. Modal sosial merupakan bagian dari Jaringan, norma
Putnam kehidupan sosial jaringan, norma, dan dan kepercayaan
kepercayaan.
Modal sosial, sebagaimana bentuk modal
lainnya, adalah produktif dan memfasilitasi
pencapaian tujuan .
Francis Modal sosial merupakan kemampuan Kerjasama,
Fukuyama orang-orang untuk bekerja bersama-sama seperangkat
untuk tujuan-tujuan umum di dalam norma informal
kelompok-kelompok atau organisasi-
organisasi.
Modal sosial dapat didefinisikan sebagai
seperangkat nilai-nilai atau norma-norma
Siti Irene Astuti Dwiningrum
30
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Pendapat Deskripsi Modal Sosial Fokus


informal bersama yang saling digunakan di
antara anggota-anggota kelompok yang
memungkinkan kerjasama di antara
mereka.
Ronald R. Burt Modal sosial adalah kemampuan Asosiasi dan
masyarakat untuk melakukan asosiasi satu eksistensi
sama lain dan selanjutnya menjadi
kekuatan sangat penting untuk mendukung
kehidupan ekonomi, tetapi terkait dengan
beberapa aspek yang mendukung
eksistensi sosial.
Nan Lin Modal sosial merupakan semua sumber Investasi
daya tertanam dalam struktur sosial yang hubungan sosial,
diakses dan/atau dimobilisasi dalam tindakan purposif
tindakan purposif. Definisi ini mencakup
tiga aspek modal sosial; sumber daya yang
tertanam dalam struktur sosial
(melekatnya), mereka diakses oleh
individu (aksesibilitas) dan individu
menggunakan atau memobilisasi mereka
dalam tindakan secara purposif
(penggunaan).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa modal


sosial merupakan aspek penting dalam kehidupan sosial yang
diharapkan mampu mengubah dinamika sosial dalam berbagai aspek
kegiatan. Modal sosial tidak hanya menyangkut aspek tertentu, tetapi
modal sosial terus berkembang dari aspek kuantitas dan kualitas
yang menyangkut berbagai unsur dalam kehidupan masyarakat yang
saling berhubungan. Modal sosial merupakan relasi sosial yang
melekat dalam struktur sosial dimana aktor membentuk kekuatan
jaringan sosial sesuai dengan norma sosial yang diayakini oleh
masyarakat. Modal sosial tidak akan hilang selama aktor masih ada
dalam struktur sosial sesuai dengan aturan yang berlaku. Kekuatan
modal sosial tidak dapat dilepaskan dari kekuatan unsur-unsur yang
dimiliki oleh masyarakat dari segi kualita dan kuantitas unsur modal
sosial .
Kritikan terhadap Bourdieu dan Coleman karena mereka
tidak membahas pertanyaan bagaimana modal sosial sebagai sumber
ketidaksetaran dan ketimpangan. Mereka beragumentasi bahwa
kesetaraan berlaku pada struktur sosial tertutup, kelas dominan
memiliki banyak modal. Kritikan lain ditujukan pada analisis modal

Siti Irene Astuti Dwiningrum


31
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

sosial yang mengabaikan efek negatif dari modal sosial. Kritikan-


kritikan terhadap Bourdie dan Coleman menunjukan bahwa kedua
konsep yang dikembangkan tentang modal sosial jika dikembangkan
menjadi teori modal sosial, maka harus dikembangkan agar memiliki
karakteristik (Lin, 2011):

1. Modal sosial yang dimiliki oleh individu atau masyarakat harus


dikembangkan dalam analisis tingkat mikro dan makro.
2. Modal sosial diproduksi dalam struktur terbuka dan tertutup,
hubungan dilembagakan dan non-dilembagakan.
3. Efek negatif tentang modal sosial perlu dipertimbangkan.
4. Modal sosial dapat digunakan untuk melawan ketidasetaraan
menjadi kajian khusus.

Kritikan terhadap Putnam bahwa dinilai gagal untuk berteori


pada tingkat individu. Putnam melihat modal sosial sebagai barang
publik, karena diproduksi sebagai produk dari kegiatan sosial.
Putnam dinilai mencampur penyebab suatu efek modal sosial yang
akan ditentukan oleh fungsinya. Putnam dikritik karena
menghilangkan masalah kekuasaan dan konflik. Putnam menolak
kritik ini dan mengasumsikan bahwa modal sosial melengkapi politik
egaliter (Evers, 2002:66 dalam Hauberer, 2011). Berbagai kritikan
terkait tentang modal sosial terus dilakukan, yang mendorong
konsep modal sosial terus dikaji dan dikembangkan. Akhir bab ini
belum akan mengulas analisis kritik terhadap teori modal sosial,
namun demikian sedikit paparan tentang kritikan modal sosial
mendorong para peneliti untuk terus meneliti modal sosial dalam
perannya untuk pembangunan pendidikan
Pada akhir bab ini dapat disimpulkan bahwa modal sosial
merupakan aspek penting yang dibutuhkan oleh masyasakat untuk
dapat menggerakan dan mengembangkan modal-modal lainnya yang
dibutuhkan untuk memperbaiki kehidupan sosial. Modal sosial
merupakan modal penting untuk membangun hubungan-hubungan
sosial yang sangat urgen dalam pertumbuhan anak. Bahkan, dengan
modal sosial dapat dikembangkan generasi muda yang
berpendidikan dan berkarakter. Modal sosial dapat berkembang
dengan optimal, jika ada keterkaitan hubungan dengan modal
ekonomi dan budaya dalam membangun profesionalitas di semua
level masyarakat, khsusunya pada semua tingkatan pendidikan.
Modal sosial perlu dikembangkan dengan menguatkan peran budaya
Siti Irene Astuti Dwiningrum
32
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

daerah. Dengan budaya daerah yang dioptimalkan perannya,


masyarakat Indonesia khususnya akan lebih termotivasi penguatan
modal ekonomi. Perkembangan modal sosial tidak terbatas pada
kajian teoritis, tetapi modal sosial sudah menjadi kajian para
ilmuwan sosial.
Modal sosial perlu untuk dikaji secara toeritis dan riset
karena dinamika dalam modal sosial tidak dapat dipisahkan dengan
perubahan struktur masyarakat. Kajian teoritis merupakan analisis
kritis terhadap konsep daya yang dikembangkan oleh para ahli yang
masing-masing memiliki fokus yang berbeda, sedangkan dalam
dimensi, penelitian tentang modal dapat dikembangkan dalam
berbagai dimensi & unsur masyarakat yang secara kontektual
variatif. Hasil penelitian tentang modal sosial akan menguatkan
pendapat para ahli, bahwa modal sosial ada, berkembang, berjarak,
dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


33
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

DAFTAR PUSTAKA

Alchian, A.A. (1965). “Some Economics of Property Rights”. Il Politico,


30: 816-829.

Alchian and Demsetz. (1973). Property Right Paradigm. Journal of


Economic History, 33 (March): 16-27

Adams, J. Hayes, J. and Hopson, B.(eds) (1976) Transition:


Understanding and Managing Change Personal Change
London, Martin Robertson.

Amich, Alhuman. “Pembangunan Pendidikan dalam Konteks


Desentralisasi”. Kompas, 11 September 2000.

Amstrong, M. (2006). Resources Management Practice. Philadelphia,


PA: Kogan Page Limited.

Ancok, D. (2003). “Modal Sosial”. Jurnal Psikologika, vol 8, no. 15.

Arcaro, Jerome S. (1995). Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip


Perumusan dan Tata langkah Penerapan. Hak cipta oleh St.
Lucie Press. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia. Yogya-
karta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jkarta: Rhineka Cipta.

Aswasulaskin (2014). Partisipasi Masyarakat Desa Dalam


Peningkatan Mutu Sekolah. Pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta.

Baron, S., Schuller, T., Field, J. (2000). Social Capital: Critical


Perspective. New York: Oxford University.

Battiste, M. (2005). “Indigenous Knowledge: Foundations for First


Nations”. World Indigenous Nations Higher education
Consortium (WINHEC) Journal.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


327
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Becker, G.S. 1(964). Human Capital. A Theoretical and Empirical


Analysis, With Special Reference to Education. Chicago: The
University of Chicago Press Books.

Borg, W.R. and Gall, M.D. (1989). Educational Research. New York:
Longman.

Bourdieu, P. (1983). The Forms of Capital. In J. Richardson (Ed.),


Handbook of Theory and Research for the Sociology of
Education (pp.241-258). New York: Greenwood Press.

Bourdieu, P. and Passeron, J.C. (1977). Reproduction in Education,


Society, and Culture. London: Sage Publications.

Cote, J.E. and Levine, C.G. (2002). Identity Formation, Agency, and
Culture: A Social Psychological Synthesis. Hillsdale, N.J.: L.
Erlbaum Associates

Colletta, N.J. and Perkins, G. (1995). Participation in Education.


Environment Department Papers. No. 001.

Cote, J.E. (1997). A Social History of Youth in Samoa: Religion,


Capitalism, and Cultural Disenfranchisement. International
Journal of Comparative Sociology, 38, 217-234.

Cultural identity; www.napavaley.edu 7, diunduh 7 Mei 2012.

Coleman, Jame S (1990), Foundation of Social Theory. USA: Harvard


University Press

Decker, Larry .E (2003). Home, School, adn Community Partnership.


UK: A Scarecrow Education Nook.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Pedoman Pemerintah


Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta:
Depdiknas.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


328
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Depdikdasmen. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis


Sekolah. Buku 1 Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Sekolah Lanjutan Pertama.

Dwiningrum, S.I.A.(2008). Pemulihan Psikologi-Sosial Pasca Gempa


oleh Guru di Kabupaten Bantul DIY. Cakrawala Pendidikan (
Nomor 2 Tahun 2008). Hlm. 201-212.

Dwiningrum, S.I.A (2010). Peran Sekolah dalam Pembelajaran


Mitigasi Bencana. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana
Volume 1 ( Nomor 1 Tahun 2010). Hlm. 30-42.

Dwiningrum, S.I.A (2010). “Pendekatan Holistik dan Kontekstual


dalam Mengatasi Krisis Karakter di Indonesia”, dalam
Cakrawala Pendidikan, Yogyakarya, UNY, Mei 2010, Th. XXIX,
Edisi Khusus Dies Natalis.

Dwiningrum, S.I.A. (2011). Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat


dalam Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dwiningrum, S.I.A .(2011). “ Implementasi Pendidikan Karakter pada


Matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) Dengan
Pendekatan Masalah”, dimuat dalam Proseding Seminar
Nasional Budaya an Inovasi Pembelajaran Dalam Pemantapan
Pendidikan Karakter, ISBN:978-979-562-02305.

Dwiningrum, S.I.A .(2011). “Penguatan Modal Sosial di Sekolah”,


dipresentasikan Seminar nasional , Tema: “ Ilmu Pendidikan:
Suatu Kesempatan dan Tantangan”, Progam Studi Ilmu
Pendidikan Pascasarjan UNY 2011.

Dwiningrum, S.I.A. (2011). “Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial


Dalam Pendidikan Karakter di Sekolah “ , dimuat dalam
Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pendidikan dan
pengembangan dan Pengelolaan Pendidikan Berbasis
Kearifan Lokal, ISBN: 978-602-9075-63-2 . UKM Makasar.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


329
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Dwiningrum, S.I.A (2011). School role in disaster mitigation in junior


high scholl in Indonesia and Philippines. Laporan Penelitian
Kerjasama Luar Negeri, tidak diterbitkan, Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri
Yogyakarta.

Dwiningrum, S.I.A (2012). Ide Pengembangan Modal Sosial dalam


Perbaikan Mutu Sekolah pasca erupsi merapi, tidak
diterbitkan, Laporan Penelitian Mandiri , Fakultas Ilmu
Pendidikan UNY.

Dwiningrum, S.I.A (2012). Model Sekolah Sadar Bencana. Laporan


Penelitian, tidak diterbitkan, BiroAdministrasi Pembangunan
Sekretarian DIY.

Dwiningrum, S.I.A (2013). Nation’s Character Based on Social Capital


Theory. Asian Social Science 2013, ISSN 2012, E-ISSN 1991-
2025. Published by Canadian Center of Scince and Education,
p 144-155.

Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance: Melalui


Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Everall, Robin. (2006). Creating a Future: A Study of Resilience in


Suicidal Female Adolescent. Journal of Counseling &
Development. Vol. 84 hlm. 461-470.

Field, John (2002). Modal Sosial. Medan : Bina Medai Perintis

Field, John (2005). Social Capital and Life Long Learning. Chapter 3.

Field, John (2010). Modal Sosial. Yogyakarta: Kreasi Wacan Offset.

Fukuyuma, Francis (2002). TRUST: Kebajikan Sosial dan Penciptaan


Kemakmuran. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Gazalba, Sidi. (1963). Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu: Bentuk-


Bentuk Kebudayaan. Kuala Lumpur: Pustaka Antara.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


330
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Giddens, Anthony (1999). The Third Way . Jakarta; PT. Gramedia


Pustaka Utama

Glasser, William (1998). The Quality School. Harper Parenial.

Grootaert, C. and Thierry van Bastelaer. 2002. The Role of Social


Capital in Developmental – An Empirical Assessment.
Cambridge: Cambridge University Press. Part 3: The creation
and transformation of social capital, terjemahan Dina Swastu
Apika

Grootaert, C., Narayan, D., Jones, Veronica N., dan Woolcock, M.


(2004). World Bank Paper No 18 tentang Measuring Social
Capital: An Integrated Questionnaire. Washington, DR: The
Worl Bank.

Garrett, V. (1997) Managing Change in School leadership for the 21st


century Brett Davies and Linda Ellison, London, Routledge

Habibuddin. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Sekolah dalam


Perspektif Pendidikan Perdamaian. Disertasi. Yogyakarta: PPs
UNY.

Henderson, Nan (2003). Resiliency in School , California:Corwin


Press,Inc.

Damon, William. (1998). Handbook of Child Psychology Fifth Edition


Volume Four. New York: John Wiley & Sons.Inc.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Pedoman Pemerintah


Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta:
Depdiknas.

Everall, Robin. (2006). Creating a Future: A Study of Resilience in


Suicidal Female Adolescent. Journal of Counseling &
Development. Vol. 84 hlm. 461-470.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


331
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Esdm. (2007). Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas. Diakses dari http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-40-2007.pdf.
pada tanggal 3 Maret 2012.

Enrenreich, John (2001), Coping with Distater ; A Guidebook to


Psychosocial Intervision.

Goodlad, J. John (19840. A Placed Called School. New YorkL McGraw


Hill, Book Company .

Haris, Alma (2001). School Improvement . London: RoutledgeFalmer .

Harris, Alma (2001). School Improvement. London: RoutledgeFalmer .

Harker, Richard dkk (1990). Habitus x Modal + Ranah = Praktik.


Yogyakarta: Jalasutera.

Hasan, S.H. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi


Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk
Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan pengembangan
Pusat Kurikulum

Hasbullah, J. (2006). Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya


Manusia Indonesia). Jakarta: MR-United Press.

Helton, L.R & Smith, M. K. (2004). Mental Health Practice with


Children and Youth. New York : The Hawort Social Work
Practice Press.

Henderson, Nan (2003). Resiliency in Schools. California: Corwin


Press. Inc.

Holaday, Morgot. (1997). Resilience and Severe Burns. Journal of


Counseling and Development.75. hlm. 346-357.

Hauberer, Julia (2011). Social Capital Theory. VS Reseach.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


332
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Headington, Rita (2000). Monitoring, asssesment, secording, reporting


and sccountability, Meeting the Standards. London: David
Fulton Publishers.

Holaday, Morgot (1997). Resilience and severe burns. Journal of


Counseling and Development.75. hlm. 346-357.

Jack L. Nelson dkk. (1996). Critical Issues in Education, A Dialectic


Approarch. United State: The McGraw-Hill Companies, Inc,
hal. 421-427.

Kande, Fredrick (2008). Akuntabilitas dalam Manajemen Berbasis


Sekolah, Yogyakarta: UNY

Kemdiknas. (2000). Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang


Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2004-
2005. Diakses dari http://dikdas.kemdiknas.go.id/
application/media/file/UU%20Nomor%2025%20tahun%20
2000%20tentang%20PROGRAM%20PEMBANGUNAN%20NA
SIONAL%20(PROPENAS)%20TAHUN%202000-2004.pdf.
Diunduh pada tanggal 3 Maret 2012.

Koesoema, D. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.

Kuntoro, SA. (2012). Konsep Pendidikan Berbasisi Kearifan Lokal


sebagai Dasar Pembentukan Karakter Bangsa. dalam
Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pendidikan PPs UNM
Makassar, makalah disampaikan pada Seminar nasional Ilmu
Pendidikan dengan tema “Pengembangan dan Pengelolaan
Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal”, tanggal 11 Juli 2012

LaFramboise, Teresa. D, et,al. (2006). Family, Community, and School


Influenceson Resilience among American Indian Adolescents In
The UpperMidwest.34. 193-209. Diakses dari
http://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi. pada
tanggal 5 Maret 2012.

Lexy J Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


Rosda Karya.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


333
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Lickona, Thomas (1991). Educating for Character: How Our School


Can Do Teach Respect and Responsibility. New York: Brantam
Book.

Lickona, Thomas (1999). Eleven Principles of Effective Character,


Scholastic Early Childhood to Day, November/December
1998, 13.1, PreQuest Education Journals.

Lin, Nan (2004). Social Capital: A Theory of Social Structure and


Action. Australia: Cambrigde University.

Linggaharja, A. (2012) Kearifan Lokal Modal Membangun Bangsa.


http://alanlinggaharja, blogspot.com/2012/01. Diunduh
tanggal 14 Mei 2014.

Makmuri, dkk. (2003). Demokratisasi Pendidikan Dalam Era Otonomi


Daerah. Jakarta: LIPI.

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Konsep dan


Pelaksanaan, Diknas, 2001.

Megawangi, R. (2005). Pendidikan Karakter: Sebuah Agenda


Perbaikan Moral Bangsa. Jakarta: EDUKASI.

Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


Rosda Karya.

Muhadjir, Noeng (1993). Perencanaan dan Kebijakan Pengembangan


Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: RekaSarasi.

Moertimore, P., et al. (1993). Key Factors for Effective Junior


Schooling: Educational Leadership and Management. London:
Paul Chapman Publishing Ltd.

Muslich, Masnur (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab tantangan


krisis multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Nelson, Jack L. dkk. (1996). Critical Issues in Education, A Dialectic


Approarch. United State: The McGraw-Hill Companies, Inc,
hal. 421-427.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


334
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Newman, F., King, M. Bruce, Rigdon, M. (1997). Accountability and


School Perfomance. Harvard Graduate Schoool of Education.
Diunduh 10 Januari 2011 dari http://www.hepg.org/her/
Abstract/233.

Pemerintah Daerah. (2011). Surat Keputusan Bupati Sleman No.


253/Kep.DH/A/2011 tentang Penggabungan dan Ganti Nama
Kelembagaan Sekolah Dasar. Sleman: Pemda.

Petersen, Amy Cox (2011). Educational Partnerships. California: SAGE


Publications.

Priyadi Kardono, dkk. (2009). Data Bencana Indonesia Tahun 2009.


Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Putnam, Robert D. (1993,). The Prosperous Community: Social Capital


and Public Life

Rahardjo, Mudji (2010), Mengenal Modal Sosial. Diunduh Jumat 14


Mei 2010, 07:21 http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/204-mengenal-
modal-sosial.

Raka, Gede (2007). Pendidikan Membangun Karakter. Makalah, Orasi


Perguruan Taman Siswa, Bandung 10 Februari 2007.

Responsibility, Accountability, and Liability: Studies in the Theory of


Responsibility for Engineering Ethics and Engineering
Accountability. Diunduh 1 Februari 2012 dari
www.mse.drexel.edu/.../theories-of-responsibilty.

Ritzer, George (2012). Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Reivich, K., & Shatte, A., 1999. The Resiliency Factor: 7 Essential Skills
for Overcoming Life’s Inevitable .

Reivich,K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor. New York:


Broadway Books.

Piers Blaikie, Ferry C, Ian D, Rouledge; 1994. AT RISK: Natural


Hazards, People’s Vulnerability and Disasters..

Siti Irene Astuti Dwiningrum


335
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Rohnke, Karl, 1984. A Guide To Initiative Problems, Adventure Games,


Stunts And Trust Activities. Kendall/Hunts Publising Company

Rohman, Arif (2009). Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.


Yogyakarta : Laksbang Mediatama Yogyakarta.

Sarwa Wibawa. (2009). Dampak Penggabungan Sekolah Dasar


terhadap Efisiensi, Keefektifan, Produktivitas, dan Pelayanan
Pendidikan di Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul. Tesis.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Samosir, 2003:5

Sartini (2011). Menggali Kearifan Lokal sebagai Kajian Filsafati.


http://jurnal.filsafat.ugm. ac.id/index.php/jf/article/viewFile/45/41. Diunduh
tanggal 5 April 2012.

Sastrapratedja.(2009). Pendidikan Sebagai Humanisasi. Yogyakarta:


Universitas Sanata Dharma

Sastrapratedja.(2012). Untuk Membangun Humanisme Sebagai


Prinsip Pendidikan. disampaikan dalam Kongres Pendidikan
dan Pengajaran dan Kebudayaan, Balai Senat UGM
Yogyakarta

Sastrapratedja (2012). Untuk Membangun Humanisme Sebagai


Prinsip Pendidikan. Makalah, disampaikan dalam Kongres
Pendidikan dan Pengajaran dan Kebudayaan, Balai Senat
UGM Yogyakarta.

School Accountability and Improvement Framework Guidline (2012),


Diunduh 2 Januari 2012 dari: http://www.education.vic.-
gov.au/management/schoolimprovement/accountability/
default.htm.

Schuller, Tom (2004). The Benefits of Learning, The Impact of


Education on Health, Family Life and Social Capital, Three
Capital, A Framework. London & New York: Routledge Falmer
Taylor & Francis Group.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


336
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Slamet PH. (2005). Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di


Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,
Depdiknas RI.

Sodiq A Kuntoro (2010). Kemitraan Sekolah, Artikel “Workshop


Strategi Peningkatan Mutu Sekolah”, Pascasarjana UNY .

Soekanto, S. (1982). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali


Press.

Sudarmawan, D. (2003). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan I.


Yogyakarta: Pustaka Jaya.

Sudaryono. (2006). Pendidikan Pasca Gempa. Makalah, Pelatihan


Manajemen Pendidikan dasar . Yogyakarta: Diknas DIY.

Suharjo (2014). Peranan Modal Sosial Dalam Perbaikan Mutu Sekolah


Dasar di Kota Malang. Disertasi. Progam Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta.

Supratiknya, Agustinus (2014). Pengukuran Psikologis, Yogyakarta:


Universitas Sanata Dharma.

Suyata (2004). Decentralized Basic Education Project, District


Capacity Building. Departemen Pendidikan Nasional
Pendidikan Lanjutan Pertama.

Suyata (2007). Refleksi Sistem Pendidikan Nasional dan Mencerdaskan


Kehidupan Bangsa, disampaikan dalam diskusi Pokja Sistem
Pendidikan Nasional untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
tanggal 7-8 Juni 2007 di Unversitas Pendidikan Indonesia
Bandung.

Suyata (2011), Memanfaatkan dan Mengembangkan Modal Sosial


dan Modal Budaya di Sekolah, Artikel “Workshop Strenght
Leadership and Social Capital” bagi Kepala Sekolah dan Guru
di Kotamadya Yogyakarta, Pascasarjana UNY

Schuller, Tom dkk (2004). The Benefits of Learning : The Impact of


Education on

Siti Irene Astuti Dwiningrum


337
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Health, Family life and Social Capital, London : Routledge Falmer.

Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa Agenda Pendidikan Nasional.


Magelang: Tera Indonesia.

Tilaar, H.A.R. (2003). Kekuasaan dan Pendidikan. Magelang: Indonesa


Tera.

Tilaar, H,A.R (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta:


Rineka Cipta

Tilaar, H.A.R (2005). Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari


Perspektif Postmodenisme dan Studi Kultural. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas

Tilaar & Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Tilaar, H,A,R (2009). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta:


Rineka Cipta.

Triutomo, Sugeng (2008), Perencanaan Kontinesi Menghadapi


Bencana , Badan Penanggulangan Bencana, 2008

Wahab, S.A (2008). Analisis kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi


Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Walle, van de (2004). Cognition and Learning Background:


Rethinking Regrouping. Diakses dari www.journaleducation.com.pada
tanggal 26 Maret 2012.

Wasitohadi (2010). “Refleksi Paradigma Baru Pendidikan: Sistem dan


Praksisnya Pasca Reformasi : Kajian Pendidikan Sd Salatiga”,
Disertasi, Yogyakarta: Pascarjana UNY .

Wibowo, A. (2013. Akuntabilitas Pendidikan.

Widiowati, R (2012). Kebijakan Regrouping dan Resiliensi Sekolah


Pasca Erupsi Merapi di SD Negeri Umbulharjo 2. Skripsi.
Progam Studi Kebijakan Pendidikan Jurusan FSP, Fakultas
Ilmu Pendidikan UNY.
Siti Irene Astuti Dwiningrum
338
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Woolcock (1998), Social Capital and Economic Development: Toward


a Theoritical Synthesis and Policy Framework

Wuryanti, Theresia, Kerengka Aksi Hyogo : Pengurangan Resiko


Bencana 2005-2015: Membangun Ketahanan Bangsa dan
Komunitas Terhadap Masyarakat Penanggulan Bencana
Indonesia, Desember 2007

Walle van de. (2004). Cognition and Learning Background: Rethinking


Regrouping. Diakses dari www.journaleducation.com. pada
tanggal 26 Maret 2012.

Wibowo, Agus (2013). Akuntabilitas Pendidikan, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Yuwono, Teguh (2003). Manajemen Otonomi Daerah. Semarang:


Clogapps Diponegoro University.

Zamroni (2005). Meningkatkan Mutu Sekolah: Teori, Strategi, dan


Prosedur.

Zamroni (2011). Pendidikan Multikultural. Pascasarjana UNY.

Zubaedi (2011). Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kharisma Putra


Utama.

www.mse.drexel.edu/.../theories-of-responsibility.

http://ugm.ac.id/ seminar/75-keberlanjutan-pendidikan-anak-
pasca-erupsi-merapi.htm

Sumber:

http://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/definisi-
pemimpin.html, diakses pada tanggal 20 Februari 2014.

http://putracenter.blogspot.com/2013/10/definisi-pemimpin-
menurut-para-ahli.html, diakses pada tanggal 20 Februari
2014.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


339
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-
para-ahli/, diakses pada tanggal 20 Februari 2014.

http://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/definisi-
kepemimpinan.html, diakses pada tanggal 20 Februari 2014.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


340
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

GLOSARIUM
A
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain,
karena kualitas performa/kinerja dalam menyelesaikan tujuan yang
menjadi bidang garap, dan tanggung jawabnya
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab, menerangkan kinerja
dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berwewenang untuk
meminta keterangan atau pertanggungjawaban
Akuntabilitas merupakan sisi sikap dan watak kehidupan manusia,
yang meliputi Akuntabilitas internal dan eksternal seseorang
Akuntabilitas secara tradisional dipahami sebagai alat yang
digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi
dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan
jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal
Akuntabilitas merupakan sebuah sistem yang terdiri keseluruhan
komponen atau langkah-langkah yang sistematis dan saling
berkaitan, yang harus dilaksanakan oleh individu/organisasi sebagai
bentuk pertanggungjawaban atas keberhasilan dan kegagalannya
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, melalui
suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik
Akuntabilitas sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada
otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau
“sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas atau dalam
suatu organisasi.
Akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang
berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke
mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus
dilaksanakan
Akuntabilitas sebagai suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada
jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan
kewenangannya

Siti Irene Astuti Dwiningrum


341
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Akuntabilitas internal seseorang adalah pertanggungjawaban orang


tersebut terhadap penciptanya yaitu Tuhan.
Akuntabilitas eksternal adalah akuntabilitas seseorang terhadap
lingkunganya; baik lingkungan formal (atasan-bawahan), maupun
lingkungan masyarakat
Akuntabilitas sekolah adalah hasil kerja antara aspek individual dan
kelembagaan yang secara sinergis mempunyai motivasi yang kuat
untuk mempertanggung jawabkan kinerja kepada publik dalam
pengelolaan pendidikan untuk menghasilkan siswa yang berprestasi,
unggul dan berkarakter
B
Bridging social capital: Modal sosial yang membawa bersama-sama
orang-orang yang sangat berbeda-beda. Modal sosial ini ditunjukan
pada orang-orang dari kelas sosial yang berbeda-beda. Dapat
digunakan untuk menghubungkan sumber daya eksternal (external
adventage) dan menjamin kelancaran arus informasi, dapat
menciptakan indentitas dan hubungan timbal balik yang bermacam-
macam, sifat hubungan cenderung vertikal

Bridging social capital dapat menggerakkan identitas yang lebih luas


dan reciprocity yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai
dengan prinsip-prinsip pendidikan karakter yang dapat diterima
secara universal .

Bridging social capital yang dalam gerakannya lebih memberi


tekanan pada dimensi “fight for” yaitu mengarah kepada pencarian
jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
kelom

Bonding social capital: Modal sosial yang menghubungkan orang-


orang sedemikian rupa. Kelompok ini diarahkan ke dalam kelompok
dan menuju kepada identitas eksklusif dan cenderung menguatkan
homoginitas kelompok dan dapat membantu memobilisasi hubungan
timbal balik dan solidaritas, dan dapat memperkuat indentitas dan
hubungan timbal balik, sifat hubungan cenderung horizontal.

Bonding social capital cenderung memiliki kekuatan dan kebaikan


dalam menjalin kerjasama antar anggota dalam suatu kelompok
Siti Irene Astuti Dwiningrum
342
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

tertentu, melakukan interaksi sosial timbal balik antar individu


(guru, siswa, orangtua) dan dalam rangka memobilisasi para anggota
dalam konteks solidaritas sosial untuk membangun kesadaran kritis .

Bonding social capital jiwa gerakan terkadang tidak jelas, karena


diwarnai oleh semangat “fight againts” yang besifat memberi
perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya
simbol dan kepercayaan-kepercayaan tradisional oleh kelompok.
Pada kelompok ini, perilaku yang dominan adalah sekedar sense of
solidarity (solidarity making) (Hasbullah, 2006:31)

Benevolence : Nilai tentang pemeliharaan dan peningkatan


kesejahteraan orang lain
C
Comformity : Nilai yang terkait dengan pengekangan diri terhadap
dorongan dan tindakan yang merugikan orang lain, serta security
nilai yang mengandung keselamatan, keharmonisan, kestabilan
dalam berhubungan dengan orang lain dan memberlakukan diri
sendiri.
D
Desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan,
manajemen, dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan
agen-agennya kepada unit kementerian pusat, unit yang berada di
bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi
otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas,
atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba.
Desentralisasi menunjukkan adanya proses perpindahan kekuasaan
politik, fiskal, dan admi
E
Empati adalah kemampuan memahami perasaan, keinginan dan
pandangan orang yang bersumber dari kemampuan mengenali dan
ikut merasakan adanya perasaan tersebut nistratif kepada unit
pemerintah subnasional

Siti Irene Astuti Dwiningrum


343
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

H
Habitus adalah produk sejarah yang terbentuk sejak manusia lahir
dan berinteraksi dengan masyarakat dalam ruang dan waktu
tertentu. Habitus merupakan hasil pembelajaran lewat pengasuhan,
aktivitas bermain, dan juga pendidikan masyarakat dalam arti yang
luas.
Habitus adalah “struktur-struktur atau kognitif” melalui mana orang
berurusan dengan dunia sosial.
Habitus merupakan kontruksi pengantara, bukan konstruksi
pendeterminasi dan sebuah sifat yang tercipta karena kebutuhan,
terutama dalam hubungannya dengan habitus kelas, dimana
harapan-harapan dalam kaitannya dengan modal, secara erat
diimbangi dengan berbagai kemungkinan obyektif.
I
Indigenous psychology yang didefinisikan sebagai usaha ilmiah
mengenai tingkah laku atau pikiran manusia asli (nartive) yang tidak
ditransformasikan dari luar dan didesain untuk orang dalam budaya
tersebut
K
Karakter merupakan “keseluruhan disposisi kodrati dan disposisi
yang telah dikuasai secara stabil yang mendefinisikan seorang
individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang
menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan bertindak
Karakter merupakan ciri dasar melalui mana pribadi itu terarah ke
depan dalam membentuk dirinya secara penuh sebagai manusia
apapun pengalaman psikologi yang dimilikinya
Kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diakui oleh anggota masyarakatnya
Kearifan lokal menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan nilai,
kebiasaan, tradisi, baik budaya maupun agama yang menjadi aturan
dan kesepakatan tempatan (lokalitas).
Kearifan lokal dimaknai kearifan setempat (local wisdom) dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana,

Siti Irene Astuti Dwiningrum


344
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga


masyarakatnya
Kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous
or local knowledge), atau kecerdasan setempat (local genius), yang
menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity)
Kearifan lokal digunakan untuk mengindikasikan adanya suatu konsep
bahwa dalam kehidupan sosial budaya lokal terdapat keluhuran,
ketinggian nilai-nilai, kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang
dihargai oleh warga masyarakat sehingga dapat digunakan sebagai
panduan atau pedoman bagi membangun pola hubungan di antara
warga atau sebagai dasar untuk membangun tujuan hidup mereka
yang ingin direalisasikan
Kearifan lokal dimaknai sebagai pandangan hidup dan pengetahuan
serta berbagai strategi kehidupan beruwujud aktivitas yang dilakukan
oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam
memenuhi kebutuhan mereka
Kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan
serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah
dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dimiliki atau dikauasi dan
digunakan oleh komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu
bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan
perubahan lingkungan yang terjadi dalam masyarakat
Kearifan lokal merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran
yang berdasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku
secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu
Kebijakan merupakan upaya memecahkan problem sosial bagi
kepentingan masyarakat atas azas keadilan dan kesejahteraan
masyarakat
Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan dari proses dan hasil
perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan
dari visi misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun
waktu tertentu

Siti Irene Astuti Dwiningrum


345
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur


khusus regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan
distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan
L
Lingkaran kebudayaan adalah ruang dimana terdapat atau hidup suatu
corak kebudayaan, corak kebudayaan adalah kebudayaan dari suatu
kesatuan sosial
M
Modal sosial adalah ‘satu-satunya cara’ untuk menjabarkan ‘prinsip-
prinsip aset sosial’ yang menjadi kendala manakala individu yang
berlainan memperoleh hasil yang sangat tidak setara dari modal
yang kurang lebih ekuivalen (ekonomi atau budaya).
Modal sosial merupakan suatu upaya untuk membentuk agen sosial
dalam habitus sebagai individu-individu yang mengkontruksi dunai
sekelilingnya
Modal sosial adalah keseluruhan sumber daya yang aktual dan
potensial yang berhubungan dengan kepemilikan suatu jaringan
yang bertahan dari hubungan-hubungan yang kurang lebih
melembaga dan saling menghargai.
Modal sosial merupakan suatu modal hubungan yang tetap ada yang
memberikan dukungan yang bermanfaat ketika diperlukan
Modal sosial adalah beberapa aspek dari struktur sosial yang
mendukung tindakan pelaku yang menyoroti bahwa tingkat tinggi
modal sosial terutama manfaat perkembangan anak.
Modal sosial yang mengikat (eksklusif) : Didasarkan atas keluarga,
teman dekat dan kelompok akrab lainnya; hal ini berorientasi ke
dalam dan mengikat orang yang serupa; hal ini cenderung
meneguhkan identitas sksklusif dan kelompok yang homogen.
Modal sosial yang menjembatani (inklusif) : Menghubungkan orang
pada kenalan-kenalan jauh yang bergerak pada lingkaran yang
berbeda dengan lingkaran mereka sendiri; hal ini cenderung
membangun identitas yang lebih luas dan resiporitas lebih banyak
ketimbang meneguhkan pengelompokan yang sempit.
Modal sosial dapat didefinisikan sebagian keadaan seperangkat nilai-
nilai atau norma-norma informal tertentu yang saling digunakan di
Siti Irene Astuti Dwiningrum
346
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

antara anggota-anggota kelompok yang memungkinkan kerjasama di


antara mereka.
Modal sosial adalah serangkaian norma informal yang meningkatkan
kerjasama antara dua individu atau lebih.
Modal sosial menunjuk pada kapabilitas yang muncul dari
kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian
tertentu darinya.
Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan
asosiasi satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan sangat
penting bukan hanya kehidupan ekonomi, tetapi terkait dengan
beberapa aspek yang mendukung esistensi sosialnya.
Modal sosial sebagai suatu entitas yang melekat dalam hubungan
atau jaringan sosial seorang aktor yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan sumber daya “informasi” yang spesifik.
Modal sosial sebagai “Investasi dalam hubungan sosial dengan
pengembalian yang diharapkan di pasar”.
Modal sosial dengan ikatan kuat : Ikatan kuat sebagai ikatan yang
mengikuti prinsip “homofili”, mengikat orang yang mirip dengan
dirinya sendiri. Ikatan kuat menyatukan individu dan kelompok
dengan sumber daya yang relative serupa, untuk menyatukan
normatif dengan tujuan yang berbasis identitas (ekspresif)
Modal sosial dengan ikatan lemah: Ikatan yang lemah menyatukan
orang-orang dari latar belakang sosial dan budaya berbeda. Ikatan
lemah mungkin lebih baik dalam melayani tujuan-tujuan
instrumental karena dapat menyediakan akses bagi ragam baru
sumber daya yang lebih sedikit mengandalakna nilai-nilai yang
dipgang teguh secara bersama-sama (instrumental) .
Modal sosial merupakan semua ‘sumber daya tertanam dalam
struktur sosial yang diakses dan/atau dimobilisasi dalam tindakan
purposif’.
Modal sosial merupakan aset struktural dengan karakter yang baik
swasta dan publik. Hubungan individu atau kolektif dan aspek sosial-
budaya seperti kepercayaan umum dan norma-norma yang berfungsi
sebagai prasyarat dari modal sosial

Siti Irene Astuti Dwiningrum


347
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Modal sosial adalah sumber daya yang ada dalam hubungan


kekerabatan dan organisasi sosial .
Modal sosial digunakan jauh lebih bervariasi dari modal manusia .
Motif diasumsikan untuk mencari dan sumber daya berharga lagi
tambahan terutama membangkitkan tindakan instrumental, yang
berharap untuk memicu aksi dan reaksi dari orang lain
menyebabkan alokasi lebih sumber daya untuk ego.
N
Networks of Civic Engagement : Jaringan resmi dan tidak resmi
merupakan jaringan sosial. Kerjasama horisontal untuk membangun
fasilitas komunikasi dan membangun penyebaran informasi
mengenai kepercayaan dari seorang individu. Sedangkan kerjasama
vertikal tidak dapat menghasilkan kepercayaan dan kerjasama.
Horisontal maupun vertikal jaringan menjukkan tipe idela sebuah
kerjasama.
Norm Reciprocity : Norma membentuk kepercayaan sosial yang
mengurangi sebuah nilai dari tranksaksi dan memperbaiki sebuah
kerjasama. Hubungan timbal-balik adalah karakteristik yang paling
penting di antara norma yang lainnya. Hubungan timbal-balik dapat
menyeimbangkan. Keseimbangan adalah ukuran dari timbal-balik
yang ditukar dengan hal baik atau nilai yang sama.
P
Pemimpin adalah seseorang yang menggunakan kemampuan untuk
dapat menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuatu
dengan tujuan yang hendak dicapaikan
Pendidikan merupakan aktivitas kolektif antara pendidik, siswa,
masyarakat, dan pemerintah
Pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan
kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk
mengadakan internalisasi nilai-nilai sehingga menghasilkan disposisi
aktif, stabil dalam diri individu
Pengelolaan sekolah merupakan proses menempatkan sekolah
sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan
kebijakan menyangkut visi, misi dan tujuan sekolah yang membawa

Siti Irene Astuti Dwiningrum


348
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

implikasi terhadap pengembangan kurikulum dan program-program


operatif sekolah
Popularisasi berkenaan dengan hak memperoleh pendidikan
(education for all) Pendidikan telah menjadi kebutuhan pokok (basic
needs) dalam kehidupan manusia.
Profelisasi merupakan perluasan ruang lingkup pendidikan atau
multifikasi dari jenis dan sumber pendidikan, sehingga terjadi
pergeseran tanggung jawab pendidikan dari keluarga ke lingkungan
di luar keluarga bahkan di luar gedung sekolah.
Politisasi pendidikan nasional menunjuk pada upaya mengkaitkan
pendidikan dengan politik, karena keduanya pada hakekatnya tidak
dapat dipisahkan .
Pendidikan dan politik diarahkan pada bagaimana menciptakan
pribadi dan masyarakat, yang membentuk kehidupan bersama yang
berbahagia.Tanpa pendidikan, kehidupan bersama yang berbahagia
di dalam suatu negara tidak dapat diciptakan.
R
Realitas sekolah adalah kondisi faktual yang ada di sekolah, baik
kondisi fisik; seperti atap kelas bocor, kamar mandi tidak memiliki
air yang cukup, kelas bising dan lain-lain, maupun kondisi non fisik
seperti hubungan antar guru yang tidak harmonis, dan peraturan
sekolah yang kaku
Regrouping merupakan kebijakan pemerintah dapat mengatasi
persoalan pendidikan di daerah kawasan rawan bencana sehingga
proses belajar dapat berjalan lebih efektif
Regrouping dapat mengembangkan resiliensi kepala sekolah, guru
dan siswa sehingga terbangun resiliensi sekolah
Regrouping merupakan solusi dalam mengatasi persoalan
pendidikan di daerah kawasan rawan bencana
Regrouping merupakan suatu proyek dalam rangka untuk mencari
stratei instruksional yang efektif, kegiatan, dan kurikulum dengan
harapan dapat membantu siswa lebih mudah dan lebih dalam,
memahami keterampilan yang terlibat dalam memecahkan masalah
matematika sehingga membutuhkan adanya penggabungan

Siti Irene Astuti Dwiningrum


349
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Regrouping merupakan satu cara pengembangan sekolah dengan


memberdayakan dan mengembangkan berbagai sumber daya
pendidikan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan dan
efektivitas sekolah
Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan,
bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit
Resiliensi sebagai suatu mekanisme perlindungan yang memodifikasi
respon individu terhadap situasisituasi yang beresiko pada titik-titik
kritis sepanjang kehidupan seseorang
Resiliensi dikonseptualisasikan sebagai salah satu tipe kepribadian
dengan ciri-ciri, kemampuan penyesuaian yang baik, percaya diri,
mandiri, pandai berbicara, penuh perhatian, suka membantu dan
berpusat pada tugas
Resiliensi bukan dilihat sebagai sifat yang menetap pada diri individu,
namun sebagai hasil transaksi yang dinamis antara kekuatan dari
luar dengan kekuatan dari dalam individu.
Resiliensi tidak dilihat sebagai atribut yang pasti atau keluaran yang
spesifik namun sebaliknya sebagai sebuah proses dinamis yang
berkembang sepanjang waktu
Resiliensi merupakan sebuah proses dan bukan atribut bawaan yang
tetap. Resiliensi lebih akurat jika dilihat sebagai bagian dari
perkembangan kesehatan mental dalam diri seseorang yang dapat
dipertinggi dalam siklus kehidupan seseorang
Resiliensi intinya adalah bagaimana seseorang bangkit dari stress,
trauma, dan risiko kehidupan lainnya
Resiliensi sekolah adalah proses yang dilalui oleh sekolah melalui
berbagai tahapan sebagai berikut: a) Meningkatkan ikatan dengan
sekolah; b) Kejelasan aturan; c) Mengajarkan life skill; d) Kepedulian
dan dukungan; e) Mengkomunikasikan dan merealisasikan harapan;
f) Kesempatan berpartisipasi
S
Sekolah merupakan lembaga yang secara langsung akan
melaksanakan semua bentuk kebijakan pendidikan

Siti Irene Astuti Dwiningrum


350
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Sekolah merupakan media pengembangan kehidupan sosial yang


baik bagi anak dan pemuda untuk memperoleh pendidikan dan
belajar dalam rangka mewujudkan manusia yang baik dan cerdas
Strategi merupakan seni untuk mengelola sumber daya yang ada
agar dapat mencapai sasaran yang dituju dengan efektif dan efisien.
Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari
suatu lembaga dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan
tujuan tersebut, disertai alokasi sumber yang ada sehingga tujuan
dapat diwujudkan secara efektif dan efisien
Sumberdaya adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
dikonsumsi, disimpan, dan diinvestasikan
Sumber daya sosial merupakan modal sosial yang berkembang secara
dinamis.
Sumber daya sosial sebagai sumber daya dapat diakses melalui
koneksi sosial
T
Trust : Hal tertitinggi dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan
pada masyarakat; kemungkinan tertinggi dari sebuah kerjasama
terjalin. Kepercayaan sangat penting untuk masa depan agar
kerjasama tidak kehilangan arah yang pada umumnya menjadi
kebiasan dari aktor.
Tradition : Nilai yang mengandung penghargaan, komitmen dan
penerimaan terhadap tradisi dan gagasan budaya tradisional
U
Universalism : Nilai tentang terhadap orang lain, apresiasi, toleransi
serta proteksi terhadap manusia dan mahkluk ciptaan Tuhan.

Siti Irene Astuti Dwiningrum


351
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )

Index

Bourdieu – 1, 2 3, 4, 5, 6, 7, 9, 24, 30, 31, 38, 39, 41, 42, 61, 98, 165,
166, 167, 213, 214, 237
Field – 1, 3, 4, 7, 8, 10, 14, 26, 28, 83, 164, 166, 211, 214, 215
Fukuyama – 18, 19, 20, 30, 85, 98, 119, 132, 133, 167, 215
Hasbullah – 16, 99, 123, 165, 199, 214, 239, 242, 274, 282
Portes - 14, 15, 24, 42, 205, 278
Putnam – 1, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 24, 28, 30, 32, 41, 61, 84,
98, 122, 123, 145, 165, 167, 213, 214, 215, 237
Wasitohadi – 73, 79
Amich – 74,
Arcaro – 127, 221, 222, 223
Coleman, J Banks ame S – 7, 8, 9, 24, 40, 41, 61, 83, 151, 165, 213,
214, 237
Dwiyanto – 71, 73
Agus – 156
Erikson - 24
Flap - 24
Everall, Robin - 269
Field, John – 1, 3, 4, 7, 8, 10, 14, 26, 28, 83, 164, 166, 211, 214, 215
Fukuyuma – 18, 19, 119
Francis – 18, 30, 85, 98, 167, 215
Granovetter – 40, 62
Grootaert, Cristiaan dkk – 144, 145, 146, 147, 153, 287, 295
Haris, Alma - 77
Harker, Richard dkk – 2, 3
Hauberer, Julia – 1, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25,
26, 27, 28, 32, 34, 36, 38, 39, 40, 63, 84, 98, 166, 167, 214,
215, 292
Headington – 119, 120, 136
Holaday, Morgot - 268
Jack L. Nelson dkk - 222
Karen – 40, 55, 59, 65, 75, 194, 203, 207, 216, 217, 264
Lexy J Moleong – 175, 176, 279
Lickona – 232, 234
Thomas - 232
Portes – 14, 15, 24, 42, 205, 278

Siti Irene Astuti Dwiningrum


352
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )

Lin - 1, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54,
55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 65, 89, 91, 108, 168, 169,
170, 171, 172, 173, 193, 203, 206, 238, 239, 275, 276,
277, 278, 292, 293, 294, 301
Nan Lin – 1, 23, 26, 31, 47, 48, 49, 50, 53, 55, 57, 61, 65, 168, 170,
171, 238, 239, 275, 276, 277, 292
Loury – 40
Makmuri, dkk - 70
Burt – 20, 21, 22, 23, 24, 31, 62
Muslich, Masnur - 233
Putnam – 1, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 24, 28, 30, 32, 41, 61, 84,
98, 122, 123, 145, 165, 167, 213, 214, 215, 237
Rahardjo, Mudjia – 82, 213
Raka, Gede - 104, 105
Ritzer, George – 2, 3
Sartini - 95
Schuller, Tom – 10, 34, 36, 38, 164, 211, 215
Sudaryono - 269
Suharjo – 6, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 82, 83, 123, 130, 215
Suyata – 76, 162, 212, 216, 218, 219
Teguh Yuwono - 72
Zamroni – 95, 121, 128, 129, 130, 224, 225, 226, 237

Siti Irene Astuti Dwiningrum


353

Anda mungkin juga menyukai