Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1)
dan (2) dipidanakan dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)
dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ii
MODAL SOSIAL
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik)
2014
iii
MODAL SOSIAL
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik)
Oleh:
Siti Irene Astuti Dwiningrum
ISBN: 978-602-7981-37-9
Edisi Pertama
iv
KATA PENGANTAR
v
memberikan inspirasi pada penulis dan telah membantu penulis
untuk berdiskusi tentang kajian buku dan penelitian modal sosial
pada saat kuliah. Beberapa hasil diskusi juga menjadi sumber
inspirasi bagi penulis untuk menuliskan beberapa ide dalam buku ini.
Kepada teman-teman dosen dan mahasiswa yang terlibat dalam
penelitian dengan tema modal sosial, peneliti mengucapkan terima
kasih atas kerjasamanya sehingga bagian dari data penelitian
dijadikan sebagai bahan materi untuk penulisan buku ini.
Kami mengucapkan terima kasih pada Fakultas Ilmu
Pendidikan dan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta,
khususnya pada Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan
kesempatan pada dosen untuk terus berkarya menulis buku,
khususnya dalam Program Buku Dies Natalis ke 50 Universitas
Negeri Yogyakarta. Semoga buku ini merupakan salah satau buku
yang memberikan kontribusi pada UNY sebagai pusat pendidikan
dan sumber informasi bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Sebagai ide awal buku ini masih membutuhkan masukan dan
kritikan untuk lebih baik. Penulis berbahagia dan berterima kepada
para pembaca yang memberikan gagasan bagi perbaikan buku ini.
Semoga buku ini bermanfaat terima kasih.
Penulis
Siti Irene Astuti Dwiningrum
vi
PENDAHULUAN
xi
Untuk memberikan contoh yang aplikatif tentang cara
mengukur modal sosial, pada Bab XII tentang Pengukuran Modal
Sosial akan dipaparkan contoh pengukuran modal sosial yang
dikembangkan oleh World Bank. Instrumen pengukuran modal sosial
dapat digunakan untuk memetakan modal sosial di Indonesia, namun
demikian dalam penggunaannya masih diperlukan pencermatan dan
modifikasi sesuai dengan tujuan penelitian.
Uraian buku edisi pertama masih belum sempurna, karena
secara teoritik masih diperlukan dialog kritik dari berbagai teori-
teori baru yang mulai berkembang. Demikian halnya, hasil penelitian
masih perlu dikembangkan dalam konteks makro dan mikro
terhadap berbagai persoalan pendidikan dari perspektif modal
sosial. Oleh karena itu, penulis berharap dapat buku ini terus
dikembangkan sebagai kajian emperik tentang modal sosial. Kajian
modal sosial masih banyak sekali yang secara khusus dan fokus
mengkaji masalah modalsosial dengan pembangunan pendidikan,
yang sampai hari ini masih menghadapi masalah kesenjangan mutu
sosial dan kesempatan pendidikan.
xii
DAFTAR ISI
xiii
BAB IV MODAL SOSIAL DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
DESENTRALISTIK .................................................................................... 66
A. Perubahan Kebijakan Pendidikan ......................................................... 67
B. Desentralisasi Pendidikan ......................................................................... 72
C. Modal Sosial dalam Kebijakan Pendidikan ....................................... 79
xiv
BAB X MODAL SOSIAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
BANGSA ...................................................................................................... 231
A. Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter ……………………………... 235
B. Krisis Karakter Bangsa .............................................................................. 241
C. Pemetaan Modal Sosial di Masyarakat ............................................... 243
D. Modal Sosial Perspektif Masyarakat ...................................................... 246
E. Karakter dalam Masyarakat ...................................................................... 249
F. Pengembangan Modal Sosial bagi Pendidikan Karakter ............... 256
xv
DAFTAR TABEL
xvi
Tabel 8.21. Tingkat Keamanan dari Tindakan Kriminal atau
Kekerasan Apabila Sendirian di Sekolah ............................ 194
Tabel 8.22. Tingkat Perasaan Bahagia ........................................................ 194
Tabel 8.23. Kontrol yang Dilakukan dalam Membuat Keputusan
yang Berpengaruh pada Kegiatan Sehari-hari ................. 197
Tabel 8.24. Kekuatan untuk Membuat Keputusan Penting yang
Mengubah Hidup .......................................................................... 196
Tabel 8.25. Hal-Hal yang Dilakukan dalam 12 Bulan Terakhir .......... 197
Tabel 8.26. Unsur Modal Sosial di Sekolah ................................................. 205
Tabel 9.1. Indikator Peningkatan Mutu Sekolah .................................. 226
Tabel 9.2. Modal Pengembangan School Performance ....................... 229
Tabel 10.1. Peran Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter .............. 239
Tabel 10.2. Unsur Modal Sosial pada Masyarakat .................................. 245
Tabel 10.3. Pengertian Modal Sosial ............................................................ 246
Tabel 10.4. Modal Sosial yang Dimiliki Warga Masyarakat ................ 247
Tabel 10.5. Modal Sosial yang Dimiliki Masyarakat ............................... 248
Tabel 10.6. Ciri Orang yang Berkarakter ................................................... 250
Tabel 10.7. Bentuk Krisis Karakter Banga ................................................. 251
Tabel 10.8. Penyebab Krisis Karakter Bangsa .......................................... 252
Tabel 10.9. Nilai Karakter yang Dimiliki Warga Masyarakat ............. 253
Tabel 10.10.Problem Menjadi Orang Berkarakter .................................. 254
Tabel 10.11.Peran Warga Masyarakat Dalam Mengatasi Krisis
Bangsa ............................................................................................... 255
Tabel 11.1. Resiliensi Sekolah ........................................................................ 280
Tabel 11.2. Resiliensi dan Modal Sosial ....................................................... 281
Tabel 11.3. Manfaat Regrouping Sekolah Pasca Erupsi Merapi ........ 282
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
(Perspektif Teori dan Praktik )
BAB I
KONSEP MODAL SOSIAL
DALAM PERSPEKTIF TEORETIS
itu tidak seperti modal yang lain, modal sosial itu inheren di dalam
struktur hubungan-hubungan di antara orang-orang dan di antara
individu-individu yang mempunyai karakteristik tidak dapat
dipisahkan dari individu. Modal sosial itu diperoleh melalui
perubahan-perubahan di dalam hubungan di antara orang-orang
yang memfasilitasi tindakan (Suharjo, 2014:73). Modal sosial selalu
ada unsur dalam struktur sosial yang mendukung tindakan aktor
yang menjadi anggota dalam struktur. Modal sosial terjadi melalui
perubahan dalam hubungan antara orang-orang yang menfasilitasi
tindakan. Modal sosial tidak nyata sebagaimana modal fisik atau
manusia. Modal sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kesejahte-raan. Dalam masyarakat dengan tingkat kesejahte-raan
cukup tinggi memberikan bantuan sosial, yang menurunkan
ketergantungan pada orang lain, sehingga modal sosial tidak
berkembang, sebagai contoh dampak negatif pada modal sosial.
Coleman membedakan jenis modal sosial dari aspek
hubungan yang didasarkan pada rasa saling percaya dan otoritas.
Kedua aspek menjadi dasar dalam membentuk jaringan keluarga dan
organisasi sosial. Hubungan saling percaya merupakan aspek penting
dalam membangun kerjasama dengan lingkungan sosial dan jumlah
kewajiban. Jumlah kewajiban ditentukan oleh faktor-faktor yang
berbeda, misalnya kebutuhan, keberadaan sumber bantuan, dan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalin hubungan sosial
membutuhkan informasi yang potensial. Dalam konteks inilah
hubungan sosial mengandung potensi informasi atau kemampuan
untuk menyediakan anggotanya dengan informasi yang bergunan
dalam proses maksimalisasi utilitas. Potensi informasi merupakan
salah satu jenis modal sosial. Informasi memberikan dasar untuk
tindakan, tetapi prolehan informasi membutuhkan biaya. Informasi
dapat dikumpulkan dengan mudah melalui hubungan yang
dipelihara (Suharjo, 2014:74).
Bourdieu menunjukkan bahwa modal sosial, jika diperlukan,
dapat memberikan dukungan dan dapat digunakan untuk mempro-
duksi dan mempertahankan kepercayaan. Menurut Coleman, modal
sosial adalah beberapa aspek dari struktur sosial yang mendukung
tindakan pelaku yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Kedua
konsep Bourdieu dan Coleman menjelajahi mikro fokus yang
berbeda. Konsep Bourdieu bertujuan individu memperoleh manfaat
melalui hubungan. Itu berarti modal sosial dipandang sebagai
Siti Irene Astuti Dwiningrum
9
MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKA
(Perspektif Teori dan Praktik )
Unsur Deskripsi
Trust Hal tertinggi dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan
pada masyarakat; kemungkinan tertinggi dari sebuah
kerjasama terjalin. Kepercayaan sangat penting untuk
masa depan agar kerjasama tidak kehilangan arah yang
pada umumnya menjadi kebiasan dari aktor.
Networks of Civic Jaringan resmi dan tidak resmi merupakan jaringan
Engagement sosial. Kerjasama horisontal untuk membangun fasilitas
komunikasi dan membangun penyebaran informasi
mengenai kepercayaan dari seorang individu. Sedangkan
kerjasama vertikal tidak dapat menghasilkan
kepercayaan dan kerjasama. Horisontal maupun vertikal
jaringan menunjukkan tipe ideal sebuah kerjasama.
Nilai Dekripsi
Universalism Nilai tentang terhadap orang lain, apresiasi, toleransi serta
proteksi terhadap manusia dan mahkluk ciptaan Tuhan.
Benevolence Nilai tentang pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan
orang lain
Tradition Nilai yang mengandung penghargaan, komitmen dan
penerimaan terhadap tradisi dan gagasan budaya tradisional.
Conformity Nilai yang terkait dengan pengekangan diri terhadap dorongan
dan tindakan yang merugikan orang lain, serta security nilai
yang mengandung keselamatan, keharmonisan, kestabilan
dalam berhubungan dengan orang lain dan memberlakukan diri
sendiri.
Proposisi
The socal-capital propopostiton The success of action is positively
associated with social capital
The strength-of position proposition The better the position of origin, the
more likely the actor will access and use
better social capital.
The strength-of-strong-tie- proposition The stronger the tie, the more likely the
social capital accessed will positivily
affect the success of espressive action.
The streght-of-weak-tie proposition The weaker the tie, the more likely ego
will have access to better social capital
for instrumental action.
The strength-of-location proposition The closer inviduals are to a bridge in a
network, the better social capital they
will access for instrumental action.
The location by-position proposition The strenght o f location for instrumental
action is contingent on the resource
differential across the bridge.
The structural contingency proposition The networking effects are contrained by
the hierarchical structure for actors
located near or at the top and bottom of
the hirachy.
3. Akses modal sosial yang tidak setara tergantung pada aset kolektif
seperti halnya ekonomi dan teknologi serta budaya (termasuk
modal sosial-budaya), dan aset individual seperti etnis, gender
dan status sosial.
+
+
Norms of Generalized
Reciprocity + Trust
Network Position
2
1
5 3
Action
Gambar 1.2. Interaction of the Components of the Structural Theory of
Social Action (Buret : 1982)
(Yulia Haubere, 2011:88)
Multiple actor/
Multiple actors as a
Actor subgroups as a
network subgroup
structured system
Relational Ego-network as Primary group as a System structure as
extensive, dense network clique: a set of dense and/or
and/or actors connected by transitive
multiplex cohesive relations
Positional Occupant of a Status/role – set as a System structure as
network position network position: a set a stratification of
as central and/or of structural equivalent status/ role – sets
prestigious actors
Physical Health
Structural and Expressive
Positional Mobilization
Embeddedness of Resources Mental health
Life Satisfaction
DAFTAR PUSTAKA
Borg, W.R. and Gall, M.D. (1989). Educational Research. New York:
Longman.
Cote, J.E. and Levine, C.G. (2002). Identity Formation, Agency, and
Culture: A Social Psychological Synthesis. Hillsdale, N.J.: L.
Erlbaum Associates
Field, John (2005). Social Capital and Life Long Learning. Chapter 3.
Reivich, K., & Shatte, A., 1999. The Resiliency Factor: 7 Essential Skills
for Overcoming Life’s Inevitable .
www.mse.drexel.edu/.../theories-of-responsibility.
http://ugm.ac.id/ seminar/75-keberlanjutan-pendidikan-anak-
pasca-erupsi-merapi.htm
Sumber:
http://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/definisi-
pemimpin.html, diakses pada tanggal 20 Februari 2014.
http://putracenter.blogspot.com/2013/10/definisi-pemimpin-
menurut-para-ahli.html, diakses pada tanggal 20 Februari
2014.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-
para-ahli/, diakses pada tanggal 20 Februari 2014.
http://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/definisi-
kepemimpinan.html, diakses pada tanggal 20 Februari 2014.
GLOSARIUM
A
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain,
karena kualitas performa/kinerja dalam menyelesaikan tujuan yang
menjadi bidang garap, dan tanggung jawabnya
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab, menerangkan kinerja
dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berwewenang untuk
meminta keterangan atau pertanggungjawaban
Akuntabilitas merupakan sisi sikap dan watak kehidupan manusia,
yang meliputi Akuntabilitas internal dan eksternal seseorang
Akuntabilitas secara tradisional dipahami sebagai alat yang
digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi
dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan
jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal
Akuntabilitas merupakan sebuah sistem yang terdiri keseluruhan
komponen atau langkah-langkah yang sistematis dan saling
berkaitan, yang harus dilaksanakan oleh individu/organisasi sebagai
bentuk pertanggungjawaban atas keberhasilan dan kegagalannya
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, melalui
suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik
Akuntabilitas sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada
otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau
“sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas atau dalam
suatu organisasi.
Akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang
berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke
mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus
dilaksanakan
Akuntabilitas sebagai suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada
jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan
kewenangannya
H
Habitus adalah produk sejarah yang terbentuk sejak manusia lahir
dan berinteraksi dengan masyarakat dalam ruang dan waktu
tertentu. Habitus merupakan hasil pembelajaran lewat pengasuhan,
aktivitas bermain, dan juga pendidikan masyarakat dalam arti yang
luas.
Habitus adalah “struktur-struktur atau kognitif” melalui mana orang
berurusan dengan dunia sosial.
Habitus merupakan kontruksi pengantara, bukan konstruksi
pendeterminasi dan sebuah sifat yang tercipta karena kebutuhan,
terutama dalam hubungannya dengan habitus kelas, dimana
harapan-harapan dalam kaitannya dengan modal, secara erat
diimbangi dengan berbagai kemungkinan obyektif.
I
Indigenous psychology yang didefinisikan sebagai usaha ilmiah
mengenai tingkah laku atau pikiran manusia asli (nartive) yang tidak
ditransformasikan dari luar dan didesain untuk orang dalam budaya
tersebut
K
Karakter merupakan “keseluruhan disposisi kodrati dan disposisi
yang telah dikuasai secara stabil yang mendefinisikan seorang
individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang
menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan bertindak
Karakter merupakan ciri dasar melalui mana pribadi itu terarah ke
depan dalam membentuk dirinya secara penuh sebagai manusia
apapun pengalaman psikologi yang dimilikinya
Kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diakui oleh anggota masyarakatnya
Kearifan lokal menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan nilai,
kebiasaan, tradisi, baik budaya maupun agama yang menjadi aturan
dan kesepakatan tempatan (lokalitas).
Kearifan lokal dimaknai kearifan setempat (local wisdom) dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana,
Index
Bourdieu – 1, 2 3, 4, 5, 6, 7, 9, 24, 30, 31, 38, 39, 41, 42, 61, 98, 165,
166, 167, 213, 214, 237
Field – 1, 3, 4, 7, 8, 10, 14, 26, 28, 83, 164, 166, 211, 214, 215
Fukuyama – 18, 19, 20, 30, 85, 98, 119, 132, 133, 167, 215
Hasbullah – 16, 99, 123, 165, 199, 214, 239, 242, 274, 282
Portes - 14, 15, 24, 42, 205, 278
Putnam – 1, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 24, 28, 30, 32, 41, 61, 84,
98, 122, 123, 145, 165, 167, 213, 214, 215, 237
Wasitohadi – 73, 79
Amich – 74,
Arcaro – 127, 221, 222, 223
Coleman, J Banks ame S – 7, 8, 9, 24, 40, 41, 61, 83, 151, 165, 213,
214, 237
Dwiyanto – 71, 73
Agus – 156
Erikson - 24
Flap - 24
Everall, Robin - 269
Field, John – 1, 3, 4, 7, 8, 10, 14, 26, 28, 83, 164, 166, 211, 214, 215
Fukuyuma – 18, 19, 119
Francis – 18, 30, 85, 98, 167, 215
Granovetter – 40, 62
Grootaert, Cristiaan dkk – 144, 145, 146, 147, 153, 287, 295
Haris, Alma - 77
Harker, Richard dkk – 2, 3
Hauberer, Julia – 1, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25,
26, 27, 28, 32, 34, 36, 38, 39, 40, 63, 84, 98, 166, 167, 214,
215, 292
Headington – 119, 120, 136
Holaday, Morgot - 268
Jack L. Nelson dkk - 222
Karen – 40, 55, 59, 65, 75, 194, 203, 207, 216, 217, 264
Lexy J Moleong – 175, 176, 279
Lickona – 232, 234
Thomas - 232
Portes – 14, 15, 24, 42, 205, 278
Lin - 1, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54,
55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 65, 89, 91, 108, 168, 169,
170, 171, 172, 173, 193, 203, 206, 238, 239, 275, 276,
277, 278, 292, 293, 294, 301
Nan Lin – 1, 23, 26, 31, 47, 48, 49, 50, 53, 55, 57, 61, 65, 168, 170,
171, 238, 239, 275, 276, 277, 292
Loury – 40
Makmuri, dkk - 70
Burt – 20, 21, 22, 23, 24, 31, 62
Muslich, Masnur - 233
Putnam – 1, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 24, 28, 30, 32, 41, 61, 84,
98, 122, 123, 145, 165, 167, 213, 214, 215, 237
Rahardjo, Mudjia – 82, 213
Raka, Gede - 104, 105
Ritzer, George – 2, 3
Sartini - 95
Schuller, Tom – 10, 34, 36, 38, 164, 211, 215
Sudaryono - 269
Suharjo – 6, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 82, 83, 123, 130, 215
Suyata – 76, 162, 212, 216, 218, 219
Teguh Yuwono - 72
Zamroni – 95, 121, 128, 129, 130, 224, 225, 226, 237