Anda di halaman 1dari 34

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. B


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ATRESIA BILIER
DAN SOP EXCHANGE TRANSFUSION
DI RUANG POLI ANAK + BONA 1 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
PERIODE 25 -30 JANUARI 2021

DISUSUN OLEH :

GALANG HASHFIANSYH
132013143071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
Trigger Case
An. B dengan keluhan Ibu mengatakan demam dan sesak napas. Riwayat Penyakit
Sekarang : Pasien datang dari IGD hari Minggu (5 Februari 2017) jam 18.00 WIB
dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum MRS (Suhu: 39,50C), (batuk, diare,
muntah (-)). BAB (+) berwarna kuning pucat, BAK (+) berwarna kuning gelap.
Pasien rewel dan susah minum (< 6 x/hari). Imunisasi : BCG (Umur 1 bln) Polio
3x (Umur 1, 2 dan 4 bln) DPT 2x (Umur 2 dan 4 bln) Campak (Umur bln)
Hepatitis 1x (Umur 1 hr). Suhu 38,9 0C, Nadi 110x/mnt, RR 26x/mnt dengan o2
nasal 1lpm. Dsipnoe (+), wheezing (+), warna kulit icterus, pruritus pada
akstrimitas atas dan punggung.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tanggal Pengkajian :5-2-2017 Jam : 10.00


Tanggal MRS : 5-2-2017 No. RM : 123.xxx.xxx
Ruang/Kelas : Bona 1 Dx Medis : Atresia Bilier

Identitas Anak Identitas Orang Tua


Identitas

Nama Anak : An. B Nama Ayah : Tn. X


Tanggal Lahir : 1 September 2016 Nama Ibu : Ny.Y
Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan Ayah/Ibu: Wiraswasta
Usia : 5 bulan Pendidikan Ayah/Ibu: SMA
Diagnosa Medis : Atresia Bilier Agama : Islam
Suku /Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Surabaya Alamat : Surabaya
Sumber Informasi : Orangtua An. B
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Keluhan Utama : Ibu klien mengatakan anaknya demam dan sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dari IGD hari Minggu (5 Februari 2017) jam
18.00 WIB dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum MRS dengan suhu: 39,5 0C, BAB
(+) berwarna kuning pucat, BAK (+) berwarna kuning gelap. Pasien rewel dan susah minum
(< 6 x/hari). Klien mengalami dispnoe (+), wheezing (+), warna kulit icterus, pruritus pada
akstrimitas atas dan punggung.

Riwayat Kesehatan Sebelumnya


Riwayat kesehatan yang lalu : Dari sejak lahir anak sudah mengalami icterus pada sclera dan
kulit
1. Penyakit yang pernah diderita :
Demam Kejang Batuk Pilek
Mimisan Lain-lain:
2. Operasi : Ya Tidak Tahun: Tidak Ada
3. Alergi : Makanan Obat Udara Debu
Lainnya, Sebutkan:
Imunisasi : BCG (Umur 1 bulan)
Polio (Umur 1 bulan polio 1, 2 bulan polio 2, 4 bulan polio 3)
DPT (Umur 2 bulan DPT 1, 4 bulan DPT 2),
Hepatitis (Umur 0-24 jam HB 0)
Riwayar kesehatan keluarga
 Penyakit yang pernah diderita keluarga: Tidak ada

 Lingkungan rumah dan komunitas: Lingkungan rumah tampak bersih, dan tidak
berhubungan dengan terjadinya penyakit

 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: Tidak ada

 Persepsi keluarga terhadap penyakit anak: Keluarga cemas, bingung melihat


anaknya mengalami demam dan sesak napas serta kulit menguning yang tak
kunjung hilang

Riwayat Nutrisi
1. Nafsu makan : Baik Tidak Mual Muntah
2. Pola makan : 2x/hari 3x/hari >3x/hari
3. Minum : Jenis; ASI eksklusif, jumlah : 300 ml
4. Pantangan makan : Ya Tidak
5. Menu makanan : Tidak ada

Riwayat Pertumbuhan
1. BB saat ini : 5,3 kg, PB : 62 cm, LK : 40,5 cm, LD : Tidak terkaji, LLA : 12,3
2. BB lahir : 2700 gram, BB sebelum sakit: 5,4 kg
3. Panjang lahir : 46 cm

Interpretasi:
BB menurut TB : Z-score berada di bawah garis -2 (kurus)
BB menurut usia: Z-score berada di bawah garis -2 (kurus)
TB menurut usia : Z-score berada di bawah -1 (normal)
IMT menurut usia: Z-score berada di bawah -2 (kurus)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Riwayat Perkembangan

1. Pengkajian Perkembangan (DDST) : Tidak terkaji

2. Tahap Perkembangan Psikososial : Trust versus Mistrust (kepercayaan vs


ketidakpercayaan) : Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan
pengasuhan dan kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang
anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan
mengembangkan asa (hope). Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan,
individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya
dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa orang
lain berusaha mengambil keuntungan dari dirinya.

3. Tahap Perkembangan Psikoseksual : Fase oral : Fase ini dimulai dari saat bayi
dilahirkan sampai dengan usia 0-2 tahun. Pada fase ini bayi merasa
dipuaskan melalui makanan, ASI, dan kelekatan hubungan emosional antara anak
dan ibu. Tahap ini memfokuskan interaksi yang terjadi melalui mulut bayi,
sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Pada tahap ini
bayi dipuaskan melalui kesenangan dari rangsangan oral yaitu melalui kegiatan
mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada ibu jadi saat
itulah bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui
stimulasi oral.

Observasi dan pemeriksaan fisik (ROS : Review of System)


Keadaan umum : Baik Sedang Lemah
Pernapasan B1 (Breathing)ROS

Tanda- tanda vital : TD : Tidak terkaji Nadi : 110x/menit Suhu : 39,50C RR : 26


x/menit

Bentuk dada : Normal Tidak, Jenis :


Pola napas : Irama : Teratur Tidak teratur
Jenis : Dispnea Kusmaul Ceyne Stokes Lian-lain: Normal
Suara napas : Vesiculer Ronchi Wheezing Stridor Lain-lain
Sesak napas : Ya Tidak Batuk: Ya Tidak
Retraksi otot bantu napas Ada ICS Supraklavikular Suprasternal
Tidak ada

Lain –lain :

Masalah : Hipertermi, Pola napas tidak efektif


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Irama Jantung : Reguler Ireguler S1/S2 Tunggal Ya Tidak


Kardiovaskuler B2 (Blood)

Nyeri Dada : Ya Tidak


Bunyi Jantung: Normal Murmur Gallop Lain-Lain
CRT : <3 dt >3 dt
Akral : Hangat Panas Dingin Kering Dingin Basah
Lain-lain :

Masalah: Tidak ada masalah

GCS Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6


Reflek Fisiologis : Menghisap Menoleh Mengenggam Moro
Patella Triceps Biceps Lain-Lain
Refleks Patologis : Babinsky Budzinsky Kernig Lain-Lain
Lain-Lain : Tidak ada
Istirahat / Tidur : 14 jam Gangguan Tidur: Tidak ada
Kebiasaan Sebelum Tidur : Minum Susu Mainan Cerita atau Dongeng

Penglihatan (Mata)
Pupil : Isokor Anisokor Lain-Lain :
Persyaratan B3 (Brain)

Sclera/Konjungtiva : Anemis Ikterus Lain-Lain :


Pendengaran/Telinga
Gangguan Pandangan : Ya Tidak Jelaskan :
Penciuman (Hidung)
Bentuk : Normal Tidak Jelaskan :
Gangguan Penciuman: Ya Tidak Jelaskan :

Masalah: Ikterik Neonatus

Kebersihan : Bersih Kotor


Perkemihan B4 (Bladder)

Urin : Jumlah : 254 cc/ hari Warna : kuning gelap Bau: pesing
Alat bantu (kateter dan lain-lain): Tidak ada
Kandung Kencing : Membesar Ya Tidak
Nyeri Tekan Ya Tidak
Alat Kelamin : Normal Tidak Normal, Sebutkan:
Uretra : Normal Hipospadia/Epispadia
Gangguan : Anuria Oliguri Retensi Inkontinensia
Nokturia Lain-lain

Masalah: Tidak ada masalah


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Nafsu makan : Baik Menurun Frekuensi


Porsi makan : Habis Tidak Ket: Anak mengonsumsi ASI
eksklusif
Minum : ASI Jenis : Cair

Mulut dan tenggorokan


Mulut : Bersih Kotor Berbau
Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
Tenggorokan : Sakit /nyeri telan Kesulitan
Pembesaran tonsil Lain-lain:
Abdomen
Perut : Tegang Kembung Ascites Nyeri tekan,
lokasi :
Peristaltik : 16 x/menit
Pembesaran hepar : Ya Tidak
Pembesaran lien : Ya Tidak
Buang air besar : Teratur Ya Tidak
Konsistensi : lembek Bau: khas Warna: kuning pucat
Lain-lain : Klien rewel dan susah minum ASI (< 6 x/hari)

Masalah: Defisit Nutrisi

Kemampuan pergerakan sendi : Bebas Terbatas


Muskuloskeletal B6 (Bone &

Kekuatan otot : 55
Kulit 5 5
Warna kulit : Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat Hiperpigmentasi
Integumen)

Turgor : Baik Sedang Jelek


Odema : Ada Tidak ada Lokasi :
Lain-lain : warna kulit ikterik dan pruritus pada ekstremitas atas dan
punggung

Masalah: Ikterik Neonatus

Tyroid : Membesar Ya Tidak


Endokrin

Hiperglikemia : Ya Tidak
Hipoglikemia : Ya Tidak
Luka gangren : Ya Tidak
Lain-lain :

Masalah: Tidak ada masalah


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Personal Hygiene Mandi : 2 x/hari Sikat gigi : 2 x/hari


Keramas : 2 hari sekali Memotong kuku : 1 minggu sekali
Ganti pakaian : 2 x/hari

Masalah: Tidak ada masalah

a. Ekspresi afek dan emosi : Senang Sedih Menangis


Psiko Sosio Spiritual

Cemas Marah Diam


Takut Lain : Anak tidak sadar
Hubungan dengan keluarga : Akrab Kurang akrab
b. Dampak hospitalisasi bagi anak : Anak lebih banyak menangis karena takut berada di
lingkungan yang baru
c. Dampak hospitalisasi bagi orang tua : Orangtua merasa cemas, bingung karena
melihat anaknya kesakitan dan selalu bertanya tentang penyakit anaknya

Masalah: Defisit Pengetahuan

Data Penunjang (Lab, Foto, CT Scan, dll)


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin 12,3 gr%
Leukosit 6.500/mm3
Pemeriksaan Urin
Urin warna teh pekat, bilirubin (++), protein(-), reduksi (-), urobilinogen (-). Sedimen leukosit
1-2/lpb, eritrosit 0-1/lpb, silinder (-), epitel gepeng (+), kristal (+).
Pemeriksaan Feses
Feses lunak, warna pucat seperti dempul, tidak berlendir dan berlemak, secara mikroskopis
tidak ditemukan leukosit, eritrosit, parasit, dan amuba.
Uji fungsi hati
Protein total 6,0 g/dl (6,6-8,7), albumin 4,8 g/dl (3,8- 5 gr/dl), globulin 1,2 g/dl (1,3-
2,7 gr/dl), bilirubin total 9,9 mg/dl (normal 0,3-1 mg/dl), bilirubin indirek 2,3 mg/dl
(normal <0,80), bilirubin direk 7,6 mg/dl (normal <0,20).
Feses 3 porsi berwarna pucat seperti dempul.

USG
USG hati bentuk dan ukuran normal tidak ada pelebaran duktus bilier, kandung empedu tidak
terdeteksi, ke Hitung skor Tohoku 7 (>5 atresia biliaris) kesan sesuai
dengan atresia billier.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Terapi/Tindakan lain :
1. Asam ursodeoksikolat 3x20 mg
2. NaCl 0,9% 105 cc/kg BB/hari
3. Inj. Paracetamol 110 mg IV 8 jam sekali
4. Vitamin K1 2.5 mg
5. Berikan ASI on demand

DAFTAR PRIORITAS MASALAH

1. Ikterik Neonatus
2. Defisit Nutrisi
3. Hipertermi
4. Pola Napas Tidak Efektif
5. Defisit Pengetahuan

Surabaya, 28-01-2021
Ners

(Galang Hashfiansyah)
Ringkasan Kasus :
1. Identitas Anak:
An. B usia 5 bulan anak dari Tn. A dan Ny. I berasal dari Kab. Bojonegoro. An.
B lahir pada tanggal 1 September 2016 berjenis kelamin laki-laki, datang ke IGD
RSUD Dr. Soetomo Hari Minggu (5 Februari 2017) dengan keluhan demam dan
sesak napas. Berat badan anak saat lahir 2700 gram, dengan panjang badan 47
cm. Berat badan saat ini 5,3 kg, panjang badan 62 cm.

2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik:


An. B demam sejak 2 hari sebelum MRS (Suhu: 39,5 0 C), (batuk, diare, muntah
(-). BAB (+) berwarna kuning pucat, BAK (+) berwarna kuning gelap. Pasien
rewel dan susah minum (< 6 x/hari). Suhu 38,9 0C, Nadi 110x/mnt, RR 26x/mnt
dengan o2 nasal 1 lpm. Dsipnoe (+), wheezing (+), warna kulit icterus, pruritus
pada akstrimitas atas dan punggung.

3. Pemeriksaan penunjang:
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin 12,3 gr%
Leukosit 6.500/mm3
Pemeriksaan Urin
Urin warna teh pekat, bilirubin (++), protein(-), reduksi (-), urobilinogen (-).
Sedimen leukosit 1-2/lpb, eritrosit 0-1/lpb, silinder (-), epitel gepeng (+), kristal
(+).
Pemeriksaan Feses
Feses lunak, warna pucat seperti dempul, tidak berlendir dan berlemak, secara
mikroskopis tidak ditemukan leukosit, eritrosit, parasit, dan amuba.
Uji fungsi hati
Protein total 6,0 g/dl (6,6-8,7), albumin 3 g/dl (3,8- 5 gr/dl), globulin 1,2 g/dl
(1,3-2,7 gr/dl), bilirubin total 9,9 mg/dl (normal 0,3-1 mg/dl), bilirubin indirek
2,3 mg/dl (normal <0,80), bilirubin direk 7,6 mg/dl (normal <0,20).
Feses 3 porsi berwarna pucat seperti dempul.

USG
USG hati bentuk dan ukuran normal tidak ada pelebaran duktus bilier, kandung
empedu tidak terdeteksi, ke Hitung skor Tohoku 7 (>5 atresia biliaris) kesan
sesuai
dengan atresia billier.

4. Terapi:
1. Asam ursodeoksikolat 3x20 mg
2. NaCl 0,9% 105 cc/kg BB/hari
3. Inj. Paracetamol 110 mg IV 8 jam sekali
4. Vitamin K1 2.5 mg
5. Berikan ASI on demand
ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Atresia Bilier Ikterik Neonatus
 Ibu klien mengatakan
bagian putih mata dan Cairan asam empedu balik ke hati
bagian kulit tangan dan
Proses peradangan sel hati
kaki anaknya berwarna
kuning Gangguan suplai darah pada sel
hepar
DO :
 Kulit ekstremitas dan Kerusakan sel parenkim, sel hati,
punggung klien tampak dan duktus empedu
icterus
Kerusakan sel eksresi
 Sklera klien tampak icterus
 Kulit klien mengalami Retensi bilirubin
pruritus
 Hasil pemeriksaan uji Bilirubin yang tertahan dalam hati
fungsi hati didapatkan
Dikeluarkan dalam aliran darah
bilirubin total 9,9 mg/dl
(normal 0,3-1 mg/dl), Mewarnai kulit dan sclera
bilirubin indirek 2,3 mg/dl segingga berwarna kuning
(normal <0,80), bilirubin
direk 7,6 mg/dl (normal Ikterik
<0,20).
 Hasil TTV : MK : Ikterik Neonatus
Suhu : 39,50C,
RR : 26x/menit

DS : Atresia Bilier Defisit Nutrisi


 Ibu klien mengatakan
Obtruksi aliran dari hati kedalam
anaknya susah minum ASI usus
 Dalam sehari minum <6
x/hari Lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi
DO :
Kekurangan vitamin larut lemak
 A: (A, D, E, K)
BB : 5,3 kg, PB : 62 cm, Pada
grafik Z-score berada di Nafsu makan anak menurun
bawah -2 dengan interpretasi
kurus) MK : Defisit Nutrisi
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 B:
1. Ditemukan penurunan
protein total 6,0 g/dl (6,6-
8,7).
2. Penurunan albumin 3 g/dl
(3,8- 5 gr/dl)
3. Globulin 1,2 g/dl (1,3-2,7
gr/dl).
 C:
Turgor sedang, membran
mukosa klien kering
 D:
Klien tampak menurun
keinginannya untuk minum
ASI (kurang dari 6 x/hari).
DS : Infeksi virus atau bakteri Hipertermi
 Ibu klien mengatakan
anaknya demam tinggi sejak Inflamasi yang progresive
2 hari yang lalu Kerusakan yang progressive pada
duktus bilier
DO :
 Kulit klien terasa panas Peningkatan suhu tubuh
 Suhu tubuh klien diatas nilai
normal 39,5oC MK : Hipertermi
 Hasil TTV :
Suhu : 39,50C
RR : 26x/menit
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ikterik neonates b.d asam empedu dalam darah dan kulit (Atresia Bilier) d.d warna
kulit dan sclera ikterik
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
3. Hipertermi b.d proses penyakit d.d kenaikan suhu tubuh diatas nilai normal
4. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d pola napas abnormal
5. Defisit pengetahuan tentang penyakit atresia bilier b.d kurang terpapar informasi
d.d menunjukkan perilaku berlebihan
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari / Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil Rencana (intervensi) keperawatan
tanggal keperawatan
Kamis, Ikterik Neonatus b.d Setelah dilakukan tindakan  Fototerapi Neonatus
28-01- asam empedu dalam keperawatan selama 3x24 Observasi
2021 darah dan kulit jam, diharapkan masalah 1. Monitor ikterik pada sclera dan
(Atresia Bilier) d.d keperawatan ikterik kulit bayi
kulit dan sclera neonatus dapat teratasi 2. Monitor suhu dan tanda vital
kuning dengan kriteria hasil : setiap 4 jam sekali
 Adaptasi neonates 3. Monitor efek samping fototerapi
membaik (mis. hipertermi, diare, rush
1. Membran mukosa pada kulit, penurunan BB lebih
kuning menurun (5) dari 8-10%)
2. Kulit kuning Terapeutik
menurun (5) 4. Siapkan lampu fototerapi dan
3. Sklera kuning incubator atau kotak bayi
menurun (5) 5. Lepaskan pakaian bayi kecuali
popok
6. Berikan penutup mata (eye
protector) pada bayi
7. Ukur jarak antara lampu dan
permukaan kulit bayi (30 cm/
tergantung spesifikasi lampu
fototerapi)
8. Biarkan tubuh bayi terpapar
sinar fototerapi secara
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

berkelanjutan
9. Gunakan linen berwarna putih
agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi
10.Anjurkan ibu menyusui sekitar
20-30 menit
11.Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin
Kolaborasi
12.Kolaborasi pemberian
exchange transfusion jika
diperlukan
13.Kolaborasi pemeriksaan darah
vena bilirubin direk dan indirek
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kamis, Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Nutrisi


28-01- ketidakmampuan keperawatan selama 3x24 Observasi
2021 mengabsorbsi jam, diharapkan masalah 1. Identifikasi status nutrisi
nutrient d.d berat keperawatan defisit nutrisi 2. Monitor berat badan
badan menurun dapat teratasi dengan 3. Monitor hasil pemeriksaan
kriteria hasil : laboratorium
 Status nutrisi Terapeutik
membaik 4. Berikan ASI melalui NGT, jika
1. Berat badan perlu
membaik (5) Edukasi
2. Frekuensi minum 5. Anjurkan ibu untuk menyusui
ASI membaik (5) sesering mungkin
3. Nafsu untuk minum Kolaborasi
ASI membaik (5) 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4. Membran mukosa untuk menentukan jumlah


membaik (5) kalori dan jenis nutrien yang
dubutuhkan, jika perlu

Kamis, Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Hipertermi


28-01- proses penyakit d.d keperawatan selama 1x24 Observasi
2021 suhu tubuh di atas jam, diharapkan masalah 1. Identifikasi penyebab
nilai normal keperawatan hipertermi hipertermi
dapat teratasi dengan 2. Monitor suhu tubuh setiap 2
kriteria hasil : jam sekali
 Termoregulasi 3. Monitor haluaran urin tiap 8
membaik jam sekali
1. Suhu tubuh 4. Monitor komplikasi akibat
membaik (normal :
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

36,5-37,50C) (5) hipertermi tiap 8 jam sekali


2. Kulit merah Terapeutik
menurun (5) 5. Sediakan lingkungan yang
3. Pucat menurun (5) nyaman
6. Longgarkan atau lepaskan
pakaian klien
7. Berikan cairan oral
8. Berikan selimut dan kompres
hangat pada bagian dahi, leher,
aksila, dan lipatan paha
9. Berikan oksigen 1 lpm, jika
perlu
Edukasi
10. Anjurkan tirah baring
11. Ajarkan keluarga teknik
kompres tappid water sponge
(teknik kompres dengan
menyeka)
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian
antipiretik (inj. paracetamol)
13. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PEMBAHASAN

1. Pengkajian
Hasil asuhan keperawatan pada pengkajian menunjukkan bahwa An. B berjenis
kelamin laki-laki, berusia 5 bulan dengan diagnose medis Atresia Bilier. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa An. B tampak kuning pada sklera, dan kulit bagian ekstremitas serta
bagian punggung. An. B juga mengalami demam sejak 2 hari sebelum MRS dengan suhu:
39,50C. Pada An. B didapatkan BAB (+) berwarna kuning pucat, BAK (+) berwarna kuning
gelap. An. B rewel dan susah minum (< 6 x/hari), selain itu juga mengalami dispnoe (+),
wheezing (+), warna kulit icterus, pruritus pada akstrimitas atas dan punggung.
Diagnosis Atresia Bilier ditegakkan melalui amannesis yang teliti, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis sering ditemukan penderita ikterus dengan
tinja yang berwarna dempul dan urin yang berwarna gelap seperti air teh. Ikterus
didefinisikan dengan menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh. Ikterus pada bayi yang lebih dari dua minggu dapat normal atau
bersifat patologi (Mawardi, dkk, 2011).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian NDDIC (2012), yang mengatakan gejala
pertama atresia bilier adalah icterus, yaitu kulit dan bagian putih mata menguning. Ikterus
pada Atresia Bilier terjadi ketika hati tidak mengeluarkan bilirubin. Pada anak dengan
Atresia Bilier hemoglobin dalam tubuh mengalami kerusakan sehingga yang dibentuk
adalah zat kuning kemerahan. Hemoglobin adalah protein kaya zat besi yang memberi
warna merah pada darah. Ketika terjadi atresia bilier maka bilirubin yang seharusnya
diserap oleh hati, diproses, dan dilepaskan ke empedu menjadi menumpuk dalam darah dan
kulit karena terjadi penyumbatan pada saluran empedu.
Menurut analisa penulis, ikterik yang dialami oleh An. B merupakan tanda dari
penyakit Atresia Bilier, karena ikterik pada An. B merupakan ikterik patologis. Hal ini juga
didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kadar bilirubin total, bilirubin direk,
dan bilirubin indirek yang diatas nilai normal. Pada An. B hasil pemeriksaan bilirubin
diapatkan bilirubin total 9,9 mg/dl (normal 0,3-1 mg/dl), bilirubin indirek 2,3 mg/dl (normal
<0,80), bilirubin direk 7,6 mg/dl (normal <0,20).
Pemeriksaan kadar bilirubin total merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium
yang bertujuan untuk mengetahui fungsi hati dan saluran empedu. Fungsi hati dan saluran
empedu yang baik dapat ditemukan jumlah kadar bilirubin total normal (Fajrian, Fatima,
2020). Pemeriksaan laboratorium yang terpenting pada bayi dengan ikterus lebih dari dua
minggu ialah bilirubin direk; jika bilirubin direk meningkat, maka harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Jika bilirubin direk bilirubin direk >1 mg/dL bila bilirubin total
20% dari bilirubin total bila kadar bilirubin total >5 mg/dL, maka diperkirakan suatu keadan
tidak normal terjadi (Prasetyo, dkk, 2016).
Dari hasil pengkajian juga didapatkan bahwa anak dengan Atresia Bilier mengalami
BAB dengan warna feses berwarna pucat seperti dempul dan BAK dengan warna urin
kuning gelap. Hal ini sesuai dengan Mawardi (2011) yang mengatakan bahwa tinja berwana
seperti dempul merupakan salah satu tanda adanya kelainan pada hati. Tinja yang berwarna
dempul pada pasien dengan Atresia Bilier disebabkan oleh adanya obstruksi traktus bilier
sehingga menyebabkan terganggunya aliran empedu yang memasuki usus. Dapat
disimpulkan, dari hasil pengkajian berdasarkan tanda dan gejala, An. B mengalami Atresia
Bilier. Hal ini sama dengan teori yang ada pada hasil pemeriksaan fisik serta tanda dan
gejala yang muncul pada An. B.
Mawardi (2011), mengatakan pasien dengan Atrisia Bilier pada hasil anamnesis
ditemukan penderita kuning sejak lahir disertai dengan tinja warna dempul serta urin
berwarna gelap. Pada pemeriksaan fisis ditemukan sklera dan kulit yang ikterus serta
adanya pembesaran hati (5-5 cm bawah arkus kosta/BAC).

2. Diagnosa Keperawatan
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada An. B ditemukan 3 diagnosa utama yaitu
ikterik neonatus b.d asam empedu dalam darah dan kulit (Atresia Bilier) d.d warna kulit dan
sclera ikterik, defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, dan hipertermi b.d
proses penyakit d.d kenaikan suhu tubuh diatas nilai normal.
Menurut Arief dan Sjamsul (2010), kemungkinan diagnosa yang muncul pada
penyakit Kolestasis yang disebabkan karena Atresia Bilier yaitu hipertermia berhubungan
dengan proses penyakit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan gangguan pencernaan lemak, kurang pengetahuan tentang penyakit, kekurangan
volume cairan berhubungan dengan distensi, dan risiko infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan primer dan sekunder.

a Ikterik neonatus berhubungan dengan asam empedu dalam darah dan kulit
Pada saat melakukan pengkajian ditemukan data pada An. B yaitu ikterik pada kulit
bagian ekstremitas dan punggung serta pada sclera. Berdasarkan data yang diperoleh dari
An. B, diagnosa keperawatan ikterik neonatus berhubungan dengan asam empedu dalam
darah dan kulit.
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana kulit dan membrane mukosa neonatus
menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam
sirkulasi. Tanda dan gejala ikterik neonatus yaitu profil darah abnormal (hemolysis,
bilirubin serum total >2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut
usia pada normogram spesifik waktu, membrane mukosa kuning, kulit kuning dan sclera
kuning (Tim POKJA SDKI DPP PPNI, 2017).
Ikterik merupakan salah satu tanda khas yang ada pada anak yang mengalami atresia
bilier. Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah ikterus yang
terjadi merupakan keadaan yang fisiologik atau non-fisiologik. Ikterus yang terjadi pada
atresia bilier merupakan icterus patologik. Terdapatnya hal-hal di bawah ini merupakan
petunjuk untuk tindak lanjut pada iketrus patologik, yaitu: setiap peningkatan kadar
bilirubin serum yang memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum
>0,5 mg/dL/jam; adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi (muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu
yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan (Methindas, dkk, 2013).
Ikterik neonatus yaitu pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera
(bagian putih mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke
bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Pada bayi baru lahir, ikterus seringkali tidak
dapat dilihat pada sklera karena bayi baru lahir umumnya sulit membuka mata
(Widiawati, 2017).
b Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
Pada pengkajian yang dilakukan pada An. B juga ditemukan data yaitu An. B susah
minum ASI, dalam sehari minum <6 x/hari. Selain itu juga ditemukan penurunan protein
total 6,0 g/dl (6,6-8,7), penurunan albumin 3 g/dl (3,8- 5 gr/dl), globulin 1,2 g/dl (1,3-2,7
gr/dl). Turgor pada An. B sedang, membran mukosa kering. Berdasarkan data yang
diperoleh dari An. B, diagnosa keperawatan deficit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient dapat diangkat.
Defisit nutrisi adalah suatu keadaan dimana asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Penyebab dari deficit nutrisi yaitu ketidakmampuan
menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi, faktor psikologis. Dengan
gejala dan tanda mayor yaitu mengalami penurunan berat badan minimal 10% di bawah
rentang ideal (Tim POKJA SDKI DPP PPNI, 2017).
Defisit nutrisi pada penderita atresia bilier disebabkan karena terjadinya obstruksi
aliran dari hati ke dalam usus, sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi. Ketika tubuh tidak mampu menyerap lemak dan vitamin larut
lemak, maka tubuh akan mengalami vkekurangan vitamin larut lemak seperti vit.
A,D,E,K, dengan adanya kondisi ini menyebabkan anak menjadi nafsu makan atau
minum ASI berkurang (Rohani & Wahyuni, 2017).

c Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Pada saat melakukan pengkajian ditemukan data pada An. B yaitu terjadi
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal 39,5 0C, mengalami demam sudah 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, kulit teraba panas. Berdasarkan data yang diperoleh dari An.
B, diagnosa keperawatan Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dapat
diangkat.
Hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebabnya yaitu dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit (mis. infeksi,
kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan incubator. Dengan
gejala dan tanda mayor yaitu suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, takikardi,
takipnea, kulit terasa hangat (Tim POKJA SDKI DPP PPNI, 2017).
Kenaikan suhu tubuh adalah gejala yang tidak semua penderita atresia bilier
mengalaminya. Kenaikan suhu hanya akan terjadi bila atresia bilier yang terjadi pada
penderita dikarenakan terjadinya proses inflamasi oleh virus atau bakteri.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan pada An.B didasarkan pada tujuan intervensi
masalah keperawatan yang muncul yaitu, ikterik neonatus b.d asam empedu dalam darah
dan kulit (Atresia Bilier) d.d warna kulit dan sclera ikterik, defisit nutrisi b.d
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, dan hipertermi b.d proses penyakit d.d kenaikan
suhu tubuh diatas nilai normal.

a Ikterik neonatus berhubungan dengan asam empedu dalam darah dan kulit
(Atresia Bilier)
Intervensi keperawatan pada An. B yang disusun untuk mengatasi diagnosa ikterik
neonatus berhubungan dengan asam empedu dalam darah dan kulit berdasarkan SDKI
yaitu setelah dilakukan keperawatan selama 3 x 24 jam maka diharapkan adaptasi
neonates membaik dengan kriteria hasil membran mukosa kuning menurun, kulit kuning
menurun, dan sklera kuning menurun. Intervensi keperawatan yang disusun adalah
dengan fototerapi neonatus dimana dalam SIKI berkode I.03091 yang meliputi: monitor
ikterik pada sclera dan kulit bayi, monitor efek samping fototerapi, memberikan terapi
fototerapi, anjurkan ibu menyusui sesering mungkin, kolaborasi tindakan exchange
transfusion jika diperlukan, dan pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek.
Intervensi diatas sejalan dengan Dewi dkk (2016) yang mengatakan bahwa
penggunaan fototerapi merupakan salah satu terapi ikterik pada bayi, dan terapi ini telah
dimulai sejak tahun 1950 dan efektif dalam menurunkan insiden kerusakan otak (kern
ikterus) akibat hiperbilirubinemia. Keuntungan fototerapi, antara lain, tidak invasif,
efektif, tidak mahal, dan mudah digunakan. Fototerapi mengurangi ikterik pada bayi
melalui proses fotoisomerisasi dan isomerisasi struktural.
Penelitian Seidman dkk (2003) tentang konsentrasi penurunan bilirubin setelah
dilakukan fototerapi dengan light emiting devices (LED) blue, blue-green, dan
konvensional tidak ada perbedaan yang signifikan. Fototerapi yang intensif seharusnya
dapat menurunkan kadar bilirubin total serum 1-2 mg/dL dalam 4-6 jam.12 Penelitian
Brandao dkk,10 mendapatkan penurunan kadar bilirubin total setelah fototerapi 0,16
±0,08 mg/dL/jam atau turun 3,84±1,92 mg/dL dalam 24 jam.
Intervensi pemberian fototerapi pada An. B, juga disertakan dengan adanya
pemberian edukasi pada ibu untuk sesering mungkin memberikan ASI pada bayinya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ASI diketahui mempunyai peran dalam
mengembalikan bilirubin ke dalam sirkulasi enterohepatik pada neonates, untuk itu
edukasi pemberian ASI eksklusif dan penambahan frekuensi menyusui harus tetap
dilakukan kepada ibu dengan bayi (Purnamasari, dkk, 2020).
Dalam rencana intervensi yang akan dilakukan pada An. B juga akan melakukan
tindakan kolaborasi exchange transfusion. Transfusi tukar atau exchange transfusion
(ET) memberikan reduksi cepat dari sirkulasi bilirubin, sehingga dapat mewakili
pengobatan yang tepat pada banyak kasus ikterik berat pada periode neonatal.
Penanganan berupa pengangkatan darah bayi dan penggantian serentak dengan darah
donor yang kompatibel (Bujandric & Gurujic, 2016). Naun, pengobatan transfusi tukar
untuk menurunkan kadar bilirubin serum boleh dilakukan hanya pada kondisi
hiperbilirubinemia yang signifikan pada kadar bilirubin serum lebih dari 20 mg / dl dan
jika fototerapi intensif tidak memberikan hasil yang optimal dalam menurunkan kadar
serum. kadar bilirubin (Hosea, dkk, 2015).

b Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient


Intervensi keperawatan pada An. B yang disusun untuk mengatasi diagnosa deficit
nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient berdasarkan SDKI
yaitu setelah dilakukan keperawatan selama 3 x 24 jam maka diharapkan status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil Berat badan membaik, frekuensi minum asi membaik,
nafsu untuk minum asi membaik, dan membran mukosa membaik. Intervensi
keperawatan yang disusun adalah dengan manajemen nutrisi dimana dalam SIKI berkode
I.03119 yang meliputi: identifikasi status nutrisi, monitor berat badan, monitor hasil
pemeriksaan laboratorium, berikan asi melalui ngt, jika perlu, anjurkan ibu untuk
menyusui sesering mungkin, dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dubutuhkan, jika perlu.
Intervensi di atas sejalan dengan Jing Sun, dkk (2019), yang mengatakan bahwa
intervensi gizi pada anak dengan atresia bilier yaitu mencakup: survei pola makan
sederhana yang dilakukan untuk menilai asupan gizi, dan bimbingan gizi individual
diberikan kepada anak sesuai dengan status gizi mereka. Karena anak-anak dengan
atresia bilier berisiko tinggi kekurangan vitamin D, semua anak diharuskan untuk
mengambil dosis fisiologis suplemen vitamin D (400-800 IU. Selain pedoman pemberian
makan, anak-anak dengan malnutrisi diberikan formulasi nutrisi yang diperkaya
trigliserida rantai menengah (MCT).
Pada pasien dengan atresia bilier cenderung menunjukkan defisit vitamin yang
larut dalam nutrisi dan lemak (Saron, Godoy, Hessel, 2009). Beberapa faktor dapat
berkontribusi pada munculnya malnutrisi, terutama dengan adanya kolestasis, seperti
hipermetabolisme, malabsorpsi lipid dan vitamin yang larut dalam lemak. Hasil yang
ditemukan oleh Perro et al (1989) menunjukkan bahwa hipermetabolisme merupakan
determinan utama malnutrisi pada anak dengan BA.
Selain itu, dalam intervensi management nutrisi hal yang penting yang juga harus
dilakukan dan diedukasikan pada ibu dengan anak yang mengalami atresia bilier adalah
memberikan ASI sesering mungkin. Pemberian ASI yang sering dapat meningkatkan
kebutuhan cairan pada bayi, karena bayi dengan atresia bilier biasanya akan mengalami
kelebihan bilirubin sehingga perlu dilakukan fototerapi. Fototerapi memberikan efek
samping pada bayi yaitu bayi akan mengalami peningkatan insensible water loss yang
dapat menyebabkan dehidrasi. Jika bayi dapat menyusu dengan baik, pemberian ASI
sesering mungkin dapat membantu agar kebutuhan nutrisi dan cairan tersebut terpenuhi.
Hal ini sejalan dengan Nursanti & Susanti (2014) yang mengatakan bahwa bayi
yang dilakukan fototerapi dapat mengalami dehidrasi akibat peningkatan suhu
lingkungan dan tubuh, peningkatan insensible water loss, letargis, gelisah, penurunan
waktu transit usus dan penurunan nafsu minum (mengantuk dan malas menyusu). Efek
dari fototerapi dapat dicegah dengan pemberian asupan cairan yang cukup.

c Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Intervensi keperawatan pada An. B yang disusun untuk mengatasi diagnosa
hipertermi berhubungan dengan proses penyakit berdasarkan SDKI yaitu setelah
dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam maka diharapkan termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil suhu tubuh membaik dnegan rentang nilai normal 36,5-37,50C, kulit
merah menurun, dan pucat menurun. Intervensi keperawatan yang disusun adalah dengan
managemen hipertermi dimana dalam SIKI berkode I.15506 yang meliputi: identifikasi
penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh, monitor haluaran urin, longgarkan atau
lepaskan pakaian klien, berikan cairan oral, berikan selimut dan kompres hangat pada
bagian dahi, leher, aksila, dan lipatan paha, serta ajarkan keluarga teknik kompres tappid
water sponge (teknik kompres dengan menyeka). Intervensi tersebut sejalan dengan
Rahmasari & Lestari (2018) dalam Windawati & Afiyanti (2020) bahwa tindakan non-
farmakologis pada hipertermi antara lain memberikan minuman yang banyak,
ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan
memberikan kompres hangat.
Kompres air hangat merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan
untuk membantu menurunkan suhu panas yang tinggi pada anak. Kompres adalah salah
satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam.
Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya
memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh.
Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area
preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluarn panas tubuh yang lebih banyak melalui dua
mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2005).
Selain itu, dalam intervensi keperawatan tersebut hal yang penting yang juga dapat
diajarkan pada keluarga adalah teknik kompres tappid water sponge. Kompres tepid
sponge, yaitu sebuah teknik kompres hangat pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka (suprati, 2008). Menurut penelitian Setiawati, (2009) rata- rata penurunan
suhu tubuh pada anak hipertermia yang mendapatkan terapi antipiretik ditambah tepid
sponge yaitu sebesar 0,53⁰C dalam waktu 30 menit.
Teknik tepid water sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh karena
kompres blok langsung dilakukan di beberapa tempat yang memiliki pembuluh darah
besar, sehingga mengakibatkan peningkatan sirkulasi serta peningkatan tekanan kapiler.
Tekanan O2 dan CO2 dalam darah akan meningkat dan pH dalam darah turun (Hamid,
2011). Tepid water sponge juga dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubuh klien
dengan air hangat (Kusnanto, 2008). Teknik kompres tepid water sponge dapat
mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer di seluruh tubuh sehingga pengeluaran
panas dari tubuh melalui kulit lebih cepat dibandingkan teknik kompres air hangat yang
hanya pada daerah tertentu. Teknik kompres tepid water sponge lebih cepat memberikan
rangsangan atau sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor
yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal
melalui berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan pembuluh darah diatur oleh pusat
vasometer pada medulla oblongata dari tangkai otak di bawah pengaruh hipotalamus
bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan atau kehilangan energi panas melalui kulit meningkat (yang
ditandai dengan tubuh mengeluarkan keringat), kemudian suhu tubuh dapat menurun
atau normal (Potter, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media
Bujandric & Gujric. (2016). Exchange Transfusion for Severe Neonatal
Hyperbilirubinemia: 17 Years’ Experience from Vojvodina, Serbia. Indian J Hematol
Blood Transfus, 32(2), 208–214
Dewi, dkk. (2016). Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total pada
Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP Sanglah. Sari Pediatri, 18(2), 81-86
Fajrianti, Fatima. (2020). Enzim Transferase dengan Bilirubin Total Penderita Ikterus
Obstruktif. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 176-182
Hamid, M. A. (2011). Keefektifan Kompres Tepid Sponge Yang Ilakukan Ibu
Dalam Menurunkan Demam Padaanak: Randomized Control Trial Di
Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember. (Tesis, Universitas Sebelas
Maret).
Hosea, dkk. (2015). Hyperbilirubinemia Treatment of Neonatus in Dr. Soetomo Hospital
Surabaya. Folia Medica Indonesiana, 51(3),183-186
Kusnanto, Widyawati, I. Y. dan Cahyanti, I. S. (2008). Efektifitas Tepid
Sponge Bath Suhu 320C dan 370C Dalam Menurunkan Suhu Tubuh
Anak Demam. Jurnal Ners. 3(1) : 1–7 Mawardi, dkk. (2011). Kolestasis Ektrahepatik Et
Causa Atresia Bilier Pada Seorang Bayi. Jurnal Biomedik, 3(2), 123-128
Methindas, dkk. (2013). Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, 5(1), 4-10
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2012. Biliary Atresia.
National Institutes of Health of the U.S. Department of Health and Human Services
Nursanti & Susanti. (2014). Fototerapi Berpengaruh Terhadap Praktik Pemberian Asi
Eksklusif di Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Karya Husada, 2(2), 1-8
Prasetyo, dkk. (2016). Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Kolestasis
Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran, 48(1), 45-50
Pierro A, Koletzko B, Carnielli V, Superina R, Roberts EA, Filler RM, Smith J, Heim T.
Resting energy expenditure is increased in infants and children with extrahepatic biliary
atresia. J Pediatr Surg. 1989;24:534-8
Potter, Patricia A & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. 4th edn. Jakarta: EGC.
Purnamasari, dkk. (2020). Pengaruh Baby Massage Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin.
Jurnal Keperawatan Karya Bakti, 6(1), 56-66
Rohani, Siti, Wahyuni, Rini. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Ikterus pada Neonatus. Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1), 75-80
Saron, Godoy, Hessel. (2009). Nutritional Status of Patients with Biliary Atresia and
Autoimmune Hepatitis Related to Serum Levels of Vitamins A, D and E. Pediatric
Gastroenterology Journal, 46(1), 62-68
Seidman DS, Moise J, Ergaz Z, Laor A, Vreeman H, Stevenson D, dkk. (2003). A
prospective Randomized controlled study of phototherapy using blue and blue-green
lightemitting devices, and conventional halogen-quartz phototherapy. J Perinatol, 23,
123-7.
Sun, Jing, dkk. (2019). Nutritional Intervention and Efficacy Analysis of Children with
Biliary Atresia after Kasai Portoenterostomy. Digestive Medicine Research Journal,
2(16), 1-8
Widiawati, Susi. (2017). Hubungan sepsis neonatorum, BBLR dan asfiksia dengan kejadian
ikterus pada bayi baru lahir. Jurnal Riset Informasi Kesehatan, 6(1), 52-57
Windawati & Afiyanti. (2020). Penurunan Hipertermia Pada Pasien Kejang
Demam Menggunakan Kompres Hangat. Jurnal Ners Muda, 1(1), 59-6
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
TRANSFUSI TUKAR (EXCHANGE TRANSFUSION)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


NO
TRANSFUSI TUKAR (EXCHANGE TRANSFUSION)
1. PENGERTIAN Tranfusi tukar merupakan tindakan
yang bertujuan untuk memperbaiki
kondisi bayi dengan menurunkan
kadar bilirubin indirek neonatus dan
menurunkan bahan toksik serta
mencegah peningkatan kadar bilirubin
dalam darah dengan cara
mengeluarkan darah dari tubuh bayi
ditukar dengan darah pengganti,
dengan syarat sebagai berikut : darah
harus segera <24 jam, dalam keadaan
suhu sesuai dengan suhu ruangan.
2. TUJUAN 1. Mencegah kematian
2. Mencegah kerusakan otak
3. Menurunkan kadar bilirubin indirek
neonates
4. Mencegah peningkatan
kadar bilirubin dalam darah
5. Menurunkan bahan toksik dalam
darah

3. INDIKASI 1. Gagal dengan intensif fototerapi


2. Ensefalopati bilirubin akut (fase awal,
intermediate, lanjut/advanced) yang
ditandai gejala hipertonia,
melengkung, retrocolli, opistotonus,
panas, tangis melengking.
3. Penyakit hemolitik alloimun: Neonatus
menunjukkan bukti klinis alloimun
penyakit hemolitik; pucat, petekie,
hepatosplenomegali, membutuhkan
transfusi tukar.
4. Sepsis parah - peningkatan kadar
antibodi, membuang racun bakteri
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. Ketidakseimbangan cairan & elektrolit


yang mengancam jiwa
6. Cacat koagulasi tidak dapat diatasi
dengan penggantian komponen tunggal
7. Polisitemia - pengurangan hemoglobin
8. Pembuangan: kadar toksin pekat,
produk metabolik atau obat-obatan
4. DARAH DONOR 1. Darah yang digunakan golongan O
UNTUK 2. Gunakan darah baru. Kerjasama
TRANSFUSI dengan dokter kandungan dan
TUKAR bank darah adalah penting untuk
persiapan kelahiran bayi yang
membutuhkan transfuse tukar.
3. Pada penyakit hemolitik rhesus,
jika darah disiapkan sebelum
persalinan, harus golongan O
dengan rhesus (-), crossmatched
terhadap ibu. Bila darah
disiapkan setelah kelahiran,
dilakukan juga crossmatched
terhadap bayi.
4. Pada inkompatabilitas ABO, darah
donor harus golongan O, rhesus (-)
atau rhesus yang sama dengan ibu
dan bayinya. Crossmatched
terhadap ibu dan bayi yang
mempunyai titer rendah antibody
anti A dan anti B. biasanya
menggunakan aritrosit golongan O
dengan plasma AB, untuk
memastikan bahwa tidak ada
antibody anti A dan anti B yang
muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun
yang lain, darah donor tidak boleh
berisi antigen tersentisasi dan harus
di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hyperbilirubinemia pada non
imun darah donor ditiping dan
crossmatched terhadap plasma dan
eritrosit pasien/bayi.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. Transfuse tukar biasanya memakai


2 kali volume darah
(160mL/kgBB) sehingga diperoleh
darah baru sekitar 78%
5. TEKNIK 1. Simple Double Volume. Push Pull
TRANSFUSI technique: jarum infus dipasang
TUKAR melalui kateter vena
mbilikalis/vena saphena magna.
Darah dikeluarkan dan dimasukkan
bergantian.
2. Isovolumentric. Darah secara
bersamaan dan silmultan
ikeluarkan melalui arteri
umbilikalis dan dimasukkan
melalui vena mbilikalis dalam
jumlah yang sama
3. Partial Exchange Transfusion.
Transfuse tukar sebagian, dilakukan
biasanya pada bayi dengan
polisiternia

Indonesia untuk kedaruratan, transfuse


tukar pertama menggunakan golongan
darah O rhesus (+))
6. PETUNJUK DAN 1. Siapkan alat dan bahan yang
KESELAMATAN akan digunakan untuk transfuse
KERJA tukar
2. Perhatikan petunjuk
pelaksana tindakan
3. Lakukan tindakan secara
lembut, hati-hati dan teliti
4. Perhatikan keadaan bayi
sebelum bekerja agar tindakan
dapat dilaksanakan dengan baik
5. Letakkan bayi dan alat-alat pada
tempat yang aman
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. ALAT DAN BAHAN1. Sarung tangan satu atau dua pasang


2. Vena section set
3. Kateter (polyethylene) 1-2 buah
4. Spuit 2,5 cc, 5cc, 20cc
(masing- masing 2 buah)
5. Knop sonde
6. Botol kecil untuk pemeriksaan (4
buah)
7. Lidi kasa
8. Duk bolong
9. Kassa
10. Infus set 2 buah
11. Cairan
12. Obat-obatan seperti heparin,
kalsium glukonas 10%
13. NaCl 0,9%
14. Iodium tincture 1%
15. Betadine 10%
16. Alat resusitasi, oksigen,
thermometer, stetoskop, lampu
pemanas, darah sesuai dengan
identitas
8. PERSIAPAN 1. Jelaskan prosedur yang
akan dilakukan
2. Dapatkan persetujuan tindakan
dari orangtua bayi
3. Lakukan untuk puasa 3-4 jam
4. Siapkan hasil pemeriksaan
laboratorium seperti kadar
bilirubin, Hb, golongan darah, uji
COOb, kadar G6PD
9. PROSEDUR 1. Terangkan tentang prosedur
PELAKSANAAN dan indikasi transfuse tukar
pada orangtua atau keluarga
2. Meminta persetujuan tertulis
untuk melakukan tindakan medis
pada orangtua atau keluarga
pasien
3. Melakukan pemeriksaan golongan
darah anak pada kedua orangtuanya
4. Lakukan comb’s testdarah
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

penderita bila dibutuhkan (untuk


mendeteksi adanya ab pada
permukaan eritrosit pada serum)
5. Memesan darah 200cc/kgBB
PRC cuci
6. Pindahkan pasien ke ruang khusus
7. Mempersiapkan pasien
dengan posisi tidurterlentang
8. Menyalakan lampu pemanas
dan diarahkan ke pasien
9. Mencuci tangan
10. Bila memungkinkan pasang
saluran umbilicus, bilatidak
memungkinkan lakukan
vena section
11. Lakukan tindakan anti septic pada
daerah kateter pembuluh darah
12. Pergunakan handscoon
13. Siapkan 2 buah blood
transfusion set
14. Pasangkan transfuse set ke dalam
wadah darah untuk jalur
pengisian darah
15. Pasang transfuse set ke wadah
pembuang darah
16. Hubungkan kedua transfuse set
dengan 2 buah three way,
sedemikian rupa sehingga
terdapat jalur pengisian dan
pembuangan darah
17. Awasi keadaan umumpasien
18. Lakukan pengisapan darah
sebanyak 20cc, lalu
dibuang
19. Masukkandarahsebanyak20cc,
diamkanselama+5menit,lalu
dihisapkembali sebanyak 20cc
untukdibuangulangiprosecurini
sampai ± 9 kali atau
180cc
20. Setiap 160cc darah ditukar, beri
heparin sebanyak 0,5cc/kgBB
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21. Setiap 180cc darah ditukar


tambahan Ca Glukonas ,
5cc/kgBB
22. Ulangi prosedur 18-21 sampai
dengan jumlah darah tertukar
200cc/kgBB 21 sampai dengan
jumlah darah tertukar 200cc/kgBB
23. Mencatat jumlah darah yang
keluar dan yang masuk
24. Menyiapkan obat-obatan yang
diperlukan bila pelaksanaan
tindakan sudahselesai
25. Merapikan pasien dan
membawa ke tempat semula
26. Membersihkan, merapikan,
mengembalikan peralatan ke
tempat semula
10. TAHAP 1. Melakukan evaluasi tindakan
TERMINASI 2. Berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam
lembar catatan keperawatan.
11. DOKUMENTASI 1. Catat tanggal, jam, jenis tindakan di
dalam catatan keperawatan
2. Catat hasil tindakan, kondisi klinis,
respon klien.
3. Nama dan paraf perawat
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, W., Attia, N.I. & Hassanein, S.M. (2012). Two-stage single-volume
exchange transfusion in severe hemolytic disease of the newborn. Journal of
Maternal, Fetal and Neonatal Medicine. 25(7):1080-3.
American Academy of Blood Banks (2010). ELMC Blood and Blood Component
Transfusion Guidelines. Accessed from aabb.org.
Canadian Blood Services (2014) Circular of Information for the Use of Human
Blood and Blood Components, Accessed from
https://blood.ca/en/hospitals/circular-information.
Eren, O., Soll, R. & Schimmel, M.S. (2010). Partial exchange transfusion to
prevent neurodevelopmental disability in infants with polycythemia.
Cochrane Library. 2010 Issue 1.
Ghaemi, S., Saneian, H., Mo'ayedi, B. & Pourazar A. (2012). The effect of
different blood components on exchange transfusion outcomes. Journal of
the Pakistan Medical Association. 62(3- Suppl 2):S45-8.
Spitzer, AR (1996) Intensive Care of the Fetus and Neonate. Toronto, Mosby
Yearbook. p1192-1194.
Thayyil, S. & Milligan, D. (2006). Single versus double volume exchange
transfusion in jaundiced newborn infants. Cochrane Library. 2006 Issue 4.
Xiong, T., Chen, H. & Mu, D. (2014). Effect of pre-exchange albumin infusion on
neonatal hyperbilirubinemia and long term developmental outcomes.
Cochrane Library, 2014 Issue 2

Anda mungkin juga menyukai