Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATERI KULIAH

Topic: Kelompok 2 :
CASE STUDY RESEARCH Kadek Gita Amdika Putri/2081611019
Riset studi kasus Ni Putu Eka Kartika Putri/2081611020
Ni Wayan Diah Puspita Sari/2081611024

Introduction
• Penelitian studi kasus merupakan bagian dari penelitiann bisnis yang dapat dipilih oleh peneliti
• Terdapat dua jenis penelitian studi kasus yang dapat dilakukan yaitu studi kasus intensif dan studi
kasus ekstensif atau secara luas.
• Pertanyaan penelitian studi kasus berasal dari suatu kasus yang kemudian diselidiki kaitannya
dengan konteks sejarah, ekonomi, teknologi, sosial dan budaya

Mind Map [Peta Konsep]

Penelitian
Studi Kasus
Penelitian Intensif Penggunaan Staregi Menulis
Studi Data Empiris Dan Dan
Kasus Dalam Studi Teknik Mengevaluasi
Penelitian
Kasus Analisis Studi Kasus
Studi Kasus
Ekstensif

KASUS INI MERUPAKAN FITUR PENELITIAN STUDI KASUS PALING SENTRAL


Studi kasus penelitian memiliki sejarah panjang di seluruh disiplin ilmu, seperti psikologi, kedokteran,
hukum, ilmu politik, antropologi, sosiologi, psikologi sosial dan pendidikan (David, 2006). Hal utama dari
penelitian studi kasus adalah pembangunan kasus atau beberapa kasus yang disusun. Artinya pertanyaan
penelitian selalu berkaitan dengan pemahaman dan pemecahan kasus yang berkaitan dengan: apa yang
dibahas dalam kasus tersebut dan apa yang bisa dipelajari dari kasus tersebut. Tujuan utamanya adalah
untuk menyelidiki kasus tersebut dalam kaitannya dengan konteks sejarah, ekonomi, teknologi, sosial dan
budaya.

Penelitian Studi Kasus Terkait Bisnis


Studi kasus merupakan bagian penelitian bisnis yang akan dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari
mudah ditemukan kasus yang berkaitan dengan dunia bisnis. Salah satu alasan kelebihan menggunakan
penelitian studi kasus ini adalah kemampuannya untuk menyajikan masalah bisnis yang kompleks dan
masalah yang sulit dipahami dapat disajikan dengan format yang dapat dipahami dan jelas. Hal ini sering kali
memiliki daya tarik yang lebih baik bagi mahasiswa, manajer pembuat keputusan, politik, dan peneliti bisnis
dari pada penelitian dengan statistik dan survei. Namun, studi kasus kadang-kadang diberi label deskripsi
yang tidak memiliki ketelitian ilmiah.
Penelitian studi kasus terkait bisnis seringkali dianggap praktis, dan juga bisa normatif. Misalnya, kita
memutuskan untuk mempelajari tentang proyek menciptakan manajemen mutu dalam sebuah perusahaan.
Dengan hasil studi yang ada, kita akan dapat mengatakan sesuatu tentang bagaimana melakukan
pelaksanaan proyek manajemen mutu yang sukses, atau bagaimana menghindari beberapa masalah,
setidaknya dalam satu organisasi tertentu atau dalam konteks bisnis tertentu. Menurut pendapat Humphrey
dan Scapens (1996), penelitian studi kasus dapat digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang duniawi dan mengubah praktik bisnis dalam konteks sosial mereka dengan cara yang tidak didominasi
oleh perspektif manajerial

1
Studi Kasus Dari Sudut Pandang Metodologis
Secara metodologis, studi kasus klasik terhubung ke tradisi penelitian interpreative, etnografi dan
lapangan (Dyer dan Wilkins, 1991; David, 2006). Ini berarti bahwa riset studi kasus harus dipahami lebih
sebagai pendekatan penelitian atau strategi penelitian daripada metode. Mengikuti logika ini, penelitian studi
kasus disajikan sebagai strategi penelitian ketika berhadapan dengan masalah organisasi yang kompleks,
manajerial, dan bisnis lainnya, yang dianggap sulit untuk dipelajari dengan metodologi kuantitatif. Meskipun
hampir tidak ada batasan pada data empiris yang digunakan dalam penelitian studi kasus, metode analisis
bahan studi kasus juga sangat bervariasi tergantung pada tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian yang
lebih spesifik

Definisi Penelitian Studi Kasus


Definisi penelitian studi kasus adalah penekanan pada bagaimana menghasilkan pengetahuan atau
penjelasan yang rinci dan holistik, yang didasarkan pada analisis beberapa sumber empiris (Tellis, 1997).
Secara keseluruhan, penelitian studi kasus bertujuan untuk memberi ruang bagi keragaman dan kompleksitas
dan oleh karena itu, hindari desain penelitian yang terlalu sederhana. Meskipun demikian, batasan kasus
harus dapat diidentifikasi. Dari sudut pandang ini, sangat penting bahwa peneliti memberi perhatian khusus
pada kriteria yang mereka gunakan dalam mendefinisikan batas-batas kasus. Stake (1995, 2000)
berpendapat bahwa mendefinisikan pertanyaan penelitian yang sesuai adalah salah satu keterampilan yang
paling penting dari seorang peneliti studi kasus. Ini biasanya dilakukan dalam dialog dengan data empiris.

CARA MELAKUKAN PENELITIAN STUDI KASUS


Ada beberapa cara dalam melakukan penelitian studi kasus, tergantung dari beberapa masalah yang
terakit latar belakang filosofis dan disiplin ilmu, tujuan penelitian, sifat pertanyaan penelitian dan desain
penelitian, termasuk jumlah kasus yang akan diteliti.
Terdapat dua penelitian studi kasus yaitu intensive dan ekstensif. Stoecker menyarankan bahwa ada
perbedaan utama antara penelitian studi kasus intensif dan ekstensif. Desain penelitian intensif berfokus pada
menemukan sebanyak mungkin kasus pada satu atau beberapa kasus dan desain ekstensif bertujuan untuk
memetakan pola pada seluruh kasus.
Penelitian intensif, atau klasik merupakan penelitian studi kasus yang mengacu pada tradisi penelitian
kualitatif dan etnografi, menekankan pada interpretasi dan pemahaman kasus serta elaborasi makna budaya
dan proses pengambilan makna dalam konteks tertentu. Tujuan utamanya adalah untuk memahami dan
mengeksplorasi kasus dari dalam dan mengembangkan pemahaman dari sudut pandang orang-orang yang
terlibat dalam kasus tersebut. Ini tidak berarti bahwa pemahaman ini tidak akan diinformasikan secara teoritis
atau bahwa kasus tersebut tidak dapat digunakan untuk mengelaborasi teori yang ada. Menurut pendapat
Dyer dan Wilkins (1991), penelitian studi kasus klasik diinformasikan secara teoritis dan mampu
mengembangkan teori. Akan tetapi, ketertarikan utamanya adalah pada kasus itu sendiri, bukan pada
proposisi teoritis yang telah diberikan sebelumnya.
Penelitian studi kasus ekstensif atau yang lebih luas, lebih mngacu ke arah penelitian kuantitatif dan
positivis, dan fokus pada pemetaan pola umum dan mekanisme dalam konteks yang dipilih untuk tujuan
mengembangkan, menguraikan, atau menguji teori. Kasus-kasus dalam kehidupan nyata dan penjelasan rinci
mereka bukanlah fokus perhatian semata. Sebuah kasus dianggap sebagai instrumen yang dapat digunakan
dalam mengeksplorasi fenomena terkait bisnis tertentu, dan dalam mengembangkan proposisi teoritis yang
dapat diuji dan digeneralisasikan ke konteks bisnis lain atau teori.

PENELITIAN STUDI KASUS INTENSIF


Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, membayangkan suatu unit atau individu sebagai sebuah
kasus adalah cara sederhana untuk mencoba memahami apa yang spesifik tentang studi kasus dibandingkan
dengan pendekatan penelitian kualitatif lainnya. Hanya dengan mengetahui apa yang dikatakan peneliti lain
tentang masalah yang sama, kita dapat mencari tahu apa yang menarik dan masalah baru yang ada.

2
Fokus Pada Kontekstual, Deskripsi Tebal Dan Interpretasi
Tujuan penelitian studi kasus intensif adalah untuk mempelajari kerja kasus yang spesifik dan unik.
Karakteristik khas dari setiap penyelidikan kualitatif adalah penekanannya pada interpretasi. Meskipun ada
interpretasi dalam semua penelitian, tujuan utama studi kasus intensif adalah untuk interpretasi kasus yang
dibuat oleh peneliti, dan kadang-kadang oleh pelaku bisnis yang terlibat dalam penelitian. Tujuan keseluruhan
dari penelitian studi kasus intensif adalah untuk membangun narasi. Penelitian studi kasus intensif dapat
dilakukan dengan desain dinamis, melihat kemajuan dari waktu ke waktu, atau mengeksplorasi masalah yang
terkait dengan waktu yang cukup khas. Memang, penelitian studi kasus intensif sering meluas dari waktu ke
waktu, yang telah dianggap sebagai keuntungan dari studi kasus dalam bisnis.

Peran Teori
Tantangan khas untuk penelitian studi kasus intensif adalah menghubungkan konsep-konsep teoritis dengan
penyelidikan empiris yang menggerakkan pembaca untuk belajar dan mengambil tindakan. Humphrey dan
Scapens (1996) memberikan argument yang meyakinkan mengenai bagaimana suatu teori selalu terintegrasi
dengan penyelidikan empiris dalam suatu riset studi kasus di bidang akuntansi.
Generalisasi
Tujuan utama dari studi kasus intensif adalah tidak menghasilkan pengetahuan yang dapat digeneralisasikan
kekonteks lain dalam arti konvensional. Tujuannya untuk mengeksplorasi dan memahami bagaimana kasus
yang dipilih bekerja sebagai unit analisis konfigurasi dan ideografik. Kasus yang dipilih adalah unik, kritikal dan
ekstrim antara satu dan yang lain, dan hal tersebut merupakan tugas utama dari periset untuk menunjukkan
fitur-fitur tersebut kepada audiens dalam sebuah riset. Kesimpulannya, fokus utama dari studi kasus intensif
terletak pada pengerjaan dari kasus itu sendiri. Stake (1995) menggunakan istilah studi kasus sebagai
instrinsik.
PENELITIAN STUDI KASUS EKSTENSIF
Fokus dari penelitian studi kasus secara luas adalah terhadap isu yang dapat dipelajari dengan menggunakan
beberapa individu sebagai instrumen penelitian. Peneliti bisa saja tertarik dengan isu seperti hubungan antara
pegawai dan pelanggan pada perusahaan sektor jasa. Alasan dalam melakukan penelitian ini bisa karena
tidak terdapat teori yang mendasari hubungan antara pegawai dan pelanggan untuk sektor jasa atau teori
yang saat ini ada masih memiliki gap dan perlu diteliti kembali.
Menguji Dan Memperluas Teori
Studi kasus tujuan yang paling sering dibahas dalam penelitian bisnis adalah untuk menguji atau
memperluasteori sebelumnya (mis. Johnston et, 2000) atau untuk membangun teori baru (mis. Eisenhardt,
1989; 1991;Fox-wolfgramm, 1977; Woodside dan wilson, 2003). Pada studi ini, ketertarikan utamanya terletak
pada investigasi, menguraikan dan menjelaskan suatu fenomena, bukan kasusnya.
Membangun Teori
Eisenhardt (1989.1991) mempromosikan pembangunan teori sebagai tujuan utama untuk penelitian studi
kasus. Pendekatan yang digunakan adalah terinspirasi dari pendekatan grounded theory dimana berfokus
pada mengembangkan teori substantive dari data empiris dan mengubahnya menjadi teori formal yang dapat
digunakan pada konteks lain.
Eisenhardt (1989.1991) mendebatkan bahwa proposisi formal sebuah priori dapat menghalangi explorasi dari
suatu kasus dan perkembangan dari proposisi baru, dan mendukung perkembangan dari kontruk teoritikal
tentative untuk memberikan informasi bagi studi, dan penggunaan bukti yang beragam dari setiap kasus untuk
menghasilkan teoritikal proposisi atau konstruk yang didefinisikan dengan baik dan dapat diukur.

3
Studi Kasus Berganda, Kumulatif Dan Instrumental
Ketika melakukan penelitian kasus berganda yang ekstensif, kolektif, atau kumulatif, tidak semua fitur
darikasus-kasus tersebut perlu dianalisis dalam detail yang sama seperti dalam satu kasus, desain penelitian
intensif. Seringkali tema, isu dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diteliti sudah disiapkan terlebih dahulu.
Hal-hal tersebut dapat direncanakan secara deduksi dari penelitian sebelumnya atau berdasarkan minat
teoritikal dari peneliti. Hal ini alasan riset studi kasus ekstensif menghasilkan deskripsi kasus, yang jika
dibandingkan dengan studi kasus intensif, terlihat lebih tipis, memiliki penjelasan yang sedikit dan bersifat
abstrak. Kasus yang dipilih tidak dipelajari semuanya secara detail satu persatu, melainkan periset telah
memiliki dan menyiapkan sebelumnya minat penelitian tertentu yang akan diteliti.
Ketika peneliti menggunakan pendekatan penelitian studi kasus untuk mendapatkan sesuatu selain
interpretasi dan pengertian mengenai suatu kasus, Stake (1995) menyebutkan hal tersebut sebagai
pendekatan studi kasus instrumental. Dalam pendekatan ini, kasus yang dipilih dijadikan sebagai instrument
bagi peneliti untuk menghasilkan pengetahuan yang melampaui kasus yang dipilih itu sendiri.
Pemilihan Kasus
Ketika melakukan studi kasus ganda kasus dapat dipilih karena beberapa alasan: mereka memperperluas
teori yang muncul, mengisi kategori teoritis, memberikan contoh untuk suatu tipe, atau mereplikasi kasus yang
dipilih sebelumnya. Pada praktiknya, bagaimanapun, Ketika keperluan teoritikal disebutkan, pemilihan suatu
kasus akan dipengaruhi oleh pertimbangan pragmatis seperti akses dan kelayakannya.
Tidak seperti metode pemilihan sampel statistik, tidak terdapat aturan mengenai berapa jumlah minimal kasus
yang harus dipilih untuk dibisa dikatakan sebagai poyek penelitian kasus berganda. Pemilihan jumlah kasus
seharusnya dipengaruhi oleh tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian.
Generalisasi
penelitian studi kasus yang luas tidak dapat menghasilkan generalisasi yang akan berlaku untuk populasi
tertentu, yaitu generalisasi statis. Desain studi kasus ekstensif dapat didasari oleh teori dasar yang tepat dan
satu set proposisi yang dapat diuji. Temuan yang ditemukan kemudian di generalisasi dengan teori dasar
yang diacu untuk mendukung temuan. Ketika temuan empiris mendukung teori yang dipilih atau teori yang
berlawanan, teori pengujian dan pengembangan terjadi.
PENGGUNAAN DATA EMPIRIS DALAM STUDI KASUS
Peneliti dapat memilih untuk melakukan pengumpulan data dengan kombinasi metode sebagai berikut,
Data empiris yang sudah tersedia:
- Dokumen
- Catatan arsip
- Tulisan media
- Catatan personal anggota organisasi
- Bahan digital
- Artefak fisik

Data yang dihasilkan untuk proyek penelitian yang sedang dilakukan


- Wawandara
- Survei
- Protokol
- Cerita yang diinstruksikan untuk ditulis oleh partisipan
- Observasi langsung

4
- Observasi partisipan

Mengkombinasikan Bahan Kualitatif Dan Kuantitatif


Data empiris yang digunakan berasal dari berbagai sumber, namun wawancara mendalam paling sering
digunakan. Fitur tertentu dari penelitian studi kasus adalah memungkinkan untuk menggabungkan data
kualitatif dan kuatitatif. Perbedaan dari bahan kualitatif dan kuantitatif seharusnya tidak menjadi masalah
dalam sebuah penelitian studi kasus. Karenanya, peneliti seharusnya mengadopsi kedua pendekatan jika
peneliti melihat hal tersebut perlu dilakukan mempertimbangkan dari pertanyaan penelitiannya. Hammersley
(1996) menyatakan bahwa terdapat tig acara mengkombinasikan penelitian kualitatif dan kuantitatif yaitu
- Triangulation : Triangulation dalam pengumpulan dan analisis data berarti temuan
dihasilkan dari bahan dan metode tertentu yang di crosscheck antara satu
sama lain.
- Facilitation : Penelitian kualitatif memfasilitasi penelitian kuantitatif atau sebaliknya
- Complementarity : kedua bahan dan metode dapat digunakan secara berdampingan untuk
memperkaya deskripsi kasus.

Proses Penelitian
Dalam studi kasus, seperti penelitian kualitatif deskriptif lainnya, peneliti biasanya memulai penelitiannya
dengan satu atau beberapa topik pilihan, pertanyaan, atau masalah yang menggerakkan pengumpulan data
empiris. Saat berlangsungnya proses penelitian, bisa saja peneliti menemukan pertanyaan penelitian baru
yang menarik. Hal ini dapat menyebabkan ketertarikan peneliti berubah. Dalam penelitian studi kasus, sebuah
keuntungan jika peneliti memiliki desain penelitian yang cukup fleksibel untuk melakukan pemfokusan ulang
mengenai kasus itu sendiri, pengumpulan bahan, dan analisisnya, serta menuntun pertanyaan penelitian.
Dubois dan Gadde (2003:3) menyatakan tipe ini sebagai proses penelitian studi kasus tipe ‘systematic
combining’ , dimana berisi mengenai pengaruh antara ‘ apa yang terjadi di kenyataan, teori yang tersedia,
kasus yang berevolusi secara bertahap, dan kerangka analitis’.
STRATEGI DAN TEKNIK ANALISIS
Peneliti sesungguhnya memulai analisa atas data empiris di tahap awal penelitian.

• Catatan Kasus
Konstruksi dari kasus biasanya dimulai dari mengorganisasikan data empiris ke dalam catatan atas kasus. Hal
ini disarankan apabila peneliti menggunakan banyak data empiris yang belum diedit dari beberapa sumber.
Software computer dapat digunakan untuk mengorganisasi dan mengelola catatan atas kasus.

• Pengkodean
Setiap percobaan untuk mengkode ulang, mengorganisasi dan memberi label data empiris, termasuk sedikit
interpretasi yang bisa kurang atau lebih sistematis. Pengkodean berarti fitur, contoh, isu dan tema pada data
empiris yang diklasifikasikan dan diberikan label spesifik.
Dalam riset studi kasus, pengkodean yang lebih sistematis dan direncanakan dari awal sering digunakan
ketika penelitian didasari oleh teori yang telah ada dan mencoba untuk mengembangkan teori atau
mengetesnya. Kodenya akan diturunkan dari teori, bukan dari data empiris. Cara lainnya adalah
mengembangkan system pengkodean dari data empiris kita sendiri, seperti pendekatan dasar teori.

5
• Dua Strategi Analisis
1. Berdasarkan proposisi teoritis yang telah dirumuskan sebelumnya dan sistem pengkodean masing-
masing
2. Berdasarkan pengembangan dari deskripsi kasus yang akan menjadi dasar untuk pertanyaan
penelitian yang muncul dan kerangka kerja untuk mengatur studi kasus.
Beberapa penelitian bisnis lebih cenderung mengambil yang kedua, karena lebih berorientasi induktif. Ini
berarti peneliti kasus lenih tertarik dalam tema, kategori, aktivitas dan pola yang mereka temukan dan ekstrak
dari variasi alami data empiris, bukan dari konseptual framework yang telah ada.

• Konsep yang Membuat Peka


Menggunakan strategi analisa induktif tidak berarti konsep dari teori sebelumnya tidak bisa digunakan dalam
analisis data. Walaupun analisis kasus tidak berdasarkan kerangka konseptual yang telah ada, tetapi Peneliti
dapat menggunakan konsep-konsep teoritis untuk lebih peka dengan data empiris. Saat menggunakan
konsep pemeka, kita dapat melihat konsep teoritis dari riset sebelumnya yang dapat membantu untuk
mendeskripsikan dan menganalisa fitur dalam data empiris dan maknanya.

• Teknik Analisis
Metode kualitatif dan studi kasus menawarkan banyak pilihan teknik analisis yang dapat digunakan dalam
riset studi kasus, termasuk analisis konten, analisis insiden kritis, analisis percakapan, retorik, naratif dan
analisis wacana.
Terlepas dari apakah peneliti memilih desain satu kasus ataupun banyak kasus, analisa biasanya dimulai dari
menganalisa masing – masing kasus individu secara terpisah. Apabila terdapat banyak kasus, analisis ini
disebut cross – case analysis, yang berisi juga beberapa perbandingan antar kasus untuk melihat persamaan
dan perbedaan antara kasus dan dibandingkan dengan teori. Selain pengkodean, analisis kasus individu juga
dapat dengan menyusun deskripsi kasus, baik dengan urutan kronologi maupun urutan tematik.
Yin (2002: 116-137), membedakan 5 teknik analisis yang berbeda yang dapat digunakan untuk penelitian
studi kasus, antara lain: mencocokkan pola, membangun penjelasan, analisa time series, logic models, dan
cross-case analysis.
Teknik pertama hingga keempat dapat digunakan untuk kasus single atau multiple, teknik yang terakhir
digunakan untuk kasus multiple saja
MENULIS DAN MENGEVALUASI STUDI KASUS
Apapun bentuk dan struktur dari laporan studi kasus, tugas utama kita adalah untuk selalu mengingat apa
pertanyaan penelitian kita dan mengikuti logika untuk menjawab pertanyaan tersebut di sepanjang laporan
dengan cara membangun hubungan antara argument dan bukti.

• Audiens
Peneliti mungki tidak dapat mengetahui siapa yang akan membaca laporan mereka, kemungkinan besar
adalah para akademisi. Studi kasus seringkali dibuat karena terdapat potensi untuk menarik pembaca dan
manfaat bagi praktisi. Maka penting bagi peneliti untuk membuat laporan penelitian juga menarik dibaca oleh
peneliti daripada hanya sekedar menarik bagi akademisi.

• Bentuk Naratif dan Struktur Lainnya


Bentuk klasik dari studi kasus intensif adalah naratif yang familiar dengan riset etnografis. Bentuk naratif
memiliki pertanyaan penelitian utama, plot, eksposisi, konteks, karakter dan beberapa dialog. Namun studi
kasus bisnis dan beberapa yang memberikan studi kasus ekstensif mungkin mengikuti cara pelaporan lain.
Stake (1995: 127-128) menganggap story telling dapat dijadikan salah satu bentuk laporan studi kasus.

6
Yin (2002) memberikan 5 (lima) cara untuk melaporkan studi kasus yaitu,
1. Struktur analisis linear yaitu dimulai dari garis besar formulasi masalah dan pertanyaan riset,
kemudian review literature dan mendeskripsikan kerangka konseptual
2. Struktur perbandingan yaitu memberikan beberapa kasus yang dibandingkan satu per satu.
3. Struktur kronologi yaitu memberikan dan menjelaskan bukti bukti dalam urutan kronologis, setiap
bagian mendeskripsikan satu fase dalam penelitian
4. Struktur pembangunan teori yaitu dijelaskan di sekitar bangunan logika teori penelitian
5. Suspense structure yaitu dimulai dengan hasil penelitian dan kemudian mengungkapkan bukti empiris
secara bertahap, selangkah demi selangkah.
Alternatif terakhir yaitu strutur yang tidak berurutan, yang berarti urutan dalam bagian mengikuti logika bukan
apa yang sebelumnya.

• Kontekstualisasi
Konstekstualisasi berisi penjelasan yang mendetail terhadap beberapa isu. Pertama, kita harus terbuka
terhadap posisi teoritis kita dan menjelaskan bagaimana teori mendorong pertanyaan yang kita buat dan
mengarahkan pertanyaan penelitian yang akhirnya kita dapatkan. Kedua, kita harus memberikan informasi
yang cukup tentang latar belakang peserta dan proses pengumpulan data. Terakhir, kita harus membuat
hubungan antara data empiris kita dan kesimpulan yang kita buat sejelas mungkin.

• Evaluasi Riset Studi Kasus


Prinsipnya, studi kasus dievaluasi dengan cara yang sama dengan jenis riset lainnya. Namun terdapat kriteria
spesifik yang dikembangkan untuk penelitian studi kasus, antara lain:
1. Isu yang diteliti harus menarik dan relevan, baik secara teoritis maupun secara praktek
2. Studi kasus harus lengkap. Ini artinya, kita memberikan perhatian yang eksplisit kepada definisi kasus
dan konteksnya, dan seluruh bukti yang relevan telah diinvestigasi.
3. Studi kasus bisa diakhiri hanya apabila sudah mendapatkan hasil yang menyakinkan, bukan karena
peneliti sudah kehabisan uang, tenaga dan waktu
4. Studi kasus yang baik mempertimbangkan perspektif alternative
Secara keseluruhan, kita harus menyajikan potongan bukti penting sedemikian rupa sehingga pembaca dapat
mencapai penilaian independen mengenai manfaat analisis dan kesimpulan Anda

7
RINGKASAN REVIEW ARTIKEL

Artikel yang digunakan sebagai materi reviu:


Tero-Seppo Tuomela. (2005). The interplay of different levers of control: A case study of introducing a new
performance measurement system. Management Accounting Research. 16. 293-320.
DOI:10.1016/j.mar.2005.06.003

1. Area of Interest : Sistem pengukuran kinerja


2. Phenomena : Sistem kontrol strategis yang dipromosikan dengan baik seperti Balanced Scorecard dan
Performance Pyramid dengan cepat menyebar ke beberapa perusahaan (besar) dan menunjukkan
petunjuk tentang potensi masalah dan tantangan.
3. Theoritical Foundation
- Kerangka Simon didasarkan pada empat tuas control yaitu: sistem kepercayaan, sistem batas, sistem
kontrol diagnostik, dan sistem kontrol interaktif. Keempat tuas kontrol ini bekerja secara bersamaan
dan menyeimbangkan kebutuhan akan inovasi dan kendala.
- Sistem pengukuran kinerja terhubung ke keempat tuas kontrol strategis, dimungkinkan untuk
menggunakan sistem pengukuran kinerja untuk mendukung kontrol melalui sistem kepercayaan dan
sistem batas selain penggunaan diagnostik atau interaktif.
- Menurut Simons (1995a, 1995b), karakteristik spesifik dari kontrol interaktif adalah bahwa: 1)
Manajemen puncak sangat terlibat, 2) Sistem digunakan di seluruh organisasi. 3) Digunakan untuk
mempromosikan dan memprovokasi diskusi dan penekanannya pada pembelajaran, dan 4)
Menangani ketidakpastian strategis.
- 3K Scorecard sebagai sarana untuk mengkomunikasikan fokus pelanggan dan meningkatkan kontrol
strategis di dalam organisasi. 3K Scorecard dari FinABB memberikan dasar yang berguna tidak
hanya untuk mengevaluasi kemajuan strategis tetapi juga untuk mengambil tindakan nyata.
4. Methodology
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus dengan
paradigma post positivism dengan perspektif epistemological. Peneliti merupakan bagian dari yang
diteliti dimana peneliti merupakan bagian dari tim pengukuran yang mengembangan metode
pengukuran baru yang akan digunakan oleh perusahaan.
The case company, “FinABB”, was a subsidiary of ABB Finland at the time of the study and the
researcher was an active – intervening – participant in the “measurement team” that developed a new
strategic control tool. [Halaman 302]
5. Data and Method
Salah satu data yang digunakan adalah data textual yaitu adalah arsip dokumen. Data dikumpulkan
dengan metode wawancara dan observasi partisipan.
Interviews, and especially participant observations, were used to understand and analyze different
modes and implications of using this new strategic performance measurement system. [Halaman 302]
In the early stages of our study, the researcher determined through interviews and archival documents
that the case company was engaging in a differentiation (Porter, 1980) or prospector (Miles and
Snow,1978) strategy. [Halaman 309]
6. Findings
Temuan di analisis dibagi berdasar kronologi dari objektif, strategi, lingkar umpan balik, penentuan
target dan sistem reward, pertahanan akan perubahan, dan pengimplementasian 3K scorecard.
Pada objektif, persepsi mengenai tujan dari scorecard berkembang di antara grup orang yang sama dan
tidak dari orang yang berbeda pada saat yang bersamaan.
Pada strategi ditemukan bahwa persepsi manajemen terhadap suatu strategi dapat mempengaruhi
pemilihan dan pengembangan sistem control.
3k scorecard menyarankan penggunaan feedback loops dimana Salah satu hasil penting adalah
pengakuan akan kebutuhan mengatasi ketidakpastian strategis dalam bentuk indikator pasar lainnya
selain ukuran kinerja.

8
Temuan dalam studi kasus ini yang berhubungan dengan penentuan target dan sistem reward
menunjukkan bahwa masalah ketidak jelasan pengorbanan antara tindakan non-keuangan dan
hubungan antara hasil non-keuangan dan hasil keuangan dapat diatasi ketika menggunakan sistem
pengukuran secara interaktif untuk mempelajari strategi daripada mengevaluasi secara diagnostik
kinerja bawahan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan interaktif ukuran kinerja sebenarnya dapat
dipandang sebagai lebih mengancam oleh individu tertentu.

- Objectives
In the case study of Kasurinen (2002), it was claimed that different perceptions of the purpose of a
scorecard could undermine the entire project. However, this was not the situation in our case study,
which we explain with the observation that different perceptions evolved amongst the same group of
people, over time, and not by different people at the same time. [Halaman 309]
- Strategy
The findings in this study thus support the claims of Archer and Otley (1991) that managers’
perceptions about the strategy can intervene in the selection and development of control systems. In
addition, it may be that the goals of the organization are also (re)constructed during this process,
thus having potentially important implications for the outcome. With regard to strategic development
work at FinABB it was possible to detect a reasonable amount of ex-post rationalization and
retrospective sense-making (Cooper et al., 1981). But this was mostly functional in terms of
increased self-respect and motivation. [Halaman 310]
- Feedback loops
One important outcome was recognition of a need to address strategic uncertainties in the form of
other market indicators in addition to performance measures. [Halaman 310]
- Target setting and reward system
Prior literature has suggested that strategic performance measures should be altered if the
underlying strategy changes (Eccles, 1991; Grady, 1991; Sellenheim, 1991; Otley, 1999). But novel
performance measures are problematic as the lack of measurement tradition decreases confidence
and makes it difficult to set targets (Vaivio, 1995). In addition, tradeoffs between non-financial
measures and the links between non-financial results and financial outcomes are not clear-cut
(Fisher, 1992; Anthony and Govindarajan, 1998). The findings in this case study suggest that such
problems are alleviated when using a measurement system interactively to learn about the strategy
rather than to evaluate diagnostically the performance of subordinates. [Halaman 311]
- Resistance to change
The findings of our study, however, suggest that the interactive use of performance measures may
actually be viewed as even more threatening by certain individuals. Interactive discussion of
strategic problem areas increase the visibility of actions, and strengthen accountability to peers –
even more than in diagnostic control. [Halaman 312]
- Operating the 3K Scorecard: some implications for workloads
It is argued elsewhere that developments in information technology have not considerably altered
management accounting reporting (Granlund and Malmi, 2002). Thus, collecting information for
strategic performance measurement systems is likely to increase the reporting tasks of accountants
(Epstein and Manzoni, 1997, 1998). We found this to be the case at FinABB. Certain data-reporting,
as well as the refinement of raw data provided by the managers, was undertaken by the business
controllers, extending their workload. Furthermore, since the managers were always busy and
seldom pleased about increased reporting requirements, the business controllers often found
themselves making subsequent requests to the managers with respect to the data provided.
[Halaman 312]
7. Conclusions
Penggunaan sistem pengukuran kinerja strategis memberikan dampak dan permasalahan terkait
dengan pemakaiannya. Dampak yang diberikan oleh pengukuran kinerja strategis ini saling
mempengaruhi ke semua level kontrol, terlebih lagi untuk sistem penilaian dengan interaksi yang
9
memiliki beberapa keuntungan dan tantangan dibandingkan dengan kontrol diagnostik. Seperti yang
dijelaskan peneliti pada hal 314 paragraf 4 berikut.
“To conclude, the way in which strategic performance measurement systems are used has several
implications for the benefits and problems related to its use. This finding is consistent with earlier results
(Langfield-Smith, 1997; Abernethy and Brownell, 1999; Vaivio, 2001; Bisbe and Otley, 2004) that it is not
only the specific control tools (like the Balanced Scorecard) that are used but also the way they are
applied that should be taken into account. Moreover, it should be taken into account that performance
measurement systems have implications for all levers of controls and that the interactive use of
performance management systems has some special benefits and challenges when compared to
diagnostic controlling”
8. Recomemendations
Rekomendasi dari peneliti, yang didasarkan dari temuan yang telah diformulasi, antara lain:
a Ambiguitas mengenai keseimbangan antara ukuran non-keuangan yang berbeda dan
hubungan antara tindakan non-keuangan dan keuangan tidak dianggap sebagai masalah
pengukuran itu sendiri. Sebaliknya, inilah alasan sebenarnya untuk menggunakan sistem
pengukuran kinerja yang seimbang - yaitu untuk mempelajari tentang potensi hubungan sebab-
akibat, dan kepentingan relatif dari berbagai ukuran. Demikian pula, penetapan target dianggap
sebagai tantangan, dan penetapan target yang berarti hanya diharapkan mengikuti penggunaan
sistem. Karena itu, tingkat target tentatif ditetapkan pada awal.
b Dorongan untuk mengadopsi sistem pengukuran kinerja baru tidak datang dari atas ke bawah,
melainkan ide manajemen FinABB sendiri untuk mengembangkan kartu skor yang akan
membantu mereka meningkatkan manajemen strategis. Oleh karena itu, terdapat keyakinan
yang konsisten bahwa sistem baru ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan dan
ada komitmen kuat untuk menggunakan sistem tersebut (mungkin dengan pengecualian
Manajer Penjualan Domestik). Selain itu, fokusnya adalah pada diskusi dan pembelajaran -
penggunaan interaktif - dan tidak ada minat untuk menciptakan suasana reward atau
punishment. Akhirnya, sistem penghargaan tidak boleh terkait erat dengan sistem bonus ketika
ambiguitas tentang tindakan dan tingkat target yang sesuai berlaku. Tetapi, seperti yang
disarankan di atas, hubungan seperti itu mungkin kurang penting jika para manajer sendiri
mengembangkan sistem untuk tujuan pembelajaran mereka sendiri
Mengenai poin tersebut dijelaskan pada hal 313, paragraph 4 dan 5.
9. Further Researches
Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih fokus pada penilaian kinerja yang interaktif.
Penilaian kerja yang bersifat interaktif ini sendiri cukup menarik diteliti karena memang lebih baru
dibandingkan kontrol diagnostik dan menurut penelitian ini, memunculkan berbagai permasalahan.
Seperti pada poin hal 314, paragraph 2.
“While interactive use of performance measures sheds a little different light on performance
management, it can also be problematized. At least two problems remain with performance
measurement and possibly even worsen when strategic performance measurement systems are
primarily used for interactive controlling. First, the introduction of new non-financial performance
measures may initiate rather strong resistance. Non-financial measures improve the visibility of actions.
Since interactive control initiates discussions about strategic uncertainties, it is likely that more
information about subordinates’ and peers’ actions is disclosed when compared to diagnostic control.
This is likely to intensify resistance to change. The introduction of new non-financial measures is also
likely to disrupt the power structures within an organization. An in-depth knowledge of customers, for
example, implies an informal power dimension which might result in those who possess such knowledge
being reluctant to share it (Vaivio, 2001; Tuomela, 2001; see also Markus and Pfeffer, 1983)”.

REFERENSI
Tuomela, T. (2005). The interplay of different levers of control: A case study of introducing a new
performance measurement system. Management Accounting Research. 16. 293-320.

10

Anda mungkin juga menyukai