Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

J
DENGAN TETANUS DI RUANG
FLAMBOYAN RSUD KUDUS

DISUSUN OLEH :
NAMA : N. ROKHMAD, Amk
NIM : 230528

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS


Jl. Lambao No. 1 Singocandi Kec. Kota Kab. Kudus
2006
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani. (Waspadji, 1996, 474)
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan Clostridium
tetani. (Mansjoer, 2000, 429)

B. Etiologi
- Clostridium tetani yang hidup aerob,
Berbentuk spora, tersebar ditanah, mengeluarkan eksotoksin. (Mansjoer,
2000)
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan
dijumpai pada tinja manusia dan hewan, perawatan luka yang tidak baik, di
samping penggunaan sarung suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu
narkotika). (Waspadji, 1996 : 474)

C. Tanda dan Gejala


Lokal : Nyeri, kaku dan spasme dari daerah yang terluka.
Umum : Trismus, kekakuan otot maseter, kekakuan otot-otot wajah (risus
sardonicus), kaku kuduk, epistonus, perut papan, kejang tonik umum,
kejang rangsang (terhadap visual, suara dan taktik), kejang spontan,
retensio urin. (Masjoer, 2000: 429)
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis
biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan
leher, kemudian kesukaran mulut (trinmus) karena spasme otot messeter. Kejang
otot ini akan berlanjut kekuduk (epistotonus).
Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku
dengan epistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan
mengepal.
Serangan timbul teroksimal dapat dicetuskan oleh rangsangan suara,
cahaya, maupun sentuhan, karena kontraksi yang sangat dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin bahkan terjadi fraktur collumm vertebralis (pada anak)
biasanya dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.
(Waspadji, 1996 : 475)
D. Patofisiologi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksimal, diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu adapada otot
massefer dan otot-otot rangka. Berbagai keadaan dibawah dapat menyebabkan
keadaan dibawah ini dapat menyebabkan keadaan aerob yang disukai untuk
tumbuhnya kuman tetanus yaitu: (a) Luka dalam misalnya luka tusuk karena
paku, kaku pecahan kaca atau kalengt pisau dan benda tajam lainnya ; (b) Luka
karena tabrakan, kecelakaan kerja atau karena perang; (c) Luka-luka ringan
seperti luka gores, pesi pada mata, telinga atau tonsil, gigitan serangga juga
merupakan tempat masuk kuman penyebab tetanus. Tonsil pada tetanus bersifat
antigen, sangat mudah diikat jaringan saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak
dapat lagi dinetralkan dengan anti toksin spesifik. Perubahan morfologi amat
minim dan tidak spesifik. Jaringan luka biasanya hanya menhampakkan reaksi
radang non spesifik, dan terdiri atas pembengkakan sel-sel ganglionmotorik yang
berhubungan dengan pembengkakan dan lisis inti sel. (Waspadji, 1996 : 475)

E. Komplikasi
- Spasme otot faring
- Pnemonia aspirasi
- Asfiksia
- Atelektasis
- Fraktur kompresi (Mansjoer, 2000 : 429)

F. Penatalaksanaan
a. Umum
- Merawat dan membersihkan luka sebaik-sebaiknya.
- Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan manelan bila ada trimus, makanan dapat diberikan
personde atau parental
- Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara, dan tindakan
terhadap pasien.
- Oksigen pernafasan buatan dan tiakeotomi bila perlu
- Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Obat-obatan
- Anti Toksin
Tetanun Imun Globulin (TIG) lebih dianjurkan pemakainnya diandingkan
dengan Anti Tetanus Serum (ATS) dari hewan.
Dosis inisial TIG yang dianjurkan ialah 5000U intramuskular yang
dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000U. bila pemberian TIG tidak
memungkinkan ATS dapat diberikan dengan dosis 5000U intra muskuler
dan 5000 U intravaskuler pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan
tidak ada reaksi hipersensitivitas.
- Anti kejang
 Diazepam
 Meprobamut
 Klorprobamat
 Penobarbitul (1m)
- Antibiotik
Pemberian penisilin protein 1,2 juta unit/hari atau tetrasiklin 1gr/hr secara
IV, dapat memusnahkan C. Tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologisaya. (Waspadji, 1996 : 975 – 476)
1. Pencegahan
a)Bersihkan post dentree (luka, caries, otitis) dengan larutan H2O3 3%.
b)Anti tetanus serum (ATS) 1.500U lm
c)Anti tetanus serum (ATS) dengan memperhatikan status imunisasi
d)Penisilin Prokoun (PD) 2-3 hari 50.000 U/Kg BB/hari.
2. Pengobatan
a)ATS 50.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut hari I diberikan
dalam infus glukosa 5% 100ml, hari II diberikan 1 m lakukan uji
kulit atau mata sebelum pemberian.
b)Fenobarbital, dosis inisial 50 mg (umur < 1 tahun) dan 75 mg (umur
> 1 tahun), dilanjutkan dosis 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 6
dosis.
c)Diazepam, dosis 4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 6 dosis.
d)Largalitil, dosis 4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 6 dosis
e)Kloralhidiat 5% (bila kejang suka diatasi, perpektal, dosis 50 mg/Kg
BB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
f) PP 50.000 U/Kg BB/hari Im, sampai 3 hari demam turun, satu
tempat suntikan tidak lebih dari 600.000 lt.
g)Diet tinggi kalori tinggi protein, bila tonus makan (air diberikan
melalui pipa nasogastrik atau parentenal.
h)Isolasi
i) Oksigen 2 l/m
j) Bersihkan port dientree dengan larutan H2O2 3%
k)Tokoid Tetanus (TT) diberikan sesuai status imunisasi (Mansjoer,
2000 : 429)

G. Pathways

Kuman C. Tetani

Eksotoksin

Inflamasi : luka Cemas Kurang


informasi

Kurang
Ketegangan otot Gejala proksimal pengetahuan

Spasme otot Suara cahaya


sentuhan

Gangguan Intebran
Kejang otot
aktivitas
Gangguan
Nyeri istirahat tidur

Gangguan rasa
Sumber :
nyaman nyeri
1. Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran
2. Waspadji, Sarwono, Ilmu Penyakit Dalam

H. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala dan keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas/bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri/orang terdekat/pemberi asuhan kesehatan/orang lain.
Tanda dan perubahan tonus/kekuatan tonus
Gerakan involunter/kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
2. Eliminasi
Gejala : Introntinensia dan pisodik.
Tanda : Iktal, peningkatan tekanan kandung kemih atau tonus spingter,
posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik
urine/fekal).

3. Makanan/Cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak/gigi (cidera selama kejang hiperlsia
gingivai (efek samping pemakaian dilantin jangka panjang)

4. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing,
riwayat trauma, kepala anoreksia dan infeksi sorebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik)
Posiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese
Tanda : Karakteristik kejang
 Kejang umum
 Tonik-tonik (grand mal)
 Absen (petit mal)
 Kejang parsial (kompleks)
 Kejang parsial (sederhana)
 Status epileptikus

5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot/pungung pada periode posiktal nyeri
abnormal paroksismalspalam fase iktal (mungkin terjadi sel kejang
fokal/parsial tanpa mengalami perubahan kesadaran).
Tanda : Sikap/tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot, tingkah laku distraksi/gelisah.

6. Pernapasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/cepat,
peningkatan sekresi mukus.
Fase posikal : apnea
7. Keamanan
Gejala : Riwayat terjatuh/truma, fraktur adaya alergi
Tanda : Truma pada jaringan lunak/ekimosis
Penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
8. Interaksi sosial
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya.
Pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial
9. Penyuluhan pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat pada keluarga penggunaan/ketergantungan obat
(termasuk alkohol). (Doenges, 1999 : 259 – 260).
Pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial

I. Fokus Intervensi
1. Gangguan rasanyaman nyeri b.d ketegangan otot
Kriteria hasil :
- Menunjukkan/menggunakan perilaku untuk mengurangi kekambuhan.
Intervensi
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi adanya tanda-tanda non verbal
c. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
mulai muncul
d. Anjurkan untuk istirahat dalam ruangan yang tenang
e. Evaluasi perilaku nyeri

2. Trauma/penghentian pernafasan resiko tinggi terhadap kelemahan, kehilangan


koordinasi otot besar atau kecil.
Kriteria hasil :
- Mempertahankan aturan pengobatan untuk mengontrol/menghilangkan
anti kejang.
- Pemberi perawatan akan mengidentifikasi tindakan untuk diambil bila
terjadi kejang.
Intervensi :
a. Gali bersama-sama pasien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus
kejang
b. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang
dengan posisi tempat tidur rendah.
c. Anjurkan pasien utnuk merokok hanya selama dapat diatasi
d. Evaluasi kebutuhan untuk/berikan perlindungan pada kepala.
e. Tinggalah bersama pasien dalam waktu beberapa lama selama/setelah
kejang.
f. Atur kepala, tampakkan diatas daerah yang empuk (lunak) atau bantu
meletakkan pada lantai jika keluar dari tempat tidur.
g. Catat tipe dari aktivitas kejang
h. Orientasikan kembali pasien terhadap aktivitas kejang yang dialaminya
i. Diskusikan adanya tanda-tanda serangan kejang jika memungkinkan dan
pola kejang yag biasa dialami.

3. Gangguan harga diri/identitas pribadi b.d stigma berkenaan dengan kondisi


Kriteria hasil :
- Menghidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi
negatif pada diri sendiri.
- Menggungkapkan persepsi realistik dan penerimaan diri dalam perubahan
gaya/peran hidup
Intervensi :
a. Anjurkan untuk mengungkapkan/mengekspresikan perasaanya
b. Indentifikasi pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang
akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimiliknya.
c. Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau
yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
d. Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada pasien,
anjurkan aktivitas dengan memberikan pengawasan/dengan memantau
jika ada indikasi.
e. Tentukan sikap/kecakapan orang terdekat bantu ia menyadari perasaan
tersebut adalah normal, sedangkan merasa bersalah dan menyalahkan diri
sendiri tidak ada manfaatnya.
f. Tekankan pentingnya staf/orang terdekat untuk tetap dalam keadaan
tenang selam kejang.
g. Rujuk pasien/orang terdekat pada kelompok penyokong, seperti yayasan
epilepsi, kejang dsb.
h. Diskusikan rujukan pada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan aturan
pengobatan b.d kurang informasi.
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsang
yang dapat meningkatkan/berpotensial pada aktivitas kejang.
- Memulai perubahan perilaku/gaya hidup sesuai indikasi.
Intervensi :
a. Jelaskan kembali mengenai prognosis penyakit dan perlunya pengobatan/
penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi.
b. Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untk minum obat bersamaan
dengan waktu makan jika memungkinkan.
c. Diskusikan mengenai efek samping secara khusus.
d. Berikan informasi tentang interaksi obat yang potensial dan pentingnya
untuk memberitahu pemberi perawatan yang lain dan pemberian obat
e. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang
istirahat yang cukup, latihan yang cukup, hindari bahaya, alkohol, dan
obat yang dapat menstimulasi kejang.
f. Indentifikasi perlunya/meningkatkan penerimaan terhadap keterbatasan
yang dimilikinya. (Doenges, 1999 : 262-268)

5. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan, penurunan kekuatan


Kriteria hasil : - menunjukkan teknik/perilaku yang memampukan
kembali melakukan aktivitas
- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan
toleransi aktivitas
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring/duduk
b. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai kebutuhan
c. Ubah posisi dengan sering
d. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
e. Tingkatkan kemampuan sesuai toleransi, bantu melakukan latihan tentang
gerak sendi pasif/aktif.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn, 1999. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian


Perawatan Pasien, EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II, Edisi Ketiga. FKUI,
Jakarta.

Waspadji, Sarwono, 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi Ketiga, FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai