Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

SISTEM SIRKULASI DARAH PADA MANUSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Anatomi Fisiologi

Oleh :
1. Alia Vivi Azzahra (P21345120005)
2. Aulia Izzahtus Janah (P21345120013)
3. Farisya Puspita Pratama (P21345120024)

KELOMPOK 5
KELAS : 1 D3 A

PROGRAM STUDI DIII


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

13
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sisitem Sirkulasi Darah Pada Manusia”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami
tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.

Kami mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Penulis,

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................2


DAFTAR ISI ........................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang ........................................................................................4
1.2 Tujuan ........................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 
2.1 Pengertian Sistem peredaran Darah...........................................................................5
2.2 Fungsi Sistem peredaran Darah.................................................................................5
2.3 Komponen Sistem peredaran Darah...............................................................................6
2.4 Komponen Darah ......................................................................................8
2.5 Plasma Darah ......................................................................................9
2.6 Sel Darah merah (Eritosit) ......................................................................................12
2.7 Sel Darah putih (Leukosit) ......................................................................................19
2.8 Keping darah ( Trombosit) ......................................................................................25
2.9 Sistem Sirkulasi ......................................................................................29
2.10 Penggolongan Darah ......................................................................................30
BAB 3 PENUTUP 
3.1 Kesimpulan ......................................................................................36
3.2 Saran ......................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................37

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem peredaran darah manusia atau yang dalam dunia medis disebut dengan sistem
kardiovaskular adalah sebuah sistem yang berguna untuk menyalurkan oksigen, dan nutrisi
dari jantung ke seluruh tubuh.Tidak hanya sebagai penyalur, sistem ini juga berfungsi sebagai
mengeluarkan zat diaoksida dan sisa metabolisme tubuh melalui paru-paru. Menyalurkan
hormon, dan suhu tubuh secara merata ke seluruh tubuh. Serta mempertahankan sistem kinerja
organ, dan membantu tubuh pulih.

Sirkulasi darah memiliki 3 kompone yaitu jantung, pembuluh darah dan darah.
Sedangkan komponen darah yaitu plasma darah, eritrosit, leukosit dan trombosit.

1.2 Tujuan
Mempelajari dan memahami mengenai

1. Pengertian Sistem peredaran Darah


2. Fungsi Sistem peredaran Darah
3. Komponen Sistem peredaran Darah
4. Komponen Darah
5. Plasma Darah
6. Sel Darah merah (Eritosit)
7. Sel Darah putih (Leukosit)
8. Keping darah ( Trombosit)
9. Sistem Sirkulasi
10. Penggolongan Darah

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Peredaran Darah Manusia

Sistem peredaran darah manusia atau yang dalam dunia medis disebut dengan sistem
kardiovaskular adalah sebuah sistem yang berguna untuk menyalurkan oksigen, dan nutrisi
dari jantung ke seluruh tubuh.Tidak hanya sebagai penyalur, sistem ini juga berfungsi sebagai
mengeluarkan zat diaoksida dan sisa metabolisme tubuh melalui paru-paru. Menyalurkan
hormon, dan suhu tubuh secara merata ke seluruh tubuh. Serta mempertahankan sistem kinerja
organ, dan membantu tubuh pulih.

2.2 Fungsi Sistem Peredaran Darah Manusia

1. Mengangkut O2 dan mengangkut CO2

Fungsi utama dari sistem peredaran darah adalah mengangkut oksigen (O 2) dan karbondioksida
(CO2). Darah yang mengandung banyak O2 dari paru – paru akan beredar ke seluruh tubuh
untuk digunakan dalam aktivitas sel. Darah yang mengandung banyak CO 2 diangkut dari tubuh
menuju paru – paru untuk dibuang saat bernafas.

2. Mengangkut Nutrisi dan Sisa metabolisme

Fungsi peredaran darah dalam tubuh manusia yang berikutnya adalah mengangkut nutrisi dan
sisa metabolisme. Nutrisi dari makanan yang dikonsumsi dalam tubuh diperlukan pada proses
metabolisme tubuh. Proses metabolisme yang dilakukan tubuh akan menghasilkan zat sisa
metabolisme.

Nutrisi dari makanan yang dicerna pada sistem pencernaan akan diserap ke dalam aliran darah
melalui kapiler di vili (juluran kecil yang melapisi usus halus). Bentuk nutrisi yang diserap
meliputi glukosa, asam amino, vitamin, mineral, dan asam lemak. Selanjutnya, nutrisi dalam
darah akan diedarkan ke seluruh tubuh sebagai sumber energi dalam metabolisme sel.

3. Mengangkut Hormon

Hormon merupakan zat kimia yang diproduksi tubuh dalam sistem endokrin yang terletak pada
hipotalamus otak. Peran hormon dalam tubuh meliputi hampir semua fungsi tubuh seperti
mengatur pertumbuhan, metabolisme, dan kinerja beberapa sistem organ. Pembentukan sel
darah merah (eritrosit) juga melibatkan hormon dalam prosesnya. Hormon juga yang
menjadikan pertumbuhan pria dan wanita dewasa menjadi berbeda.

4. Mengangkut Sistem Kekebalan Tubuh

5
Kekebalan tubuh atau biasa juga disebut imun merupakan bentuk pertahanan tubuh untuk
melindungi tubuh dari pengaruh biologis. Cara sistem kekebalan tubuh melindungi tubuh
adalah dengan mengenali dan membunuh patogen (mikroorganisme parasit). Sistem kekebalan
tubuh terdiri dari sel – sel yang bertanggung jawab atas imunitas tubuh, seperti sel darah putih
(leukosit).

5. Mengatur Suhu Tubuh

Darah memiliki peran dalam membantu mempertahankan homeostasis (kestabilan suhu tubuh)
melalui pelepasan atau konservasi panas. Pembuluh darah berkembang atau berkontraksi saat
bereaksi terhadap kondisi di luar tubuh. Kondisi ini kemudian mengatur aliran darah dan panas
mendekati atau menjauhi permukaan kulit di mana panas hilang. Selain itu juga mengatur
berapa banyak panas yang dilepaskan dari tubuh. Darah mendistribusikan panas tubuh melalui
alirannya pada sistem peredaran darah.

2.3 Komponen – Komponen Utama Sistem Peredaran Darah

Terdapat tiga komponen penting dalam sistem peredaran darah ini, yang mana masing-masing
memiliki keterkaitan. Tiga komponen tersebut mengatur jalannya pengangkutan dan
penerimaan kembali darah ke dan dari seluruh tubuh.

Tiga komponen utama sistem sirkulasi darah tersebut yaitu:

1. Jantung

6
Jantung adalah salah satu organ yang paling penting atau vital dalam sistem peredaran darah
yang berfungsi sebagai  pemompa dan penerima darah ke seluruh tubuh.

Letak jantung ini berada di antara paru-paru. Tepatnya di tengah dada, di bagian belakang kiri
tulang dada. Jantung ini memiliki ukuran kira-kira sedikit lebih besar dari kepalan tangan anda,
yakni sekitar 200-425 gram.

Jantung mempunyai empat ruang, yakni serambi (atrium) kiri dan kanan serta bilik (ventrikel)
kiri dan kanan.

Jantung juga memiliki empat katup yang memisahkan antara keempat ruang tersebut.Katup
jantung tersebut berfungsi untuk menjaga aliran darah mengalir ke arah yang benar. Katup ini
yaitu termasuk katup trikuspid, mitral, paru, dan aorta. Setiap katup mempunyai flaps, yang
disebut leaflet atau cusp, yang membuka dan menutup sekali setiap jantung kita berdetak.

2. Pembuluh Darah

Pembuluh darah adalah sebuah pipa elastis yang menjadi bagian dari sistem
sirkulasi darah. Pembuluh ini berfungsi sebagai pembawa darah dari jantung ke bagian
tubuh lain atau sebaliknya.

Ada tiga pembuluh darah utama yang terdapat di jantung, yaitu sebagai berikut:

7
1. Arteri, berfungsi membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung ke bagian
tubuh lainnya. Arteri memiliki dinding yang cukup elastis sehingga mampu menjaga
tekanan darah tetap konsisten.

2. Vena, berfungsi membawa darah yang miskin oksigen dari seluruh tubuh untuk
kembali ke jantung. Dibandingkan dengan arteri, vena memiliki dinding pembuluh
yang lebih tipis.

3. Kapiler, berfungsi untuk menghubungkan arteri terkecil dengan vena terkecil.


Dindingnya sangat tipis sehingga memungkinkan pembuluh darah untuk bertukar
senyawa dengan jaringan sekitarnya, seperti karbon dioksida, air, oksigen, limbah,
dan nutrisi.

3. Darah

Darah mempunyai fungsi untuk mengangkut nutrisi, oksigen, hormon, dan berbagai zat
lainnya dari dan ke seluruh tubuh Anda. Tanpa darah, dapat dipastikan oksigen dan sari
makanan akan sulit disalurkan dengan baik ke seluruh tubuh.

2.4 Karakter dan Komponen Darah

Fungsi darah masuk ke dalam tiga kategori, yaitu transportasi, pertahanan, dan regulasi, yang
akan dibahas berikut ini.
1. Darah adalah media transportasi utama yang mengangkut gas, nutrisi dan produk
limbah.
2. Darah berperan dalam menjaga pertahanan tubuh dari invasi patogen dan menjaga dari
kehilangan darah.

8
3. Darah memiliki fungsi regulasi dan memainkan peran penting dalam homeostasis.
Darah membantu mengatur suhu tubuh dengan mengambil panas, sebagian besar dari
otot yang aktif, dan dibawa seluruh tubuh.

Darah terdiri atas beberapa komponen, yaitu sebagai berikut:

1. Plasma darah. Yaitu berfungsi untuk mengisi sekitar 55-60 persen dari volume darah
dalam tubuh. Tugas utama plasma darah yaitu mengangkut sel-sel darah untuk
kemudian diedarkan ke seluruh tubuh bersama nutrisi, hasil limbah tubuh, antibodi,
protein pembekuan darah, dan bahan kimia, seperti hormon dan protein yang bertugas
untuk membantu menjaga kesetabilan atau keseimbangan cairan tubuh.
2. Sel darah merah (eritrosit). Sel darah ini berfungsi  membawa oksigen dari paru-paru
untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Sel darah ini juga memiliki tugas sebagai
pengangkut kembali karbon dioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru untuk
dikeluarkan.
3. Sel darah putih (leukosit). Sel darah putih ini memiliki fungsi yang cukup penting
yaitu untuk melawan infeksi virus, bakteri, dan jamur yang memicu perkembangan
penyakit. Hal ini disebabkan karena sel darah putih ini memproduksi antibodi yang
akan membantu memerangi zat asing tersebut.
4. Keping darah (trombosit). Trombosit ini memiliki peran yang penting dalam proses
pembekuan darah (koagulasi) saat tubuh terluka. Tepatnya, trombosit akan membentuk
sumbatan bersama benang fibrin guna menghentikan perdarahan sekaligus merangsang
pertumbuhan jaringan baru pada area luka. Bayangkan jika trombosit ini tidak ada,
maka otomatis ketika orang terluka maka akan sulit untuk bisa sembuh kembali.

2.5 Plasma Darah

Plasma darah merupakan komponen darah yang berbentuk


cairan. Plasma darah mengisi sekitar 55-60 persen dari
volume darah dalam tubuh. Secara lebih rinci, plasma darah
tersusun dari air kurang lebih 92 persen, dan 8 persen sisanya
merupakan karbondioksida, glukosa, asam amino (protein),
vitamin, lemak, serta garam mineral.

9
Tugas utama plasma darah adalah mengangkut sel-sel darah, untuk kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh bersama nutrisi; hasil limbah tubuh; antibodi; protein pembeku; serta bahan
kimia seperti hormon dan protein yang bantu menjaga keseimbangan cairan tubuh. Protein
pembeku yang dibawa oleh plasma, nantinya akan bekerja bersama trombosit untuk
mempercepat proses pembekuan darah.

Selain mengedarkan berbagai bahan penting, plasma darah juga berfungsi untuk
menyeimbangkan volume darah serta kadar elektrolit (garam), termasuk natrium, kalsium,
kalium, magnesium, klorida, dan bikarbonat.

Kelompok terbesar zat terlarut dalam plasma terdiri dari protein plasma, yang melayani
berbagai fungsi. Protein plasma penting adalah albumin, globulin, dan protein pembekuan
(fibrinogen). Hampir dua pertiga dari protein plasma adalah albumin, yang terutama berfungsi
untuk menjaga keseimbangan air agar sesuai antara darah dan cairan interstitial. Diproduksi di
hati, Albumin juga mengikat molekul tertentu (seperti bilirubin dan asam lemak) dan obat-
obatan (seperti penisilin) dan membantu transportasi mereka dalam darah.

Globulin (alpha, beta, dan gamma) adalah kelompok protein yang mengangkut berbagai zat
dalam darah. Banyak beta globulin mengikat lipid (lemak) molekul, seperti kolesterol. Ketika
protein menempel ke salah satu molekul-molekul ini, menciptakan sebuah kompleks yang
disebut lipoprotein. Dua lipoprotein penting adalah low-density lipoprotein (LDL) dan high-
density lipoprotein (HDL). LDL kadang-kadang disebut "kolesterol jahat", karena jika
kadarnya dalam darah tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan jantung.
Tingginya kadar HDL sering menunjukkan risiko lebih rendah terhadap penyakit
kardiovaskular. Gamma globulin berfungsi sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh,
membantu melindungi terhadap infeksi dan penyakit. Protein pembekuan seperti fibrinogen,
memainkan peran penting dalam proses pembekuan darah. Pembekuan darah meminimalkan
kehilangan darah dan membantu mempertahankan homeostasis setelah cedera.

Selain protein plasma, plasma mengangkut berbagai molekul lain, termasuk ion (juga disebut
elektrolit), hormon, nutrisi, produk-produk limbah, dan gas. Elektrolit seperti natrium dan
kalium berkontribusi pada pengendalian fungsi sel dan volume sel. Hormon yang dikeluarkan
kelenjar endokrin, mengangkut informasi ke seluruh tubuh. Nutrisi seperti karbohidrat, asam
amino, vitamin, dan zat-zat lain yang diserap dari saluran pencernaan atau diproduksi oleh

10
reaksi metabolisme sel. Produk limbah dalam plasma termasuk karbon dioksida, urea, dan
asam laktat. Gas terlarut dalam plasma adalah oksigen yang penting untuk metabolisme dan
karbondioksida yang merupakan produk sisa metabolisme.

Tabel 1. Komposisi Plasma dan fungsinya


KOMPONEN PLASMA FUNGSI
Air Sebagai pelarut dan media suspensi bagi komponen darah
Protein plasma
Albumin Turut bertanggung jawab terhadap viskositas darah dan tekanan
osmotik; bertindak sebagai penyangga; mengangkut asam lemak,
bilirubin bebas, dan hormon tiroid
Globulin
Alpha Melindungi jaringan dari kerusakan oleh peradangan (alpha-1
antitrypsin); mengangkut hormon tiroid (thyroid-binding
globulin), kortisol (transcortin), dan testosteron dan estrogen
(hormone–binding globulin); mengangkut lipid (misalnya, kolesterol
dalam HDL); mengkonversi besi Fe2+ menjadi Fe3+; mengangkut
hemoglobin yang dilepaskan dari sel-sel darah merah yang rusak.

Mengangkut besi (transferin), mengangkut lipid (beta lipoprotein)


terutama kolesterol dalam LDL; terlibat dalam imunitas (sebagai
Beta
pelengkap)
Gama
Terlibat dalam imunitas (sebagaian besar antibodi adalah gama
globulin, tetapi beberapa alpha dan beta globulin)
Fibrinogen
Pembekuan darah
Ion Terlibat dalam osmosis, potensial membran, dan keseimbangan asam-
Sodium, potassium, basa
kalsium, magnesium,
klorida, besi, fosfat,
hidrogen, hidroksida,
bikarbonat
Nutrisi
Glukosa, asam amino, Sumber energi, membangun molekul kompleks
trogliserol, kolesterol

Vitamin Meningkatkan aktvitas enzim


Produk limbah
Urea, asam urta, Produk pemecahan metabolisme protein; diekskresikan oleh ginjal
kreatinin, garam amonia

Bilirubin
Produk pemecahan sel darah merah; diekskresikan dari empedu ke
usus

Asam laktat Produk respirasi anaerobik, dikonversi menjadi gula di hati


Gas
Oksigen Penting utuk respirasi aerobik, terminal akseptor elektron dalam rantai

11
transpor elektron

Karbondioksida Produk sisa pernapasan aerobik; sebagai bikarbonat dapat menyangga


darah

Nitrogen Tidak bereaksi (inert)


Substansi pengatur Mengkatalisasi reaksi enzimatik; merangsang atau menghambat fungsi
hormon

2.6 SEL DARAH MERAH (ERITROSIT)

2.6.1 Krakteristik Eritrosit

Adapun karakteristik dari Eritrosit ini, diantaranya sebagai berikut :

1. Mempunyai bentuk yang bulat dan tengahnya berbentuk cekung atau bikongkaf
2. Tidak mempunyai inti sel
3. Mempunyai warna merah disebabkan karna mengandung hemoglobin yang tinggi
4. Mempunyai umur yang panjang itu kurang lebih sekitar 120 hari disaat
pembentukannya
5. Mempunyai jumlah 4 sampai 5 juta sel darah
6. Mempunyai diameter sekitar 7 sampai 8 um itu dengan ketebalannya yakni mencapai 1-
2 um
7. Mempunyai sifat yang elastic tebal

2.6.2 Jumlah Eritrosit

Sel-sel darah yang paling banyak adalah sel-sel darah merah atau eritrosit dengan
persentase sekitar 99,9% dari seluruh elemen padat darah. Dalam darah, jumlah eritosit
sekitar 700 kali lebih banyak dibandingkan sel-sel darah putih (leukosit) dan 17 kali lebih
banyak dari keping darah (trombosit).
Setiap laki-laki dewasa dalam 1 mikroliter atau 1 milimeter kubik (mm 3) darahnya
mengandung sekitar 4,5 – 6,3 juta eritrosit, sedangkan perempuan dewasa mengandung
4,2 – 5,5 juta eritrosit. Jumlah eritrosit yang lebih tinggi pada laki-laki karena laki-laki
memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi daripada perempuan, dan konsentrasi
eritrosit yang lebih besar diperlukan untuk menyediakan oksigen yang dibutuhkan untuk
metabolisme sel-sel.

12
Setetes darah mengandung sekitar 260 juta eritrosit, dan rata-rata darah orang dewasa
mengandung 25 triliun eritrosit. Jumlah eritrosit sekitar sepertiga dari keseluruhan jumlah sel
yang terdapat dalam tubuh manusia.

2.6.3 Struktur Eritrosit

Martini et al . (2012)

Eritrosit yang normal berbentuk cakram atau piringan yang di bagian tengah kedua sisinya
mencekung (bikonkaf), dengan diameter sekitar 7,5 μm. Bentuk bikonkaf memberikan
keuntungan yaitu menjadikan eritrosit memiliki permukaan yang lebih luas bagi difusi
oksigen, dibandingkan dengan bentuk bulat datar dengan ukuran yang sama, dan membuat
pergerakan gas ke dalam dan ke luar sel berlangsung lebih cepat. Selain itu eritrosit juga
bersifat fleksibel sehingga memungkinkan eritrosit berjalan melalui kapiler yang sempit dan
berkelok-kelok untuk menyampaikan oksigen ke jaringan tanpa mengalami keruksakan.
Diameter eritrosit dalam keadaan nomal 7,5 – 8 μm mampu mengalami deformasi pada saat
melalui kapiler yang bahkan berdiameter 3 μm. Eritrosit tidak memiliki inti atau organel
yang lain. Sepertiga isi eritrosit adalah haemoglobin (pigmen merah). Kandungan
haemoglobin dalam eritrosit inilah yang menjadikan darah berwarna merah. Dalam satu
eritrosit mengandung sekitar 280 juta molekul haemoglobin. Isi sel darah merah lainnya
termasuk lipid, adenosin trifosfat (ATP), dan enzim karbonat anhidrase.

13
2.6.4 Fungsi Eritrosit

Fungsi utama eritrosit ini ialah untuk megedarkan darah kaya oksigen (O2) dari
paru-paru ke semua jaringan tubuh. Eritrosit juga mengangkt karbondioksida dari jaringan
untuk dibawa ke paru-paru. Di dalam menjalankan fungsi tersebut, eritrosit itu dibantu
oleh adanya hemoglobin (Hb). Hb ini adalah substansi eritrosit yang terdiri dari rantai
heme serta globin. Rantai heme ini merupakan suatu senyawa besi protoporfirin yang
membentuk sebuah bagian pigmen atau juga bagian bebas protein di dalam Hb serta
memiliki peran mengakut O2.Eritrosit ini memiliki peran ialah sebagai dapar asam basa
yang baik untuk seluruh darah.

2.6.5 Hemoglobin
Haemoglobin terdiri atas dua bagian, yaitu globin suatu protein polipeptida yang sangat
berlipat-lipat. Gugus nitrogenesa non protein mengandung besi yang dikenal sebagi hem
(heme) yang masing-masing terikat pada satu polipeptida. Setiap atom besi dapat
berikatan secara reversibel dengan satu molekul oksigen. Dengan demikian setiap molekul
haemoglobin dapat mengangkut empat oksigen. Karena oksigen kurang larut dalam darah,
98,5% oksigen yang diangkut dalam darah terikat pada Hb.

Ketika darah mengalir melalui paru-paru, oksigen berdifusi dari ruang udara di
paru-paru ke dalam darah. Oksigen memasuki eritrosit dan bergabung dengan hemoglobin
membentuk oksihemoglobin (Hb02), yang memberikan warna merah terang untuk darah.
Setelah melepas oksigen dari oksihemoglobin ke sel-sel tubuh, darah yang telah
melepaskan oksigennya (deoxyhemoglobin) dan membawa sejumlah kecil karbondioksida
dari sel-sel tubuh kembali ke paru-paru untuk melepaskan karbondioksida.
Deoxyhemoglobin memberikan warna merah gelap (rona kebiruan) untuk darah.
Selain mengangkut oksigen, Hb dapat berikatan dengan karbondioksida. Bagian
ion hidrogen asam (H⁺) dari asam karbonat yang terionisasi yang dibentuk dari CO₂ pada
tingkat jaringan. Enzim karbonat anhidrase berperan penting dalam mengangkut CO₂.
Enzim ini mengkatalis reaksi kunci yang akhirnya menyebabkan perubahan CO₂ hasil
metabolisme menjadi ion bikarbonat (HCO₃⁻) yaitu bentuk utama transportasi CO₂ dalam
darah. Dengan demikian eritrosit ikut serta dalam pengangkutan CO₂ melalui 2 cara
melalui Hb dan konversi ke HCO ₃⁻ oleh karbonat anhidrase. Hb juga dapat mengikat
karbonmonoksida membentuk karboksihaemoglobin, gas yang dalam keadaan normal

14
tidak terdapat dalam darah tetapi jika terhirup menempati tempat pengikatan O₂ di Hb
sehingga dapat menyebabkan keracunan karbonmonoksida.

2.6.6 Pengaturan Produksi Eritrosit

Proses pembentukan eritrosit ini disebut dengan sebutan eritropoiesis. Pembentukan eritrosit
tersebut kemudian diregulasi oleh suatu hormon glikoprotein dan disebut dengan sebutan
eritropoietin. Sel Pertama yang dikenali yakni sebagai rangkaian pembentukan eritrosit yaitu
proeritroblas, yang dibentuk dari sel-sel stem CFU-E. Begitu sel proeritroblas terbentuk, sel
tersebut kemudian akan membelah beberapa kali. Sel-sel baru dari generasi pertama
pembelahan tersebut disebut dengan sebutan basofil eritroblas disebabkan karna bisa atau
dapat di cat dengan warna basa. Sel tersebut mengandung sedikit sekali hemoglobin.

Pada pembelahan tahap selanjutnya, jumlah hb yang terbentuk yakni lebih banyak dari
sebelumnya. Sel yang terbentuk pada tahap tersebut disebut dengan sebutan polikromatofil
eritroblas. Kemudian ditahap selanjutnya, jumlah Hb yang dibentuk tersebut akan semakin
banyak serta sudah memberikan warna merah di sel. Sel tersebut dikenal yakni sebagai
ortokromatik eritroblas. Digenerasi selanjutnya, sel tersebut sudah dipenuhi oleh Hb sampai
pada konsentrasi 34%, nukleus tersebut memadat menjadi kecil, serta juga untuk sisa akhirnya
itu diabsorbsi kemudian didorong keluar dari sel. Disaat yang bersamaan retikulum
endoplasma direabsorpsi. Kemudian Sel di tahap selanjut disebut dengan retikulosit,
disebabkan oleh karna masih mengandung sejumlah kecil dari materi basofilik yang terdiri
atas sisa-sisa mitokondria, aparatus golgi, serta juga sedikit organel sitoplasma lainnya.

Selama pada tahap retikulosit tersebut, sel-sel inikemudian akan berjalan dari sumsum tulang
kemudian masuk ke dalam kapiler itu dengan cara diapedesis (yakni terperas dengan carapori-
pori membran kapiler). Materi basofilik yang tersisa di dalam retikulosit normalnya akan
menghilang  itudalam waktu 1 sampai 2 hari, serta setelah itu menjadi eritrosit matur.
Disebabkan karna waktu hidup retikulosit ini pendek , maka konsentrasinya diantara seluruh
sel darah normalnya itu sedikit kurang dari 1 persen.

Apabila eritrosit itu telah atau sudah berada di dalam sirkulasi, maka di dalam keadaan normal
umur sel darah merah itu yakni kurang lebih hanya 120 hari. Sel darah merah yang telah atau
sudah tua menjadi lebih rapuh serta bisa atau dapat pecah dalam perjalanannya dengan melalui
pembuluh darah yang sempit. Sebagian eritrosit tersebut akan pecah di dalam limpa
disebabkan karna terjepit sewaktu melewati pulpa merah limpa serta sebagiannya lagi itu akan
dibongkar di hati. Hb yang terlepas dari eritrosit kemudian akan difagositosis serta dicernakan
oleh sel-sel makrofag terutama yang terdapat di dalam limpa, hati serta juga sumsum tulang.
Setelah itu di hati, hb itu diubah menjadi zat warna empedu (bilirubin) yang akan ditampung
di dalam kantong empedu. Bilirubin ini memiliki fungsi memberi warna pada feses. Zat besi
yang terdapat pada hb diangkut setelah itu dilepas serta diangkut kedalam sumsum tulang
untuk digunakan di dalam pembentukan sel darah merah baru atau pun juga disimpan di hati
serta jaringan lain itu dalam bentuk ferritin.

15
Di dalam tahapan pembentukan eritrosit, hormon eritopoietin, kadar O2 di udara,  cobalt (Co),
protein, besi (Fe), tembaga (Cu),  serta vitamin B12 penting untuk diperhatikan disebabkan
karna merupakan faktor yang tentu mempengaruhi proses tersebut.

Gambar 7. Pembentukan, penghancuran eritrosit dan daur ulang haemoglobin

2.6.7 Nilai Normal Eritrosit

Tes eritrosit ini bisa atau dapat dilakukan untuk mengetahui suatu kadar eritrosit. Tes tersebut
dilakukan untuk mengevaluasi jumlah sel darah merah dalam membantu diagnosis serta juga
memantau kondisi yang berpengaruh pada sel darah merah.

Nilai eritrosit normal itu bisa atau dapat berbeda di tiap-tiap orang dan dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, serta juga kondisi kesehatannya. Dibawah ini merupakan nilai eritrosit normal:

1. Anak-anak: 4,0 sampai 5,5 juta/mikroliter


2. Pria dewasa: 4,5 sampai  5,9 juta/mikroliter
3. Wanita dewasa: 4,1 sampai 5,1 juta/mikroliter
4. Wanita hamil trimester 1: 3.42 sampai 4.55 juta/mikroliter
5. Wanita hamil trimester 2: 2.81 sampai  4.49 juta/mikroliter
6. Wanita hamil trimester 3: 2.72 sampai 4.43 juta/mikroliter

tiap-tiap laboratorium itu bisa atau dapat mempunyai rentang nilai normal eritrosit yang juga
berbeda-beda, namun umumnya langkanya itu tidak akan jauh berbeda.

16
Nilai Tidak Normal Eritrosit

Apabila kadar eritrosit seseorang itu terlalu tinggi ataupun juga terlalu rendah, hal itu
menandakan adanya suatu masalah disel darah merah. Pada saat nilai eritrosit tinggi, kondisi
tersebut disebut dengan sebutan polisitemia. Sedangkan apabila nilai eritrosit itu rendah, maka
disebut dengan sebutan anemia.

a. Nilai eritrosit terlalu tinggi

Nilai eritrosit terlalu tinggi itu disebabkan oleh karna peningkatan jumlah eritrosit atau
juga sel darah merah. Kondisi tersebut termasuk ke dalam kondisi yang langka terjadi.
Penyebab dari eritrosit tinggi atau polisitemia yang paling umum itu disebabkan oleh
karna kondisi seperti dibawah ini :

 Penyakit paru-paru
 Penyakit jantung bawaan
 Polisitemia vera
 Tumor ginjal

b. Nilai Eritrosit terlalu rendah

Nilai Eritrosit rendah itu umumnya juga ditunjukkan dengan acuan nilai sel darah
merah serta hematokrit itu rendah. Kondisi tersebut dikenal dengan anemia. Kondisi
yang bisa atau dapat menyebabkan nilai Eritrosit itu rendah diantaranya :

 Kehilangan banyak darah


 Kekurangan nutrisi tertentu
 Hancurnya sel darah merah secara berlebihan
 Thalasemia
 Gangguan sumsum tulang belakang
 Penyakit atau radang kronis

2.6.8 Kelainan Eritrosit

Jumlah eritrosit normal harus berada pada kisaran 4 – 6 juta sel/m 3 darah. Berbagai penyakit
dapat mempengaruhi jumlah eritrosit. Berikut ini beberapa kelainan atau gangguan yang
terjadi pada eritrosit.
a. Polisitemia adalah gangguan yang ditandai oleh jumlah eritrosit terlalu berlebihan
(banyak). Hal ini dapat disebabkan oleh cacat produksi sel induk, penurunan volume
plasma akibat dehidrasi, atau pengaruh ketinggian. Akibatnya berkurangnya aliran
darah, penyumbatan kapiler, dan peningkatan ketebalan darah. Kondisi ini dapat
menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi.
b. Anemia

17
Dalam kondisi normal, tingkat hemoglobin darah adalah 12-17 gram per 100 mililiter.
Pada penderita anemia, jumlah eritrosit sedikit, dan/atau sel-sel eritrosit tidak memiliki
cukup hemoglobin. Anemia dapat diklasifikasikan dalam salah satu dari beberapa
kategori yang akan diuraikan berikut ini.

1. Anemia gizi
Anemia yang penyebab utamanya adalah kekurangan zat nutrisi terutama zat besi.
Zat besi bisa terdapat pada bahan makan hewani, yakni daging dan hati. Gejalagejala
umum dari anemia adalah tampak pucat, lemas dan lesu. Suplemen zat besi dalam
makanan dapat membantu mencegah anemia jenis ini.
2. Anemia pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah bentuk lain dari anemia gizi. Saluran pencernaan tidak
mampu menyerap cukup vitamin B12, yang penting untuk perkembangan sel darah
merah. Tanpa vitamin B12, sel darah merah yang belum matang cenderung
menumpuk di dalam sumsum tulang. Suplemen vitamin, dan/atau suntikan vitamin
B12 adalah pengobatan yang efektif.
3. Anemia Aplastik
Adanya kelainan atau kerusakan pada “pabrik” pembuat sel darah merah sehingga
tidak dapat memproduksi ke tiga komponen darah dengan baik, sehingga, bagi
penderita anemia aplastik harus selalu memperoleh suplai darah melalui transfusi.
Transplantasi sumsum tulang adalah salah satu pilihan untuk mengobati kondisi ini.
4. Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik terjadi karena laju kerusakan eritrosit meningkat (hemolisis
adalah pecahnya sel darah merah). Penyakit ini umumnya menyebabkan eritrosit
mudah pecah oleh berbagai sebab, dapat akut atau kronik. Anemia hemolotik akut
umumnya disebabkan oleh gigitan binatang, seperti ular atau sengatan lebah.
Anemia hemolitik dapat disebabkan kekurangan enzim untuk membentuk eritrosit,
seperti kekurangan enzim G-6PD, atau adanya kelainan membran atau dinding
eritrosit. Penyakit-penyakit ini umumnya diturunkan dari orang tua.
5. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit merupakan penyakit keturunan. Penderita anemia sel sabit
eritrositnya memiliki bentuk abnormal, yaitu bentuk sabit dengan hemoglobin
abnormal dan tidak dapat membawa oksigen yang cukup. Eritrositnya rapuh,
mudah merobek ketika mereka melalui kapiler yang sempit. Akibatnya, jumlah
eritrositnya jauh lebih sedikit dari biasanya, dan mengakibatkan gejala anemia.
Kedua orang tua harus membawa gen penyakit sel sabit sehingga anak akan
menderita anemia sel sabit. Seseorang dengan gen tunggal dikatakan memiliki sifat
sickle cell, dan tidak memiliki gejala penyakit. Variasi keparahan mengakibatkan
kematian sebelum usia 30, untuk kasus ringan, tanpa gejala.

18
Gambar 8. Bentuk eritrosit pada penderita anemia sel sabit (A) eritrosit normal (B)
c. Talasemia
Talasemia adalah penyakit keturunan banyak ditemukan pada orang Afrika,
Mediterania, dan Asia, termasuk Indonesia. Angka pembawa sifat penyakit ini di
Indonesia berkisar 3 – 10%, artinya 10 dari 100 orang Indonesia adalah pembawa
sifat penyakit ini. Pembawa sifat disebut talasemia minor. Mereka tidak pernah
memperlihatkan gejala yang berarti, hanya saja saat diperiksa Hb-nya umumnya di
bawah nilai normal. Jika diperiksa lebih dalam lagi, ukuran sel darah merahnya lebih
kecil dari normal. Penderita talasemia produksi hemoglobinnya sedikit dan kematian
dapat terjadi pada usia 20an. Kasus ringan menghasilkan anemia ringan. Anak
penderita talasemia membutuhkan transfusi seumur hidup dengan segala resiko
transfusi.

2.7 SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT)

2.7.1 Jumlah Leukosit


Sel darah putih (leukosit) berbeda dari eritrosit dalam hal struktur, jumlah maupun
fungsinya. Ukuran leukosit lebih besar dibandingkan eritrosit dan memiliki inti. Leukosit
tidak memiliki haemoglobin sehingga tidak berwarna. Jumlah leukosit tidak sebanyak
eritrosit, berkisar 5 – 10 juta per milimeter darah atau rara-rata 7 juta sel/milimeter darah
yang dinyatakan dengan 7000 /mm³. Leukosit merupakan sel darah yang paling sedikit
jumlahnya sekitar 1 sel leukosit untuk setiap 700 eritrosit. Jumlah leukosit dapat bervariasi
tergantung pada kebutuhan pertahanan yang selalu berubahubah.

2.7.2 Fungsi Leukosit

Fungsi umum leukosit sebagai berikut:

1. Defensif yaitu mempertahankan tubuh dari benda benda asing yng dilakukan oleh
neutofil dan monosit.
2. Reparatif yaitu memperbaiki jaringan yang rusak yang dilakukan oleh basofil.

19
3. Leukosit memiliki fungsi menahan invasi oleh pathogen melalui proses fagositosis;
4. Mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang muncul di dalam tubuh;
5. Membersihkan sampah tubuh yang berasal dari sel yang mati atau cedera.

Fungsi khusus leukosit sebagai berikut:

1. Neutrofil berperan dalam fagositosis.


2. Eosinofil berperan dalam respon terhadap penyakit parasit dan penyakit alergi.
3. Basofil berperan dalam mengeluarkan histamin, heparin dan dilepaskan setelah
pengikatan IgE ke reseptor permukaan, berperan penting pada reaksi hipersensitivitas
segera.
4. Limfosit berperan dalam pertahanan tubuh lewat sel ( sel B sel T) sel B memperantarai
imunitas humoral. Sel T memperantarai imunitas seluler.
5. Monosit berperan dalam fagositosis ekstravaskuler.

2.7.3 Karakteristik Leukosit

Karakteristik leukosit sebagai berikut:

1. bentuk tidak beraturan


2. memiliki nukleus / inti sel
3. ukuran 5-9 um
4. tidak memiliki hemoglobinKemoktaksis yaitu tertarik pada daerah yang mengeluarkan
zat kimia tertentu.
5. Amoeboid motion yaitu dapat bergerak seperti amoeba.
6. Diapedesis yaitu dapat melewati membran kapiler sehingga dapat melewati pembuluh
darah dengan mengerutkan sel nya.
7. Fagositosis yaitu menghancurkan benda benda asing yang masuk ke dalam tubuh yang
dilakukan oleh neutrofil dan monosit.

2.7.4 Pengaturan Produksi

Leukosit di produksi dalam sumsum tulang merah, dan produksi setiap tipe leukosit diatur
oleh protein yang disebut colony-stimulating factor (CSF). Granulosit dan monosit
dihasilkan hanya di sumsum tulang, sedangkan limfosit juga dihasilkan di jaringan limfoid
(jaringan yang mengandung limfosit seperti kelenjar limfe dan tonsil). Berbagai jenis leukosit
diproduksi dengan berbagai tingkat kecepatan, bergantung pada jenis dan luas serangan yang
dihadapi. Pada orang dengan sumsum tulang yang berfungsi normal, jumlah leukosit dapat
menjadi dua kali lipat dalam hitungan jam, jika memang diperlukan. Banyak leukosit hanya
hidup beberapa hari, kemungkinan mati karena bertempur melawan patogen. Leukosit lainnya
dapat hidup selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Tidak seperti eritrosit, leukosit hanya beredar dalam waktu singkat dalam pembuluh darah
sepanjang hidupnya. Leukosit bermigrasi melalui jaringan ikat dan jaringan padat tubuh,
mengunakan aliran darah untuk berpindah dari satu organ ke organ lainnya dan untuk menuju
ke tempat yang mengalami infeksi atau cedera. Ketika leukosit beredar di sepanjang kapiler,
leukosit dapat mendeteksi tanda kimia adanya kerusakan di sekitar jaringan. Jika masalah

20
terdeteksi, leukosit meninggalkan aliran darah dan memasuki area yang mengalami
kerusakan.

2.7.5 Sirkulasi Leukosit


Sirkulasi leukosit mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Semua leukosit dapat keluar dari pembuluh darah.
Ketika leukosit di dalam pembuluh darah diaktivasi, leukosit akan mendekati dan
menempel pada dinding pembuluh darah dalam suatu proses yang disebut
marginasi. Setelah berinteraksi lebih lanjut dengan sel endotel (epitel pembuluh
darah), leukosit yang teraktivasi menembus endotel dan memasuki jaringan.
Proses ini disebut emigrasi atau diapedesis.
b. Semua leukosit mampu bergerak secara amoeboid. Gerak amoeboid adalah
pergerakan meluncur yang disebabkan oleh aliran sitoplasma ke arah yang dituju
(pergerakan ini diberi nama amoeboid karena serupa dengan pergerakan Amoeba).
Mekanisme gerak amoeboid tidak sepenuhnya dipahami, tetapi melibatkan
pengaturan ikatan secara terus menerus antara filamen aktin dalam sitoskeletin, dan
membutuhkan ion kalsium serta ATP. Pergerakan amoeboid memungkinkan
leukosit melewati endotelium menuju jaringan perifer.
c. Semua leukosit tertarik pada rangsangan kimiawi khusus. Karakteristik ini disebut
koemotaksis positif, yang akan menuntun leukosit untuk menyerang patogen,
menuju jaringan rusak atau yang lainnya.
d. Neutrofil, Eosinofil, dan Monosit mampu melakukan pagositosis. Sel-sel leukosit
tersebut dapat menelan patogen, sel debris atau materi-materi yang lain. Neutrofil
dan eosinofil kadang-kadang disebut mikrofagh untuk membedakan dengan
makrofagh yang lebih besar dalam jaringan ikat. Makrofagh adalah monosit yang
keluar dari pembuluh darah dan menjadi sangat aktif melakukan pagositosis.

2.7.6 Klasifikasi Leukosit

Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis. Untuk klasifikasinya
didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus dalam sitoplasmanya.

Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat dibedakan yaitu :

1. Granulosit, yaitu leukosit yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan
hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti

21
yang bervariasi. Terdapat tiga jenis leukosit granuler yaitu neutrofil, basofil,dan
asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat
warna netral, basa dan asam.
2. Agranulosit Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan
inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu limfosit
(sel kecil, sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak besar mengandung sitoplasma
lebih banyak).

Jenis-jenis Leukosit

1. Neutrofil

Neutrofil merupakan tipe leukosit yang jumlahnya paling banyak,


sekitar 60 - 70% dari total leukosit. Kelompok sel ini dibedakan
dengan kelompok sel yang lain dari struktur intinya yang memiliki 2 – 5
lobus. Neutrofil merupakan leukosit pertama yang merespon terhadap
kerusakan jaringan. Di antara granulosit, neutrofil merupakan spesialis
fagosit.
Sel ini merupakan pertahan pertama pada invasi bakteri sehingga
penting dalam proses peradangan. Selain itu, neutrofil juga berperan
membersihkan debris.Peningkatan jumlah neutrofil dalam darah menunjukkan infeksi
bakteri akut. Sebagian besar neutrofil memiliki usia yang pendek, sel ini bertahan dalam
aliran darah sekitar 10 jam. Jika neutrofil aktif menelan debris atau patogen, sel ini hanya
bertahan 30 menit atau kurang. Sel neutrofil akan mati jika menelan satu atau dua bakteri,
tetapi sebelum pecah neutrofil melepaskan senyawa kimia yang menarik neutrofil lainnya
ke daerah tersebut. Campuran antara neutrofil yang telah mati, debris, dan mikrorganisme
yang telah mati membentuk nanah.

22
2. Eosinofil

Jumlah eosinofil berkisar antara 2 – 4% dari seluruh leukosit.


Sel ini ditandai dengan inti yang memiliki dua lobus. Dalam
sitoplasmanya terlihat butiran-butiran merah jika diwarnai
dengan pewarnaan eosin (pewarnaan asam), dari sifat inilah
nama eosinofil muncul. Eosinofil merupakan sel motil
yang meninggalkan sirkulasi untuk memasuki jaringan
selama reaksi peradangan (inflamasi). Sel-sel ini yang paling umum terdapat pada
jaringan mengalami reaksi alergi, dan jumlahnya dalam darah meningkat jika orang
mengalami alergi. Eosinofil dapat mengurangi respon peradangan dengan
memproduksi enzim yang merusak bahan kimia inflamasi, seperti histamin. Ini akan
mengontrol penyebaran peradangan ke jaringan yang berdekatan. Eosinofil juga
melepaskan bahan kimia beracun seperti oksida nitrat dan enzim sitotoksik yang
menyerang parasit cacing tertentu, seperti cacing pita, cacing, cacing kremi, dan
cacing tambang.

3. Basofil
Basofil mengandung butiran sitoplasma besar yang berwarna
biru atau ungu dengan pewarnaan dasar. Jumlah Basofil paling
sedikit dibandingkan leukosit yang lain, yaitu hanya 0,5 – 1% dari
seluruh leukosit. Sel ini lebih kecil dari neutrofil dan eosinofil
dengan diameter 8 -10 μm, dengan inti berbentuk U. Basofil
bermigrasi ke area cedera dan menyeberangi endotelium kapiler menumpuk di jaringan
yang rusak, di mana sel-sel ini melepaskan butiran-butiran ke dalam cairan interstitial.
Butiran-butiran tersebut mengandung histamin, yang berfungsi melebarkan pembuluh
darah, dan heparin, senyawa yang mencegah pembekuan darah. Basofil dirangsang
melepaskan bahan kimia ini ke dalam cairan interstitial untuk meningkatkan peradangan
lokal yang diprakarsai oleh sel mast. Meskipun senyawa yang sama yang dilepaskan oleh
sel mast dalam jaringan ikat yang rusak, sel mast dan basofil adalah populasi yang
berbeda dengan asalusul yang terpisah. Bahan kimia lain dilepaskan yang
pengeluarannya dirangsang basofil untuk menarik eosinofil dan basofil lainnya ke area
yang terluka.

4. Limfosit

Limfosit merupakan leukosit terkecil. Ukuran limfosit sedikit lebih


besar dari eritrosit, dengan inti besar dan sitoplasma yang sangat tipis.
Jumlah limfosit adalah 20 – 25% dari seluruh leukosit. Meskipun
limfosit berasal sumsum tulang merah, limfosit bermigrasi melalui

23
darah ke jaringan limfatik, di mana sel-sel ini dapat berkembang biak dan menghasilkan
lebih banyak limfosit. Mayoritas total populasi limfosit terdapat dalam jaringan limfatik:
kelenjar getah bening, limpa, tonsil, nodul limfatik, dan timus. Meskipun limfosit tidak dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopis standar, sejumlah jenis limfosit memainkan
peran penting dalam imunitas. Terdapat dua jenis limfosit, yaitu limfosit T secara yang
langsung menyerang dan menghancurkan patogen (bakteri dan virus), terlibat dalam
perusakan sel-sel tumor dan penolakan jaringan cangkok dan limfosit B yang menghasilkan
antibodi yang menyerang bakteri.

5. Monosit
Monosit adalah leukosit terbesar, dengan diameter dua atau tiga kali
diameter eritrosit. Monosit berjumlah sekitar 460 sel / μL atau sekitar 3
– 8% dari jumlah seluruh leukosit. Inti besar dan terlihat jelas, sering
berwarna violet, dan biasanya berbentuk bulat telur, ginjal, atau tapal
kuda. Sitoplasma monosit berlimpah dan jarang mengandungbutiran halus. Monosit
biasanya tetap dalam sirkulasi darah selama 3 hari, meninggalkan sirkulasi, menjadi
berubah menjadi makrofag, dan bermigrasi melalui berbagai jaringan. Makrofag adalah
sel yang sangat fagosit yang mengkonsumsi hingga 25% dari volume mereka sendiri per
jam. Sel-sel ini memfagositosis bakteri, sel-sel mati, fragmen sel, dan puing-puing lain
dalam jaringan. Peningkatan jumlah monosit sering dikaitkan dengan infeksi kronis.
Makrofag dapat merangsang respon dari sel-sel lain seperti neutrofildan sel fagosit
lainnya dalam dua cara: (1) dengan pelepasan sinyal kimia dan (2) dengan fagosit dan
pengolahan zat asing, yang disajikan untuk limfosit. Makrofag juga aktif mengeluarkan
zat yang menarik fibroblast ke wilayah ini. Fibroblas kemudian mulai memproduksi
jaringan parut, yang dibentuk di dinding dari daerah luka.

2.7.7 Nilai Normal Leukosit

 Bayi baru lahir : 9000 -30.000 /mm3


 Bayi/anak : 9000 – 12.000/mm3
 Dewasa : 4000-10.000/mm3

Berdasarkan granulasi sitoplasmanya, leukosit dibedakan menjadi granuler meliputi Basofil,


Eosinofil, dan Neutrofil serta agranuler meliputi Limfosit dan Monosit. Peningkatan jumlah
leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya
pneumonia (radang paru-paru), meningitis (radang selaput otak), apendiksitis (radang usus
buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan lain-Iain.

Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, antibiotika terutama
ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain. Penurunan jumlah Leukosit
(disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan

24
Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan obat-obatan, terutama asetaminofen (parasetamol),
kemoterapi kanker, antidiabetika oral, dan antibiotika (penicillin, cephalosporin).

2.7.8 Kelainan atau gangguan yang melibatkan leukosit


a. severe combined immunodefi ciency disease (SCID)
Defisiensi imun kadang-kadang diwariskan. Anak-anak yang memiliki penyakit
defisiensi imun gabungan yang parah (SCID) terjadi ketika sel-sel induk dari leukosit
kekurangan enzim yang disebut adenosine deaminase. Tanpa enzim ini, limfosit B dan T
tidak berkembang dan tubuh tidak dapat melawan infeksi. Sekitar 100 anak-anak yang lahir
dengan penyakit ini setiap tahunnya. Memberikan suntikan enzim adenosine deaminase
dapat diberikan dua kali seminggu, tetapi transplantasi sumsum tulang dari donor yang
kompatibel adalah cara terbaik untuk menyembuhkan penyakit.

b. Leukimia
Leukemia, yang berarti "darah putih," mengacu kepada sekelompok kanker yang
melibatkan proliferasi leukosit yang tidak terkendali. Sebagian besar leukosit ini abnormal
atau belum matang. Oleh karena itu, mereka tidak mampu melakukan fungsi yang norma
dalaml pertahanan. Setiap jenis leukemia diberi nama sesuai dengan jenis sel yang
bereproduksi tidak terkendali, misalnya, leukemia limfositik melibatkan proliferasi limfosit
yang abnormal.

c.Infeksi Mononukleous
Infeksi limfosit olel Virus Epstein-Barr (EBV) adalah penyebab infeksi
mononucleosis, dinamakan demikian karena sifat limfosit yang mononuklear. EBV
(keluarga virus herpes), adalah salah satu virus manusia yang paling umum. Gejala
mononukleosis infeksiosa adalah demam, sakit tenggorokan, dan kelenjar getah bening.
Meskipun gejala biasanya hilang dalam satu atau dua bulan tanpa obat, EBV tetap aktif dan
tersembunyi di beberapa sel di tenggorokan dan darah selama sisa hidup seseorang. Stres
dapat mengaktifkan virus. Reaktivasi berarti bahwa air liur seseorang dapat menularkan
infeksi kepada orang lain, seperti dengan ciuman mesra. Inilah sebabnya mengapa
mononukleosis disebut "penyakit berciuman."

2.8 Keping Darah ( Trombosit)

2.8.1 Struktur trombosit


Trombosit bukan merupakan sel utuh tapi merupakan potongan keping sel yang
terlepas dari tepi sel luar suatu sel besar (diameter 60 μm) disumsum tulang yang disebut
megakariosit. trombosit terdiri dari sejumlah kecil sitoplasma yang dikelilingi oleh
membran plasma. Trombosit berbentuk cakram dan rata-rata diameter sekitar 3 μm.
Permukaan trombosit memiliki glikoprotein dan protein yang memungkinkan trombosit
untuk menempel pada molekul lain, seperti kolagen dalam jaringan ikat. Dalam setiap
mililiter darah pada keadaan normal terdapat sekitar 250.000 trombosit (kisaran 150.000 –
350.000/mm³). Trombosit tidak mempunyai inti, namun terdapat organel dan enzim sitosol

25
untuk menghasilkan energi dan mensintesis produk sekretorik yang disimpan dalam granul.
Trombosit mengandung aktin dan miosin dalam konsentrasi tinggi sehingga trombosit
dapat berkontraksi.
Harapan hidup trombosit sekitar 5-9 hari dan setelah itu akan dihancurkan oleh
makrofag. Trombosit diproduksi dalam sumsum merah. Trombosit tidak keluar dari
pembuluh darah, tetapi sepertiga dari trombosit total selalu tersimpan di rongga-rongga
berisi darah di limfa yang akan dikeluarkan oleh limfa jika terjadi perdarahan.

2.8.2 Fungsi Trombosit

1. Mencegah Kehilangan Darah : Fungsi trombosit yang pertama adalah untuk


menyumbat pembuluh darah yang rusak untuk mencegah kehilangan darah. Ya, dalam
kondisi normal, trombosit bergerak melalui pembuluh darah dalam keadaan yang tidak
aktif.

2. Pembekuan Darah : Fungsi trombosit yang kedua adalah sebagai sarana yang
digunakan untuk melakukan pembekuan darah. Tidak jauh berbeda dengan fungsi
leukosit, trombosit memiliki fungsi yang sama layaknya sel darah putih pada
umumnya.

3. Melawan Virus : Fungsi trombosit lainnya adalah sebagai sarana untuk melawan virus
yang masuk ke dalam tubuh yang bisa mengakibatkan seseorang akan terjangkut suatu
penyakit tertentu. Nah, kalau tubuh kamu kekurangan trombosit di dalam tubuh, bisa
dipastikan tubuh kamu akan lemah dan mudah terserang berbagai macam penyakit.

4. Mempermudah Penyembuhan Luka : Fungsi trombosit lainnya adalah sebagai


sarana yang digunakan oleh tubuh untuk mempermudah penyembuhan luka pada
bagian tubuh. Jadi, apabila kamu sedang mengalami luka di bagian tubuh, trombosit
akan berkumpul ke tempat luka tersebut kemudian memicu pembuluh darah untuk
mengkerut atau yang berfungsi untuk menahan darah agar tidak banyak yang keluar.
Trombosit ini akan membentuk benang-benang pembekuan darah yang disebut dengan
benang-benang fibrin. Benag-benang fibrion inilah yang membentuk formasi seperti
jarring-jaring yang akan menutupi daerah luka sehingga menghentikan pendarahan
aktif yang terjadi pada luka.

2.8.3 Homoestasis
Setiap kali pembuluh darah yang rusak, beberapa proses homeostasis
diimplementasikan untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan. Penghentian
perdarahan disebut hemostasis dan melibatkan tiga proses terpisah namun saling terkait.
26
Ketiga proses itu adalah penyempitan pembuluh darah (Vascular spasm), pembentukan
sumbat trombosit, dan pembentukan bekuan darah.

Gambar 17. (a) vascular spasm (b) sumbat trombosit (c) pembekuaan darah

Penyempitan pembuluh darah (vascular spasm)


Respon pertama ketika terjadinya pembuluh darah yang rusak adalah penyempitan
pembuluh darah yang dihasilkan oleh kontraksi otot polos pada dinding pembuluh darah.
Peristiwa ini membatasi kehilangan darah dari pembuluh yang rusak, karena dapat menutup
pembuluh yang benar-benar kecil dan menghentikan aliran darahnya. Beberapa hal memicu
terjadinya reaksi ini. Cedera merangsang reseptor nyeri, beberapa di antaranya langsung
menginnervasi pembuluh darah di dekatnya dan menyebabkan pembuluh darah mengerut.
Efek ini berlangsung hanya beberapa menit, tetapi mekanisme lain mengambil alih pada
saat reaksi ini mereda.

Pembentukan sumbat trombosit (Platelet Plug Formation)


Trombosit biasanya tidak menempel antara satu sama lain atau ke dinding
pembuluh darah karena mereka ditolak oleh dinding pembuluh darah yang bermuatan
positif. Ketika pembuluh darah rusak, jaringan ikat di pembuluh darah terbuka, akibatnya
trombosit tertarik ke situs tersebut dan menempel pada pada jaringan ikat (yang bermuatan
negatif) juga menempel antara satu sama lain sehingga sekelompok trombosit terakumulasi
membentuk sumbat. Sumbat trombosit dapat mengurangi atau menghentikan pendarahan
kecil.

Tahapan pembentukan sumbat trombosit

27
Pembekuan Darah
Pembekuan darah adalah proses ketiga dan paling efektif dalam proses hemostasis.
Sangatlah penting darah membeku dengan cepat ketika pembuluh darah mengalami
kerusakan, tetapi sama pentingnya agar darah tidak menggumpal ketika tidak ada
kerusakan di pembuluh darah. Karena keseimbangan ini, proses pembekuan darah adalah
salah satu proses yang paling kompleks dalam tubuh, yang melibatkan lebih dari 30 reaksi
kimia dan melibatkan juga banyak zat. Walaupun prosesnya kompleks, pembekuan darah
selesai dalam waktu tiga sampai enam menit setelah pembuluh darah mengalami
kerusakan.
Langkah-langkah kunci dalam proses pembekuan darah adalah sebagai berikut:
1. Jaringan Rusak melepaskan tromboplastin dan agregat trombosit melepaskan faktor
trombosit, yang bereaksi dengan beberapa faktor pembekuan dalam plasma untuk
menghasilkan protrombin aktivator.
2. Dengan adanya ion kalsium, protrombin aktivator merangsang konversi protrombin,
(inaktif enzim) ke trombin (aktif enzim).

Dengan adanya ion kalsium, trombin mengubah molekul fibrinogen, protein plasma
yang larut, menjadi benang yang tidak larut yang disebut fibrin. Benang-benang fibrin
membentuk anyaman yang menjebak sel darah dan menempel pada jaringan yang rusak untuk
membentuk trombus atau bekuan darah. Setelah bekuan terbentuk, benang-benang fibrin
menghasilkan gumpalan lebih kompak dan menarik jaringan yang rusak lebih dekat satu sama
lain. Selanjutnya, fibroblas bermigrasi ke gumpalan membentuk jaringan ikat fibrosa yang
memperbaiki daerah yang rusak.

2.8.4 Kelainan dan Gangguan terkait Trombosit

a.Trombositopenia
Terbatasnya jumlah trombosit disebut trombositopenia. Trombositopenia terjadi
karena produksi trombosit yang rendah dalam sumsum tulang atau meningkat kerusakan

28
trombosit di luar sumsum. Sejumlah kondisi, termasuk leukemia, dapat menyebabkan
trombositopenia. Hal ini juga dapat disebabkan obat. Gejalanya penyakit ini adalah
memar, ruam, dan mimisan atau pendarahan di mulut. Perdarahan gastrointestinal atau
perdarahan di otak yang dapat menyebabkan komplikasi.

b.Trombosis
Jauh lebih banyak orang meninggal karena pembekuan darah yang tidak diinginkan
dari pada kegagalan pembekuan. Kebanyakan stroke dan serangan jantung adalah karena
trombosis, yaitu terbentuknya bekuan darah (trombus) abnormal di pembuluh darah. Sebuah
trombus (bekuan) dapat tumbuh cukup besar dan menghalangi aliran darah di pembuluh
darah kecil, atau potongan bekuan darah ini dapat mengalir di dalam aliran darah sebagai
embolus. Jika pembentukan bekuan ini tidak diatasi aliran darah bisa terhenti, dan jika
pembuluh darah yang tersumbat berada di organ vital seperti jantung, otak, paru-paru, atau
ginjal, dapat menyebabkan infark (kematian jaringan). Ratusan ribu orang meninggal
tromboemboli (trombus yang mengalir dalam aliran darah). Sebagai contoh sekitar 650.000
orang Amerika meninggal setiap tahun karena tromboemboli.

c.Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh kekurangan faktor
pembekuan darah sehingga darah sukar membeku. Terdapat banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya kesulitan pembekuan darah. Hemofilia A (hemofilia klasik)
disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII. lebih mungkin terjadi pada anak lakilaki
dari pada anak perempuan. Hemofilia A disebabkan oleh salinan abnormal dari gen produksi
faktor VIII, ditemukan pada kromosom X. Hemofilia ini muncul ketika anak lakilaki
memiliki gen abnormal pada kromosom X. Kasus hemofilia A terjadi 1 dari 5.000 lakilaki di
seluruh dunia. Kekurangan faktor IX menyebabkan hemofilia B (Christmas
disease), menyumbang 15% dari seluruh kasus dan terjadi pada sekitar 1 dari 30.000 laki-
laki. Bentuk yang jarang disebut hemofilia C (defisiensi faktor XI) adalah autosomal dan
tidak terkait seks, sehingga terjadi sama pada kedua jenis kelamin. Pada hemofilia, benjolan
sedikit dapat menyebabkan perdarahan ke dalam sendi, yang diikuti degenerasi tulang rawan
pada sendi. Penyebab paling sering dan mengakibatkan kematian adalah pendarahan ke otak
disertai kerusakan saraf. Suntikan reguler faktor VIII berhasil dapat mengobati penyakit.

2.9 Sistem Sirkulasi Darah

Sistem sirkulasi darah adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ke
dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari
homeostasis). Sistem sirkulasi dibagi dalam dua bagian besar yaitu sistem kardiovaskular
(peredaran darah) dan sistem limfatik. Sistem kardiovaskular terdiri atas jantung, yang
memompa dan mempertahankan aliran darah, arteri yang mengangkut darah pergi dari
jantung, arteriol, pembuluh kecil yang menuju ke pembuluh yang lebih kecil lagi yaitu kapiler,

29
venul, pembuluh halus yang menampung isi kapiler. Fungsi sirkulasi adalah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan tubuh, untuk mentranspor zat makanan ke jaringan tubuh, mentranspor
produk-produk yang tidak berguna, menghantarkan hormon dari suatu bagian tubuh ke bagian
tubuh yang lain, dan secara umum untuk memelihara lingkungan yang sesuai di dalam seluruh
jaringan tubuh agar sel bisa bertahan hidup dan berfungsi secara optimal. Kecepatan aliran
darah yang melewati sebagian besar jaringan dikendalikan oleh respon dari kebutuhan
jaringan terhadap zat makanan. Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk
memenuhi curah jantung dan tekanan arteri yang sesuai agar aliran darah yang mengalir di
jaringan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.

Ada tiga sistem sirkulasi darah manusia. yaitu, sistem sistemik, sistem pulmonal, dan sistem
koroner. Ketiga sistem ini bertanggung jawab atas aliran darah yang bergerak di dalam tubuh.

2.9.1. Sistem Sistemik

Sirkulasi darah dimulai ketika darah mengalir dari kedua atria (dua bilik jantung
bagian atas) ke ventrikel (dua bilik bawah). Fase berikutnya disebut periode ejeksi, yaitu
ketika kedua ventrikel memompa darah ke arteri besar.

Dalam sirkulasi sistemik, ventrikel kiri memompa darah yang kaya oksigen ke arteri
utama (aorta). Darah mengalir dari arteri utama ke arteri yang lebih besar dan lebih kecil lalu
masuk ke jaringan kapiler.Di dalam jaringan kapiler, darah melepaskan oksigen, nutrisi dan
zat-zat penting lainnya. Dalam tahap ini, darah juga mengambil karbon dioksida dan zat-zat
hasil metabolisme dalam tubuh.Setelah mengambil zat-zat tersebut, darah mengalir kembali
ke jantung melalui serambi kanan. Proses ini dilakukan pembuluh darah dengan tujuan untuk
membersihkan darah.

2.9.2 Sistem Pulmonal

Sistem peredaran darah manusia yang kedua atau sistem pulmonal bekerja memompa
darah dari ventrikel kanan. Darah yang memiliki kadar oksigen rendah dipompa menuju arteri
pulmonalis.Dari arteri pulmonalis, aliran darah bercabang menuju arteri dan kapiler yang
semakin kecil. Karbon dioksida dilepaskan dari darah ke dalam vesikel paru, dan oksigen
segar memasuki aliran darah.Ketika kita bernapas, karbon dioksida meninggalkan tubuh kita.

30
Darah yang kaya oksigen mengalir melalui vena paru dan atrium kiri ke ventrikel kiri. Detak
jantung berikutnya memulai siklus baru sirkulasi sistemik.

2.9.3 Sistem Koroner

Pada prinsipnya, sistem peredaran darah yang satu ini mengaliri darah kaya oksigen.
Darah beroksigen tinggi dialirkan ke jantung sehingga jantung dapat berfungsi dengan
baik.Dalam sistem koroner, darah mengalir untuk memasok otot jantung. Arteri koroner
mengalirkan darah kaya oksigen menuju otot jantung.

2.10 Penggolongan Darah

Jika jumlah besar darah yang hilang selama operasi atau kecelakaan, pasien dapat
mengalami syok dan kematian kecuali dilakukan transfusi atau infus. Transfusi adalah
transfer darah atau komponen darah dari satu orang ke orang lain. Ketika jumlah besar darah
yang hilang, sel-sel darah merah harus diganti untuk mengembalikan kapasitas eritrosit
membawa oksigen.
Pada awalnya upaya untuk transfusi darah dari satu orang ke orang lain sering tidak
berhasil karena mengakibatkan reaksi transfusi, termasuk terjadinya pembekuan dalam
pembuluh darah, kerusakan ginjal, dan kematian. Sekarang diketahui bahwa reaksi transfusi
disebabkan oleh interaksi antara antigen dan antibodi. Antigen adalah zat yang dapat memicu
mekanisme pertahanan tubuh yang disebut respon imun. Kebanyakan antigen adalah protein.
Permukaan erittrosit memiliki molekul yang disebut antigen dan dalam plasma
terdapat molekul yang disebut antibodi. Antibodi sangat spesifik, yang berarti bahwa setiap
antibodi dapat menggabungkan hanya dengan antigen tertentu. Ketika antibodi dalam plasma
mengikat ke antigen di permukaan sel eritrosit maka akan terbentuk jembatan molekuler yang
menghubungkan sel-sel eritrosit. Akibatnya terjadi aglutinasi atau menggumpal. Kombinasi
antibodi dengan antigen juga dapat menyebabkan reaksi hemolisis. Karena kombinasi
antigen-antibodi dapat menyebabkan aglutinasi, antigen sering disebut agglutinogen dan
antibodi disebut aglutinin.
Antigen pada permukaan eritrosit telah dikategorikan ke dalam kelompokkelompok
darah, dan lebih dari 35 kelompok darah, yang sebagian besar jarang terjadi, telah
diidentifikasi. Untuk transfusi, kelompok darah ABO dan Rh adalah yang paling penting.
Kelompok terkenal lainnya termasuk Lewis, Duffy, MNSs, Kidd, Kell, dan kelompok
Lutheran.

1. Penggolongan darah sistem ABO


Penggolongan darah sistem ABO didasarkan pada ada atau tidaknya dua antigen pada
permukaan eritrosit, yaitu antigen A dan antigen B. Seperti semua antigen, antigen pada
eritrosit merupakan sifat yang diturunkani dan tetap tidak berubah dari lahir sampai
meninggal. Golongan darah ABO dibagi menjadi empat jenis kemungkinan, yaitu A, B, AB,

31
dan O. Tabel 2 berikut ini menyajikan antigen dan antibodi yang terdapat dalam setiap
golongan darah.

Tabel 2. Antigen dan Antibodi dalam golongan darah tipe ABO


GOLONGAN ANTIGEN DI ERITROSIT ANTOBODI DALAM
DARAH PLASMA
A A a
B B b
AB A, B Tidak ada
O Tidak ada a, b

Karakteristik Antigen dan Antibodi dalam Golongan Darah ABO

Karena antibodi anti-A dan anti-B menyebabkan penggumpalan eritrosit dengan


antigen A dan B, masing-masing, jenis darah ABO mudah ditentukan. Hal ini dapat dilakukan
dengan menempatkan sampel darah pada kaca objek . Masing-masing darah dalam slide
kaca diteteskan satu tetes serum, satu sampel darah ditetesi serum yang mengandung antibodi
anti-A dan serum yang mengandung antibodi anti-B ditambahkan ke yang lain.

Tabel 3. Pola Aglutinasi pada penetuan golongan darah sistem ABO


GOLONGAN DARAH SERUM ANTI A + SERUM ANTI B +
DARAH DARAH
A Aglutinasi Tidak ada aglutinasi
B Tidak ada aglutinasi Aglutinasi
AB Aglutinasi Aglutinasi
O Tidak ada aglutinasi Tidak ada aglutinasi

32
Penentuan Golongan Darah sistem ABO (Goodenough & McGuire, 2012)

2. Transfusi Darah
Transfusi darah merupakan metode menyalurkan darah dari satu orang ke orang lain,
terutama kepada orang yang sedang kekurangan darah atau mengidap penyakit tertentu.Darah
yang ditransfusikan dapat berupa keseluruhan komponen darah atau salah satu komponen
darah saja.
Seperti yang telah disebutkan di atas, penggolongan darah penting untuk proses
transfusi. Ttransfusi darah dilakukan dengan golongan darah yang sama, kecuali dalam
kondisi darurat. Ketika jenis darah yang berbeda harus digunakan, sangat penting bahwa
antigen dari darah yang ditransfusikan bersifat kompatibel dengan antibodi darah penerima.
Sebagai contoh, darah dengan antigen A atau B tidak dapat diberikan kepada pasien yang
darahnya mengandung antibodi anti-A atau anti-B. Mengingat hal ini dan pola antigen dan
antibodi dalam jenis darah ABO, kompatibilitas jenis darah untuk transfusi dapat ditentukan.
Tabel 4 berikut ini menunjukkan jenis darah ABO yang digunakan untuk transfusi dan jenis
darah yang menerimanya. Perhatikan tabel 4 tersebut, terlihat bahwa golongan darah AB
dapat menerima darah dari semua jenis golongan darah baik A, B, O dan jenis darah O dapat
diberikan untuk semua jenis darah ABO. Oleh karena itu, golongan darah AB darah kadang-
kadang disebut penerima/resipien universal, dan golongan darah O dikenal sebagai donor
universal.

Tabel 4. Tipe Golongan Darah Untuk Proses Transfusi

GOLONGAN DARAH GOLONGAN DARAH GOLONGAN DARAH


RESEPIEN DONOR YANG DONOR YANG BISA
DIUTAMAKAN MENYUMBANG
A A O
B B O
AB AB A, B, O
O O TIDAK ADA

33
Transfusi darah perlu dilakukan pada kondisi pasien :
a. Gangguan fungsi hati.
b. Kurang darah atau anemia.
c. Baru saja mengalami kecelakaan yang menyebabkan perdarahan hebat.
d. Baru menjalani operasi besar dan kehilangan darah dalam jumlah banyak pada
prosesnya.
e. Trombositopenia atau kondisi trombosit yang lebih rendah dari yang seharusnya.
f. Mengidap hemofilia, atau kondisi dimana sistem pembekuan darah pada tubuh
mengalami gangguan.
g. Mengidap thalasemia, atau kelainan bentuk darah yang menyebabkan tubuh selalu
dalam kondisi yang cenderung kekurangan darah.

Proses Tranfusi Darah


a. Sebelum Transfusi Darah
Pertama-tama, pengambilan darah akan dilakukan baik dari sisi penerima maupun
pendonor yang akan diklasifikasikan dalam salah satu dari empat golongan darah (A, B, O,
dan AB) serta rhesus positif atau negatif.
Setelah itu, akan dilakukan pencocokan (crossmatch) antara golongan darah penerima
dan pendonor untuk memastikan bahwa transfusi darah yang akan dilakukan tidak akan
berbahaya bagi kedua pihak. Penggabungan dua jenis golongan darah tertentu kemungkinan
menimbulkan antibodi yang dapat menyerang sel darah pendonor atau membahayakan bagi
penerima.

b. Selama Transfusi Darah


Pada saat dilakukannya transfusi darah, pasien akan diminta duduk dan bersandar atau
berbaring. Kemudian dokter akan menginjeksi jarum ke area lengan atau tepatnya daerah
pembuluh darah.
Jarum tersebut terhubung dengan kateter atau selang tipis yang berfungsi untuk
mengalirkan darah ke dalam kantong darah. Untuk pendonor, darah akan diambil dari
pembuluh darah ke kantong darah sedangkan untuk penerima, darah dari kantong darah akan
dialirkan ke tubuh melalui pembuluh darah.
Proses transfusi darah secara umum akan berlangsung selama 4 jam atau lebih cepat.
Lamanya proses ini tergantung pada banyaknya darah yang didonorkan serta jenis darah. Pada
15 menit pertama, dokter akan memantau keadaan pasien dengan intensif untuk memastikan
pasien tidak mengalami reaksi alergi. Jika terpantau ada reaksi alergi pada tubuh pasien,
prosedur harus segera dihentikan. Jika setelah 1 jam tidak terpantau ada reaksi alergi, proses
transfusi darah dapat dipercepat prosesnya.

c. Sesudah Transfusi Darah


Selang yang disuntikkan ke tubuh pasien akan dilepaskan usai proses transfusi darah.
Setelah itu, kondisi pasien juga akan terus dipantau, terutama bagian tubuh vital seperti denyut
jantung, tekanan darah, hingga suhu tubuh.

34
Risiko Transfusi Darah :
1. Demam
2. Reaksi alergi
3. Kadar zat besi berlebihan
4. Infeksi
5. Reaksi transfusi hemolitik
6. Reaksi hemolitik tertunda

3. Sistem Rhesus (Rh)

Antigen A dan B bukan satu-satunya antigen penting yang ditemukan pada


permukaan eritrosit. Ada atau tidak adanya faktor Rh juga merupakan komponen penting dari
golongan darah. Nama Rh berasal dari nama monyet rhesus, dimana antigen Rh pertama kali
ditemukan. Orang-orang yang memiliki antigen Rh pada eritrositnya mereka dianggap
memiliki Rh-positif (+), dan jika tidak ada antigen Rh di eritrositnya , individu tersebut
dianggap mempunyai Rh-negatif (-). Orang dengan Rh-negatif tidak akan membentuk
antibodi anti-Rh kecuali ia telah terkena antigen Rh. Untuk alasan ini, individu Rh-negatif
harus diberikan darah hanya dari darah Rh-negatif ketika ditransfusi. Jika diberikan darah
Rh-positif, maka akan merangsang produksi antibodi anti-Rh. Reaksi transfusi tidak akan
terjadi pada transfusi pertama, karena butuh waktu bagi tubuh untuk membuat antibodi anti-
Rh. Namun, setelah transfusi kedua dari darah Rh-positif, antibodi dalam plasma penerima
akan bereaksi dengan antigen pada eritrosit dari darah yang disumbangkan. Reaksi ini dapat
menyebabkan kematian pasien.
Masalah yang sama terjadi pada eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir), yaitu kelainan darah pada bayi baru lahir yang disebabkan penghancuran eritrosit
janin oleh antibodi maternal. Ketika seorang wanita dengan darah Rh- hamil anak pertama
dengan Rh+, beberapa eritrosit Rh+ mungkin secara tidak sengaja masuk ke darah ibu karena
rusaknya pembuluh darah plasenta. Hal ini paling sering terjadi selama persalinan.
Pengenalan eritrosit janin (Rh+) dengan antigen Rh memicu penumpukan antibodi anti-Rh
dalam darah ibunya. Penumpukan berjalan lambat, tapi ibu telah menjadi peka terhadap
antigen Rh. Eritroblastosis fetalis dapat berkembang pada kehamilan berikutnya dengan janin
Rh+ karena antibodi anti Rh dalam darah ibu mudah melewati plasenta masuk ke dalam
darah janin dan menggumpalkan eritrosit janin . Jika sejumlah besar eritrosit menggumpal
dan hancur, kemampuan janin untuk mengangkut oksigen menurun. Menanggapi konsentrasi
oksigen menurun, jaringan pembentuk darah janin meningkatkan produksi eritrosit. Dalam
upaya untuk mempercepat menghasilkan eritrosit, sejumlah besar sel darah merah yang
belum matang disebut erythroblasts dilepaskan ke dalam darah. Sel-sel yang belum dewasa
ini tidak mampu membawa oksigen seperti sel darah merah yang matang.
Penghancuran sejumlah besar eritrosit menghasilkan efek berbahaya lainnya.
Hemoglobin dibebaskan dari eritrosit dapat mengganggu fungsi normal ginjal dan dapat
menyebabkan gagal ginjal. Pemecahan hemoglobin dalam jumlah besar membentuk
kelebihan bilirubin, empedu pigmen kuning yang menghasilkan penyakit kuning. Kekurangan
oksigen dan konsentrasi bilirubin yang berlebihan dalam darah janin dapat menyebabkan
kerusakan otak pada bayi yang menderita.

35
Gambar 22. Ketidaksesuaian Rh dapat terjadi ketika seorang wanita Rh-negatif (-) hamil
dengan bayi Rh-positif (+) jika wanita tersebut sebelumnya telah terkena Rh (+)

36
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem peredaran darah manusia atau yang dalam dunia medis disebut dengan sistem
kardiovaskular adalah sebuah sistem yang berguna untuk menyalurkan oksigen, dan nutrisi
dari jantung ke seluruh tubuh.Tidak hanya sebagai penyalur, sistem ini juga berfungsi sebagai
mengeluarkan zat diaoksida dan sisa metabolisme tubuh melalui paru-paru. Menyalurkan
hormon, dan suhu tubuh secara merata ke seluruh tubuh. Serta mempertahankan sistem kinerja
organ, dan membantu tubuh pulih.

Darah terdiri atas beberapa komponen, yaitu sebagai berikut:

1. Plasma darah. Yaitu berfungsi untuk mengisi sekitar 55-60 persen dari volume darah
dalam tubuh. Tugas utama plasma darah yaitu mengangkut sel-sel darah untuk
kemudian diedarkan ke seluruh tubuh bersama nutrisi, hasil limbah tubuh, antibodi,
protein pembekuan darah, dan bahan kimia, seperti hormon dan protein yang bertugas
untuk membantu menjaga kesetabilan atau keseimbangan cairan tubuh.
2. Sel darah merah (eritrosit). Sel darah ini berfungsi  membawa oksigen dari paru-
paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Sel darah ini juga memiliki tugas sebagai
pengangkut kembali karbon dioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru untuk
dikeluarkan.
3. Sel darah putih (leukosit). Sel darah putih ini memiliki fungsi yang cukup penting
yaitu untuk melawan infeksi virus, bakteri, dan jamur yang memicu perkembangan
penyakit.
4. Keping darah (trombosit). Trombosit ini memiliki peran yang penting dalam proses
pembekuan darah (koagulasi) saat tubuh terluka.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu kami meminta maaf atas kurang lebihnya
dalam materi ini dan semoga makalah ini bermanfaat untuk materi yang kami tulis.

37
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gooddoctor.co.id/tips-kesehatan/info-sehat/sistem-peredaran-darah

https://rumusbilangan.com/sistem-peredaran-darah/

https://idschool.net/smp/fungsi-sistem-peredaran-darah-pada-manusia/

https://pendidikan.co.id/pengertian-eritrosit/

Goodenough, J. McGuire, B. (2012). Biology of Humans, Concept, Aplication and Issue.


Foorth Edition. San Fransisco: Benjamin Cumings.
Johnson, M.D. (2012). Human Biology Concept and Current Issue. sixth Edition. Boston:
Benjamin Cumings
Mader, S.S. and Windelspecth, M. (211). Human Biology. Twelept Edition. New York: The
McGrawHill Company.
Mader, S. (2004). Understanding Human Anatomy and Physiology. Fifth Edition. New
York: The McGrawHill Company.

38
39

Anda mungkin juga menyukai