Makalah Perpajakan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DAN HUKUM PAJAK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

M AFIF ADNAN YUSUF (01031281924084)

ZEFANYA LEWI DAVE HARRA (01031281924050)

PUTRI NADIA RAMADANI (01031281924191)

TIARA ANGGRAINI (01031181924002)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah

melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai

pada waktunya.

Dengan selesainya makalah ini, kami berharap agar makalah ini bisa berguna bagi bangsa

dan memberikan kontribusi yang positif dalam memberikan informasi

Setelah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah ini,

namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih terdapat

banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan agar

dapat memberikan makalah yang baik. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa

memberikan banyak manfaat demi terciptanya tujuan yang baik bagi bangsa

Indralaya, November 2020


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pajak pada dasarnya adalah merupakan suatu pemberian secara cuma-cuma namun sifat

nya suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh masyarakat kepada

pemerintah berdasarkan Undang-Undang.

Setiap pajak yang dibayarkan akan masuk ke dalam pendapata negara untuk mendanai

pembangunan pusat dan daerah seperti pembangunan fasilitas membiayai anggaran kesehatan

dan pendidikan maupun kegiatan produktif pada setiap daerah demi kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1, tentang pajak yang memberikan

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya

Pajak dapat menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sesuai dengan kebutuhan

infrastruktur baik secara ekonomi maupun sosial. Melalui peran aktif masyarakat sebagai upaya

pembiayaan pembangunan nasional dalam melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga

negara. Pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam

bentuk tidak langsung berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat
Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pajak ?

2. Apa saja fungsi dari pajak ?

3. Apa saja hukum pajak di Indonesia ?

4. Bagaiamana landasan Hukum pajak pada undang-undang?

5. Apa itu penafsiran hukum pajak ?

6. Apa saja sistem pemungutan pajak ?

7. Apa saja jenis-jenis dari pajak ?

8. Apa saja Tarif yang akan di gunakan dalam pajak ?

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian pajak

2. Untuk mengerti fungsi dari pajak

3. Untuk mengetahui hukum pajak di Indonesia

4. Untuk mengetahui landasan hukum pajak

5. Untuk mengetahui penafsiran dari hukum pajak

6. Untuk mengetahui sistem pemungutan pajak negara

7. Untuk mengetahui jenis-jenis dari pajak

8. Untuk mengetahui tentang tarif dari pajak


PEMBAHASAN

Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran yang wajib dibayarkan oleh rakyat atau wajib pajak kepada negara
untuk kepentingan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan
pribadi. . Manfaat dari pajak yang terkumpul tidak akan secara langsung dapat dinikmati oleh
wajib pajak, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum bukan individual.

Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara dan sumber
dana pembangunan negara bagi pemerintah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai
anggaran kesehatan dan pendidikan, dan kegiatan produktif lain.. Jadi di jangka panjang
masyarakat umum dapat menikmati efeknya dari pembangunan tersebut. Seperti contohnya jika
Anda membayar pajak jalan raya maka Anda akan menikmati manfaatnya dari perbaikan jalan
raya di daerah Anda.

Berdasarkan dari Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 yang kemudian disempurnakan
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Pajak adalah Kontribusi atau Iuran wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan (Wajib Pajak) yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang (Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah), dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat yang diberikan dari pembayaran pajak tidak akan
langsung menikmatinya, tidak seperti kalau membayar pajak daerah, misalnya retribusi parkir
langsung bisa menikmatinya dengan cara menggunakan tempat parkir tersebut.
Jadi jasa timbal balik bersifat tidak langsung, pemungutan pajak dilakukan berdasarkan

norma-norma hukum dan bersifat memaksa sehingga penolakan untuk membayar pajak atau

menghindarinya pada umumnya termasuk pelanggaran hukum

Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

 Leroy Beaulieu

Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan
publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.[4]

 Prof.DR.P. J. A. Adriani (Profesor Hukum Pajak Amsterdam University,


sebagaimana dikutip oleh Santoso Brotodiharjo, 1978)

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.[5]

 Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH (Profesor Hukum Pajak Universitas Padjajaran,


1979).

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari
pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

 Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih
dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

 OECD, 2016

Pajak adalah pembayaran wajib tanpa adanya imbalan kepada pemerintah. Pajak tanpa adanya
imbalan berarti manfaat yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak umumnya tidak
proporsional terhadap pembayaran mereka

 IMF, 2014

Pajak adalah sejumlah uang wajib tanpa imbalan yang dapat diterima oleh unit pemerintah
dari unit institusi.

 Oxford English Dictionary, Onions 1992, sebagaimana dikutip oleh Gitte Heij
dalam Asia pacific Tax Bulletin, 2001

Pajak adalah kontribusi wajib untuk dukungan pemerintah yang dipungut atas orang,
properti, penghasilan, komoditas, transaksi dll. saat ini dengan tarif tetap yang sebagian besar
proporsional dengan jumlah, di mana kontribusi tersebut dipungut atasnya.

 Penguin Dictionary of Economics, 1972, sebagaimana dikutip oleh Gitte Heij dalam
Asia pacific Tax Bulletin, 2001

Pajak adalah transfer uang secara wajib (atau kadang-kadang barang dan jasa) dari orang
pribadi, institusi, atau kelompok kepada pemerintah. Pajak dapat dikenakan atas kekayaan atau
penghasilan atau dalam bentuk biaya tambahan (surcharge) atas harga ().

 Edwin R.A. Seligman dalam Essey in Taxation, New York, 1925, sebagaimana
dikutip oleh Santoso Brotodiharjo
Pajak adalah kontribusi wajib dari orang dan badan kepada pemerintah untuk membiayai
suatu pengeluaran yang ditujukan dalam rangka kepentingan umum, tanpa referensi untuk
mendapatkan manfaat khusus .

 N.J. Feldmann, dalam bukunya De Overhelds-middelen van Indonesia, 1949,


sebagai dikutip oleh Bustamar Ayza dalam Buku Hukum Pajak Indonesia, 2017

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum

Fungsi Pajak

1. Fungsi anggaran (budgetair)Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara


dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai
pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya.

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-


pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,

Uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai
kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak. Oleh sebab itu, negara harus memastikan keseimbangan antara pengeluaran
tersebut dengan pendapatan negara melalui uang pajak.

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan


fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan kebijakan
pemerintah, pajak secara tidak langsung akan membantu ekonomi negara dan masyarakatnya.
Fungsi mengatur tersebut antara lain:
• Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.

• Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti pajak
ekspor barang.

• Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam
negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

• Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar
semakin produktif.

Contohnya :

• dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

• untuk menghambat inflasi, melindungi produk dalam negeri dengan adanya pajak
pertambahan nilai, memancing kegiatan ekspor, serta menarik investasi.

• untuk melindungi produksi dalam negeri, pemerintah meningkatkan harga bea masuk
untuk produk dari luar negeri. Dengan demikian, masyrakat tidak perlu khawatir akan
kompetisi harga yang ketat dengan produk luar negeri.

• dengan keringanan pajak, pemerintah dapat menarik investasi modal baik dalam negeri
maupun luar negeri agar perekonomian Indonesia semakin produktif.

3. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan
pajak yang efektif dan efisien. . Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau deflasi,
pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar dapat ditambah dan deflasi
dapat di atasi.

Contohnya dengan menerapkan kenaikan pajak untuk meningkatkan pendapatan negara.


4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak juga berfungsi sebagai pemerataan dari pendapatan masyarakat dengan tujuan
kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan
digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.

PENGERTIAN HUKUM PAJAK

Menurut Rochmat Soemitro (1992), hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar
pajak. Pendapat senada juga dikemukakan Bohari (1995) bahwa hukum pajak adalah kumpulan
peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebaga pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak.

HUKUM PAJAK DI INDONESIA

1. Hukum Pajak Materiil

Sumber hukum materiil, yaitu faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum


(hukum pajak), misalnya faktor-faktor yang berupa hubungan sosial, politik, ekonomi, ataupun
hubungan internasional.

Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang
menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (disebut obyek pajak),
siapa yang dikenakan pajak (disebut Subyek Pajak), berapa pajak yang dikenakan, segala sesuatu
tentang timbul dan hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara Pemerintah dengan
Wajib Pajak

Contoh Hukum Pajak Materiil antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).


c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Bea Meterai

2. Hukum Pajak Formal

Sumber hukum formal, yaitu sumber suatu peraturan hukum memperoleh kekuatan
hukum atau cara yang menyebabkan peraturan hukum tersebut berlaku secara formal. Misalnya,
peraturan perundang-undangan (asas pancasila, UUD 1945, dan lain-lain), traktat (tax treaty),
yurisprudensi, dan doktrin.

Hukum Pajak Formal adalah memuat tata cara untuk melaksanakan hukum pajak materiil
menjadi kenyataan. Hukum pajak formil memuat tata cara atau prosedur penetapan jumlah utang
pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan monitoring dan evaluasi. Hukum Pajak Formal memuat
hak dan kewajiban Wajib Pajak, hak dan kewajiban fiskus dan tata cara penetapan pajak.

Contoh Hukum Pajak Formal antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).

b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ke Dua Undang-Undang


Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Landasan Hukum Pajak

1. Dasar Hukum Pajak


Dasar utama perpajakan Indonesia berpijak pada pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi,
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang”

Undang-Undang Pajak Agar dapat di implementasikan dalam kehidupan bernegara, maka


sebagai tindak lanjut dari bunyi pasal 23A UUD 1945 tersebut diterbitkan undang-undang yang
mengatur tatacara penyelenggaraan perpajakan. Setidaknya terdapat 8 (delapan) undang-undang
yang dijadikan landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia, yaitu:

1. UU No. 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan : diganti dengan UU
No. 16/2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan

2. UU No. 7/1983 Tentang Pajak Penghasilan/ UU PPh : diganti dengan UU No. 17/2000

3. UU No. 8/1983 Tentang Pajak Pertambahah Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas barang Mewah, UU PPN/ PPn BM, DIGANTI dengan UU No. 18/2000

4. UU No. 12/1985 Tentang pajak Bumi dan Bangunan, UU PBB, DIGANTI dengan UU
No. 12/1994

5. UU No. 19/1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU PPSP, DIGANTI
dengan UU No. 19/2000

6. UU No. 21/1997 Tentang Bea Perolehan hak atas Tanah dan bangunan, UU BPHTB,
DIGANTI dengan UU No. 20/2000

7. UU Pengadilan Pajak, UU PP, UU No. 14/2002

8. UU Bea Materai, UU BM, UU No. 13/1985

Filosofi Pemungutan Pajak

1. Landasan Filosofis Pemungutan Pajak

Tugas negara pada prinsipnya berusaha dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan
bagi rakyatnya. Itulah sebabnya maka negara harus tampil ke depan dan turut campur tangan.
Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, dibutuhkan biaya-biaya yang
cukup besar. Demi berhasilnya usaha ini, negara mencari pembiayaannya dengan cara menarik
pajak.

Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara
sebagai suatu fungsi esensial. Memang dibeberapa negara yang sudah maju, pajak sudah
merupakan suatu conditiesine qua non bagi penambahan keuangan negara. Tanpa pemungutan
pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh lebih-lebih lagi bagi negara
yang sedang membangun seperti Indonesia.

Atas dasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pemungutan pajak
didasarkan atas pendekatan “Benefit Apoprouch” atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini
merupakan dasar fundamental atas dasar filolosofis yang membenarkan negara melakukan
pemungutan pajak sebagai yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan
kekuatan pemaksa.

Pendekatan manfaat (benefit approuch) ini mendasarkan suatu falsafah: oleh karena
negara menciptakan manfaat yang dinikmati oleh seluruh warga negara yang berdiam dalam
negara, maka negara berwewenang memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dapat
dipaksakan.

Bentuk manfaat yang bisa dinikmati oleh warga negara adalah : kesejahteraan, pelayanan
umum, perlindungan hukum, kebebasan, penggunaan fasilitas umum, seperti : pelabuhan,
jalanan, jembatan, tempat-tempat hiburan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manfaat
tersebut. Di dalam literatur ilmu keuangan negara, kita temukan teori-teori yang memberikan
dasar pembenaran atau landasan filosofis daripada wewenang negara untuk memungut pajak
dengan cara yang dapat dipaksakan. Teori-teori tersebut adalah:

1. Teori asuransi

Menurut teori ini; negara dalam melaksanakan tugasnya/ fungsinya, mencakup pula
tugas perlindungan terhadap jiwa dan harta benda perseorangan. Oleh sebab itu, negara bekerja
atau bertindak sebagai perusahaan asuransi. Untuk perlindungan itu, warga negara membayar
premi dan pembayaran pajaklah yang dapat dipandang sebagai premi itu. Teori ini sudah lama
ditinggalkan, dan sekarang praktis tidak ada lagi pembelanya, sebab negara tidak mengganti
kerugian bila timbul kerugian atas orang-orang yang bersangkutan, misalnya dibunuh atau
hartanya dicuri.

2. Teori kepentingan

Menurut teori ini pajak itu mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang
diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan
pemerintah, makin besar juga pajaknya.

Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi, tetapi sulit diterima sebab orang
miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari pemerintah, menikmati atau menganyam
banyak sekali jasa dari pemerintah, menikmati atau mengenyam banyak sekali jasa dari
pekerjaan pemerintah dan mereka bahkan disebabkan membayar pajak

. 3. Teori kewajiban pajak mutlak (teori pengorbanan)

Teori ini berpangkal tolak dari ajaran organik kenegaraan (Organische Staatsleer) dan
berpendirian bahwa tanpa negara maka individu tidak mungkin bisa hidup bebas berusaha dalam
negara. Oleh karena itu, negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Tanpa negara,
maka individu pun tidak ada, dan pembayaran pajak oleh individu kepada negara adalah
dipandang sebagai tanda pengorbanan atau tanda baktinya kepada negara.

Teori ini terlalu menitikberatkan kepada negara yaitu seolah-olah individu itu tidak dapat
hidup tanpa negara, tetapi negara dapat hidup tanpa individu. Padahal realitasnya tidak demikian,
sebab negara pun tak mungkin hidup/ ada tanpa individu.

4. Teori gaya beli

Teori ini mengajarkan : bahwa fungsi pemungutan pajak, jika dipandang sebagai gejala
dalam masyarakat disamakan dengan POMPA, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga
dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkan kembali ke
masyarakat dengan tujuan untuk memelihara hidup masyarakat atau untuk kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.

Teori ini banyak penganutnya, karena kepraktisannya. Teori ini berlaku sepanjang masa
baik dalam ekonomi liberal, bahkan juga dalam masyarakat sosialistis, meskipun tidak luput dari
variasi-variasi dalam coraknya. Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak, melainkan hanya melihat kepada “efek” yang baik sebagai dasar keadilan pemungutan
pajak dan bukan kepentingan individu, maupun bukan kepentingan negara, melainkan
kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. Dengan demikian teori ini menitikberatkan
kepada fraksi kedua dari fraksi pajak, yaitu fraksi mengatur (regulerend).

5. Teori gaya pikul

Teori ini mengajarkan: bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan
membayar dari siwajib pajak (individu). Tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan gaya
pikul si wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga
pengeluaran belanja wajib pajak tersebut. Gaya pikul ini dipengaruhi oleh bermacam-macam
komponen, terutama :

1. Pendapatan

2. Kekayaan dan

3. Susunan dari keluarga wajib pajak dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
keadaannya.

Prof. W. J. de Langen, memberikan arti dari gaya pikul sebagai berikut: gaya pikul adalah
kekuatan untuk membayar uang kepada negara, jadi untuk membayar pajak, setelah dikurangi
dengan minimum kehidupan (basic needs). Minimum kehidupan atau kebutuhan dasar (basic
needs) adalah hal yang pokok dan tidak bisa ditunda-tunda. Basic needs ini seperti: makan,
pakaian, perumahan dan biaya pendidikan.

Penafsiran Dalam Hukum Pajak

Suatu peraturan ada kala nya tidak dimengerti secara jelas atau kurang jelas sehingga
perlu suatu cara atau upaya penafsiran untuk menerobos peraturan yang tidak jelas tersebut. Ke
tidak jelaskan karna adanya kesenjangan antara peraturan yang sifatnya tertulis dengan
kesadaran hukum suatu masyarakat yang ada, atau karna memang peraturan tertulis tidak dapat
dimengerti yang dibaca oleh pembaca peraturan tersebut

Berbagai penafsiran yang digunakan dalam lapangan hukum perdata, namun juga dapat
digunakan dalam lapangan hukum publik , termasuk dalam hukum pajak sebagai alat untuk
mencoba memahami peraturan (undang-undang).

1. Penafsiran Histories

Penafsiran atas suatu undang undang dengan melihat pada sejarah dibuatnya suatu
undang-undang, Untuk dapat memahami penafsiran historis yang demikian tentu hanya dapat
diketahui dari dokumen-dokumen rapat pada waktu pembuatanya Misal Dokumen rapat para
pembuat dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR dan dokumen surat-surat
lainnya yang di buat secara resmi baik oleh pemerintah maupun dengan DPR. Dengan
menggunakan penafsiran histories dapat diketahui maksud dari pembuat undang-undang atas isi
dari suatu undang-undang

2. Penafsiran Sosiologis

Penafsiran Sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam Undang-Undang


yang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Seperti diketahui bahwa
kehidupan suatu masyarakat selalu berkembang (sipat dinamis) sedangkan Undang-Undang yang
bentuknya tertulis tidak bisa selalu mengikuti kehidupan masyarakat yang selalu lebih cepat
perkembanganya. Oleh karena,itu perlu adanya penyesuaian antara Undang-Undang yang
sifatnya tertulis dengan perkembanggan (perubahan) kehidupan suatu masyarakat

3. Penafsiran Sistematis

Penafsiran sistematis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU mengkaitkan


dengan ketentuan (Pasal-Pasal) lain dari UU dimaksud (dalam) suatu UU atau dengan
mengaitkanya dengan ketentuan (pasal-pasal) lain dari UU ynag lainnya. Karena suatu UU
terdiri dari pasal-pasal , maka ketentuan atau suatu pasal-pasal, maka ketentuan atau suatu pasal
yang tidak jelas dapat diketahui dengan melihat/mengaitkannya dengan arti atau maksud dari
pasal-pasal lainnya atas suatu UU yang lainnya, sehingga merupakan suatu system yang saling
berhubung

4. Penafsiran Autentik

Penafsiran autentik adalah suatu penafsiran ketentuan dalam Undang-Undang dengan


melihat apa yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang tersebut. Biasanya dalam suatu
Undang-Undang terdapat berupa pasal mengenai ketentuan umum yang isinya menjelaskan arti
atau maksud dari ketentuan yang telah diatur.

Ketentuan umum yang demikian sering disebut dengan terminologi untuk menjelaskan
hal-halyang dianggap perlu. Terminologi inilah yang dimaksudkan dengan penafsiran autentik.
Sedangkan penjelasan suatu pasal yang dimuat dalam tambahan lembaran Negara (TLN)
bukanlah merupakan penafsran autentik, tetapihanya suatu penjelasan semata atas isi suatu pasal,
yang sering kali dalam menjelasakan masi menimbulkan ketidak jelasan

5. Penafsiran Tata Bahasa

Penafsiran tata bahasa merupakan penafsiran atas suatu ketentuan dalam Undang-Undang
berdasarkan bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh
pembuat Undang-Undang. Penting dalam pembuatan Undang-Undang untuk memilih kata-kata
dalam menyusun suatu kalimat menjadi suatu aturan agar tidak menimbukan salah pengertian
bagi masyarakat

6. Penafsiran Analogi

Dalam penafsiran ini adalah merupakan suatu ketentuan dalam Undang-Undang dengan
cara memberi kiasan (ibarat analog) pada kata-kata yang tercantum dalam Undang-Undang
sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu ketentuan. Jadi termasuk
berdasarkan analog yang dibuat

Penafsiran analogis ini adalah sama dengan penafsiran secara ekstensif yang maksudnya
memperluas suatu aturan sehingga suatu peristiwa menjadi termasuk dalam aturan yang ada.
Penafsiran analogis ini tidak boleh dipakai dalam Undang-Undang pajak, karna dapat merugikan
wajib pajak dan tidak adanya kepastian hukum terhadap peristiwa yang terjadi.
Aturan umum yang tidak di tulis dalam Undang-Undang pajak menjadi berlaku pasal 23 (2)
UUD 1945 Menegaskan bahwa segala pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang
(Tentu nya UU pajak yang bersifat khusus)

7. Penafsiran A Contrario

Penafsiran A Constrario suatu ketentuan dalam Undang-Undang yang didasarkan pada


penolakan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal Undang-
Undang.

` Berdasarkan penolakan pengertian itu ditarik suatu kesimpulan bahwa soal yang dihadapi
itu diatur dalam pasal Undang-Undang nya atau dengan kata lain soal yang dihadapi berada
diluar ketentuan pasal suatu Undang-Undang.

Seperti hal nya penafsiran analogis, penafsiran A Countrario di dalam bidang hukum
pajak juga tidak di perbolehkan karena akan merugikan wajib pajak dan menimbulkan ketidak
pastian dalam hukum yang sudah jelas mengaturnya

Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assessment System

Offical assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pihak pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak.

Pemungutan pajak di lakukan oleh administrasi perpajakan diawali dengan kegiatan


mendata wajib pajak, mendaftarkan wajib pajak dan menjelang akhir tahun pajak memberikan
surat pemberitahuan (SPT) untuk diisi oleh wajib pajak. Berdasarkan informasi yang terdapat di
dalam (SPT) dan data milik administrasi yang ada, akan dihitung besarnya penghasilan kena
pajak kemudian di tetapkan pajak terutang. Selanjutnya Besarnya pajak yang terutang dituangkan
dalam surat ketatapan pajak (assessment notice) yang di sebut kohir, kemudian di sampaikan
kepada wajib pajak.

Penetapan pajak pendapatan di Atur oleh pasal 15 Ayat (1) Ord PPd 1944 sebagai berikut:
“Ketetapan pajak serta tambahan yang di tetapkan di muat dalam kohir ( Surat ketatapan pajak )
kecuali ketetapan pajak yang besarnya sama atau lebih rendah dari ketetapan sementara”.

Kekurangan dari Official Asessment System

1. Memerlukan aktivitas administrasi perpajakan untuk mendata dan mendaftar wajib pajak

2. Penetapan pajak memerlukan waktu lama, tidak efektif dan kurang efisien

3. Utang pajak timbul setelah di keluarkannya Surat ketetapan Pajak (SKP) oleh fiscus

2. Self Assessment System

Self assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang

Dalam system ini wajib pajak mempunyai wewenang dalam menentukan sendiri besarnya
pajak terutang sehingga,wajib pajak mempunyai peran aktif mulai dari menghitung, menyetor
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sedangkan pemerintah (fiscus) hanya mengawasi
saja dan tidak berhak untuk ikut campur tangan

Mekanisme penetapan sendiri dilakukan dengan menyampaikan laporan tentang jumlah


pengeluaran, perhitungan jumlah pajak yang ditetapkan sediri dengan mengisi dan
menyampaikan (SPT) di sertai pembayaran atas pajak terutama yang di hitung.

SPT yang di sampaikan merupakan bukti penatapan sebagaiman dimaksud dengan Pasal 12 Ayat
(2) UU KUP yang berbunyi:

“ Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang di sampaikan oleh wajib pajak
adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan
perpajakan:

Selama administrasi perpajakan tidak mengoreksi jumlah pajak nya sendiri yang telah
ditetapkan dan di bayar sendiri oleh wajib pajak di sampaikan ke kantor pelayanan paja telah
menjadi bukti bahwa wajib pajak telah menghitung .

Kelebihan dari System self assessment


1. Memberi peluang atau kesempatan bagi wajib pajak untu membayar pajak sendiri tanpa
menunggu surat ketetapan pajak

2. Mendukung partisipasi aktif dari masyarakat dalam menghimpun dana untuk


pembangunann

3. Memberi peluang atau kesempatan bagi wajib pajak untuk membayar sendiri pajak
terutang tanpa menunggu terimanya surat ketetapan pajak

3. With Holding Tax System

With holding system adalah suatu pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk mementukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak

Berdasarkan system ini, wajib pajak yang membayarkan atau memberikan penghasilan
kepada wajib pajak lainnya wajib memotong pajak, dan menyetorkan ke kas Negara, kemudian
melaporkan ke administrasi.

Pemungutan pajak melalui pihak ketiga sangat sesuai dengan asas kesederhanaan yang
memudahkan pembayaran pajak oleh subjek pajak dan pajak dipungut tepat saat subjek
memperoleh objek

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 20 Ayat (1) UU PPh berbunyi sebagai berikut:

“Pajak yang diperkirakan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh pajak dalam tahun
pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta oleh pembayaran pajak
oleh wajib pajak lain

Pemungutan pajak melalui pihak ketigas digunakan dalam mekanisme pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pengusaha yang
berstatus Pengusaha Kena Pajak wajib memungut PPN dan atau PPNBM atas penyerahan barang
yang terutang PPN atau PPnBM, atau jasa tertentu yang terutang PPN kepada konsumen

JENIS PAJAK
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan
menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya.

1. Menurut golongan.

Menurut golongannya pajak dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pajak langsung
dan pajak tidak langsung.

a. Pajak langsung, pajak yang harus ditanggung atau dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat diberikan atau dibebankan kepada pihak manapun,Pajak harus menjadi beban
Wajib Pajak yang bersangkutan

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). Pajak ini dibayarkan langsung oleh orang yang memperoleh
penghasilan dan tidak dapat dialihkan atau dibebankan ke pihak manapun.

b. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung ini terjadi jika ada kegiatan,
perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan terutangnya pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN ini terjadi karna terdapat penambahan nilai
barang maupun jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjuak barang,
namun pajak ini dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada konsumen dan sudah dimasukan
dalam harga jual barang atau jasa.

Cara menentukan apakah suatu pajak termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam
Arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban
pemenuhan perpajakannya Berikut ini ketiga unsur berikut .

1. Penanggung jawab pajak orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak.

2. Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban
pajaknya.

3. Pemikul pajak adalah orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak.

Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang, pajaknya disebut Pajak Langsung. Jika
ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang, pajaknya disebut Pajak
Tidak Langsung.
2. Menurut Sifat

Pajak menurut sifatnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pajak subjektif dan pajak
objektif.

a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatihan keadaan pribadi Wajib Pajak
atau memperhatikan keadaan subjeknya.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat Subjek Pajak (Wajib Pajak) orang
pribadi. Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi
WajibPajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya).

Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya
penghasilan tidak kena pajak.

b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya, baik berupa benda,
keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) dan
tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3. Menurut Lembaga

Pemungut Pajak dikelompokkan menjadi dua.

a. Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

Contoh: PPh, PPN, dan PPNBM.

b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (pajak
provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota), dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir,
Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor,
serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak
Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir, Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

TARIF PAJAK

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak
dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau persentase tertentu. Jenis tarif
pajak dibedakan menjadi tarif tetap, tarif proporsional (sebanding), tarif progresif (meningkat),
dan tarif degresif (menurun).

TARIF TETAP

Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau yang tetap, berapa pun besarnya pengenaan pajak.
N DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF PAJAK
O
1 Rp. 1.000.000 Rp.6.000
2 Rp. 2.000.000 Rp.6.000
3 Rp. 5.750.000 Rp.6.000
4 Rp. 50.000.000 Rp.6.000
5 Rp. 100.000.000 Rp.6.000

Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau
bilyet giro untk berapa pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp. 6.000

TARIF PROPORSIONAL (SEBANDING)


Tarif Proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap
berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Makin besar dasar pengenaan pajak, maka makin besar
pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan secara proporsional atau sebanding.

NO DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF UTANG PAJAK


PAJAK
1 Rp 1.000 10 % Rp 100
2 Rp 20.000 10 % Rp 2.000
3 Rp 500.000 10 % Rp 50.000
4 Rp 100.000.000 10 % Rp 100.000

Di Indonesia, tarif proporsional diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26 (tarif 20%), PPh
Pasal 23 (tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP badan dalam negeri, dan BUT (tarif Pasal
17 ayat (1) b atau 28% untuk tahun 2009 serta 25% untuk tahun 2010, dan seterusnya);

Tarif Progresif (Meningkat)

Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Tarif Progresif-Proporsional, tarif berupa persentase tertentu yang makin meningkat dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap.

N DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF PAJAK KENAIKAN TARIF


O
1 Sampai dengan Rp. 10.000.000 15 % -
2 Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 25.000.000 25 % 10 %
3 Di atas Rp.25.000.000 35 % 10 %

Tarif ini pernah diterapkan di Indonesia untuk mencari PPh sejak tahun 1984 sampai 1994. Dan
diatur dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983
2. Tarif progresif-progresif, Tarif yang persentase kenaikan tarif semakin meningkat atas dasar
pengenaan pajak dan tarif pajak yang juga meningkat.
Contoh :
N DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF PAJAK KENAIKAN TARIF
O
1 Sampai dengan Rp. 25.000.000 15 % -
2 Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25 % 5%
3 Di atas Rp.50.000.000 35 % 15 %

Tarif ini pernah berlaku di Indonesia pada tahun 1995 sampai tahun 2000 dan diatur dalam Pasal
17 UU No. 10 Tahun 1994 untuk menghitung pajak penghasilan.

3. Tarif Progresif-Degresif, Tarif berupa persentase yang yang semakin meningkat dengan
meningkat nya dasar pengenaan pajak , tetapi kenaikan persentase semakin turun

N DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF PAJAK KENAIKAN TARIF


O
1 Rp. 50.000.000 10 % -
2 Rp. 100.000.000 15 % 5%
3 Rp. 200.000.000 18 % 3%

4.Tarif Degresif, tarif persentase nya semakin turun meskipun pengenaan pajak semakin besar

N DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF PAJAK


O
1 Rp. 50.000.000 30 %
2 Rp. 100.000.000 20 %
3 Rp. 200.000.000 10 %

KESIMPULAN
Pajak merupakan iuran rakyat yang wajib dibayar kepada Negara yang telah di atur oleh

Undang-Undang yang tertulis tanpa menerima timbal balik secara langsung. Fungsi pajak ini

juga merupakan salah satu sumber penerimaan Negara untuk membiayai pembangunan maupun

pengeluaran Negara. Pajak juga berfungsi untuk mengatur melaksanakan kebijakan pemerintah

untuk mendukung dan mencapai tujuan-tujuan melaksanakan kebijakan pemerintah untuk

mendukung dan mencapai tujuan-tujuan tertentu dibidang social maupun ekonomi Pemungutan

pajak ini sudah tertulis dalam Undang-Undang agar menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat

indonesia

DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan: Teori dan Kasus (Buku 1). Jakarta: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2017. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat

Dari Jurnal

Rizka Novianti Pertiwi, Devi Farah Azizah & Bondan Catur Kurniawan (2014). Analisis
Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan. Jurnal Perpajakan. Volume 3,
Nomor 1

Wildah Mafaza. Yuniadi Mayowan & Tri Henri Sasetiadi (2016). Konstribusi Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah Pendapatan Asli Daerah. Jurnal Perpajakan. Volume 11,
Nomor 1

Soal
Pilihan Ganda
1) Hukum pajak tergolong dalam hukum administrasi karena mengatur …
A. lewajiban warga Negara terhadap Negara
B. kewenangan Negara terhadap warganya
C. kewenangan Negara dan kewajiban warganya
D. kewajiban Negara terhadap warganya

2) Bapak A dan isitinya masin-masing memiiki kegiatan usaha, Mereka ingin tahu apakah
isitrinya memerlukan NPWP sendiri atau tidak. Jawabanya dapat diketahui dari Hukum pajak …
A. material karena berkaitan dengan objek pajak si istri
B. formal karena berkaitan dengan pendaftaran subjek
C. material dan formal karena berkaitan dengan wanita kawin
D. material dan formal karena berkaitan dengan objek gabungan dan pendaftaran

3) Kalau diperbandingkan hukum pajak formal sebelum tahun 1983 dan yang sekarang maka …
A. tidak ada bedanya karena keduanya mengatur pelaksanaan ketentuan hukum pajak material
B. berbeda karena ketentuan hukum material dibuat dalam satu undang-undang
C. tidak ada bedanya karena isinya mengatur wewenang dan hak wajib pajak
D. berbeda karena asas hukum material dan utang pajak berubah

4) Masyarakat ingin mengetahui kewenangan negara dalam pemungutan pajak dapat diketahui
dari …
A . setiap undang-undang perpajakan
B. dalam ketentuan hukum formal (UU KUP)
C. dalam ketentuan hukum material
D. dalam UU KUP dan KUHAP

5) Pemahaman saat pajak terutang sangat penting karena


A. terkait dengan system perpajakan yang dianut dalam undang-undang perpajakan
B. memberikan kepastian saat wajib pajak harus membayar pajak
C. terkait dengan kepastian hukum bagi wajib pajak
D. memberikan keuntungan terhadap penerimaan Negara

6) System self-asessment adalaha system pemungutan pajak yang memberikan …


A. kebebasan kepada masyarakat untuk membayar pajak sesuai kemampuannya
B. kepercayaan kepada masyarakat untuk membayar pajak sesuai kemampuanya
C. kepercayaan kepada masyarakat untuk membayar pajak sesuai undang-undang perpajakan
D. semua jawabanya benar

7) Keunggulan system self assessment adalah …


A. memberikan kemudahan bagi anggota masyarakat untuk berpastisipasi membayar pajak
B. memberikan kemudahan bagi untuk mendaftar menjadi wajib pajak
C. memberikan wewenang bagi anggota masyarakat turut memungut pajak
D. semua jawaban benar

8) Keberhasilan system self assessment sangat ditentukan oleh …


A. peran dari kejelasan Undang-Undang perpajakan
B. peran masyarakat dalam memetuhi Undang-Undang
C. peran administrasi dalam membina dan mengawasi pelaksanaanya
D. semua jawaban benar

9) Pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak memotong atau memungut pajak pihak lain
mempunyai kelemahan, ole karenanya …
A. kebijakan itu perlu dicabut karena bertentangan dengan hak asasi manusia
B. kebijakan itu efektif sepanjang diikuti dengan pengawasan yang ketat
C. kebijakan itu mengutungkan masyarakat karena kesederhanaanya
D. semua jawaban benar

10) Agar system self assessment bermanfaat bagi masyarakat maka langkah yang perlu
dilakukan adalah …
A. administrasi perpajakan meningkatkan pemberian sanksi perpajakan
B. administrasi perpajakan meningkatkan kualitas pelayanan
C. penyusutan kepada masyarakat ditingkatkan
D. semua jawaban salah
11. Pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar adalah :
A. Iuran
B. Pungutan
C. Retribusi
D. Bea Materai
12. Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal balik (Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
A. Prof. Dr. Rochmat Soemitro S.H.
B. S .I. Djajadiningrat
C. Dr. N. J. Feldmann
D. Ahmad Soebardjo

13. PT Semen Gresik Menyerahkan 100 Sak Semen @Rp75.000,00 Kepada Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah untuk proyek infrastruktur. Atas transaksi tersebut, siapa yang seharusnya
memungut PPh Pasal 22 dan berapa besar pungutannya?
A. Rp112.500,00 oleh Pemprov
B. Rp18.750,00 oleh Pemprov
C. Rp112.500,00 oleh PT Semen Gresik
D. Rp18.750,00 oleh PT Semen Gresik
14. Berikut ini hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan sumber penghasilan dalam PPh 24,
kecuali
A. Penentuan dari saham dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan
B. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah Negara
tempat harta tersebut terletak
C. Penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
D. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
15. Berikut contoh pajak dari fungsi regulend, kecuali
A. PBB
B. PPNBM
C. TARIF PAJAK EKSPOR
D. Tax Holiday
16. Berikut teori-teori yang mendukung pemungutan pajak, kecuali…
A. Teori asuransi
B.Teori asas gaya beli
C. Teori kepentingan
D. Teori pajak materil

17. Menurut lembaga pemungutnya pajak dikelompokan menjadi 2 yaitu…


A. Pajak langsung dan tidak langsung
B.Pajak subjektif dan objektif
C.Pajak Negara dan pajak daerah
D.Pajak material dan non material
18. . Reformasi perpajakan dilakukan dengan dasar yaitu penerimaan negara tidak mungkin
hanya mengandalkan sektir migas, sedangkan tujuan reformasi perpajakan diantaranya yaitu ...
A. Untuk menjaga keseimbangan pasar uang
B. Untuk menjaga moneter
C. Untuk pembiayaan sarana dan prasarana Negara
D. Untuk kemandirian pembangunan nasional.
19. Asas paja yang menyebutkan bahwa sebaiknya pajak yang dipungut tidak mengganggu
kegiatan produksi dan perdagangan sehingga tidak mengakibatkan terjadinya penurunan
perekonomian masyarakat dinamakan ...
A. Asas Certainty
B. Asas Economic
C. Asas Convinience
D. Asas Equality
20. Berikut ini yang merupakan ciri-ciri Official Assessmen System pada sistem pemungutan
pajak yaitu ...
a. Pajak ditentukan Pihak Ketiga
B. Wajib Pajak bersifat pasif.
C. Fiscus hanya mengawasi.
D. Wajib Pajak bersifat aktif.

Soal Essay
1. Jelaskan pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH !
2. Jelaskan pungutan-pungutan lain selain pajak !
3. Jelaskan fungsi regulerend !
4. Bagaimanakah kondisi kedudukan hukum pajak saat ini ?
5. Jelaskan pembagian hukum pajak !
6. Sebukan dan jelaskan jenis pajak menurut golongan nya !
7. Sebutkan teori yang mendukung pemungutan pajak !
8. Jelaskan apa saja system pemungutan pajak !
9. Sebutkan jenis-jenis tarif pajak!
10. Bagaimana awal mulanya timbul utang pajak ?
Kasus
1. Pada tahun 2011 terkenal permasalahan yang timbul di sistem perpajakan yaitu mengenai
salah satu pegawai negeri sipil pada direktorat jenderal perpajakan bernama Gayus Tambunan,
analisis kasus permsalahannya disertai perundang-undangan perpajakan !
2. Direktur sebuah perusahaan jasa transportasi CV. Bumi Raya dipenjara terkait penipuan
SPT masa pajak PPN tidak sesuai. Analisis permasalahan ini dikaitkan dengan UU !
3. Analisis kesalahan PT. Adaro Energy TBK yang melakukan penggelapan pajak !

PERNYATAAN KEASLIAN MAKALAH

Kami yang bertanda tangan di bawah ini

Nama Anggota : 1. M Afif Adnan Yusuf (01031281924084)

2. Putri Nadia Ramadani (01031281924191)

3. Tiara Anggraini (01031181924002)


4. Zefanya Lewi Dave Harra (01031281924050)

Judul Makalah : DASAR-DASAR PERPAJAKAN DAN HUKUM PAJAK

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan makalah ini berdasarkan bentuk petunjuk yang
telah di berikan. Baik untuk materi laporan sebagai bagian dari makalah. Jika terdapat karya
orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang jelas

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sesunggunhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpanan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka kami bersedia mendapatkan
sebuah sanksi sesuai yang berlaku.

Tanda tangan yang membuat pernyataan

Anda mungkin juga menyukai