Pembimbing:
Presentan:
FAKULTAS KEDOKTERAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Definisi
Pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA) atau dikenal
sebagai pustular drug rash, pustular eruption, atau toxic pustuloderma adalah
suatu keadaan inflamasi pada kulit dan membran mukosa yang jarang terjadi,
ditandai oleh onset yang akut dari pustul-pustul steril nonfolikular dan disertai
resolusi yang cepat (Revuz, 2008).
Pustulosis eksantema generalisata akut (PEGA) adalah suatu varian
dari erupsi alergi obat tipe berat yang ditandai dengan munculnya pustul steril
non folikular di atas kulit eritematosa secara akut disertai demam, dan akan
sembuh sendiri dalam beberapa hari setelah obat pencetus dihentikan
(Breatnach, 2010).
1.2. Epidemiologi
Kasus PEGA dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin, namun
EuroSCAR multicenter study melaporkan bahwa jenis kelamin perempuan
lebih sering daripada laki-laki meskipun perbedaannya tidak terlalu besar.
Laporan mengenai insiden PEGA dan obat penyebabnya di Asia masih sangat
terbatas. Penyebab PEGA ialah obat terutama antibiotik β-laktam, makrolid,
antikonvulsan, dan calcium channel blocker (CCB) (Shear, 2008).
Data dari studi retrospektif tahun 1992- 2007 yang dilakukan di satu
pusat kesehatan di Taiwan mendapatkan 16 pasien yang memenuhi kriteria
EuroSCAR scoring system dan dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan
etiologinya; 10 pasien diduga disebabkan oleh obat sistemik dan 6 pasien
yang bukan disebabkan karena obat. Semua pasien tersebut diterapi dengan
kortikosteroid sistemik, baik oral maupun injeksi. Tahun 2009 ditemukan 7
kasus PEGA yang disebabkan kombinasi obat parasetamol dilaporkan dalam
database WHO Global Individual Case Safety Reports (ICSR). Meskipun
kasus PEGA jarang ditemukan pada anak tetapi sebuah studi retrospektif dari
Cina menemukan 20 kasus selama periode tahun 1990-2008.
Data karakteristik demografik dari populasi studi yang dilakukan oleh
EuroSCAR tahun 2007 menunjukkan bahwa pasien PEGA lebih banyak
ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rerata usia 56
tahun (Sidoroff, 2010).
1.3. Etiologi
Sekitar 90% kasus PEGA disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas
terhadap obat. Berdasarkan hasil penelitian EuroSCAR, obat-obatan dibagi
atas yang berisiko tinggi, maupun yang kurang berisiko. Obat-obatan yang
berisiko paling tinggi untuk menyebabkan PEGA meliputi pristinemisin,
aminopenisilin, kuinolon, hidroksiklorokuin, golongan sulfonamide,
terbinafrin, dan diltiazem. Obat yang kurang berisiko antara lain ialah
kortikosteroid, antibiotik golongan makrolid, oxicam anti-inflammasi
nonsteroid (AINS), dan semua antiepilepsi kecuali valproic acid (Budianti,
2015).
Reaksi sensitivitas terhadap merkuri, pemberian vaksinasi pada
populasi pediatri serta gigitan laba-laba juga diduga menjadi faktor penyebab
PEGA. Infeksi diduga dapat menyebabkan terjadinya PEGA namun belum
didapatkan banyak bukti, tetapi beberapa laporan menyebutkan bahwa infeksi
virus (infeksi parvovirus, sitomegalovirus, dan coxackie B4 virus)
berhubungan dengan PEGA. Infeksi saluran kemih berulang serta pneumonia
juga pernah dilaporkan sebagai penyebab PEGA. Pada analisis multivariat
yang dilakukan oleh EuroSCAR tahun 2007 tidak ditemukan faktor risiko
yang bermakna terhadap infeksi yang dapat menyebabkan PEGA. Reaksi
tersebut diduga kuat karena penggunaan terapi antiinfeksi yang diresepkan
untuk penanganan penyakit dan bukan karena infeksi tersebut (Budianti,
2015).
1.4. Patofisiologi
Patofisiologi erupsi obat pada kulit belum diketahui secara jelas
namun dapat disebabkan oleh proses imunologik, maupun non imunologik.
PEGA dikategorikan dalam reaksi hipersensitifitas tipe IV Gell dan Coombs
yaitu reaksi hipersensitifitas yang tertunda (delayed hypersensitivity) karena
dimediasi oleh sel T. Setelah konsumsi obat, antigen-presenting cells (APCs)
mengaktivasi sel T reaktif spesifik obat yaitu major histocompatibility
complex (MHC) kelas I (CD4+) dan MHC kelas II (CD8+) di kelenjar getah
bening. Obat akan terikat secara kovalen pada kompleks peptida/ MHC dan
non-kovalen, diikuti dengan migrasi ke dermis dan epidermis (Marina, 2013).
Fase lanjut ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil di lokasi
peradangan ke molekul adesi. Migrasi neutrofil polimorfonuklear (PMN) ini
bersamaan dengan meningkatnya CXCL8 melewati dermis dan epidermis
masuk ke dalam dan mengisi vesikel sehingga terbentuk pustul yang steril
(Marina, 2013).
2.1 Tatalaksana
3.1 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi karena pemberian steroid intramuskular
yaitu lipoatrofi serta abses steril yang diakibatkan karena proses absorbsi
yang lambat (Mitsos, 2011).
3.2 Prognosis
Pustulosis eksantema generalisata akut memiliki prognosis yang
umumnya baik dan dapat sembuh sendiri, karena penyakit ini cepat
mengalami resolusi setelah mendapat pengobatan dan penghentian obat yang
diduga sebagai penyebab. Prognosis yang buruk seringkali berkaitan dengan
demam tinggi pada pasien usia lanjut dan adanya infeksi sistemik (Razera,
2011).
BAB IV
PENCEGAHAN
4.1. Pencegahan
Kunci dari pencegahan PEGA adalah dengan melakukan konseling
mengenai penyakit tersebut. Menghindari konsumsi obat yang diduga sebagai
penyebab dengan melakukan tes alergi menggunakan skin test, dan skin prick
test sebelum memberikan terapi obat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Breatnach SM. Drug reactions. In: Burns T, Breathnach SM, Cox N, Griffith C,
editors. Rook’s Textbook of Dermatology (8th ed). London: Blackwell
publishing Ltd, 2010; p. 75- 84.
Budianti WK. Erupsi obat alergik. In: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W,
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (7th ed). Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, 2015; p. 190-5.
James WD, Berger TG, Elston D, editors. Andrews’ Disease of the Skin Clinical
Dermatology (12th ed). Pennsylvania: Elsevier Inc., 2011; p. 119-120.
Shear NH, Knowles SR. Cutaneous reaction to drugs. In: Goldsmith LA, Katz LI,
Gilchrest BA, Paleer AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine (8th ed). New York: McGraw Hill Co,
2008; p. 452-3.
A. Data Pasien
o Nama : Tn. T
o Usia : 22 tahun
o Alamat : Gintungan Tengaran
o Pekerjaan : Buruh
o Status Pernikahan : Sudah menikah
o Tanggal Pemeriksaan : 7 Oktober 2019
B. Anamnesis
o Keluhan Utama : Seluruh badan bintik-bintik sejak 4 hari yang lalu
o Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit RSUD Salatiga dengan keluhan
timbul bintik-bintk di sekujur tubuhnya sejak 4 hari yang lalu,
awalnya bintik timbul di selangkangan kemudian menyebar ke seluruh
tubuh, bintik yang timbul berisi nanah bila pecah, dan berwarna
kemerahan. Pasien mengeluh terasa gatal, dan panas pada bintik
tersebut, pasien juga mengeluh flu dan demam tinggi. Pasien sudah
memeriksakan keluhannya ke puskesmas namun tidak kunjung
membaik.
o Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Pasien sedang mengkonsumsi obat yang diberikan dokter umum.
Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan diabetes
melitus.
o Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, diabetes
melitus, dan alergi.
o Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien datang ke RSUD Salatiga menggunakan asuransi kesehatan.
C. Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum : Baik
o Kesadaran : Compos mentis
o Berat Badan : 76,6 kg
o Tanda Vital
Tekanan Darah : 152/78 mmHg
Denyut Nadi : 158 x/menit
o Status Dermatologi
Lokasi : Seluruh tubuh
Inspeksi : Patch, eritema, papul, pustul
D. Diagnosis
o Diagnosis Banding
Psoriasis pustulosa tipe Von Zumbusch
Subkorneal pustular dermatosis
o Diagnosis Kerja
Pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA)
E. Terapi
R/ Amoxiclin 500 mg tab No. XIV
ʃ 2 dd tab I
R/ Metil Prednisolone 8 mg tab No. XIV
ʃ 2 dd tab I
R/ Desoxymethason cream No. I
ʃ 2 dd I ue
R/ Loratadine 10 mg tab No. X
ʃ 1 dd tab I