Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Diagnosis
EPISODE DEPRESI SEDANG DENGAN GEJALA SOMATIK

Penyaji
dr. I Gusti Ayu Agung Yulianti
1414058203

Pembimbing
dr. Luh Nyoman Alit Aryani, SpKJ(K)

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
AGUSTUS 2017
LAPORAN KASUS I*
Oleh dr I Gusti Ayu Agung Yulianti**

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : ALM
Tempat/tgl. lahir/umur : Nubatukan, 9 Juni 1981
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wangatoa, Selandoro, Nubatukan,Lembata, NTT
Pekerjaan : Pegawai kontrak
Pendidikan : SLTA
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Making
Agama : Kristen Katolik
Nomer Rekam Medis : 17030074

2. RIWAYAT PSIKIATRI
Pasien datang pertama kali ke Poliklinik Jiwa pada tanggal 13 Juli 2017,
dikonsulkan oleh Ts Neurologi. Data autoanamnesis diperoleh saat kunjungan
pertama dan wawancara via telpon. Heteroanamnesis dari sepupu pasien diperoleh
pada saat yang sama.
1. Keluhan Utama
Autoanamnesis : nyeri kepala belakang
Heteroanamnesis (sepupu pasien) : sering sakit kepala

* Dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, tanggal 6 September 2014 , di Ruang Pertemuan SMF Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.
** Dokter Residen yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Program Studi Psikiatri
yang dibimbing oleh dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K).

-1-
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Pada pertemuan pertama tanggal 20 Juni 2014, pasien datang ditemani
suami, duduk di depan pemeriksa, memakai baju kaos lengan pendek berwarna
coklat dan celana pendek hitam. Berperawakan sedang, rambut hitam pendek
ikal sebahu tersisir rapi dan diikat pada bagian belakang, menjawab pertanyaan
dengan kalimat-kalimat singkat, sering memalingkan pandangan dari pemeriksa
melirik kearah suaminya serta sesekali menunduk melihat lantai saat
wawancara. Terkadang tangan kanannya mengusap kedua matanya yang
berlinang air mata dan tampak sembab. Suara terdengar dengan volume lemah
pelan kurang bersemangat, kadang menghela nafas sebelum memulai
pembicaraan. Menjawab sesuai dengan pertanyaan dengan menggunakan
Bahasa Indonesia terkadang Bahasa Bali.
Pasien dapat menjawab dengan benar mengenai tanggal, hari dan jam
saat ini. Saat ditanya pengurangan 100 dikurangi 7 secara berurutan sebanyak 5
kali, pasien mampu menjawab dengan benar namun memerlukan waktu lama
ketika menjawab. Saat diminta mengeja dari belakang kata “PINTU”, dapat
menyebutkan dengan benar. Dapat menyebutkan peribahasa berakit-rakit ke
hulu, berenang-renang ketepian dan mampu menjelaskan artinya. Mampu
menjelaskan 3 perbedaan bola tenis dan buah jeruk, mengatakan bahwa bola
tenis untuk bermain, keras dan tidak bisa dimakan, sedangkan buah jeruk
rasanya manis, berisi air dan dapat dimakan. Dapat mengulang kata tiga kata
benda seperti meja, buku, pensil yang diucapkan pemeriksa setelah 5 menit
dilakukan pembicaraan yang berbeda.
Mengatakan dirinya datang ke Poliklinik Jiwa ini dikarenakan
mengalami gangguan sulit tidur. Keluhan ini dirasakan sejak 2 tahun yang lalu
dan mengakibatkan pasien berhenti bekerja. Pada awalnya hanya bisa tidur
paling cepat jam 04.00 wita sehingga pada saat bangun dipagi hari badannya
menjadi lemas, tidak bertenaga untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Kemudian keluhan ini semakin bertambah berat, mengawali tidur menjadi
susah, kadang terbangun ditengah malam sampai 3-4 kali dan akhirnya sampai
pagi tidak bisa tidur. Sering disertai mimpi, apa yang dipikirkannya akan

-2-
terbawa sampai di mimpi. Pada saat itu sudah berusaha memejamkan mata,
merubah posisi tidurnya, namun tetap terjaga walaupun matanya terpejam,
sehingga keesokan hari terlihat masih mengantuk dan lemas. Sejak 2 hari
sebelum datang ke Poliklinik Jiwa pasien tidak bisa tidur sama sekali, sehingga
memutuskan untuk datang berobat.
Ketika diminta untuk mengutarakan perasaannya, pasien pada saat awal
sempat terdiam, beberapa saat kemudian mengatakan bahwa dirinya merasa
sedih, pernah pula sampai menangis, karena berbagai masalah yang dialaminya.
Terutama masalah sakit yang dideritanya selama ini yang membuatnya
mengalami gangguan sulit untuk tidur. Juga mengatakan putus asa, tidak
berguna dan pernah terlintas dalam pikiran untuk mengakhiri hidupnya,
walaupun dia mengaku belum pernah merencanakan atau mencoba untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Pasien masih mengingat memiliki 2 orang anak
yang perlu kasih sayang kedua orangtuanya sehingga pikiran tersebut pasien
buang jauh-jauh.
Keadaan tersebut diketahui oleh suami pasien dan mengatakan memang
benar bahwa sudah 2 tahun ini istrinya ada gangguan kesulitan untuk tidur.
Keluhan ini diawali dengan keluhan “maag” dari istrinya yang tidak sembuh-
sembuh sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu. Keluhannya berupa mual, muntah
dan nyeri diulu hati, setiap makan nyeri yang dirasakan semakin bertambah.
Oleh karena keluhan ini membuat badannya semakin lemah dan cepat merasa
lelah sehingga membuat pasien tidak ada semangat untuk bekerja. Sebelumnya
pasien bekerja dengan adiknya membuat arang yang dikirim ke cafe-cafe di
Jimbaran. Akhirnya pasien berhenti bekerja disamping memang kenyataannya
pada waktu itu permintaan arang untuk cafe sudah mulai berkurang. Ada
keinginan dari pasien sendiri untuk fokus terhadap pengobatannya.
Pasien juga mengeluh semangat kerjanya menurun serta sering tidak
konsentrasi. Menurut suaminya, istrinya sering mengaku cepat lelah walau
hanya bekerja sebentar saja. Sehingga pekerjaan sehari-hari dan pekerjaan
sebagai pemosok arang ke cafe-cafe terganggu dan memutuskan untuk berhenti
bekerja. Pasien juga merasa kurang percaya diri dan malu apabila bertemu

-3-
dengan tetangga di banjar. Sering tidak bisa konsentrasi bila diajak bicara oleh
tetangganya, dan sering pula pasien memikirkan setiap apa yang dibicarakan
terutama mengenai hal-hal yang ada hubungannya dengan dirinya. Pasien
merasa tidak tenang bila berada dalam keramaian, dan ingin segera pergi saja
dari keramaian. Oleh karenanya, dia lebih memilih untuk menghindari tempat
yang ramai seperti ke pasar atau banjar. Nafsu makannya menurun hingga
terasa berat badannya pun menurun, namun pasien tidak tahu berapa banyak
penurunan tersebut. Sebelumnya pasien makan 3 kali sehari dengan porsi biasa,
namun semenjak sakit porsi makannya menjadi berkurang.
Karena keluhan ini pasien sudah pernah berobat ke beberapa dokter
sampai ke dokter spesialis, namun keluhannya tidak mengalami perbaikan
sampai akhirnya timbul keluhan sulit untuk tidur karena memikirkan kondisi
sakit yang dialaminya. Pernah berobat ke RSUD Wangaya dan disarankan
melakukan pemeriksaan Endoskopi sekitar September 2012. Hasil pemeriksaan
disimpulkan “Gastritis Kronis”, mendapat obat selama 3 minggu dan keluhan
“maag”nya sedikit berkurang jika minum obat namun keluhan sulit tidur tidak
mengalami perbaikan. Pada saat dilakukan endoskopi tersebut pasien sangat
khawatir, cemas dan sangat ketakutan memikirkan kondisi sakitnya. Karena
keluhan sulit tidur tidak membaik, dan ditambah lagi mulai muncul keluhan
dada berdebar kaki terasa dingin membuat pasien semakin khawatir dengan
kondisinya. Pasien juga pernah berobat ke dokter Jantung dan ke dokter Saraf
sekitar Juli 2013, dilakukan pemeriksaan seperti EKG, Echo, EEG dan CT-
Scan. Dari hasil pemeriksaan tersebut, pasien mendapat obat, namun walaupun
rutin minum obat keluhan sulit tidur tidak juga membaik. Sekitar 7 bulan
sebelum ke Poli pasien mencoba berobat ke alternatif herbal, pada saat itu
diberikan obat sebanyak 12 paket, 1 paket obat selama 2 minggu. Selama
mengkonsumsi obat ini keluhan sulit tidur sudah mengalami perbaikan, akan
tetapi setelah paket obat habis 1 bulan sebelum ke Poliklinik Jiwa, keluhan sulit
tidur ini kembali dirasakan pasien bahkan sampai tidak bisa tidur selama 2 hari
sebelum ke poliklinik.

-4-
Pasien mendapat informasi dari tetangga di rumah Jimbaran yang
mengatakan pernah mengalami keluhan sulit untuk tidur yang disertai mual
muntah sama seperti yang dialami pasien. Bisa sembuh semenjak berobat ke
Poliklinik Jiwa RSUP Sanglah, mendapat 2 macam obat, obat yang diminum
pagi dan malam, pengobatannya sudah mulai ke tahap penurunan dosis. Oleh
karena mendengar cerita ini, pasien meminta kepada suaminya untuk
mengantarnya berobat ke Poliklinik Jiwa, dengan harapan kesembuhan yang
dialami tetangganya ini akan dialami juga kepada dirinya. Walaupun suami dan
pasien memiliki sedikit rasa ketakutan akan ketergantungan akan obat yang
dipahami dimasyarakat seperti ini juga oleh tetangganya “jika minum obat jiwa
akan mengalami ketergantungan dan susah untuk berhenti minum obat
tersebut”. Akan tetapi rasa keinginan dari pasien untuk sembuh yang cukup
besar, akhirnya pasien memberanikan diri datang ke Poliklinik Jiwa.
Pasien sangat memikirkan beberapa kondisinya seperti sakit yang tidak
sembuh-sembuh, berhenti dari pekerjaan, ibu pasien yang menderita kencing
manis. Keadaan ini juga dibenarkan oleh suami pasien. Menurut pasien keluhan
yang sekarang ini mungkin diawali semenjak ayah pasien meninggal tahun
2012 karena penyakit stroke. Semenjak itu mulai muncul keluhan “maag”
sampai akhirnya pasien tidak bisa tidur. Setelah berhenti bekerja, aktifitas
sehari-hari kebanyakan di rumah sebagai ibu rumah tangga seperti memasak,
mencuci serta bersih-bersih rumah. Sering merasa sendiri di rumah karena
sehari-hari suami bekerja dan anak pertama kerja serta yang kedua sekolah
SMA. Menurut suaminya, pekerjaan yang dilakukan oleh istrinya kadang tidak
sampai tuntas, kadang terlihat bengong hanya diam saja yang pada akhirnya
suami pasien yang melanjutkan pekerjaan tersebut. Sebelum sakit jika merasa
bosan, pasien akan berkunjung ke rumah ibunya di kedonganan dengan naik
sepeda motor sendirian. Semenjak sakit pasien menjadi tidak berani naik sepeda
motor sendiri dan akan minta bantuan ke suami atau anak pasien. Semua
keadaan ini yang terus menjadi beban pikiran pasien, sehingga keluhan sulit
tidur yang selama ini dialami menjadi bertambah berat yang membuat pasien
merasa khawatir dan sedih.

-5-
Selama beberapa bulan ini pasien merasa tidak pernah mengalami hal-
hal aneh baik berupa suara-suara yang didengar ditelinga tanpa ada orang yang
berbicara. Juga menyangkal melihat bayangan, hal-hal tentang sentuhan,
pengecapan maupun pembauan serta merasa diri sendiri berubah ataupun
lingkungan yang berubah. Pasien merasa kondisi yang dialaminya saat ini
bukan karena salah orang lain, namun mungkin saja adanya kecemasan,
kesedihan atau depresi karena kondisi sakitnya yang tidak sembuh meskipun
sudah berobat.

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat gangguan psikiatri
Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
2. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien tidak memiliki riwayat merokok, minum kopi ataupun
alkohol. Riwayat menggunakan narkotika dan psikotropika disangkal.
3. Riwayat penyakit medis
Tahun 2012 diawali dengan gastritis kronis, sudah dilakukan
endoskopi di RSUD Wangaya, pengobatan rawat jalan selama 3 minggu.
Tahun 2013, lemah separuh tubuh didiagnosis sebagai stroke iskemik dan
tensi tinggi 170 mendapat terapi rawat jalan. Keluhan ini hanya sehari,
besoknya sudah membaik. Sempat ke dokter jantung karena keluhan dada
berdebar-debar namun tidak mendapatkan terapi khusus hanya diberikan
vitamin. Semua keluhan tersebut walaupun sudah rutin berobat keluhan
sulit tidur masih tetap dirasakan pasien.
Riwayat penyakit diabetes melitus, tekanan darah tinggi, demam,
kejang, penyakit infeksi dan trauma kepala disangkal.
4. Riwayat kepribadian sebelumnya
Pasien mengatakan dirinya memang memiliki sifat pencemas,
misalnya sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya yang kedua pada saat
sakit asma dirawat di rumah sakit, pasien sampai tidak tidur karena
menunggui anaknya. Sangat sensitif terhadap hal-hal atau cerita-cerita yang

-6-
ada hubungan dengan dirinya, akan terus dipikirkan dan menimbulkan
kekhawatiran. Sekarang ini pasien sangat mengkhawatirkan (cemas)
tentang kondisinya, kondisi ibunya yang saat ini sedang sakit kencing
manis dan kondisi adiknya yang sakit paru.
Dari kecil dikatakan pasien dimanja oleh ibunya, sehingga pasien
terkadang tidak bisa memutuskan sesuatu masalah kalau tanpa ibunya.
Setelah menikah pun pasien selama beberapa tahun masih tinggal bersama
kedua orang tuanya. Setelah menikahpun dan tinggal sendiri menjadi
tergantung dengan suaminya, selalu mengalah dan apapun yang diputuskan
oleh suaminya pasien akan mengikuti. Pasien membiarkan orang lain
mengambil sebagian besar keputusan penting untuk dirinya. Akan merasa
tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian. (dependent)
Oleh karena kebiasaan pasien seperti itu, setiap menghadapi
permasalah selalu pasien pendam (represi), semua kesalahan atau rasa
ketakutannya dianggap akibat dari diri pasien (introyeksi), dan jika
dimarahi oleh ayahnya pasien akan melampiaskan rasa kesalnya dengan
melempar barang yang ada didekatnya (displacement).

4. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke 1 dari 3 bersaudara. Sejak kecil sudah menjadi
kebiasaan pasien sering melakukan pekerjaan rumah tangga karena orang
tuanya sibuk bekerja. Ada keinginan untuk bermain keluar bersama teman-
temannya, namun pasien sadar karena kedua orangtuanya bekerja, sehingga
pasien yang menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Saat ini pasien tinggal
serumah dengan suami dan kedua anaknya.
Suaminya bekerja sebagai PNS guru di SMP 4 di Nusa Dua, setiap pagi
dari hari senin sampai jumat pasien akan ditinggal. Anak I juga sudah bekerja
sebagai sopir mengantar arang ke cafe-cafe, anak ke 2 sekolah masih SMA
kelas 2. Setiap hari seperti ini, dan hampir setiap hari kondisi rumah kosong
sehingga seringkali pasien merasa sendiri tidak ada yang diajaknya berkeluh
kesah. Kadang suaminya pulang dari kerja terlihat capek, sehingga pasien tidak

-7-
mau mengganggu disamping suaminya dikatakan agak sedikit keras, kaku dan
terlalu memegang prinsip.
Menurut yang diketahui oleh pasien dikeluarga pasien ada yang
memiliki keluhan atau sifat yang hampir sama dengan pasien. Ayah pasien
dikatakan sangat emosional dan pencemas. Nenek dan bibi pasien dari sejak
remaja memiliki kebiasaan sering tiba-tiba pingsan terutama jika sedang
memiliki masalah.

5. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Prenatal dan perinatal
Yang diketahui dari cerita bibinya, ketika pasien masih dalam
kandungan, ibunya tidak pernah mengalami gangguan kesehatan, hanya
kelelahan saat bekerja sebagai suplayer ikan di Kedonganan. Pasien lahir di
klinik bersalin, melalui persalinan yang ditolong oleh seorang bidan, lahir
prematur dengan berat badan kurang dari 2 kg. Tidak ada kelainan fisik
bawaan pada saat lahir
2. Riwayat masa kanak awal (0 – 3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya, namun karena kedua orang
tuanya sibuk bekerja, pasien lebih sering diasuh oleh neneknya. ASI
diperoleh sejak lahir sampai pasien berumur 2 tahun. Kadang diberikan air
cucian beras oleh neneknya. Jika ibunya datang dari bekerja, barulah pasien
mendapatkan ASI. Pertambahan berat badan, perkembangan motorik
seperti duduk, merangkak, berjalan serta perkembangan berbicara tidak
berbeda dari anak-anak seusianya. Namun dikatakan lebih sering sakit-
sakitan pada saat bayi akan tetapi tidak pernah mengalami penyakit yang
berat, kejang demam, maupun trauma pada masa itu.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Ayah pasien memiliki sifat emosional, keras, kaku dan juga
pencemas. Pada masa ini pasien sudah sering ditinggal oleh kedua orang
tuanya yang bekerja, malam hari baru datang. Mulai di asuh dengan pola
asuh yang berbeda, ibunya merawat pasien dengan memanjakannya,

-8-
memenuhi segala kebutuhan, dan kesenangan pasien selalu disediakan
karena ibunya ingin pasien tumbuh dengan baik akibat dari lahir muda dan
sakit-sakitan. Pendidikan SD, dan SMP dilalui dengan lancar, tidak pernah
tinggal kelas. Bahkan orangtuanya menilai pasien adalah seorang anak yang
rajin untuk membantu orang tua seperti membantu memasak di dapur,
mencuci, bersih-bersih rumah dan lainnya. Pasien dari semenjak SD sudah
terbiasa tinggal di rumah, jarang untuk dapat pergi keluar bersama teman-
temannya. Ibu pasien sama sekali tidak pernah memarahi pasien, dan
biasanya hanya diberikan nasehat dan pengertian. Ayah pasien jika kondisi
pulang kerja capek dan ada masalah ditempat kerja, akan selalu datang
dengan marah-marah.
4. Riwayat masa kanak akhir dan remaja
Pasien tidak menemui kendala semasa pendidikan di SMA, baik
dalam pelajaran maupun dalam pergaulannya. Di rumah pasien masih
sering membantu kedua orang tuanya. Namun diakui pasien memang
menjadi jarang untuk keluar rumah, atau sekedar jalan-jalan bersama teman
sebayanya. Lebih banyak waktu dihabiskan untuk membantu orang tua di
rumah. Pasien menjadi lebih manja kepada kedua orang tuanya terutama
terhadap ibu, walaupun manja dikatakan pasien sangat rajin. Sehingga
orang tuanya merasa cukup terbantu dan tidak mempermasalahkan sikap
manja pasien kepadanya.
5. Riwayat masa dewasa
1. Riwayat pendidikan
Dalam pendidikan, pasien tidak pernah mengalami hambatan.
Selama SD, SMP dan SMA di kedonganan dilaluinya dengan lancar,
tidak pernah tinggal kelas. Menurut keluarga, pasien termasuk anak
yang cukup rajin walau tidak pernah mendapat juara kelas. Setelah
tamat SMA, pasien tidak melanjutkan ke perguruan tinggi karena
masalah biaya.
2. Riwayat pekerjaan

-9-
Setelah tamat SMA, pasien langsung bekerja bersama adiknya
sebagai penyalur arang ke cafe-cafe yang ada di Jimbaran. Pasien
memilih pekerjaan tersebut atas keinginan sendiri, dan menyukai
pekerjaannya. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang pertama
baginya dan belum pernah berpindah tempat kerja. Sampai akhirnya
berhenti bekerja karena sakit serta disamping karena kenyataannya
permintaan arang dari cafe mulai berkurang.
3. Riwayat perkawinan
Pasien menikah dengan suaminya pada tahun 1990, sebelumnya
pertemuan dengan suaminya dikatakan tidak sengaja, karena suaminya
ini pernah kos di rumahnya di Kedonganan. Suaminya merupakan
pacar pertama pasien, dikatakan pasien pernah diajar oleh suaminya
yang merupakan seorang guru SMP. Sejak perkenalan tersebut
beberapa tahun kemudian memutuskan untuk menikah.
4. Riwayat agama
Pasien dibesarkan dalam lingkungan keluarga beragama Hindu.
Sejak kecil penderita telah dididik untuk menjalankan ibadah agama,
setiap hari terbiasa menghaturkan “canang” di Sanggah dan lingkungan
sekitar rumah, serta sembahyang pada hari-hari keagamaan.
5. Riwayat aktivitas sosial
Semasih bersekolah pasien cukup banyak memiliki teman,
namun pasien lebih banyak tinggal di rumah. Pasien setiap hari pulang
dari sekolah membantu orang tuanya. Pasien melakukan hal tersebut
dengan senang hati karena kedua orangtuanya sibuk bekerja, namun
kadang berpikir ingin seperti teman sebayanya setelah sekolah bermain
keluar. Pada saat remajapun demikian, jarang untuk bepergian keluar
rumah, jarang untuk bermain bersama teman sebayanya, lebih banyak
menyendiri di rumah membantu orang tuanya. Oleh karena pasien rajin,
sehingga orang tuanya menjadi memanjakan pasien.

- 10 -
6. Riwayat psikoseksual
Pasien mulai haid pertama kali ketika kira-kira berusia 14 tahun.
Suaminya merupakan pacar pertama pasien dan langsung menikah.
7. Riwayat hukum
Pasien tidak pernah melakukan tindakan melawan hukum atau
terlibat dalam masalah hukum.
8. Riwayat penggunaan waktu luang
Bisa dikatakan pasien tidak cukup banyak memiliki waktu
luang. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bekerja mengantar
arang ke cafe-cafe sebelum sakit. Bila di rumah, dia mengisi waktu
dengan mengerjakan pekerjaan di rumah seperti memasak, mencuci,
membersihkan rumah, serta membuat “canang” sehari-hari. Bahkan
setelah sakit menjadi lebih banyak diam bengong sendiri di rumah.

6. Riwayat Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien lahir dan dibesarkan di Kedonganan, setelah menikah pasien
masih tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang adiknya di daerah
Kedonganan. Beberapa tahun (15 tahun) setelah menikah akhirnya pasien
bersama suaminya membeli rumah yang bertempat di Jln. Taman Baruna B 45
Jimbaran. Rumah ini merupakan rumah milik sendiri, berukuran 20 X 10 meter,
terdiri dari 3 kamar tidur, teras yang cukup luas, ruang tamu, ruang keluarga,
dapur dan kamar mandi. Kesan pertama saat kunjungan rumah pekarangan
cukup asri dan sejuk dengan pohon mangga yang cuup besar. Tipe rumah
merupakan rumah modern, dengan dinding rumah sudah menggunakan batu
bata yang diplester dan dicat sebagian besar berwarna krem kecoklatan. Lantai
rumah menggunakan keramik dengan atap genteng.
Salah satu kamar tidur yang ada merupakan kamar tidur pasien. Kamar
tersebut hanya berukuran kira-kira 2,5 x 2 meter, memang terasa kecil dan
penuh walau hanya diisi dengan 1 springbed single, 1 lemari baju, dan 1 meja.
Tampak rapi dan bersih, buku-buku suaminya tersusun rapi, tidak terdapat
barang yang berserakan.

- 11 -
1. Denah rumah

Keterangan : 10 11

1. Gerbang Pintu Rumah. 8 9 6


2. Tugu Karang.
3. Teras Depan. U
6 6
4. Kamar Tidur. 7
5. Kamar Tidur.
5 4
6. Ruang Tamu.
7. Kamar Mandi.
8. Dapur. 3
9. Kamar Tidur.
2
10. Halaman Belakang.
1
11. Merajan.

2. Pedigree.

Keterangan Gambar :

: Perempuan

: Laki-laki

: Pasien

- 12 -
7. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasa dirinya saat ini memerlukan suatu pertolongan karena
mengalami suatu keadaan yang membuat dirinya sulit tidur akibat dari keluhan
“maag”, berdebar, yang tidak sembuh-sembuh meskipun sudah beberapa dokter
bahkan sampai dilakukan endoskopi, EKG, Echo, EEG serta CT-Scan.
Sehingga membuat dirinya berpikir buruk tentang kondisi fisiknya, merasa
sedih, mudah lelah, konsentrasi menjadi berkurang.

8. Fantasi dan Nilai-Nilai


Pasien ingin segera terbebas dari gangguan yang dialaminya saat ini dan
dapat kembali pada kehidupannya yang dulu. Berkeinginan untuk bisa kembali
bekerja sehingga dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga.

3. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pemeriksaan pada tanggal 20 Juni 2014 di Poliklinik Jiwa RSUP Sanglah Denpasar
1. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang wanita, usia dewasa, roman muka sesuai umur, tampak
berlinang air mata, pakaian bersih, rambut rapi, perawakan sedang dengan
tinggi rata-rata wanita Asia, kontak verbal cukup, kontak visual cukup.
2. Perilaku dan Aktivitas Motorik
Pasien duduk di depan pemeriksa, sesekali memalingkan wajah
menghindari tatapan pemeriksa dan tampak kadang tangannya mengusap
kedua mata yang berlinang air mata.
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa dengan kalimat pendek,
bicara dengan intonasi lemah, pelan. Kadang pasien menjawab dengan
didahului menghela nafas terdiam sejenak beberapa saat kemudian baru
menjawab pertanyaan pemeriksa.

2. Pembicaraan

- 13 -
Pasien berbicara dalam Bahasa Indonesia bercampur Bahasa Bali
dengan kata-kata yang jelas, nada suara pelan dan lemah namun masih bisa
didengar pemeriksa, mampu memulai pembicaraan dan menjawab pertanyaan
yang diajukan pemeriksa. Susunan kalimat lengkap, tidak terdapat gangguan
dalam hubungan antar kalimat maupun relevansinya dengan topik yang
dibicarakan.

3. Mood dan Afek


1. Mood : Sedih
2. Afek : Depresif
3. Keserasian : Serasi

4. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : Logis realis
2. Arus pikir : Koheren
3. Isi pikir : Preokupasi terhadap keluhan sulit tidur, ide tidak berguna
ada, ide putus asa ada, ide kematian ada.

5. Gangguan Persepsi
Halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada, depersonalisasi dan derealisasi tidak ada

6. Kognisi dan Sensorium


1. Tingkat kesadaran dan kesiagaan : kompos mentis
2. Orientasi
1. Tempat: baik, mengetahui berada di Poliklinik Jiwa RSUP Sanglah
2. Waktu : baik, mengetahui jam, hari dan tanggal saat pemeriksaan
3. Orang: baik, mengetahui para petugas di Poliklinik Jiwa
3. Daya ingat
1. Daya ingat jangka segera : baik, mampu mengingat nama pemeriksa
yang telah disebutkan sebelumnya dan
menyebutkan 3 benda dengan benar.

- 14 -
2. Daya ingat jangka pendek : baik, mampu mengingat dengan cara apa
dibawa ke rumah sakit
3. Daya ingat jangka menengah : baik, mampu mengingat
kejadian yang dialami seminggu
terakhir.
4. Daya ingat jangka panjang : baik, mampu mengingat riwayat dimana
dia dibesarkan dan riwayat sekolahnya.
4. Konsentrasi : sedikit terganggu, pasien agak kesulitan
membutuhkan waktu sedikit lama dalam melakukan
pengurangan 7 dari 100 secara berurutan sebanyak 5 kali.
5. Perhatian : baik, pasien dapat mengeja kata “PINTU” dari belakang
dengan baik.
6. Kemampuan membaca dan menulis : baik, pasien membaca dan paham
kalimat serta menuliskannya dengan
benar.
7. Kemampuan visuospasial : baik
1. Pasien menggambar jam yang menunjukkan waktu 10.10 dengan
lengkap.
2. Pasien mampu mencontoh dua buah segi lima yang saling
berpotongan.
8. Pikiran abstrak : baik, pasien paham dan mengerti tentang metafora
atau peribahasa.
9. Kapasitas intelegensia : baik, pasien memiliki pengetahuan sesuai
dengan latar belakang pendidikannya.
10. Bakat kreatif : berkurang, beberapa bulan ini lebih sering berdiam
diri, kadang hanya melakukan aktifitas pekerjaan
rumah sehari-hari.
11. Kemampuan menolong diri sendiri : pasien masih mampu mandi,
berpakaian dan berhias sendiri.

7. Daya nilai dan tilikan

- 15 -
1. Daya nilai sosial : sedikit terganggu, selama sakit pasien
jarang pergi ke luar rumah, lebih banyak beraktifitas di
dalam rumah.
2. Uji daya nilai : baik, pasien akan mengembalikan dompet yang
ditemukan di jalan kepada pemiliknya.
3. Penilaian realitas : baik, tidak ada halusinasi dan waham.
4. Tilikan : derajat 6, menyadari bahwa dirinya sakit, kesedihannya
bersumber dari masalah kesehatan dirinya yang tidak
kunjung sembuh dan membutuhkan bantuan dokter.

8. Dorongan Instingtual
Ada insomnia tipe campuran (dimana pasien merasa sulit untuk memulai tidur
dan sering terbangun pada malam hari dan sulit untuk tidur kembali), ada
hipobulia (terdapat penurunan nafsu makan selama ini dan terjadi penurunan
berat badan yang bermakna), tidak ada raptus.

9. Pengendalian Impuls
Tidak ada gangguan pengendalian impuls.

4. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


1. Status Internistik
Status present : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur axilla : 36,8oC

Status generalis : Kepala : Normocephali


Mata : Anemis -/-, ikterus -/-,
reflex pupil +/+ isokor
THT : Kesan tenang
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada
Thorax : Cor : S1S2 tunggal, reguler,
murmur tidak ada

- 16 -
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus (+)
normal, hepar/lien tidak teraba
Extremitas : Hangat pada keempat ekstremitas,
edema dan cyanosis tidak ada

2. Status Neurologis
GCS : E4V5M6 Motorik :
Meningeal sign tidak ada Tenaga 555 555
555 555
Refleks patologis - -
- -
Tonus N N
N N
Refleks fisiologis + +
+ +
Trofik N N
N N

3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dikerjakan
4. Pemeriksaan Psikometri
1. MMPI-2. (dikerjakan tanggal 23 Agustus 2014)
I. Validitas/Akurasi
Hasil tes ini tidak konsisten, tidak akurat dan tidak dapat dipercaya
II. Internal Pribadi
1. Kejujuran : cukup
2. Tanggung jawab : cukup
3. Ketaatan pada peraturan : kurang
4. Percaya diri : sangat kurang
5. Kemampuan beradaptasi : kurang
6. Kemampuan mengendalikan emosi : cukup
7. Kemandirian : sangat kurang
III. Hubungan Interpersonal

- 17 -
1. Sosialisasi : introvet, cenderung menyendiri
2. Hubungan dalam keluarga : sedang
3. Kemampuan membina hubungan akrab : kurang
4. Kemampuan mempercayai orang lain : sedang
IV. Kapasitas Kerja
1. Kemampuan mengatasi kendala sikap (bekerja) : sangat kurang
2. Kemampuan mengatasi permasalahan : kurang
3. Kemampuan mengambil keputusan : kurang
4. Motivasi : sangat kurang
V. Klinis
1. Saat ini emosi klian sangat kacau; klien merasa kewalahan dan
ketidakmampuan mengatasi keadaan, merasa tidak bahagia dan
tidak puas.
2. Klien mengalami depresi dan sangat putus asa, tidak
bersemangat untuk hidup, merasa tidak berguna dan merasa
bosan.
3. Klien merasa tidak nyaman, cemas, khawatir, sedih, tidak aman,
sensitif terhadap kritik, merasa bersalah.
4. Klien cenderung terlalu sensitif terhadap kritik orang lain.
5. Konsentrasi dan memori klien sering terganggu.
VI. Kesimpulan
1. Klien memiliki fungsi psikologik menyeluruh (Overall
Psychological Function) yang kurang.
2. Saat ini klien mengalami stres sedang.
3. Klien memiliki kapasitas kerja yang kurang.
4. Hubungan interpersonal klien : sedang.
5. Kemampuan klien mengembangkan/merubah potensi diri :
sangat kurang.

2. Tes Warteg. (dikerjakan tanggal 24 Juli 2014)

- 18 -
Dari aspek hubungan stimulus-gambar (stimulus-drawing relation),
pasien dapat mengintegrasikan hampir seluruh stimulus ke dalam gambar.
Kecuali pada stimulus no 2 pasien gagal. Ini berarti ada hambatan dalam
ekspresi atau fleksibilitas perasaan. Tetapi pasien menunjukkan urutan
gambar yang diselesaikannya sehingga dapat dinilai secara tepat afinitasnya
terhadap kualitas stimulus. Dengan demikian mengindikasikan kepekaan
pasien terhadap stimulus.
Dari aspek isi gambar (content of the drawing), seluruh gambar yang
dibuat oleh pasien dapat dinyatakan representasional. Gambar 1 bunga
(mampu beradaptasi dengan lingkungan), 2 kalung namun tidak sesuai
dengan stimulus, 3 grafik naik turun (motivasi yang labil), 4 kotak hitam
putih (mampu menghadapi masalah namun masih terbatas), 5 tongkat
(mengambil keputusan selalu meminta pertimbangan), 6 kotak (pola pikir
yang terkotak tidak berkembang), 7 gelang kecil (perasaan atau emosi yang
masih rendah/kecil), 8 bola (mampu beradaptasi pada hubungan sosial).
Dari aspek cara pengerjaan gambar (execution) tampak bahwa pada
sebagian besar gambar secara keseluruhan tidak ada yang diulang,
penekanan, goresan gambar sama dan sangat menunjukkan miskin ide.
3. Tes HTP (House Tree Person).
Pasien menggambarkan objek dengan posisi kertas memanjang ke
samping, hal ini menunjukkan tidak adanya hambatan dalam hubungan
dimana instruksi dan pelaksanaan bertentangan. Pasien menggambar ketiga
objek (rumah, pohon dan orang) dengan tidak memenuhi hampir seluruh
bidang gambar. Ide sangat sedikit dan tidak tersusun dengan baik.
Perbandingan antar ketiga objek tidak proporsional. Gambar orang
terlihat lebih besar dari gambar rumah dan pohon. Menunjukkan mungkin
pasien berkeinginan menjadi seseorang yang lebih dari sosok ayah dan
ibunya. Untuk gambar pohon terlihat lengkap ada batang, akar, daun dan
ranting. Namun terlihat sangat kecil dibandingkan gambar orang. Gambar
rumah tidak lengkap digambar, pasien tidak menggambar pintu dan atap

- 19 -
yang digambar tidak sempurna. Gambar orang terlihat cukup lengkap
dengan mata tertutup tanpa telinga dengan garis gambar yang diulang.
Kesimpulan bahwa pasien terhadap sosok kedua orang tuanya cukup
dekat baik ayah maupun ibu, sosok ayah dengan kondisinya yang tidak
kokoh terlihat kecil dan jauh dari pasien dan terlihat lemah tapi
memberikan sedikit rasa tenang dan nyaman. Sosok ibu tidak cukup kuat,
bersifat tertutup dan tidak memberikan rasa nyaman ke pasien. Untuk
pasien sendiri tidak menatap ke masa depan, terlihat pesimis dan ada sedikit
kecemasan atau keragu-raguan. Tidak sensitif atau kurang peduli dengan
situasi/kondisi lingkungan.
4. Tes Mengarang. (dikerjakan tanggal 24 Juli 2014)
“Cita-cita saya maunya anak-anak sukses
Bisa melihat cucu, tapi perasaan saya
Kayaknya tidak kesampaian
Tapi masalah perbaikan kesehatan saya
Sudah ada perubahan tidak sepert dulu
Aktifitas dirumah sehari hari sudah
Bisa saya kerjakan tidak seperti dulu
Cepet capek, ngak punya gairah ngapa
Ngapain sering dihantui rasa takut
Sekarang sudah agak tenangan
Tapi sekarang adik saya masuk rumah sakit
Setiap harinya saya yang nungguin perasaan
Trauma kayaknya masih menghantui tapi
Tidak seperti dulu”
5. HDRS (Hamilton Depression Rating Scale)
Dikerjakan tanggal 20 Juni 2014 skor HDRS 24 (Depresi sedang)
Dikerjakan tanggal 11 Juli 2014 skor HDRS 12 (Depresi ringan)
Dikerjakan tanggal 23 Agustus 2014 skor HDRS 6 (Depresi ringan)
6. BDI (Beck Depression Inventory)
Dikerjakan tanggal 20 Juni 2014 skor BDI 36 (Depresi parah)
Dikerjakan tanggal 11 Juli 2014 skor BDI 16 (Gangguan mood dan rasa
murung yang ringan)
Dikerjakan tanggal 23 Agustus 2014 skor BDI 9 (Naik turunnya perasaan
ini tergolong wajar)

- 20 -
5. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Perempuan, dewasa, 44 tahun, Hindu, Bali, menikah, tamat SMA, ibu
rumah tangga. Pada saat wawancara tampak pasien lebih banyak menunduk,
sesekali mengusap kedua matanya yang berlinang air mata. Menjawab pelan dengan
nada lemah dan setiap jawaban dapat dimengerti. Dapat menyebutkan nama, waktu
dan tempat dilakukan wawancara dengan benar.
Datang ke poliklinik jiwa diantar suaminya dengan keluhan sulit tidur.
Keluhan ini dirasakan sudah lama sekitar 2 tahun yang lalu. Diawali dengan
keluhan “maag”, sudah berobat ke beberapa dokter, namun keluhannya tetap sampai
muncul keluhan sulit tidur ini. Keluhan sulit tidur ini dirasakan pasien pada awalnya
setiap memulai tidur, namun beberapa bulan menjadi terbangun ditengah malam
kadang sampai pagi akhirnya tidak bisa tidur. Kadang dapat tidur hanya sebentar
dan terbangun dipagi hari lebih awal dari biasanya. Setiap tidak bisa tidur pasien
hanya diam saja, mencoba merubah posisi tidurnya, tetapi tetap tidak bisa tidur
sampai pagi hari, sehingga badannya menjadi lemas dan disiang hari menjadi lebih
mengantuk.
Mengatakan dirinya merasa tidak berguna, timbul pikiran pasien untuk
mengakhiri hidupnya, walaupun dia mengaku belum pernah merencanakan atau
mencoba untuk melakukan bunuh diri. Bercerita bahwa sebenarnya dia merasa
sedih, pernah pula menangis, putus asa karena berbagai masalah yang dialaminya.
Terutama masalah sakit yang dideritanya selama ini yang membuatnya mengalami
gangguan sulit untuk tidur. Nafsu makan berkurang, semenjak sakit makan hanya
sedikit-sedikit sampai terjadi penurunan berat badan. Konsentrasi berkurang seperti
mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari kadang lama, cepat lelah dan sering tidak
dapat menyeselesaikan dengan baik. Keluhan ini muncul semenjak pasien
kehilangan ayahnya yang meninggal akibat stroke.
Pada pemeriksaan didapatkan status interna dan neurologis dalam batas
normal. Status psikiatri didapatkan penampilan wajar, tampak sedih, kontak verbal
dan visual cukup, konsentrasi terganggu, mood sedih, afek depresif, serasi, bentuk
pikir logis realis, arus pikir koheren, isi pikir preokupasi terhadap keluhan sulit
tidur, ide putus asa, ide tidak berguna, ide tentang kematian, terdapat insomnia tipe

- 21 -
campuran serta hipobulia. Juga terdapat keadaan cepat lelah, penurunan berat
badan, kehilangan minat, terbangun lebih awal dan juga ada keluhan somatik
lainnya seperti “maag”, lemah pada separuh tubuh, berdebar dan nyeri ulu hati.
Dari pemeriksaan tambahan berupa BDI dan HDRS didapatkan gangguan depresi
sedang.

6. DIAGNOSIS BANDING
1. Episode Depresi Sedang Dengan Gejala Somatik (F32.10)
2. Gangguan Campuran Cemas dan Depresi (F41.2)
3. Gangguan Somatisasi (F45.0)
4. Faktor Psikologis dan Perilaku Yang Berhubungan Dengan Gangguan atau
Penyakit YDK (F54)

7. FORMULASI DIAGNOSTIK
Pada pasien ditemukan gejala perilaku dan psikologis yang secara klinis
cukup bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) serta hendaya
(dissabilities) dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan bahwa penderita
mengalami Gangguan Jiwa.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan gangguan medis
umum yang secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak serta
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini, sehingga Gangguan Mental
Organik dapat disingkirkan. Pada pasien juga tidak terdapat riwayat penggunaan
zat psikoaktif serta gejala ketergantungan dan putus zat, sehingga Gangguan
Mental Akibat Zat Psikoaktif dapat disingkirkan.
Pada pasien ditemukan 3 gejala utama, yaitu afek yang depresif,
kehilangan minat atau kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja) dan menurunnya aktifitas. Ditemukan 4 gejala lainnya berupa konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, tidur terganggu dan
nafsu makan berkurang. Kadang pernah terlintas keinginan untuk mengakhiri hidup,
walaupun belum pernah merencanakan atau mencoba bunuh diri. Disertai 4 gejala

- 22 -
somatik, antara lain kehilangan minat atau kesenangan, tidak ada reaksi emosional
terhadap lingkungan yang biasanya menyenangkan, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan. Mengakibatkan pasien tidak bisa atau berkurang melakukan
aktifitas seperti biasanya dan berlangsung sudah lama sekitar 2 tahun. Sehingga jika
dilihat dari PPDGJ III, memenuhi kreteria sebagai Episode Depresif Sedang
dengan Gejala Somatik (F32.11) dan ditetapkan sebagai Aksis I.
Pada pasien ditemukan gejala rasa khawatir yang berlebihan mengenai
kondisi fisiknya, gejala otonomik seperti berdebar, keluhan lambung, gejala motorik
seperti gelisah, gemeteran. Namun juga disertai dengan gejala depresi. Dalam hal
ini gejala depresi lebih menonjol dan lebih dominan dan sudah termasuk dalam
episode depresi, sehingga Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2)
dapat disingkirkan.
Pada pasien selama 2 tahun ini mengeluh tentang gangguan “maag”,
sampai timbul juga keluhan berdebar, kelemahan pada separuh tubuh yang
mengakibatkan gangguan sulit tidur. Pasien juga sempat berobat kebeberapa dokter,
namun keluhan tersebut tidak menunjukkan perbaikan meskipun pasien menerima
penjelasan atau hasil pemeriksaan dokter yang menjukkan memang terdapat
kelainan di bidang tersebut. Sehingga Gangguan Somatisasi (F45.0) dapat
disingkirkan.
Walaupun terdapat keluhan fisik seperti “maag” yang sudah berlangsung
lama, dada berdebar dan kelemahan separuh tubuh yang terjadi 6 bulan yang lalu.
Keluhan tersebut sudah mendapatkan pemeriksaan dan penanganan dari beberapa
dokter, namun keluhan tersebut (fisik) sudah berkurang, keluhan sekarang yang
lebih dominan adalah perasaan sedih/depresi karena sulit tidur dan sesuai dengan
kriteria depresi, sehingga Faktor Psikologis dan Perilaku Yang Berhubungan
Dengan Gangguan atau Penyakit YDK (F54) dapat disingkirkan.
Sebelum sakit pasien mempunyai sifat tertutup, pendiam dan penurut,
sedikit ada informasi yang jelek atau yang berhubungan dengan diri dan
keluarganya, pasien akan khawatir yang berlebihan. Pasien juga sangat tergantung
kepada orang tuanya, selama ini pasien mengikuti apa yang menjadi keinginan
orang tuanya dan terlihat pasien manja terhadap kedua orangtuanya. Saat ini pasien

- 23 -
sangat tergantung dengan suaminya, setiap keputusan apapun akan selalu meminta
pertimbangan, jika suaminya sedang bekerja sampai sore pasien sangat khawatir
tentang dirinya dan merasa tidak nyaman karena hal tersebut. Pasien tidak mampu
untuk membuat keputusan dalam hal sehari-hari, selalu meminta nasehat yang
berlebihan dari suami ataupun dulu dari orang tuanya, sehingga pasien selalu
membiarkan orang lain untuk mengambil keputusan yang penting dalam hidupnya.
Oleh karena kebiasaan pasien seperti itu, setiap menghadapi permasalah selalu
pasien pendam (represi), semua kesalahan atau rasa ketakutannya dimasukkan ke
dalam diri pasien (introyeksi), dan jika dimarahi oleh ayahnya pasien akan
melampiaskan rasa kesalnya dengan melempar barang yang ada didekatnya
(displacement). Sehingga sesuai dengan PPDGJ III, pasien memiliki Ciri
Kepribadian Campuran (Cemas dan Dependen), MPE (Represi, Introyeksi
dan Displacement) sebagai Aksis II.
Saat ini tidak ada diagnosis yang dicatat pada Aksis III karena tidak
ditemukan kondisi medis umum, baik yang berhubungan maupun yang tidak
berhubungan dengan diagnosis aksis I dan aksis II.
Pada Aksis IV dicatat sebagai masalah tentang penyakitnya. Pada
pasien pernah mengalami keluhan di lambung “maag”, keluhan ini dialami sejak 2
tahun yang lalu. Faktor stresor ini yang terus menjadi beban pikirannya sehingga
timbul keluhan gangguan sulit tidur. Waktu berjalan keluhan “maag” sudah mulai
berkurang dibandingkan awal munculnya, akan tetapi keluhan sulit tidur masih
dirasakan dan bertambah berat ketika ayahnya sakit dan akhirnya meninggal dunia
akibat stroke ditambah ibunya yang sakit kencing manis.
Pada Aksis V , GAF (Global Assement of Functioning Scale) pada saat
ini dinilai 60-51 dimana ada gejala sedang (moderate), disabilitas sedang dalam
social functioning. GAF satu tahun terakhir adalah 80-71 dimana gejala
sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll.

8. FORMULASI PSIKODINAMIK
Seorang perempuan, 44 tahun, menikah, ibu rumah tangga. Datang ke
poliklinik Jiwa dengan keluhan sulit tidur, yang diawali dengan keluhan fisik yang

- 24 -
tidak sembuh-sembuh. Keluhan fisik ini membuat pasien khawatir akan dirinya
merasa sedih, putus asa, kurang konsentrasi, cepat lelah dan disertai keluhan
somatik lainnya.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik berat, hanya keluhan “maag”
selama sekitar 2 tahun itupun sudah berkurang dan membaik. Dari faktor genetik,
dikeluarga dikatakan ada yang memiliki kebiasaan yang hampir sama dengan
pasien. Ayah pasien memiliki sifat emosional tak stabil dan pencemas, Nenek dan
bibi pasien seperti sering pingsan jika menghadapi masalah. Dimana genetik
mempengaruhi terjadinya depresi.
Sejak kecil pasien selalu bekerja keras membantu orangtuanya terutama
dalam pekerjaan sehari-hari seperti bersih-bersih, memasak, mencuci dan lainnya.
Orang tuanya menilai pasien sebagai anak yang baik dan rajin sehingga pasien
menjadi dimanja, apa yang menjadi keinginanan pasien akan berusaha dipenuhi
oleh orangtuanya. Menurut teori perlekatan (attachment) dari John Bowlby,
anak cenderung lebih lekat pada orang tua yang dinilainya kuat, bijak dan dapat
mengurangi rasa cemas yang dirasakannya atau dapat memberikan rasa aman. Anak
yang biasa dilindungi akan merasakan ketakutan jika pelindungnya tidak ada.
Keadaan ini mengakibatkan pasien tidak dapat mengekspresikan dorongan dan
ambisinya, serta kurang dapat mengembangkan kreatifitasnya. Pengalaman seperti
ini akan membuat anak yang dimanja semakin merasa inferior (self esteem rendah).
Pasien juga merasa sangat nyaman untuk berkeluh-kesah tentang segala hal dengan
orangtuanya. Saat ayahnya sakit, pasien dengan sangat telaten merawat ayahnya
tersebut, hingga akhirnya meninggal. Kemudian ibunya yang sekarang ini masih
sakit. Pada saat itu pasien merasakan kesedihan yang luar biasa. Bagi pasien, loss
of love object ini merupakan reaktivasi kehilangan pada waktu itu, sehingga timbul
gangguan emosional berupa rasa sedih, ketidak-mampuan dan kehilangan
semangat. Pasien berusaha untuk me-represi semua kesedihan, ketakutan tidak ada
pelindung, serta emosionalnya ini, namun tidak sepenuhnya berhasil, sehingga
secara unconscious muncul ke permukaan sebagai gejala somatik seperti nyeri
pada uluhati seperti sakit “maag” dan berdebar.

- 25 -
Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Menurut Alfred Adler,
anak sulung mendapatkan perhatian yang utuh dari orang tua, yang cenderung akan
membuatnya memiliki perasaan mendalam untuk menjadi superior, tinggi
kecemasannya, dan terlalu dilindungi. Namun ketika perhatian itu terbagi sejak
kelahiran adiknya, menimbulkan dampak traumatik kepada anak sulung yang harus
“turun tahta”. Apabila anak sulung telah siap dan mengembangkan gaya kooperatif
(biasanya setelah usia 3 tahun atau lebih) maka ketika dewasa dia akan menjadi
orang yang bertanggung jawab dan melindungi orang lain. Namun bila sebaliknya,
membentuk seseorang yang merasa tidak aman, miskin minat social, takut tiba-tiba
kehilangan nasib baik dan pesimistik. Dengan timbulnya miskin minat sosial ini
pasien akan terbentuk menyendiri, diam, jarang bercerita jika ada masalah, pasien
akan me-Represi-kan semua masalahnya ke dalam dirinya. Dalam menghadapi
berbagai stresor kehidupan pasien berusaha mengahadapinya, semua masalah yang
ada di Introyeksi oleh pasien, dan jika dimarahi oleh ayahnya pasien akan
melampiaskan/men-Displacement ke benda-benda disekelilingnya, sehingga hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya depresi dikemudian hari.
Menurut teori Erik H. Erikson, pasien mengalami fiksasi pada fase
industry vs inferiority, bila anak belajar mengerjakan sebaik-baiknya berarti dia
mengembangkan perasaan industry (ketekunan), tetapi jika sebaliknya akan
mendapatkan perasaan inferiority (ketidakmampuan). Pada pasien merasa dirinya
lebih inferior daripada teman-teman sebayanya, baik dalam hal ekonomi maupun
akademis dan sosial. Hal ini menimbulkan kurangnya rasa percaya diri pada pasien
sehingga memiliki sifat pendiam dan tertutup.
Saat pasien berusia 4 tahun, pasien memasuki fase falik (Electra
complek), dimana menurut Freud dimasa ini anak memiliki keinginan tak sadar
untuk memiliki orang tuanya yang berlawanan jenis, dan pada saat yang sama
memandang orang tua dari jenis kelamin yang sama sebagai saingan. Ayah maupun
ibu pasien jarang ada dirumah karena bekerja sebagai penjual ikan, pasien
mengalami fiksasi dimasa ini dan akan menimbulkan keluhan neurotik dikemudian
hari. Dan ketidakmampuan mengembangkan minat social dan ketakutan inilah yang
mungkin menyebabkan pasien menjadi seorang yang manja, pencemas dan

- 26 -
memiliki sifat dependen terhadap orangtuanya. Sekarang ini pasien sangat
dependen terhadap suaminya, semua keputusan akan selalu meminta pertimbangan
suami, apa yang dikatakan suaminya pasien akan menuruti. Akan terbentuk
kepribadian pasien menjadi Ciri Kepribadian Campuran Cemas dan Dependen.
Dalam kehidupan pasien, sejak dari kecil sudah dihadapi banyak stresor
kehidupan seperti sejak kecil memang sering ditinggal bekerja oleh kedua orang
tuanya, sehingga dalam pekerjaan rumah tangga pasien sudah terbiasanya
mengerjakannya. Beban karena ibu yang sakit kencing manis, ayah pasien
meninggal karena penyakit stroke. Stresor yang sekarang ini adalah masalah
dengan penyakit “maag” yang tidak kunjung sembuh-sembuh, meskipun sudah
berobat ke beberapa dokter dan sudah melakukan pemeriksaan penunjang.
Ditambah dengan keluhan sulit tidur karena pasien sangat memikirkan kondisi
sakitnya, pasien menjadi putus asa, sedih dan timbul keluhan depresi.

9. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Episode Depresi Sedang dengan Gejala Somatik (F32.11)
Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian
Ciri kepribadian Campuran Cemas dan Dependen.
MPE Represi, Introyeksi dan Displacement
Aksis III : Tidak ada diagnosis (riwayat gastritis kronis, stroke ischemik ringan)
Aksis IV: Masalah dengan penyakitnya.
Aksis V : GAF saat ini: 60-51
GAF terbaik 1 tahun terakhir: 80 – 71

10. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologis
- Genetika ada ayah memiliki sifat emosional tak stabil dan pencemas serta
nenek dan bibi adalah kemungkinan sering pingsan (disosiatif/konversi).
2. Psikologis
- Mood dan afek yang depresif.
- Pasien lebih sensitif terhadap berita-berita yang ada hubungan dengan
dirinya.

- 27 -
- Kehilangan minat dan kegembiraan (Anhedonia).
- Preokupasi terhadap keluhan sakitnya.
- Ciri kepribadian campuran Cemas dan Dependen.
3. Sosial
- Pasien selama ini tidak bekerja, sehingga menjadi pemikiran pasien akan
menjadi beban keluarganya.
- Masih malas untuk bersosialisasi dengan tetangga walaupun itu hanya
sekedar bertemu di banjar dalam pertemuan ibu-ibu PKK.

11. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Faktor yang meringankan prognosis:
- Penderita cukup kooperatif
- Stresor jelas
- Respon terhadap pengobatan psikofarmaka cukup baik
- Terdapat dukungan keluarga.
Faktor yang memberatkan prognosis:
- Terdapat genetika
- Ciri kepribadian campuran cemas dan dependen
- Pasien tidak bekerja

12. RENCANA PENATALAKSANAAN


1. Farmakoterapi
1. Sertraline 1 x 50 mg intraoral pada pagi hari.
2. Clobazam 1 x 10 mg intraoral pada malam hari.
2. Psikoterapi
1. Kepada pasien
1. Edukasi

- 28 -
Mengenai gangguan yang dialami pasien, rencana penatalaksanaan
yang akan diberikan, baik psikoterapi maupun psikofarmaka.
2. Psikoterapi suportif
Memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan ventilasi tentang
perasaan negatif yang dialami seperti sedih dan rasa bersalah, dan juga
memberikan penenteraman (reassurance) agar pasien merasa lebih
nyaman.
3. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Tujuan cognitive therapy adalah untuk membantu pasien mengenali
dan memperbaiki pikiran-pikiran yang dikonotasikan negatif oleh
pasien. Sedangkan behavior therapy bertujuan mengenali dan merubah
aspek perilaku yang menyebabkan dan mempertahankan kondisi
depresi.
2. Kepala keluarga
1. Psikoedukasi dan konseling
Memberikan informasi tentang gangguan yang dialami oleh pasien
secara keseluruhan dan menjelaskan mengenai penatalaksaan yang
akan diberikan sehingga diharapkan keluarga dapat mendukung proses
terapi.

13. DISKUSI
Menurut World Health Organization (WHO), depresi merupakan penyakit
urutan ke-empat di dunia, dimana sekitar 20% perempuan dan 12% laki-laki pernah
mengalami pada suatu waktu dalam kehidupannya. Penderita depresi mengalami
perasaan sedih, murung, dan iritabilitas. Pikiran penderita mengalami distorsi
kognitif seperti mengeritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak
berharga, penurunan kepercayaan diri, pesimis dan putus asa. Mereka juga merasa
malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor, menarik diri dari hubungan sosial,
gangguan tidur, penurunan nafsu makan dan gairah seksual.
Menurut PPDGJ-III (Depkes RI, 1993) bahwa gejala dari suatu episode
depresi dibagi menjadi 3 gejala utama dan 7 gejala tambahan. Ketiga gejala utama

- 29 -
tersebut (baik depresi derajat ringan, sedang, dan berat) adalah (1) Adanya afek
depresif; (2) Kehilangan minat dan kegembiraan; dan (3) Berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Sedangkan ketujuh gejala tambahan adalah
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang; (b) Harga diri dan kepercayaan diri
berkurang; (c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna; (d) Pandangan
masa depan yang suram dan pesimistis; (e) Gagasan atau perbuatan membahayakan
diri atau bunuh diri; (f) Tidur terganggu; dan (g) Nafsu makan berkurang. Untuk
penegakan diagnosis, bahwa gejala-gejala tersebut baru pertama kali (episode
tunggal), yang telah ada sekurang-kurangnya 2 minggu (atau kurang bila gejala
sangat berat dan berlangsung cepat).
Ada pula yang disebut gejala somatik atau biologik (endogenomorfik) dari
depresi yaitu (a) Kehilangan minat dan kesenangan pada kegiatan yang biasanya
dapat dinikmati; (b) Tiadanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa
yang biasanya menyenangkan; (c) Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada
biasanya; (d) depresi yang lebih parah pada pagi hari; (e) Bukti obyektif dari
retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (dilaporkan oleh orang lain); (f)
Kehilangan nafsu makan secara mencolok; (g) Penurunan berat bedan (sering
ditentukan 5% atau lebih dari berat badan bulan terakhir); dan (h) Kehilangan libido
secara mencolok. Sindroma somatik ini dianggap ada apabila dijumpai sekitar 4 dari
gejala tersebut.
Hingga kini belum diketahui etiologi pasti sebagai penyebab depresi.
Namun beberapa faktor yang diduga adalah faktor genetik, ketidakseimbangan
biogenik amin, gangguan neuroendokrin, perubahan neurofisiologi, serta faktor
psikologis.
Neurotransmiter terkait adalah :
1.Penurunan kadar serotonin, penurunan jumlah reseptor pascasinap 5 HT 1A
dan 5HT2A. Juga penurunan 5-HIAA (hydroxyindolacetic acid) yang
merupakan hasil metabolisme serotonin di CSF

- 30 -
2.Penurunan kadar norepinefrin terutama di forebrain medial, defisiensi
MHPG (3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol) yang merupakan hasil
metabolisme norepinefrin
3.Neurotransmiter lain : dopamin, GABA, dan glutamat juga menurun
Neuroendokrin : disregulasi aksis HPA (hypothalamic-pituitary-adrenal) :
Hiperaktivitas aksis HPA  meningkatkan kadar glukokortikoid  aneogenesis
(berhentinya siklus sel). Hipokampus sangat rentan terhadap kelebihan hormon
glukokortikoid  retraksi dendrit, penurunan neurogenesis di girus dentata,
kerusakan sel-sel glia  mengurangi volume hipokampus. Fungsi hipokampus :
mempertahankan atensi, memori, belajar, dan emosi. Oleh karena itu, gangguan
memori pada depresi dikaitkan dengan berkurangnya volume hipokampus.
Faktor resiko :
1. Jenis kelamin : Wanita karena (a) lebih sering mencari pengobatan; (b) lebih
sering terpajan stresor lingkungan; (c) ambang terhadap stres lebih rendah; (d)
berkaitan ketidakseimbangan hormonal (depresi prahaid, postpartum,
postmenopause).
2. Usia : Muda, rata-rata onset 20-40 tahun karena (a) faktor stresor lebih banyak
pada orang muda; (b) orang dengan faktor genetik sering muncul manifestasi
pada usia lebih muda.
3. Status perkawinan : Cerai, tinggal seorang diri.
4. Geografis : kota > desa; di rumah sakit > di masyarakat umum.
5. Riwayat keluarga : ada riwayat > tidak ada.
6. Kepribadian : tertutup, pencemas, dependen.
7. Stresor sosial : persepsi seseorang terhadap stresor, penting tidaknya suatu
peristiwa bagi seseorang, akumulasi peristiwa tidak menyenangkan, stresor
kronik > akut.
8. Dukungan sosial, ada 4 komponen :
a. Jaringan sosial (individu yang dekat dengan pasien) : ketiadaan pasangan
b. Interaksi sosial (frekuensi dan kualitas interaksi) : isolasi sosial
c. Dukungan sosial yang didapat

- 31 -
9. Stresor pada masa kanak (kekerasan fisik, seksual, penelantaran, kehilangan
orang tua)  perubahan menetap dalam sistem neurobiologi, salah satunya pada
aksis HPA  kerentanan seseorang terhadap gangguan terkait stresor di masa
dewasa seperti depresi. Adanya ide-ide bunuh diri pada depresi dikaitkan
riwayat kekerasan fisik pada masa kanak.
Penatalaksanaan dibidang farmakoterapi adalah dengan Setraline yaitu
antidepresan golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor), dimana
mekanisme kerja tersebut menghambat “re-uptake aminergic neurotransmitter”
serta menghambat penghancuran oleh enzim “Monoamine Oxidase” sehingga
terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada celah sinaps neuron
tersebut yang dapat meningkatan aktivitas reseptor serotonin.
Pada awal terapi pasien juga diberikan clobazam 10 mg untuk mengurangi
kecemasan yang dirasakannya dan dikarenakan efek pemberian SSRI baru akan
dirasakan setelah pemakaian 2-3 minggu. Untuk menyiasati hal tersebut pada
pasien ini di awal terapi juga diberikan Clobazam. Waktu paruh clobazam cukup
cepat yaitu 10-30 jam, namun karena efek ketergantungan subyektifnya kuat maka
dalam 2 bulan diturunkan hingga tidak perlu mengkonsumsi lagi. Direncanakan
pemberian clobazam secara bertahap akan dikurangi dan akhirnya dihentikan,
sementara hanya setraline yang diteruskan. Clobazam dipilih karena potensi
ketergantungan lebih rendah dibandingkan dengan golongan benzodoazepin yang
lainnya. Selain itu, clobazam tidak terlalu berpengaruh pada psychomotor
performance sehingga pasien dapat tetap beraktivitas sehari-hari.
Disamping pemberian psikofarmaka, pada pasien juga diberikan
psikoterapi. Pada awalnya pasien diberikan psikoedukasi dan terapi suportif. Pasien
direncanakan akan diberikan terapi kognitif perilaku yang bertujuan untuk
memperbaiki pola pikiran pasien. Menurut kepustakaan, CBT cukup efektif pada
pasien dengan gangguan depresi. Pikiran-pikiran negatif pasien dikenali sebagai
pikiran irrasional atau irrasional belief (B). Irasional belief timbul karena adanya
activating event (A), yang kemudian akan menimbulkan konsekuensi (C) baik
perilaku maupun psikologis. Pasien dibantu untuk mengembangkan pikiran-pikiran
alternatif yang lebih rasional yang membuat pasien merasa lebih nyaman dan

- 32 -
timbul konsekuensi yang lebih baik. Pada teknik CBT diperlukan langkah-langkah
yang diambil selama proses terapi antara lain :
1. Membangun dan membina rapport dan empati
2. Mempersiapkan pasien dalam terapi: menilai motivasi pasien, menjelaskan
tujuan terapi dan cara pendekatan terapi, membuat kontrak terapi.
3. Identifikasi masalah: Masalah yang teridentifikasi pada pasien ini adalah
kesedihan afektif, kognitif, dan otonomik irasional yang timbul setiap hari
4. Tentukan target terapi sesuai masalahnya: Target yang ingin dicapai adalah
mengurangi terjadinya kesedihan afektif, kognitif dan otonomik irasional
yang terjadi
5. Penilaian dan tentukan konsekuensi emosi dan perilaku (Consequences of
emotion and behavior = C)
6. Penilaian dan tentukan suatu keadaan sebagai pencetus bagi pasien
(Ativating Event = A)
7. Penilaian dan tentukan adannya persepsi, asumsi, dan kepercayaan (Beliefs
= B). Dan Mencari Hubungan B yang irasional terhadap C.
8. Siapkan pasien untuk selalu memakai B yang rasional.
9. Meminta pasien menerapkan B yang baru dalam kehidupan sehari-hari.

- 33 -
FOLLOW-UP
Tanggal 27 Juni 2014
S : Kontrol untuk yang pertama, mengatakan perasaannya sudah lebih baik dari
yang kemarin, namun masih kadang timbul sedih. Tidur sudah mulai bisa lebih
lama, tapi masih terbangun ditengah malam. Aktifitas sehari hari tetap bisa
dilakukan walaupun rasa lelah masih kadang terasa.
O : T : 110/80 mmHg N : 82 x/menit R : 20 x/menit Temp : 36,5 0C
Status Psikiatri
Kesan Umum : Penampilan wajar, roman muka sesuai umur, kontak verbal dan
visual cukup
Kesadaran : Jernih
Mood/Afek : Sedih/inadekuat
Proses pikir : Bentuk pikir : Logis realis
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Waham tidak ada, preokupasi thdp keluhan
sulit tidur.
Persepsi : Halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada
D. instingtual : Insomnia ada tipe campuran, hipobulia tidak ada, raptus tidak
ada
Psikomotor : Tenang saat pemeriksaan
A : Episode depresi sedang dengan gejala somatik (F32.11)
P : - Sertralin 1 X 50 mg intraoral pagi
- Clobazam 2 X 10 mg intraoral malam
- Psikoterapi suportif

Tanggal 11 Juli 2014


S : Kontrol untuk yang kedua, tidur sudah bisa lebih lama dengan frekuensi
terbangun ditengah malam sudah berkurang dan bisa tertidur kembali. Masih
merasa tidak nyaman dengan keadaan ini.
O : T : 110/80 mmHg N : 82 x/menit R : 20 x/menit Temp : 36,5 0C
BDI : 16 (gangguan mood dan rasa murung yang ringan)
HDRS : 12 (depresi ringan)
Status Psikiatri
Kesan Umum : Penampilan wajar, roman muka sesuai umur, kontak verbal dan
visual cukup
Kesadaran : Jernih
Mood/Afek : Disforik/Appropriate
Proses pikir : Bentuk pikir : Logis realis
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Waham tidak ada, preokupasi thdp keluhan
sulit tidur.
Persepsi : Halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada
D. instingtual : Insomnia ada tipe campuran, hipobulia tidak ada, raptus tidak
ada
Psikomotor : Tenang saat pemeriksaan
A : Episode depresi sedang dengan gejala somatik (F32.11)

- 34 -
P : - Sertralin 1 x 50 mg intraoral pagi
- Clobazam 1 x 10 mg intraoral malam
- Psikoterapi suportif dan CBT

Tanggal 9 Agustus 2014


S : Kontrol untuk yang ketiga, keluhan sulit tidur sudah berkurang, walupun
sempay terbangun tengah malam namun dapat tidur kembali dan keesokan
pagu bangun dengan lebih segar, ada keinginan untuk kembali bekerja.
O : T : 110/80 mmHg N : 82 x/menit R : 20 x/menit Temp : 36,5 0C
Status Psikiatri
Kesan Umum : Penampilan wajar, roman muka sesuai umur, kontak verbal dan
visual cukup
Kesadaran : Jernih
Mood/Afek : Eutimik/Appropriate
Proses pikir : Bentuk pikir : Logis realis
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Waham tidak ada, ide aneh tidak ada.
Persepsi : Halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada
D. instingtual : Insomnia tidak ada, hipobulia tidak ada, raptus tidak ada
Psikomotor : Tenang saat pemeriksaan
A : Episode depresi sedang dengan gejala somatik (F32.11)
P : - Sertralin 1 X 50 mg intraoral pagi
- Clobazam 1 X 10 mg intraoral malam
- Neurobat 1 X 1 tab intraoral malam
- Psikoterapi suportif dan CBT

Kunjungan rumah pada tanggal 23 Agustus 2014


S : Saat kunjungan terlihat pasien lebih segar, mengatakan tidur sudah lebih baik.
Lebih bisa untuk bekerja dengan baik dan tuntas, tanpa timbul rasa kelelahan
dan malas seperti dulu, bahkan sekarang ditambah olah raga setiap sore.
O : T : 110/80 mmHg N : 82 x/menit R : 20 x/menit Temp : 36,5 0C
Status Psikiatri
Kesan Umum : Penampilan wajar, kontak verbal dan visual cukup
Kesadaran : Jernih
Mood/Afek : Eutimik/Appropriate
Proses pikir : Bentuk pikir : Logis realis
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Waham tidak ada, ide aneh tidak ada.
Persepsi : Halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada
D. instingtual : Insomnia tidak ada, hipobulia tidak ada, raptus tidak ada
Psikomotor : Tenang saat pemeriksaan
A : Episode depresi sedang dengan gejala somatik (F32.11)
P : - Sertralin 1 X 50 mg intraoral pagi
- Clobazam 1 X 10 mg intraoral malam
- Neurobat 1 X 1 tab intraoral malam

- 35 -
- Psikoterapi suportif dan CBT
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta:
DepartemenKesehatan, 1993.
2. PP PDSKJI., Panduan Gangguan Depresi Mayor., 2013
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press, 2009. h. 283-493.
4. Ismail., R. I., Siste., K., Gangguan Depresi, Buku Ajar Psikiatri, FK UI., Jakarta.,
2010 ; 209-229

5. Saddock, Benjamin James , MD; Sadock, Virginia Alcott, M.D.; Synopsis of


Psychiatry, Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry; Ed.10, Mood Disorder ,2007
chapter 15 : 527-578

6. Dr. Rusdi Maslim, SpKJ ; Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic


Medication) ;Edisi Ketiga ; Desember 2001.

7. Alwisol ;Psikologi Kepribadian edisi Revisi ; Cetakan ketujuh, Maret 2009.

8. Koeswara, E., Mekanisme Pertahanan Ega, Teori-Teori Kepribadian, PT. Eresco


Bandung, 1986 : 45-48

- 36 -

Anda mungkin juga menyukai