“Asbabul Nuzul”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Study Qur’an
Dosen Pengampu
Kelompok 05 :
1. Halimatus
2. Siti Aminatur Ro Aiayah
3. Siswoyo
FAKULTAS TARBIYAH
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul: ”Asbab al-Nuzul”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari
penghabisan.
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul Quran dan semoga segala yang tertuang dalam
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka
membangun khasanah keilmuan. Makalah
inidisajikankhususdengantujuanuntukmemberi arahan dan tuntunan agar yang
membacabisamenciptakanhal-hal yang lebihbermakna.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Halaman Sampul
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
BAB II (PEMBAHASAN)
A. PENGERTIAN ASBABUN NUZUL.......................................................................
B. URGENSI DAN KEGUNAAN ASBAABUN NUZUL...........................................
C. CARA MENGETAHUI RIWAYAT ASBABUL NUZUL.....................................
D. MACAM- MACAM ASBABUN NUZUL................................................................
E. KAIDAH-KAIDAH ASBABUN-NUZUL................................................................
BAB III (PENUTUP)
A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................................
C. DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang diwahyukan
secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Pengembagan studi keislaman yang
berkaitan dengan al-Qur’an dapat ditempuh di antaranya dengan pendekatan sosio-historis.
Aplikasi pendekatan tersebut memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna substansial
dalam al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi dua kelompok menurut
sebab turunnya ayat. Pertama, ayat yang turun dengan adanya sebab; kedua, ayat yang turun
tanpa sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya, seperti ayat-ayat yang menceritakan
umat terdahulu, berita-berita alam ghaib, gambaran alam barzakh, persaksian alam
kebagkitan, keadaan hari kiamat dan sebagainya
Pada masa Rasulullah, banyak peristiwa terjadi yang belum diketahui hukumnya me
nurut islam. Beberapa sahabat juga sering bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu yang
belum mereka pahami. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui
hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk menjelaskan atau menunjukkan
hukum atas peristiwa atau pertanyaan yang muncul tersebut. Jawaban dari al-Qur’an
merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Itulah yang kemudian disebut dengan
Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab turunya ayat-ayat al-Qur’an. Untuk lebih mengetahui atau
memahami maksud al-Qur’an secara utuh maka lebih utama jika mengetahui tentang
Asbabun Nuzul. Pengenmbangan studi keislaaman yang berkaitan dengan al-Qur’an dapat
ditempuh diantaranya dengan pendekatan Sosio-historis.
Pendekatan ini memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna substansial dalam al-
Qur’an yang terangkum dalam Asbabun Nuzul, yakni sesuatu yang disebabkan olehnya
diturunkan suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa, atau menerangkan
hukumnya pada saat terjadinya peristiwa itu. Karena kita bisa salah menangkap pesan-pesan
Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami dari bahasanya saja secara tekstual tanpa
memahami konteks Sosio-historisnya.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Sedangkan secara terminology atau istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai
sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Quran kepada Nabi Muhammad
SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang
membutuhkan jawaban.
1. Menurut Az-Zarqani
“Asbabun Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubunganya dengan
turunya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”
2. Ash-Shabuni
Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunya satu atau beberapa
ayat mulia yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3. Shubhi Shalih
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat. Al-
qur’an (ayat-ayat)terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai
penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.”
4. Mana’ al-Qhathan
اَوْ سُؤَ الٍ َكحا َ ِدثَ ٍة ُوقُوْ ِع ِه َو ْقتَبِ َشأْنِ ِه قُرْ آنٌماَنُ ِز َل.
Artinya:
5. Al-Wakidy
Asbabun Nuzul adalah peristiwa sebelum turunya ayat, walaupun “sebelumnya” itu masanya
jauh, seperti adanya peristiwa gajah dengan surat Al-Fiil.
Persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul atau tidak,
ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara para uulama’. Sebagian ulama’
berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul. Sehingga,
diturunkan tanpa ada yang melatar belakanginya (Ibtida’), dan adapula ayat Al-Qur’an itu
diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut hampir merupakan konsensus para ulama. Akan tetapi, ada yang
menguatkan bahwa kesejarahan Arabia pra-Qur’an pada masa turunnya Al-Qur’an
merupakan latar belakang makro Al-Qur’an; sementara riwayat-riwayat Asbabun Nuzul
merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat Al-
Qur’an memiliki sebab-sebab yang melatarbelakanginya.
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi Asbab an-
Nuzuldalam memahami al-Quran , sebagai berikut:
Artinya:
“ Dan kepunyaan Allah lah Timur dan Barat; maka ke mana juga pun kamu menghadap, di-
sanapun ada wajah Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”
bahwa timur dan barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus sholat, dengan
melihat zahir ayat diatas sesorang boleh menghadap kearah mana saja sesuai dengan
kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak menghadap kiblat ketika sholat. Akan tetapi ketika
melihat asbab an-nuzul-nya, tahapan bahwa interpretasi tersebut keliru. Sebab, ayat diatas
berkaitan dengan sesorang yang sedang berada dalam perjalanan dan melakukan sholat diatas
kendaraan, atau berkaitan dengan orang yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.
Terkadang banyak ayat turun, sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak
ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam
berbagai surat berkenaan dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang di riwayatkan
oleh Said bin Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn jarir, Ibnul Munzir, Ibn Abi Hatim,
tabrani, dan Hakim yang mengatakan shahih, dari Ummu salamah, ia berkata :
“Rasullullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan sedikitpun
mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan : maka tuhan mereka memperkenankan
permohonanya (dengan firman) : “sesungguhny aku tidak menyia-nyiakan amal orang-
orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan : (karena) sebagian
kamu adalah turunan dari sebagian yang lain... (Ali ‘Imran [3]:195).
Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibn Jarir, Ibnul Munzir, Tabarani, dan Ibn
Mardawih dari Ummu Salamah yang mengatakan ; “Aku telah bertanya : Rasulullah,
mengapa kami tidak disebutkan dalam al-qur’an seperti kaum laki-laki ? maka suatu harti
aku dikejutkan oleh suara Rasulullah diatasa mimbar. Ia membacakan : Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan Muslim.. sampai akhir ayat 35 Surat al-Ahzab [33].”
Diriwayatkan pula oleh Hakim dari Ummu Salamah yang mengatakan: “Kaum laki-
laki berperang sedang kaum perempuan tidak. Disamping itu kami hhanya memperoleh
warisan setengah bagian? Maka Allah menurunkan ayat : Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan terhadap apa yang dikaruniakan sebagian dari kamu lebih
banyak dari sebagian yang usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang
mereka usahan pula.. (an-Nisa’ [4]:32) dan ayat : sesungguhnya laki-laki dan perempuan
yang muslim..” ketiga ayat tersebut turun ketika satu sebab.
Didalam ayat tersebut, Bagawi menjawab bahwa nuzul itu boleh saja mendahului
hukumnya, seperti firman Allah : aku benar-benar bersumpah dengan kota ini, dan kaum
(Muhammad) bertempat di kota ini (al-Balad [90]:1-2). Surah ini Makki, dan
bertempatnya di Makkah, sehingga Rasulullah berkata : “Aku mnenempati pada siang
hari).”
Terkadang seorang sahabat mengalami peristiwa lebih datri satu kali, dan al-qur’an
pun turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai
setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai nya sesuai dengan
banyaknya peristiwa yang terjadi. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari tentang
berbakti kepada kedua orang tua. Dari sa’d bin Abi Waqqas yang mengatakan : “ada
empat ayat al-qur’an turun berkenaan denganku. Pertama, ketika ibuku bersumpah bahwa
ia tidak akan makan dan minum sebelum aku mwninggalkan Muhammad, lalu Allah
menurunkan : dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamumengikutio
keduanya dan pergauilah keduanya didunia dengan baik (luqman[31]:15).
Kedua ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata
kepada Rasulullah : “Rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini”. Maka turunlah :
mereka bertanya kepadamu tenytang pembagiuan harta rampasan perang (al-anfal [8]:1).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah datang mengunjungilku kemudian aku
bertanya kepadanya : “Rasulullah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku
mewasiatkan separuhnya?” rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu
dibolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khamr) bersama kaum Ansor,
seorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu aku datang
kepada Rasulullah , maka Allah ‘Azza Wajalla menurunkan larangan minum khamr.
E. KAIDAH-KAIDAH ASBABUN-NUZUL
Yang berarti : “ungkapan itu didasarkan pada keumuman teksnya, bukan didasarkan atas
kekhususan penyebabnya”.
Pengertiannya adalah jawaban lebih umum dari pertanyaan atau sebab –nya. Dan sebab
lebih khusus dari pada lafadz jawabnya. Ini secara lgis mungkin terjadi, dan kenyataannya
juga benar-benar terjadi. Karena bentuk seperti ini tidak mengandung kekurangan, justru
keumuman lafadz dengan kekhususan sebabnya akan menyampaikan kepada tujuan secara
lebih sempurna dan efektif.
Hanya saja, ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, apakah yang dianggap
keumuman lafadznya atau kekhususan sebabnya? Jumhur ulama berpendapat bahwa
hukumnya mencakup semua unsur dari lafadz tersebut, baik unsur-unsur sebab maupun
unsur-unsur selain sebab. Sebagai contoh, peristiwa tuduhan zina oleh Hilal ibn Umayyah
kepada istrinya, yang berkenaan dengan peristiwa itu, turun firman Allah SWT :
Penetapan makna suatu ayat didasarkan pada bentuk hukumnya lafazh (bunyi lafazh),
bukan sebabnya yang khusus).
Dan orang-yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-
saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah
dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. [Q.S.
An-Nur:
Hadis yang lain lagi diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahl bin Sa’d, ia
berkata: Uwaimir bin Nash datang kepada ‘Ashim bin ‘Uddai, lalu berkata, Tanyakan kepada
Rasulullah SAW. Bila seorang mendapatkan isterinya bermesraan dengan lelaki lain, maka
dibunuh saja atau bagaimana?”. Setelah ‘Ashim bertanya kepada Rasulullah SAW., lalu
bilang kepada Uwaimir, “Demi Allah, aku telah datang dan bertanya kepada Rasulullah dan
beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Al-Qur’an telah diturunkan kepadamu dan temanmu’, lalu
beliau membaca ayat (yang artinya): “Orang-orang yang menuduh isterinya dengan berzinah,
tapi mereka tidak mempunyai saksi-saksi kecuali dirinya sendiri...” ( QS. An-Nur: 6)
Maka cara untuk menyatukan dua riwayat tersebut dapat kita kemukakan bahwa riwayat
yang awal menyangkut orang yang dituju langsung oleh turunnya ayat (Hilal), yang
kebetulan bersamaan dengan datangnya Uwaimir, maka kemudian ayat turun pada
keduannya. Ini sesuai dengan kata Ibnu Hajar: “Tidak mengapa ada banyak sebab”.
2. Kaidah kedua menyatakan sebaliknya :ب اَل بِ ُع اللَّ ْف ِظ ِ ْْال ِع ْب َرةُ بِ ُخصُو
ِ َص ال َّسب
Kaidah ini berkaitan dengan permasalahan apakah ayat yang diturunkan Allah SWT
berdasarkan sebab khusus yang harus dipahami sesuai dengan lafal keumuman ayat tersebut
atau hanya terbatas pada sebab khusus yang melatar belakangi turunnya ayat itu. Dalam
masalah tersebut, terdapat perbedaan pendapat dikalangan mufasir dan ahli ushul fiqh, kaidah
yang dipakai adalah kaidah pertama, yaitu memahami ayat sesuai dengan keumuman
lafalnya, bukan karena sebab khususnya.
Sebagian kecil mufasir dan ahli ushul fiqh, khususnya mufasir kontemporer,
berpendapat bahwa ayat itu semestinya dipahami sesuai dengan sebab khususnya, bukan
berdasarkan lafalnya yang umum. Dalam kaitan dengan ini Ridwan as-Sayyid, tokoh
pembaru dari Mesir menjelaskan bahwa dalam suatu peristiwa terdapat unsur-unsur.
Contoh penerapan kaidah kedua: Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 115:
Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situ-
lah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas Rahmat-Nya, lagi Maha Mengetahui. (Al-
Baqarah: 115).
Jika dalam memahami ayat 115 ini kita tetapkan kaidah pertama, maka dapat
disimpulkan, bahwa shalat dapat dilakukan dengan menghadap kearah mana saja, tanpa
dibatasi oleh situasi dan kondisi di mana dan dalam keadaan bagaimana kita shalat.
Kesimpulan demikian ini bertentangan dengan dalil lain(ayat) yang menyatakan, bahwa
dalam melaksanakan shalat harus menghadap ke arah Masjidil-Haram. Sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar
sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu
kerjakan. (Al-Baqarah: 149)”
Akan tetapi, jika dalam memahami Surat Al-Baqarah ayat 115 diatas dikaitkan dengan
Asbabun nuzulnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa menghadap ke arah
mana saja dalam shalat adalah sah jika shalatnya dilakukan di atas kendaraan yang sedang
berjalan, atau dalam kondisi tidak mengetahui arah kiblat (Masjidil Haram). Dalam kasus
ayat yang demikian ini pemahamannya harus didasarkan pada sebab turunnya ayat yang
bersifat khusus dan tidak boleh berpatokan pada bunyi lafazh yang bersifat umum.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
2. Asbabun nuzul terdiri dari kata asbab (jamak dari sababa yang artinya sebab-sebab), dan
nuzul (artinya turun).
a. Dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbabun nuzul meliputi
sharih dan muhtamilah
b. Dari sudut pandang terbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat
untuk satu asbab an-nuzul meliputi :
4. Cara mengetahui riwayat asbabun nuzul melalui periwayatan yang benar dari orang-orang
yang melihat dan melihat langsung turunnya ayat
5. Kaidah hukum yang belum jelas dalam al-Qur’an, dapat dipermudah dengan mengetahui
asbab-nuzulnya. Karena dengannya penafsiran ayat lebih jelas untuk dipahami.
B. SARAN
Dengan disusunnya makalah Ulumul Qur’an tentang Asbabun Nuzul ini, penulis
mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian Ulumul Qur’an, untuk mengetahui lebih
jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan Asbabun Nuzul, pembaca dapat
membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang, karena penulisanya
membahas garis besarnya saja tentang ulumul quran dan hanya membahas lebih dalam
tentang asbabun nuzul.
Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga keritik dan saran yang membangun untuk penulisan makalah-makalah
selanjutnya sangat diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA