MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah`Hadist’ yang diampu oleh :
Oleh : Kelompok 7
MATARAM
2023/2024
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hadist, dengan judul:
“Asbab Al Nuzul”.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil
manfaat dan pelajaran dari makalah ini.
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an diturunkan untuk member petunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang
dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yangdidasarkan pada keimanan
kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukanhal yang telahlalu, kejadian-kejadian
yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi
kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah,
bahkan kadang terjadi diantara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan
hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah
untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka Qur’an turun untuk peristiwa khusus
tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih sistematis, maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang
akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:
C. Tujuan Penulisan:
Berdasarkan rumusan masalah di atas terdapat beberapa tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Asbab Al Nuzul.
2. Mengetahui apa saja macam/ragam dari Asbab Al Nuzul.
3. Untuk mengetahui urgensi dalam memahami Asbab Al Nuzul.
4. Memahami redaksi Asbab Al Nuzul.
5. Memahami Kaidah dalam mengetahui Asbab Al Nuzul.
6. Untuk mengetahui ragam riwayat dalam Asbab Al Nuzul.
7. Untuk mengetahui ragam ayat sementara Asbab Al Nuzul.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata Asbab al-Nuzul ((النزول أسبابterdiri atas kata asbab ((أسبابdan nuzul ( ال==نزول.
(Asbab adalah kata jamak (plural) dari kata mufrad (tunggal), sabab yang secara etimologis
berarti sebab, alasan, illat (dasar logis), perantaraan, wasilah, pendorong (motivasi), tali
kehidupan, persahabatan, hubungan kekeluargaan, kerabat, asal dan jalan. Yang dimaksud
degan nuzul disini ialah penurunan al-Qur’an dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena itu, istilah lengkap asalnya ialah Asbab Nuzulil-
Qur’an yang berarti sebab sebab-sebab turun al-Qur’an. Namun demikian, dalam istilah
teknis keilmuan lazim dikenal dengan sebutan asbab/sababan-nuzul saja, tanpa menyertakan
kata al-Qur’an karena sudah dikenal luas pengertian dan maksudnya.
Sedangkan menurut istilah, asbab al-nuzul didefinisikan secara beragam oleh ahli Ulu
al-Qur’an, diantaranya:
1. Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Al-Zarqani
“Asbab al-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta berhubungan
dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi.”
2. Muhammad ‘Ali Al-Shabuni
“Asbab al-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejdian yang berkaian dengan
urusan agama.”
3. Subhi al-Shalih
“Asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu ayat atau beberapa
ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai jawaban atasnya
atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi.”
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbab al-nuzul dapat digolongkan
sebagai berikut:
Ta’adud Al-Asbab Wa An-Nazil Wahid
Yaitu ayat yang turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab,
contohnya pada Q. S. Al-Ikhlas ayat 1-4. Ayat-ayat yang terdapat pada surat ini turun
sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik Makkah sebelum Nabi hijrah dan
juga tanggapan untuk ahli kitab yang ditemui di Madinah setelah hijrah.
Ta’adud An-Nazil Wa Asbab Wahid.
Yaitu sebab yang melatarbelakangi beberapa ayat. Contohnya adalah pada
surat Ad-Dukhon ayat 10, 15 dan 16.
Asbabun nuzul dari ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan,
ketika kaum Quraisy durhaka kepada Nabi, beliau berdoa agar mendapatkan adzab
berupa kelaparan seperti yang terjadi pada zaman Nabi Yusuf. Sehingga mereka
menderita kelaparan dan kekurangan bahan pangan hingga mereka memakan tulang
belulang. Lalu turunlah surat Ad-Dukhon ayat 10, kemudian mereka mendatangi Nabi
untuk meminta bantuan. Rasulullah berdoa, hingga akhirnya hujanpun turun. Maka,
turunlah ayat 15. Namun, setelah memperoleh kemewahan mereka kembali menjadi
durhaka dan sesat maka turunlah ayat 16.
Asbabun Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallahu‘Alaihi
Wasallam. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menegtahuinya adalah dengan
periwayatan yang Shahih.
Muhammad bin Sirin berkata:”Aku bertanya kepada Ubaidah tentang ayat Al-Qur’an.
Ia menjawab: ‘bertakwalah kepada Allah dan katakanlah yang benar. Orang-orang yang
mengetahui tentang perihal kepada siapa ayat diturunkan telah pergi.’’
Berdasarkan keterangan diatas, maka asbabun nuzul dapat diterima apabila
diriwayatkan oleh shahabat. adapun jika diriwayatkan dengan hadis mursal, yaitu hadis yang
sanadnya gugur karena dan hanya sampai kepada Thabi’I, maka hukumnya tidak dapat
diterima kecuali sanadnya shahih dan dikuatkan oleh hadis mursal lainnya.
Redaksi yang menyebutkan asbabun nuzul terkadang berupa pernyataan tegas atau
pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan. Berikut bentuk-bentuk redaksi asbabun
nuzul:
1. Redaksi yang pertama, apabila perawi mengatakan “sebab turun ayat ini adalah….”
atau “Rasulullah pernah ditanya mengenai hal …., , maka turunlah ayat ini”. Bentuk-
bentuk tersebut merupakan pernyataan yang jelas tentang asbabun nuzul dan tidak
mengandung pengertian lain.
2. Bentuk yang kedua adalah redaksi yang memungkinkan memerangkan asbabun nuzul
atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat, ketika perawi mengatakan
“ayat ini turun mengenai…”, “aku mengira ayat ini turun mengenai soal …..” atau
aku tidak berpendapat ayat ini menjelaskan kecuali tentang ….”. Redaksi tersebut
dimungkinkan merupakan redaksi yang menunjukan asbabun nuzul."
Ibnu Taymiah mengatakan, “ucapan yang mengatakan ‘bahwa ayat ini turun
mengenai ....’, dimaksudkan sebagai penjelas sebagai sebab nuzul, atau dimaksudkan
bahwa urusan itu termasuk ke dalam cakupan ayat walalupun tidak ada sebab
nuzulnya.
5. Kaidah dalam Asbab Al-Nuzul
Salah satu masalah penting dalam memahami asbab al-nuzul adalah perbedaan
pendapat tentang apakah ketika kita ketahui ada sebab penurunan, kandungan hukum suatu
ayat atau surat tertentu hanya brelaku untuk sebab itu saja (al-‘ibarah bikhusush al-sabab la
bi’umum al-lafzh). Atau justru sebaliknya, meski terdapat sebab khusus yang berkaitan
dengan ayat tersebut, maka lafal umum ayat yang diambil dan digunakan untuk menetapkan
hukum kapanpun dan dimana pun (al-‘ibarah bi’umum al-lafzh la bikhusush al-sabab). Para
ulama menetapkan beberapa kaidah tentang perbedaan pendapat penetapan hukum suatu ayat
dikaitkan dengan asbab al-nuzul ini:
1. Bila asbab al-nuzul suatu ayat dan ayat itu sendiri sesuai dari segi keumumannya,
maka ayat itu diberlakukan secara umum sesuai dengan bentuk keumuman lafazhnya.
Begitu juga sebaliknya, bila asbab al-nuzul-nya dan ayat yang turun sesuai dengan
kekhususannya, maka ayat itu diberlakukan secara khusus sesuai dengan bentuk
lafazhnya yang khusus.
2. Bila riwayat asbab al-nuzul menunjukkan kehususan sebab, sedangkan ayat yang
turun diungkapkan dengan lafazh umum maka para ulama cenderung bebeda
pendapat. Jumhur ulama mengambil kaidah al-‘ibarah bi’umum al-lafzh la bikhusush
al-sabab. Artinya lafazh umum itu lebih didahulukan sehingga hukum ayat itu bisa
ditetapkan pada segala situasi. Sementara sebagian ulama sebaliknya cenderung
menetapkan kaidah al-‘ibarah bikhusush al-sabab la bi’umum al-lafzh. Artinya hukum
ayat itu terbatas hanya untuk sebab itu saja.
Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesuai dengan
sebab secara khusus, maka yang umum (‘amm) ditetapkan pada keumumannya dan yang
khusus (khass) pada kekhususannya.
Sebagai salah satu contoh pada firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: (222)
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah
suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.”
Anas berkata: “Bila istri orang-orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari rumah,
tidak diberi makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersama-sama. Lalu
Rasulullah ditanya tentang hal itu, maka Allah menurunkan: Mereka bertanya kepadamu
tentang haid... kemudian kata Rasulullah: “bersama-samalah dengan mereka di rumah, dan
perbuatlah segala sesuatu kecuali menggaulinya”.
Jika sebab itu khusus, sedangkan ayat yang turun berbentuk umum, maka para ahli
ushul berselisih pendapat: yang dijadikan pegangan itu lafal yang umum ataukah sebab yang
khusus.
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah lafal yang umum
dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafal yang umum itu
melampaui bentuk yang khusus sampai pada hal-hal yang serupa dengan itu. Misalnya
ayat li’an yang turun mengenai tuduhan Hilal bin Umayah kepada isterinya.
“Dari Ibn Abbas, Hilal bin Umayah menuduh istrinya berbuat zina dengan Syuraik
bin Sahma’ di hadapan Nabi. Maka Nabi berkata: ‘harus ada bukti, bila tidak
punggung mu yang didera.’ Hilal berkata: ‘Wahai Rasulullah, apabila seseorang
diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi istrinya; apakah ia harus mencari
bukti?’ Rasulullah menjawab: ‘Harus ada bukti, bila tidak punggung mu yang didera.’
Hilal berkata: ‘Demi Yang mengutus engkau dengan kebenaran, sesungguhnyalah
perkataanku itu benar dan Allah akan benar-benar menurunkan apa yang akan
membebaskan punggungku dari dera.’ Maka turunlah Jibril dan menurunkan kepada
Nabi: (Dan orang-orang yang menuduh istrinya) sampai dengan (jika suaminya itu
termasuk orang-orang benar) (an-Nur [24]: 6-9).
Hukum yang diambil dari lafal yang umum ini (Dan orang-orang yang menuduh
istrinya) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada kasus
serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Inilah pendapat yang kuat dan paling
shahih. Pendapat ini sesuai dengan keumuman hukum-hukum syariat. Dan ini pulalah
jalan yang ditempuh para sahabat dan para mujtahid umat ini.
2. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang
khusus, bukan lafal yang umum; karena lafal yang umum itu menunjukkan bentuk
sebab yang khusus. Oleh karena itu untuk dapat diberlakukan kepada kasus selain
sebab diperlukan dalil lain seperti qiyas dan sebagainy, sehingga pemindahan riwayat
sebab yang khusus itu megandung faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan
munasabahnya seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya.
6. Beragam Riwayat dalam Asbab Al-Nuzul
Dalam kajian asbabun nuzul, ayat-ayat al-Qur’an terbagi dalam dua kategori pertama,
sebab turunnya hanya satu tetapi ayat yang turun lebih dari satu kedua sebab turun lebih dari
satu tetapi ayat yang turun cuma satu. Cara turun seperti ini tidak lah bertentangan dengan
fungsi al-Qur’an sebagai hudan (petunjuk) dan dustur al-hayat (undang-undang kehiudpan).
Bahkan model penurunan ayat seperti ini memberikan kemudahan dalam proses transferring
pemahaman makna.
Contoh ayat-ayat yang diturunkan dengan satu sebab adalah apa yang telah
diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur, ‘Abdul Razak, at-Tirmiziy, Ibnu Jarir, Ibnu al-Munzir,
Abu Hatim, dan al-Tabraniy dari Ummu Salamah ia bertanya “wahai Rasulullah saya tidak
mendengar sedikitpun Allah menyebut wanita ketika hijrah:, kemudian Allah
menurunkanayat:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya aku tidak menyiapnyiakan amal orang-orang yang beramal di antara
kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya
pahala yang baik."(Ali Imran : 195)
Yang menjadi diskusi dan perbedatan dikalangan ulama ilmu-ilmu al-Qur’an adalah
berkaitan dengan berbagai riwayat menyangkut turunnya sebuah ayat. Dalam menyikapi
persoalan ini, pakar ilmu ini mengemukakan berbagai teori dan metode untuk menyelesaikan
riwayat-riwayat tersebut. Manna’ Khalil al-Qattan dalam bukunya Mabahits fi ‘Ulum al-
Qur’an menguraikan secara detail mengenai langkah-langkah at-taufiq wa al-jam’u
(mengkonfromikan). Secara ringkas, cara-cara itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Apabila semua riwayat itu ghairu sharih (tidak tegas), maka dipandang sebagai
penjelas kandungan hukum ayat.
b. Apabila sebagian riwayat itu ghairu sharih (tidak tegas) sedangkan riwayat lainnya
sharih (tegas), maka yang diambil sebagai riwayat asbabun nuzul adalah sharih (yang
tegas).
c. Apabila seluruh riwayat itu sharih (tegas), maka tidak tertutup kemungkinan sebagian
riwayat itu sahih atau semuanya sahih. Jika sebagian riwayat sahih dan yang lainnya
tidak, yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang sahih.
d. Apabila seluruh riwayat itu sahih, maka dilakukan tarjih terhadap salah satu riwayat
tersebut atau di konfromikan.
e. Apabila upaya di atas tidak memungkinkan, maka dipandanglah ayat itu turun
berulang-ulang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu ayat atau beberapa
ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai jawaban atasnya
atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi. Tetapi hal
itu tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat, karena
tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan karena timbul suatu peristiwa dan kejadian,
atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat al-Qur’an yang diturunkan
sebagai permulaan, tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban Islam dan Syariat
Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al-Ja’bari menyebutkan: ”Al-Qur’an
dalam dua kategori: yang turun tanpa sebab, dan yang turun karena suatu peristiwa
atau pertanyaan”.
Urgensi mengetahu asbab al-nuzul atau turunya ayat, diantaranya; Penegasan bahwa
Al-Quran benar benar dari Allah Swt; Penegasan bahwa Allah benar benar
memberikan perhatian penuh pada Rasulullah saw dalam menjalankan misinya;
Penegasan bahwa Allah Swt selalu bersama para hamba-Nya dengan menghilangkan
dukacita mereka; Sarana memahami ayat dengan cepat; Mengatasi keraguan ayat
yang diduga mengandung pengertian umum; dsb.
DAFTAR PUSTAKA