Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

“Tipe – Tipe Semen Ionomer Kaca (SIK)”

OLEH

Muhammad Hafly Fariz Asyraq 1911111210008


Yopy Prasetya Triaji 1911111210006
Muhammad Nabiel Taqiyuddin HAM 1911111310018
I Made Yudha Dharmawan 1911111310005
Muhammad Rizky Fadhil 1911111310039
Muhammad Dinil Fajr 1911111310035
Antung Lutfiliawan 1911111310037
Felix Xavier Anugerah 1911111210019
Muhammad Soni Fitrian 1911111310036
Eriel Paldaouny Gandrung 1911111110015
Muhammad Arya Danendra 1911111310030

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Tipe – Tipe

Semen Ionomer Kaca (SIK)”. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada

pihak-pihak yang terlibat, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini

tepat waktu.

Semoga tugas makalah yang telah disusun ini turut memperkaya

pengetahuan para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah

ini masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran

serta masukan dari para pembaca sekalian demi penyusunan tugas makalah yang

lebih baik lagi.

Banjarmasin, 25 Februari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……….…………………………………………….…….i

KATA PENGANTAR………….……………………………………………..…ii

DAFTAR ISI…………………….……………………………………………....iii

BAB I PENDAHULUAN………..………………………………………………1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………......1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….1

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN……….………………………………………….…….2

2.1 Macam – Macam Bur………………………………………………….2

2.2 Macam – Macam Instrumen Finsihing And Polish …………………2

2.3 Bentuk – Bentuk Bur………………………………………………….3

2.4 Klasifikasi Lengkap GV BLACK…………………….………………4

2.5 Tipe – Tipe GIC……………………………………………………….5

2.6 Jenis – Jenis Bonding………………………………………………….5

2.7 Macam – Macam Resin Komposit …………………………………...6

2.8 Stephan Curve………………………………………………………..10

2.9 Fungsi Saliva Secara Umum …………………………………….......10

2.10 Pemeriksaan Penunjang di Bidang Konservasi Gigi ……………….11

BAB III PENUTUP……………………………………………………...….... .20

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glass ionomer cement (GIC) adalah salah satu bahan restorasi di


kedokteran gigi yang pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada 2
tahun 1971. Glass ionomer cement merupakan gabungan dari semen silikat dan
semen polikarboksilat dengan tujuan untuk mendapatkan sifat translusen,
pelepasan fluor dari semen silika, dan kemampuan melekat secara kimia pada
struktur gigi dari semen polikarboksilat

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu menjelaskan


mengenai:
1. Macam, Bentuk, dan Bahan bur Highspeed dan Low Speed Handpiece
2. Klasifikasi Karies GV Black
3. Tipe-Tipe Semen Ionomer Kaca (SIK)
4. Macam-Macam Bonding
5. Macam-Macam Resin Komposit
6. Steven Curve
7. Fungsi saliva Secara Umum
8. Pemeriksaan Klinis, Subjektif, Objektif, dan Penunjang di Bidang
Konservasi

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu agar dapat


mengetahui Tipe – Tipe Semen Ionomer Kaca (SIK). Selain itu, penyusunan
makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah berjudul “Preparasi
GIC dan ART”.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Macam – Macam Bur :

- Steel bur - Jenis bur yang pertama sekali dipakai - Untuk membuang karies
dan membuat retensi dalam dentin - Digunakan untuk slow speed < 5000
rpm - Positive rake angle = mudah membuang karies tetap mudah patah -
Memiliki 8 blade - Penggunaan air tidak penting - Dibuat dari baja
batangan.
- Tungsten carbide bur - Diciptakan untuk penggunaan dengan kecepatan
yang lebih tinggi - Efisien memotong pada kecepatan 100.000-300.000
rpm - Perlu menggunakan air - Memiliki negative rake angle agar tidak
mudah patah - Blade 6 = dapat digunakan pada metal dan dentin - Dapat
menyebabkan crack pada email - Blade 12 atau lebih =biasa untuk
memolish tepi email dan permukaan dentin - Dibuat dri beberapa logam
dengan proses alloying.
- Abrasive bur: Diamond Bur - Tidak memotong gigi, tetapi menyebabkan
abrasi sehingga efisien dengan kecepatan tinggi - Tidak mudah patah -
Sangat efisien untuk email dan porselen - Berbagai ukuran partikel diamon
yang besar /kasa menghasilkan permukaan kasar hingga sangat halus
untuk polish - Sangat memerlukan air.

2.2 Macam – Macam Instrumen Finsihing And Polish


1. Finishing Bur  Terdiri atas 12 alur kadang-kadang sampai 40 alur 
Stainles Steel -> : Amalgam  Carbide Tungsten -> : Resin  Contoh : 
Bentuk Bulat  Bentuk Apel  Bentuk Flame.
2. Kertas Abrasin  Paper Disc harus diletakkan pada mandrill.  Paper Strip
yang digunkan dengan tangan digerakkan maju mundur seperti gerakan
menyemir sepatu

2
3. Brush  Bentuk  Wheel  Kerucut  Silinder  Dipasangkan pada bur
dengan mandrill  Gunanya : pemolisan restorasi yang dicor dengan
bantuan pasta abrasif.
4. Rubber Digunakan dengan dengan pasta pemolis atau abrasif untuk
prosedur pemolisan
5. Pita (cloth) Digunakan pada tahap akhir pemolisan
6. Bulu (felt) Untuk pemolisan restorasi meta.

2.3 Bentuk – Bentuk Bur


1. Flat Fissure Sisi bur silindris paralel, bermacam – macam panjang. Untuk
memperluas kavitas.
2. Tapered Fisure Sisi bur semakin mengecil di ujungnya, untuk membentuk
groove retensi
3. Round Bur bulat, untuk membuang karies
4. Inverted cone Basis bur rata dengan sisi bur meruncing ke shank, untuk
membentuk dasar kavitas yang rata dan membentuk retensi undercut pada
restorasi plastis Berbagai bentuk lainnya telah dimodifikasi untuk
menambah kecepatan dan memaksimalkan penggunaannya.
5. Flat-ended tapered/fissured diamond cylinder: Untuk mengurangi
permukaan aksial dan oklusal, membuat akhiran preparasi shoulder pada
preparasi porcelain fused to metal (PFM). Ujung mata bur dapat digunakan
untuk membuat dan merendahkan bentukan shoulder dengan
memposisikan mata bur tegak lurus (90° terhadap sumbu gigi) dan
menggunakan lebih dari ½ diameter ujung mata bur.
6. Round-ended tapered/fissured diamond cylinder: Untuk mengurangi
permukaan aksial dan oklusal, membuat akhiran preparasi chamfer bila
diposisikan tegak lurus (90° terhadap sumbu gigi) dan menggunakan
kurang dari ½ diameter ujung mata bur, membuat bevel pada cusp
fungsional.
7. Oblong diamond (football) dan Tapered oblong diamond (flame): Untuk
mengurangi permukaan lingual/palatal gigi anterior dan membuat be

3
8. Small/Round diamond wheels (donut): Untuk mengurangi permukaan
lingual/palatal gigi anterior.
9. Tapered or cylindrical fissure burs : untuk membuat alur panduan
(grooves)
10. Long Thin tapered diamond cones (long needle): Untuk mengurangi
permukaan proksimal sehingga gigi penyangga terbebas kontak
proksimalnya dari gigi sebelahnya (pada gigi anterior).
11. Short Thin tapered diamond cones (short needle): Untuk mengurangi
permukaan proksimal sehingga gigi penyangga terbebas kontak
proksimalnya dari gigi sebelahnya (pada gigi posterior).
12. Torpedo diamond bur: untuk mengurangi permukaan aksial dan
membentuk akhiran preparasi chamfer.
13. Fine finishing burs: untuk penghalusan permukaan preparasi

2.4 KLASIFIKASI LENGKAP GV BLACK

GV Black membuat klasifikasi berdasarkan lokasi karies, tidak mengukur


besar atau kecilnya luas kavitas, tidak mengukur perkembangan (progres)
karies, dan tidak mengukur kedalaman karies sampai lapisan mana.3

Berikut ini adalah klasifikasi karies gigi menurut GV Black:

Kelas I : Pit fissure, bagian oklusal pada gigi posterior, dan


bagian foramen caecum pada gigi anterior;

Kelas II : Bagian proksimal gigi posterior;

4
Kelas III : Bagian proksimal gigi anterior, tapi belum mencapai incisal
edge;

Kelas IV : Bagian proksimal gigi anterior, sudah mencapai incisal edge;

Kelas V : Pada bagian 1/3 servikal permukaan bukal/labial (facial), lingual


gigi anterior dan posterior;

Kelas VI : Kavitas pada bagian ujung cusp atau pada bagian incisal edge.3

2.5 TIPE-TIPE GIC

GIC Tipe I, digunakan untuk luting inlay, onlay, crown dan bridge
memiliki ketebalan film 20 µm atau kurang. GIC Tipe II, digunakan untuk
restorasi pada area yang memiliki stress rendah, ketebalan filmnya
mencapai 45 µm. GIC Tipe III, digunakan untuk pit and fissure sealant,
memiliki ketebalan film 20-35 µm. Sedangkan GIC Tipe IV, termasuk
metal-reinforced ionomer, digunakan untuk area yang memiliki stress
tinggi, ketebalannya lebih dari 45 µm.1

2.6 JENIS-JENIS BONDING

Berdasarkan perkembangannya, bonding agent dibagi menjadi 8 tipe :


bonding generasi pertama, bonding generasi kedua, bonding generasi
ketiga, bonding generasi keempat, bonding generasi kelima, bonding
generasi keenam, bonding generasi ketujuh dan bonding generasi
kedelapan. Berdasarkan tahapan prosedur kerjanya, bonding agent dibagi
menjadi 3 tipe : 3 steps bonding agent (aplikasi etsa, primer, dan adhesive
secara simultan dan terpisah), 2 steps bonding agent (etsa dan
primer/primer dan adhesive berada pada satu kemasan, sementara
etsa/adhesive diaplikasikan secara terpisah) dan 1 step bonding agent (etsa,
primer dan adhesive berada dalam satu kemasan). Bonding agent juga

5
diklasifikasi menurut sistem etsanya menjadi 2 tipe yaitu total-etch
system/rinse technique dan self-etch system/non-rinse technique.1

Jenis bonding yang saat ini digunakan adalah bonding total-etch dan self-
etch. Perbedaan dari kedua jenis bonding ini adalah prosedur etsanya.
Bonding total-etch memiliki prosedur etsa yang terpisah dari komponen
primer dan adhesivenya sementara bonding jenis self-etch memiliki
komponen monomer asam dalam primernya sehingga prosedur etsa tidak
dilakukan. Bonding generasi keempat dan kelima termasuk bonding jenis
total-etch ini, sementara yang termasuk bonding jenis self-etch adalah
bonding generasi keenam, ketujuh, dan kedelapan. Jenis bonding yang saat
ini paling banyak digunakan dan mudah didapatkan adalah bonding
generasi kelima dan ketujuh.2

2.7 Macam Resin Komposit

1. Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Ukuran Partikel.

a) Komposit tradisional (macrofiller)

Komposit macrofill sudah dikembangkan mulai tahun 1970-an, dan


pada saat ini sudah mengalami modifikasi sehingga muncul bentukan
komposit lainya yang lebih baik. Komposit tradisional memiliki nama
lain yaitu komposit konvesional atau disebut juga dengan bahan
komposit makro. Resin komposit macrofilled memiliki ukuran partikel
yang relatif besar dengan ukuran berkisar antara 10 - 100 μm. Resin
komposit macrofilled atau resin komposit tradisional memiliki
komposisi filler berbahan kuarsa dan strontium atau kaca barium.
Bahan pengisi resin komposit macrofilled memiliki ukuran yang relatif
besar dan keras sehingga menyebabkan bahan ini relatif sulit untuk
dipoles dan pada banyak kasus menyebabkan gigi antagonis terkikis
selama kontak serta bahan ini cenderung berubah warna (Riva,2019

6
b) Komposit berbahan pengisi mikro (microfiller)

Bahan microfiller adalah suatu bahan yang diciptakan dari partikel


silikat sebagai komposisi utamanya yang pada awalnya bertujuan untuk
mengatasi kekurangan resin komposit yang biasa yaitu masalah
kekerasan permukaan yang dirasa kurang. Partikel dari jenis ini
berukuran antara 0,070-0,19 μm. Komposit ini memiliki ukuran filler
yang kecil sehingga jenis komposit ini memiliki daya ikat yang tidak
terlalu kuat, akan tetapi memiliki nilai estetis yang bagus dan halus
pada permukaan bahanya (moda,2017).

c) Komposit hybrid

Komposit hybrid merupakan kombinasi dari macrofilled dan


microfilled, kedua bahan komposit tersebut memiliki ukuran partikel
yang berbeda. Ada dua jenis resin komposit. Komposit mikrohibrid
yaitu gabungan komposit tradisional dan mikro. Rata-rata ukuran
partikel komposit hibrid adalah 0,01 - 0,05 μm. Bahan komposit ini
dikembangkan dengan tujuan untuk mendapatkan kehalusan permukaan
yang lebih baik sehingga nilai estetiknya seperti komposit berbahan
mikro. Resin komposit hybrid memiliki ketahanan dari keausan yang
baik dan sifat mekanik yang baik pula sehingga dapat digunakan
sebagai bahan restorasi yang memerlukan kemampuan menahan
tegangan yang tinggi (Riva,2019).

d) Komposit Nanofiller

Pada jenis komposit nanofiller ini memiliki komposisi filler yang sangat
tinggi, serta mempunyai nilai estetis yang baik, jenis nanofiller juga
memiliki kekuatan dan ketahanan yang sama dengan komposit jenis
mikrofiller. Resin jenis ini memiliki partikel berukuran 0,02-0,1 μm.

7
Resin komposit nanofiller dapat berguna memperbaiki sifat fisik dari
komposit seperti menurunkan kekasaran permukaannya (Basry, 2017).

2. Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Polimerisasi

a) Resin komposit diaktivasi kimia

Resin ini memiliki nama lain yaitu resin komposit self-cured, resin ini
diaktivasi secara kimiawi yang memiliki dua buah botol pasta. Salah
satu tabung pasta berisi inisiator benzoil peroksida dan pasta lainnya
berisi aktivator amina tersier aromatik. Polimerisasi terjadi saat kedua
pasta dicampur pada waktu berkisar 20-30 detik, maka amine akan
bereaksi dengan benzoil peroksida dan aktivator amina tersier aromatik
akan menghasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai (Riva,
2019).

b) Resin komposit diaktivasi oleh sinar

Resin komposit aktivasi dengan menggunakan sinar biasanya terdiri


atas satu pasta dalam kemasan. Resin ini merupakan tipe resin komposit
paling sering digunakan pada praktek/ klinik dokter gigi. Resin ini
mudah dimanipulasi karena mengeras bila sudah diaplikasikan sinar
(working time dapat dikontrol). Blue light memiliki panjang gelombang
sekitar 468 - 470 nm . Bila tidak di curing dengan blue light, maka
kedua komponen ini tidak bereaksi. Ketika resin komposit disinari
dengan camphoroquinone, maka akan terjadi eksitasi dan interaksi
dengan dimetil metakrilat untuk menghasilkan radikal bebas (Riva,
2019).

c) Resin komposit dual-cured

Resin ini adalah bahan komposit yang memiliki dua buah bahan yang
dicampur, yang mengandung bahan inisiator dan bahan aktivator
cahaya dan kimia. Salah satu keuntungan dari bahan ini adalah ketika

8
kedua bahan pasta dicampur dan diletakkan pada gigi yang sudah
dipreparasi, lalu dilakukan proses light curing dengan sebagai reaksi
pengerasan awal kemudian secara kimia akan melanjutkan reaksi
pengerasan pada bagian yang tidak terkena sinar sehingga pengerasan
akan menjadi sempurna (shim,2017).

3. Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Viskositas

a) Resin komposit packable

Resin komposit ini memilik ciri - ciri viskositas yang tinggi. Komposisi
filler yang tinggi hingga mencapai 70 persen menyebabkan peningkatan
viskositas resin komposit sehingga resin komposit ini menjadi kental
dan sulit mengisi celah kavitas yang kecil. Sebaliknya, dengan semakin
besarnya komposisi filler akan dapat mengurangi pengerutan selama
polimerisasi. resin komposit packable yang mempunyai viskositas
tinggi dan diindikasikan untuk gigi posterior. Resin komposit packable
merupakan resin komposit yang rigid, dan tidak lengket pada instrumen
saat diaplikasikan dibanding resin komposit yang sebelumnya telah
beredar di pasaran. Hal ini disebabkan karena perubahan morfologi
filler atau monomer matriksnya. Resin komposit ini sering digunakan
sebagai pengganti amalgam (Ratih, 2017).

b) Resin komposit Flowable

Resin komposit flowable memiliki viskositas yang rendah. Resin


komposit flowable merupakan komposit yang memiliki jumlah filler
lebih rendah daripada jenis resin packable, hal tersebut menyebabkan
konsistensi bahan lebih cair. Resin komposit jenis ini memiliki
kekuatan yang agak kurang. Komposisi filler yang relative rendah dan
kemampuan flow yang tinggi dapat mengisi kavitas yang kecil. Resin
komposit flowable dapat diaplikasikan lebih mudah dan merata karena

9
memiliki kemampuan mengalir dan beradaptasi dengan dinding kavitas
dalam mempertahankan bentuk anatomi gigi (Budimulia, 2018).

2.8 Stephan Curve

Kurva Stephan adalah sebuah kurva yang bertujuan untuk


mengukur nilai asam dengan nilai tertentu yang dihasilkan oleh spesies
bakteri tertentu pula dan memililki kemampuan untuk bertahan hidup pada
suatu keadaan tertentu. Kurva ini pertama kali dijelaskan oleh Robert
Stephan pada tahun 1943, menunjukkan penurunan pH di bawah tingkat
kritis pH 5,5, di mana terjadi demineralisasi email setelah asupan
karbohidrat yang dapat difermentasi, cairan asam, atau gula dengan adanya
asamogenik bakteri. Asupan berulang dari karbohidrat yang dapat
difermentasi menyebabkan pH rendah dipertahankan untuk waktu yang
lebih lama, sehingga tidak memungkinkan terjadinya remineralisasi
(Bowen, 2013).

2.9 Fungsi Saliva Secara Umum

Saliva adalah suatu bentuk kompleks cairan yang diproduksi oleh


kelenjar yang berada di dalam rongga mulut yang disebut sebagai kelenjar
salivary. Fungsi umum dari saliva itu sendiri adalah untuk menjaga pH dan
kelembaban rongga mulut. Saliva memiliki peranan penting pada proses
terjadinya karies, yang mana pada saat pH saliva mulut dibawah 5,5 dapat
terjadi proses demineralisasi pada gigi yang akan mengakibatkan karies.
Kemudian fungsi lain dari saliva adalah memiliki kemampuan buffer yang
menjaga pH saliva. Seseorang yang kesulitan dalam produksi saliva akan
mengalami kesulitan makan, berbicara, menelan dan rentan terhadap
infeksi di mukosa serta rampan karies. Ada tiga glandula mayor penghasil
saliva yaitu glandula parotis, submandibularis, dan sublingualis.
Disamping itu glandula saliva minor yang tersebar di hampir seluruh
mukosa rongga mulut. Peran saliva adalah membantu pengunyahan

10
dengan membentuk bolus oleh musin, membantu pencernaan oleh karena
mengandung enzim amilase, perbaikan jaringan dikarenakan mengandung
hormon pertumbuhan, self cleansing berupa pembersihan bakteri dan
debris, memelihara integritas gigi serta melindungi permukaan
dikarenakan membentuk pelikel, fungsi antimikrobal karena mengandung
lizosim, histatin, ferritin, statherin dan Immunoglobulin A (Ig A) serta
menjaga pH saliva dengan kemampuan system buffer (Wirawan,2017).

2.10 Pemeriksaan Penunjang di Bidang Konservasi Gigi

1. Inspeksi

Pemeriksaan dimulai saat pasien mulai memasuki ruangan klinik dan


pasien harus diobservasi bagaimana cara berjalan dan kebiasaannya, yang
mungkin mencerminkan penyakit sistemik, ketergantungan obat dan alkohol.
Ketidaksimetrisan wajah pasien dan ketegangannya harus dilihat. Dokter gigi
harus memeriksa pembengkakan lokal, ada tidaknya lebam, abrasi, scars atau
tanda trauma lain jika ada. Ukuran pupil pasien harus diperiksa yang mana
berkaitan dengan penyakit sistemik, apa yang dipikirkan atau ditakuti pasien.
Sebelum melaksanakan pemeriksaan intraoral, cek terlebih dahulu derajat
pembukaan mulut. Untuk pasien normal, sekurangnya dua jari. Selama
pemeriksaan intraoral, perhatikan struktur berikut secara sistematis.

1. Mukosa bukal, labial dan alveolar.


2. Palatum lunak dan keras.
3. Dasar mulut dan dasar lidah.
4. Regio retromolar
5. Dinding posterior faring dan pilar wajah
6. Kelenjar dan duktus saliva

Setelah memeriksa ini, status umum geligi harus dicatat, yaitu

11
1. Status OHI
2. Jumlah dan kualitas restorasi
3. Prevalensi karies
4. Gigi yang hilang
5. Ada atau tidaknya pembengkakan keras atau lunak
6. Status periodontal
7. Ada atau tidaknya saluran ke sinus
8. Pewarnaan gigi
9. Pemakaian gigi (pola atrisi) dan bidang yang terbentuk

Jika keluhan utama pasien termasuk kedalam simptom yang mengikuti kejadian
spesifik seperti mengunyah dan minum cairan dingin, kemudian pemeriksaan
intraoral juga harus melibatkan pemeriksaan yang mnghasilkan gejala ini,
sehingga dapat membantu penegakan diagnosis.

2. Palpasi

Setelah pemeriksaan di daerah kepala dan leher, yang harus dilakukan


adalah palpasi dengan satu jari. Palpasi kelenjar saliva harus dilakukan secara
esktraoral, sedangkan Palpasi intraoral dilakukan dengan menggunakan tekanan
jari untuk mengetahui apakah ada kelunakan di jaringan lunak yang meliputi gigi
yang dicurigai. Sensitivitas mungkin menunjukkan adanya inflamasi di ligamen
periodontal sekeliling gigi yang terkena. Palpasi lebih lanjut dapat memberikan
informasi mengenai adanya fluktuasi atau fiksasi maupun indurasi dari jaringan
lunak. Kelenjar submandibular harus dibedakan dengan nodus limfe di regio
submandibular dengan palpasi bimanual. Palpasi nodus limfe harus dilakukan
untuk memeriksa apakah ada pembesaran nodus, kelunakan, mobilitas dan
konsistensinya. Palpasi TMJ dapat dilakukan dengan berdiri di depan pasien dan
meletakkan telunjuk di regio preaurikular. Pasien diminta untuk membuka mulut
dan melakukan pergerakan lateral untuk memeriksa

12
1. Apakah ada pergerakan yang terhambat
2. Deviasi dalam pergerakan
3. Pergerakan yang tersendat
4. Clicking
5. Locking atau krepitasi

3. Perkusi

Perkusi memberikan informasi mengenai status periodontal geligi. Perkusi


gigi mengindikasikan inflamasi yang terjadi di ligamen periodontal yang dapat
terjadi karena trauma, sinusitis, dan atau kelainan pada ligament
periodontal.Perkusi dapat dilakukan dengan ketukan ringan menggunakan ujung
jari yang dilapisi handscone atau ujung tumpul gagang kaca mulut. Setiap gigi
harus diperkusi pada semua permukaannya sampai pasien dapat menentukan gigi
mana yang sakit. Derajat respon terhadap perkusi berbanding langsung dengan
derajat inflamasi.

4. Auskultasi

Auskultasi tidak begitu penting, kecuali pada kasus-kasus tertentu. Sebagai


contoh, auskultasi pada TMJ untuk memeriksa suara clicking.

5. Eksplorasi

Dalam hal ini, pemeriksaan klinis geligi dilakukan dengan menggunakan


sonde atau probe.

6. Tes Vitalitas Pulpa

Tes vitalitas pulpa memainkan peranan utama dalam diagnosis karena tes
ini tidak hanya menentukan vitalitas gigi tetapi juga status patologis pulpa.
Beragam variasi tes pulpa yang dilakukan adalah:

13
1. Tes termal, yaitu terdiri dari tes dingin dan tes panas

Pada tes termal, respon pulpa terhadap panas dan dingin dicatat. Prinsip
dasar respon pulpa terhadap stimulus termal adalah pasien melaporkan adanya
sensasi tetapi segera hilang. Pada tipe lain, misalnya sensasi nyeri tetap terasa
bahkan setelah stimulus dihilangkan atau pun tidak ada respon maka status pulpa
dikatakan abnormal. Metode yang umumnya digunakan pada prosedur tes dingin
adalah sebagai berikut:

 Semprotan udara dingin secara langsung pada gigi yang telah diisolasi
 Aplikasi cotton pellet yang telah disaturasi dengan klor etil
 Semprotan klor etil langsung setelah gigi disolasi dengan rubber dam
 Aplikasi dry ice pada permukaan facial gigi setelah isolasi jaringan lunak
dan gigi dengan tampon dan cotton roll. Karbon dioksida beku (dry ice)
tersedia dalam bentuk stik padat yang memiliki temperatur sangat rendah,
sehingga tidak boleh berkontak dengan jaringan lunak karena dapat
menyebabkan terbakarnya jaringan lunak
 Bungkus potongan es dengan kasa basah dan aplikasikan ke gigi. Stik es
juga dapat dilakukan dengan membekukan air dalam kaca bekas ampul
anastesi.

Tes panas merupakan prosedur yang paling menguntungkan pada pasien dengan
keluhan utama yang disebabkan oleh nyeri gigi yang intens jika berkontak dengan
objek atau cairan panas. Prosedur ini dapat dilakukan dengan beragam teknik,
yaitu:

 Dengan menyemprotkan udara hangat ke permukaan gigi yang terekspos


dan perhatikan respon pasien.

14
 Jika temperatur lebih tinggi diperlukan untuk menyamarkan respon,
gunakan pilihan lain seperti stopping stick yang dipanaskan, burnisher yang
dipanaskan, air panas, dll dapat digunakan.

Diantara pilihan prosedur di atas, stik gutta percha yang dipanaskan lebih sering
digunakan. Pada metode ini, gigi dilapisi lubrikan seperti petroleum jelly untuk
mencegah gutta percha menempel pada permukaan gigi. Kemudian gutta percha
yang dipanaskan diaplikasikan pada perbatasan servikal dan permukaan sepertiga
facial gigi dan respon pasien dicatat. Metode lain yang bisa digunakan adalah
menggunakan frictional heat yang dihasilkan dari polishing rubber disk yang
disentuhkan pada permukaan gigi. Satu lagi metode yang dapat dilakukan adalah
dengan metode deliver warm water dari syringe pada gigi yang diisolasi untuk
mengukur respon pulpa. Metode ini berguna untuk gigi yang direstorasi
menggunakan porselen atau full-coverage restoration.

2. Electric Pulp Test (EPT)

EPT digunakan untuk mengevaluasi kondisi pulpa dengan eksitasi elemen neural
pada pulpa. Pulp tester adalah sebuah instrumen yang menggunakan gradasi arus
elektrikal untuk membangkitkan respon jaringan pulpa. Respon yang positif
menunjukkan vitalitas pulpa. Tidak ada respon menunjukkan pulpa nonvital atau
pulpa nekrosis.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara:

 Isolasi gigi yang akan diperiksa


 Aplikasikan elektrolit pada elektroda gigi dan letakkan pada permukaan
facial gigi
 Satu hal yang harus diperhatikan adalah kelengkapan sirkuit dari gigi ke
tubuh pasien dan kemudian kembali ke elektroda. Jika sarung tangan tidak
digunakan, sirkuit lengkap ketika ujung jari klinisi berkontak dengan
elektroda dan pipi pasien. Tetapi jika dengan sarung tangan, hal tersebut dapat

15
 dilakukan dengan menempatkan ujung jari pasien pada gagang metal
eletroda atau dengan melekatkan ground attachment pada bibir pasien
 Saat sirkuit lengkap, dengan perlahan tingkatkan arus dan minta pasien
untuk mengatakan ketika sensasi terjadi
 Setiap gigi harus dites 2-3 kali dan hasil rata-rata dicatat. Jika vitalitas
pulpa ditanyakan, pulp tester harus digunakan pada gigi sebelahnya dan
kontralateral, sebagai kontrol.

Pada kondisi tertentu, dapat memberikan false negative response, sebagai contoh:

 Gigi yang baru saja mengalami trauma


 Gigi baru erupsi dengan apical yang belum menutup sempurna
 Pasien dengan ambang batas nyeri yang tinggi
 Saluran akar yang terkalsifikasi
 Baterai yang hampir habis atau defisiensi elektrikal pada colokan pulp
tester
 Gigi dengan restorasi luas atau basis proteksi pulpa di bawah restorasi
 Pasien yang premedikasi dengan analgesik atau obat penenang

3. Tes kavitas

Metode ini dilakukan hanya jika hasil semua tes lain yang telah dilakukan
masih tidak meyakinkan. Tes kavitas dilakukan dengan round bur high speed
nomor 1 atau 2 dengan semprotan udara dan air yang baik. Pasien tidak
dianastesi ketika tes ini dilakukan. Pasien diminta merespon jika merasakan
sensasi nyeri selama pengeburan. Sensitivitas nyeri dirasakan oleh pasien
mengindikasikan vitalitas pulpa. Prosedur diakhiri dengan merestorasi kavitas
yang telah dipreparasi. Jika tidak ada nyeri yang terasa, preparasi kavitas
dilanjutkan hingga kamar pulpa dan kemudian berlanjut ke perawatan
endodonti

16
4. Tes anastesi

Ketika pasien tidak dapat menyebutkan secara spesifik lokasi nyeri dan ketika
teknik tes pulpa yang lain tidak meyakinkan, anastesi secara selektif dapat
dilakukan. Objek utama untuk tes ini adalah menganastesi satu gigi pada satu
waktu sampai rasa nyeri hilang. Hal ini harus dilakukan dengan injeksi
intraligamen. Injeksi diberikan pada gigi paling posterior di regio gigi yang
nyeri. Jika nyeri bertahan, bahkan setelah anastesi, ulangi prosedur pada gigi
sebelah mesial yang dianastesi. Berlanjut ke gigi sebelahnya hingga rasa sakit
hilang. Jika sumber rasa sakit tidak dapat ditentukan, ulangi teknik yang sama
pada rahang yang berlawanan.

5. Bite test

Teknik ini berguna jika pasien mengeluhkan sakit pada saat mengunyah. Gigi
akan terasa sakit saat berkontak jika nekrosis pulpa telah meluas sampai ruang
ligamen periodontal atau jika terdapat retakan pada gigi. Pada tes ini, pasien
diminta untuk menggigit objek keras seperti cotton swab, tusuk gigi, atau stik
kayu pada gigi yang dicurigai dan gigi kontralateralnya.

7. Evaluasi Restorasi 

Pemeriksaan atau evaluasi restorasi dilakukan jika pada gigi geligi


ditemukan adanya tumpatan atau restorasi. Hal yang pertama kali dilakukan pada
gigi tersebut pertama kali adalah memeriksa vitalitasnya, kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan visual, taktil dan pemeriksaan radiografi. Pada pemeriksaan
ini, kondisi yang harus dievaluasi adalah:

1. Overhanging proksimal: Restorasi proksimal dievaluasi dengan


melewatkan sonde ke depan dan belakang. Jika sonde terhalang restorasi,
maka terdapat overhanging. Hal ini harus diperbaiki, karena dapat
menghasilkan inflamasi pada jaringan lunak sekitar

17
2. Marginal gap atau retak tepi: hal ini dapat memperburuk hubungan tepi
restorasi dan jaringan gigi pada permukaan oklusal sebagai akibat pemakaian
ataupun trauma. Retakan dengan kedalaman kurang dari 0,5 mm biasanya
memerlukan perbaikan hanya pada tepian yang retak. Jika kedalaman lebih
dari 0.5 mm maka restorasi sepenuhnya harus digantikan.
3. Amalgam blues: Area pewarnaan ini terlihat meliputi enamel gigi. Biru
keabuan merupakan hasil pelepasan produk korosi amalgam yang masuk ke
dalam tubulus dentin atau warna dari lapisan bawah amalgam yang terlihat
menembus enamel tipis yang translusen.
4. Kekosongan: Hal ini terjadi pada margin restorasi amalgam. Jika
kekosongan dalamnya 0,3 mm dan terletak pada sepertiga mahkota dari
gingiva, maka restorasi harus diganti.
5. Garis fraktur: Garis fraktur yang terjadi di daerah isthmus secara umum
mengidentifikasikan fraktur restorasi yang memerlukan pergantian.
6. Karies aktif pada tepi restorasi juga indikasi perbaikan atau penggantian
restorasi.
 

8. Radiografi

Pemeriksaan radiografi merupakan salah satu pemeriksaan yang dilakukan


untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan ini membantu mendiagnosis gigi yang
berhubungan dengan masalah seperti karies, fraktur, perawatan saluran akar atau
restorasi sebelumnya, penampakan abnormal pulpa dan jaringan periradikular,
penyakit periodontal, dan pola tulang secara umum. Terkadang gambaran anatomi
normal seperti antrum maksila, foramen, tori, inferior alveolar canal atau
gambaran lainnya dapat menimbulkan kerancuan dengan keadaan patologis
endodontik yang dapat mengakibatkan kesalahan diagnosis dan menghasilkan
perawatan yang tidak tepat.

Indikasi dilakukannya pemeriksaan radiografi adalah :

18
1. Lesi karies yang dalam
2. Restorasi yang luas
3. Riwayat nyeri
4. Riwayat trauma
5. Riwayat PSA
6. Riwayat terapi periodontal
7. Mobilitas gigi
8. Pembengkakan yang berhubungan dengan geligi
9. Terdapatnya saluran ke sinus/fistula
10. Morfologi gigi yang tidak umum
11. Kehilangan gigi tanpa diketahui sebabnya
12. Abnormalitas pertumbuhan

Lesi periapikal yang disebabkan oleh kerusakan jaringan pulpa memiliki beberapa
gambaran yang khas, yaitu:

1. Kehilangan lamina dura di daerah apikal


2. Umumnya etiologi disebabkan karena nekrosis pulpa
3. Radiolusensi terbatas pada apeks bahkan jika radiografi diulang dengan
angle berbeda.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terdapat macam – macam bur seperti Steel bur - Jenis bur yang
pertama sekali dipakai - Untuk membuang karies dan membuat retensi dalam
dentin - Digunakan untuk slow speed < 5000 rpm - Positive rake angle =
mudah membuang karies tetap mudah patah. GV Black membuat klasifikasi
berdasarkan lokasi karies, tidak mengukur besar atau kecilnya luas kavitas,
tidak mengukur perkembangan (progres) karies, dan tidak mengukur
kedalaman karies sampai lapisan mana. Berdasarkan perkembangannya,
bonding agent dibagi menjadi 8 tipe : bonding generasi pertama, bonding
generasi kedua, bonding generasi ketiga, bonding generasi keempat, bonding
generasi kelima, bonding generasi keenam, bonding generasi ketujuh dan
bonding generasi kedelapan. Kurva Stephan adalah sebuah kurva yang
bertujuan untuk mengukur nilai asam dengan nilai tertentu yang dihasilkan
oleh spesies bakteri tertentu pula dan memililki kemampuan untuk bertahan
hidup pada suatu keadaan tertentu. Saliva adalah suatu bentuk kompleks cairan
yang diproduksi oleh kelenjar yang berada di dalam rongga mulut yang disebut
sebagai kelenjar salivary. Fungsi umum dari saliva itu sendiri adalah untuk
menjaga pH dan kelembaban rongga mulut. Saliva memiliki peranan penting
pada proses terjadinya karies, yang mana pada saat pH saliva mulut dibawah
5,5 dapat terjadi proses demineralisasi pada gigi yang akan mengakibatkan
karies.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, K.J., Chiayi, S., Rawls, H.R. 2013. Philip’s Science of Dental
Materials.ed ke-12: Elsevier.

Basri MH, Erlita I, Nahzi MY. Kekasaran permukaan resin komposit nanofiller
setelah perendaman alam air sungai dan air PDAM. Dentino: Jurnal
Kedokteran Gigi. 2017;2(1):101-6.

Baum, phillips, lund. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. 3rd rev. transl. Tarigan R,
Translator. Jakarta: EGC, 1997

Bird, D.L. and Robinson, D.S., 2017. Modern Dental Assisting-E-Book. Elsevier
Health Sciences.

Bowen WH. The Stephan curve revisited. Odontology. 2013 Jan;101(1):2-8.

Budimulia B, Aryanto M. Kebocoran mikro tumpatan resin komposit bulkfill


flowable pada berbagai jarak penyinaran Microleakage of bulkfill
flowable composite resin at various irradiation distances. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2018 Apr 27;30(1):1-7.

Garg, Nisha, Garg, Amit. Textbook of Operative Dentistry, 2 nd Ed. Jaypee


Brothers Medical Publisher (P) LTD. New Delhi. 2013. P: 167-178

Heymann, Harold O., et al. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry,
6th Ed. Elsevier. USA. 2011. P: 94

Moda MD, Godas AG, Fernandes JC, Suzuki TY, Guedes AP, Briso AL, Bedran‐
Russo AK, Dos Santos PH. Comparison of different polishing methods
on the surface roughness of microhybrid, microfill, and nanofill
composite resins. Journal of investigative and clinical dentistry.
2018Feb;9(1):e12287.
Ratih DN, Novitasari A. Kekerasan mikro resin komposit packable dan bulkfill
dengan kedalaman kavitas berbeda. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. 2017;3(2):76-82.

Riva YR, Rahman SF. Dental composite resin: A review. InAIP Conference
Proceedings 2019 Dec 10 (Vol. 2193, No. 1, p. 020011). AIP
Publishing LLC.

Shim JS, Kang JK, Jha N, Ryu JJ. Polymerization mode of self‐adhesive, dual‐
cured dental resin cements light cured through various restorative
materials. Journal of esthetic and restorative dentistry. 2017 May
6;29(3):209-14.

Wangidjaja I. Anatomi Gigi. 2nd ed. Jakarta:EGC; 2014.

Wirawan E, Puspita S. Hubungan pH saliva dan kemampuan buffer dengan DMF-


T dan def-t pada periode gigi bercampur anak usia 6-12 tahun. Insisiva
Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva. 2017 May
29;6(1):25-30.
1

Anda mungkin juga menyukai