Anda di halaman 1dari 29

Nama Peserta : Audriana Hutami Putri, dr.

Nama Wahana : RSI SITI AISYAH MADIUN


Topik : Demam berdarah dengue dengan gangguan fungsi hati
Tanggal (kasus) : 7 Maret 2019
Nama Pasien : Ny. A No. RM : 03.62.77
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Donna Dwi
17 Mei 2019 Yudhawati, MMR
Tempat Presentasi : Gedung Mas Mansyur RSI Siti Aisyah
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegara Tinjauan Pustaka
n
Diagnostik Manajemen Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien perempuan usia 33 tahun datang dengan keluhan demam naik turun
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Tujuan : Mendiagnosis dan melakukan konsultasi atau rujukan dengan tepat.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus  Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan  E-mail Pos
Diskusi
Data pasien : Nama : Ny. A No. RM : 03.62.77
Nama klinik :RSI SITI Telp : - Terdaftar sejak :
AISYAH MADIUN 7 Maret 2019

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien perempuan usia 33 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, naik terutama pada malam hari dan menurun
saat pagi hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri sendi pada seluruh tubuh dan nyeri kepala
berdenyut. Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah. Muntah mencapai 5-10x/hari
berisi makanan, tidak ada darah. Pasien mengaku merasakan nyeri pada perut kanan atas
dan tidak nafsu makan karena mulut terasa pahit. Mimisan (-) gusi berdarah (-) bintik-bintik
merah pada ekstremitas atas dan bawah (-). Tidak ada keluhan pada BAK dan BAB. Pada
hari Kamis malam, tanggal 7 Maret 2019, saat pasien ke kamar mandi, pasein tiba-tiba
tidak sadarkan diri kurang lebih 15 menit.

2. Riwayat Pengobatan :
Pada tanggal 4 Maret 2018 pagi pasien sudah berobat ke IGD RS Griya Husada dan
dilakukan rawat jalan. Pasien diberi obat penurun panas (Paracetamol) dan penghilang rasa
nyeri (pasien tidak ingat nama obat) namun pasien mengatakan keluhan tidak membaik.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :


- Keluhan serupa sebelumnya disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal
- Riwayat operasi disangkal
4. Riwayat Keluarga :
- Keluhan serupa sebelumnya pada keluarga disangkal
- Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi pada keluarga disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis pada keluarga disangkal

5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien merupakan seorang pegawai negeri sipil. Pasien biasanya bekerja dari pukul 07.00
WIB hingga 15.00 WIB dan beristirahat pukul 12.00 WIB selama 60 menit.

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :


- Pasien tinggal bersama suami dan anak dengan keadaan lingkungan dan sosial yang
baik dan ekonomi menengah ke atas
- Pasien makan teratur 2-3 kali sehari dengan menu variatif
- Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol
- Pasien jarang berolahraga
- Pembiayaan kesehatan menggunakan pembiayaan sendiri

7. Riwayat Vaksin: -

8. Lain-lain :
PEMERIKSAAN FISIK : Tanggal 12 Maret 2019 pukul 09.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, teraba kuat
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi O2 : 99% (udara bebas)
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 59 kg
Status Gizi : Normal (BMI 22,2 kg/m2)

› Pemeriksaan Kepala
› Kepala : Normocephal. A/I/C/D : -/-/-/-
› Rambut : Alopecia (-), effuvlium (-), gangguan pigmentasi (-)
› Wajah : Pucat (-), icterus (-), eritema (-)
› Mata :Eksopthalmos (-/-), enofthalmos (-/-), gangguan gerak bola mata (-/-),
nistagmus (-/-), kelainan palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
› Telinga : Sekret (-/-)
› Hidung: Sekret (-/-), gangguan fungsi penghidu (-), nafas cuping hidung (-)
› Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis (-)
› Faring & Laring : Hiperemis (-)

› Pemeriksaan Leher
› Inspeksi : Tampak simetris, massa (-), pembesaran limfonodi (-), jaringan parut (-)
› Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-)
› Pemeriksaan Trachea : Deviasi trachea (-)
› Pemeriksaan Kel. Tiroid : Pembesaran tiroid (-), bruit (-)

› Pemeriksaan Thoraks
Paru
› Inspeksi: Tampak simetris, retraksi (-), deformitas (-), ketertinggalan gerak (-)
› Palpasi : Gerak nafas simetris, nyeri (-), krepitasi (-)
› Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
› Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung
› Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
› Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra
› Perkusi :Batas jantung kanan ICS IV linea midklavikularis dextra
Batas jantung kiri ICS VI linea midklavikularis sinistra
Batas jantung atas ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung di ICS III linea parasternalis sinistra
› Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)

› Pemeriksaan Abdomen
› Inspeksi:Sikatriks (-), striae (-), bentuk dinding abdomen datar, dinding abdomen
simetris
› Auskultasi:BU (+) normal, 16 x/menit
› Palpasi: Soepel, Murphy Sign (-), nyeri tekan di RUQ (+), hepar teraba 2 cm
dibawah arcus costae dan lien tidak teraba, massa (-)
› Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen
› Pemeriksaan Ren : Ginjal tidak teraba, nyeri ketok ginjal (-/-)
› Pemeriksaan Lien : Splenomegali (-)
› Pemeriksaan Asites : Undulasi (-), pekak alih (-)

› Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


› Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tanggal 7 Maret 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi Hb 14,3 12 -18 g/dL
Leukosit 3,7 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 77,7 42 – 85 %
- Limfosit 14,4 11 – 49 %
- Monosit 4,7 0–9%
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,2 0–2%
Hematokrit 45,0 36-56 %
Trombosit 23.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,45 4,0-9,0 juta sel/ µL

SGOT 1925,0 0-37 u/l


Faal Hati SGPT 685,0 0-40 u/l

Natrium 130 135-155 mmol/l


Kalium 3,2 3,5-5,5 mmol/l
Elektrolit
Calsium 1,03 1,16-1,38 mmol/l

Laboratorium : Tanggal 8 Maret 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hb 15,2 12 -18 g/dL
Leukosit 5.0 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 58,4 42 – 85 %
- Limfosit 29,1 11 – 49 %
- Monosit 8,8 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,1 0–6%
- Basofil 1,6 0–2%
Hematokrit 48,4 36-56 %
Trombosit 20.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,88 4,0-9,0 juta sel/ µL

IgG Anti Dengue Positive Negative


Imuno-Serologi IgM Anti Dengue Negative Negative

Kalium 3,7 3,5-5,5 mmol/l


Elektrolit

Laboratorium : Tanggal 9 Maret 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hb 14,8 12 -18 g/dL
Leukosit 10,0 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 47,1 42 – 85 %
- Limfosit 31,0 11 – 49 %
- Monosit 18,3 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 1,7 0–6%
- Basofil 1,9 0–2%
Hematokrit 47,2 36-56 %
Trombosit 24.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,76 4,0-9,0 juta sel/ µL

HbsAg Negative Negative


Imuno-Serologi

Laboratorium : Tanggal 10 Maret 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,9 12 -18 g/dL
Leukosit 9,3 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 41,4 42 – 85 %
- Limfosit 40,5 11 – 49 %
- Monosit 13,6 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,3 0–6%
- Basofil 2,2 0–2%
Hematokrit 41,8 36-56 %
Trombosit 38.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,06 4,0-9,0 juta sel/ µL

Laboratorium : Tanggal 11 Maret 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,5 12 -18 g/dL
Leukosit 8,6 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 43,7 42 – 85 %
- Limfosit 43,8 11 – 49 %
- Monosit 9,1 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,4 0–2%
Hematokrit 39,7 36-56 %
Trombosit 80.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 8,6 4,0-9,0 juta sel/ µL
Bilirubin Total 1,37 0,20-1,00 mg/dl
Bilirubin Direct 0,81 <0,25 mg/dl
Faal Hati SGOT 218,3 0-37 u/l
SGPT 195,7 0-40 u/l
Albumin 3,35 3,5-5,2 g/dl

9. Assessment
› DHF grade 1
› Non specific reactive hepatitis

10. Planning
Diagnosis : -
Farmakologis:
Tanggal 7 Maret 2019
› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sanmol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Infus drip KCL 25 meq/ PZ 500 cc/ 8 jam, diulang 2 kali lalu cek lab post koreksi

Tanggal 8 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1

Tanggal 9 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1
› Po Codein 3 x 20 mg

Tanggal 10 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1
› Po Codein 3 x 20 mg

Tanggal 11 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1
› Po Codein 3 x 20 mg

Tanggal 12 Maret 2109


› Pasien KRS

Monitoring:
› Keluhan (demam, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri kepala)
› Intake minum dan makan
› Keadaan umum
› Tanda-tanda vital
› Hasil laboratorium

Edukasi:
› Tirah baring
› Menjelaskan penyebab keluhan yang sekarang
› Menjelaskan rencana diagnosis dan terapi yang akan dilakukan pada pasien
› Menjelaskan prognosis dan komplikasi kepada pasien dan keluarga
Daftar Pustaka :
1. Suhendra, Nainggoalan L, Chen K, Pohan HT. In : Setiati S, Alwi I, Sudoyo A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta : Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Diponegoro.
2014. p. 539-48
2. Hedi U, Rusli M. In : Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga
University Press. 2015. p. 728-35.
3. Jamil KF. Gambaran Gangguan Fungsi Hati pada Penderita Infeksi Virud Dengue di
Banda Aceh. 2008; 08(3). p. 135-6.
4. Supriatna M. 2004. Gangguan Fungsi Hati Pada Demam Berdarah Dengue (DBD).
Semarang : Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
5. Gunawan P. Studi Kasus Terhadap Gagal Hati Akut Sebagai Komplikasi Langka
Infeksi Dengue. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan.
2018; 02(1). p. 176-85.
6. Ahmed F. Dengue and The Liver. SM Journal of Hepatitis Research and Treatment.
2015; 01(1). p. 1002.
7. Tan JM, Hui NW, Thoon KC, Chong CY. 2016. Dengue Fever Associated Liver
Failure. DOI : 10.21767/2573-0282.100031. Accessed March 24, 2019.
8. Bandara I, Dalugama C. Dengue Hemorrhagic Fever Complicated with Acute Liver
Failure. J Med Case. 2017;11. p. 341.
9. Fernando S, Wijewckrama A. Patterns and Causes of Liver Involvement in Acute
Dengue Infectin. BMC Infect Dis. 2016; 16. p. 319.
10. Lee LK, Gan VC. Clinical Relevance and Discriminatory Value of Elevated Liver
Aminotransferase Levels for Dengue Severity. Plos Negl Tropical Disease. 2012;
06(6). p. 167.
11. Samanta J, Sharma V. Dengue and Its Effects on Liver. Wordl J Clin Cases. 2015;
3(2). p. 125-31

Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
2. Mampu memberikan penatalaksanaan awal terkait DHFsesuai dengan kompetensi
dokter umum, melakukan rujukan/konsultasi dengan tepat
3. Mampu memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai DHF

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif :
- Keluhan Utama : Demam
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 33 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, naik terutama pada malam hari dan menurun
saat pagi hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri sendi pada seluruh tubuh dan nyeri kepala
berdenyut. Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah. Muntah mencapai 5-10x/hari
berisi makanan, tidak ada darah. Pasien mengaku merasakan nyeri pada perut kanan atas
dan tidak nafsu makan karena mulut terasa pahit. Mimisan (-) gusi berdarah (-) bintik-bintik
merah pada ekstremitas atas dan bawah (-). Tidak ada keluhan pada BAK dan BAB. Pada
hari Kamis malam, tanggal 7 Maret 2019, saat pasien ke kamar mandi, pasein tiba-tiba
tidak sadarkan diri kurang lebih 15 menit.
- Riwayat Pengobatan :
Pada tanggal 4 Maret 2018 pagi pasien sudah berobat ke IGD RS Griya Husada dan
dilakukan rawat jalan. Pasien diberi obat penurun panas (Paracetamol) dan penghilang rasa
nyeri (pasien tidak ingat nama obat) namun pasien mengatakan keluhan tidak membaik.
- Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal
- Riwayat Pekerjaan :
Pasien merupakan seorang pegawai negeri sipil. Pasien biasanya bekerja dari pukul 07.00
WIB hingga 15.00 WIB dan beristirahat pukul 12.00 WIB selama 60 menit.
- Riwayat Kondisi Lingkungan Social dan Fisik :
Pasien tinggal bersama suami dan anak dengan keadaan lingkungan dan sosial yang baik
dan ekonomi menengah ke atas. Pasien makan teratur 2-3 kali sehari dengan menu variatif.
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien jarang berolahraga dan
pembiayaan kesehatan menggunakan pembiayaan sendiri.

2. Objektif :
PEMERIKSAAN FISIK : Tanggal 12 Maret 2019 pukul 09.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi O2 : 99% (udara bebas)
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 59 kg
Status Gizi : Normal (BMI 22,2 kg/m2)
 Pemeriksaan Kepala : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Leher : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Thoraks : Jantung dan parudalam batas normal
 Pemeriksaan Abdomen : Nyeri tekan di RUQ (+) Hepatomegali (2 jari dibawah
arcus costae)
 Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tanggal 7 Maret 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 14,3 12 -18 g/dL
Leukosit 3,7 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 77,7 42 – 85 %
- Limfosit 14,4 11 – 49 %
- Monosit 4,7 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,2 0–2%
Hematokrit 45,0 36-56 %
Trombosit 23.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,45 4,0-9,0 juta sel/ µL

SGOT 1925,0 0-37 u/l


Faal Hati SGPT 685,0 0-40 u/l

Natrium 130 135-155 mmol/l


Kalium 3,2 3,5-5,5 mmol/l
Elektrolit
Calsium 1,03 1,16-1,38 mmol/l

Laboratorium : Tanggal 8 Maret 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hb 15,2 12 -18 g/dL
Leukosit 5.0 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 58,4 42 – 85 %
- Limfosit 29,1 11 – 49 %
- Monosit 8,8 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,1 0–6%
- Basofil 1,6 0–2%
Hematokrit 48,4 36-56 %
Trombosit 20.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,88 4,0-9,0 juta sel/ µL

IgG Anti Dengue Positive Negative


Imuno-Serologi IgM Anti Dengue Negative Negative

Kalium 3,7 3,5-5,5 mmol/l


Elektrolit

Laboratorium : Tanggal 9 Maret 2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 14,8 12 -18 g/dL
Leukosit 10,0 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 47,1 42 – 85 %
- Limfosit 31,0 11 – 49 %
- Monosit 18,3 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 1,7 0–6%
- Basofil 1,9 0–2%
Hematokrit 47,2 36-56 %
Trombosit 24.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,76 4,0-9,0 juta sel/ µL

HbsAg Negative Negative


Imuno-Serologi

Laboratorium : Tanggal 10 Maret 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,9 12 -18 g/dL
Leukosit 9,3 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 41,4 42 – 85 %
- Limfosit 40,5 11 – 49 %
- Monosit 13,6 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,3 0–6%
- Basofil 2,2 0–2%
Hematokrit 41,8 36-56 %
Trombosit 38.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,06 4,0-9,0 juta sel/ µL

Laboratorium : Tanggal 11 Maret 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,5 12 -18 g/dL
Leukosit 8,6 4.000- 9.000 sel/µL

- Neutrofil 43,7 42 – 85 %
- Limfosit 43,8 11 – 49 %
Hematologi - Monosit 9,1 0–9%
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,4 0–2%
Hematokrit 39,7 36-56 %
Trombosit 80.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 8,6 4,0-9,0 juta sel/ µL
Bilirubin Total 1,37 0,20-1,00 mg/dl
Bilirubin Direct 0,81 <0,25 mg/dl
Faal Hati SGOT 218,3 0-37 u/l
SGPT 195,7 0-40 u/l
Albumin 3,35 3,5-5,2 g/dl

3. Assessment :
Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendri yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(1)

Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis antara
lain tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Data dari seluruh dunia
menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap
tahunnya. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD meningkat dari dibawah 100.000 kasus
pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000 kasus pada tahun 90an. Sementara itu, terhitung
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. (2,3)
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun
terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus
DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. (2,3)

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluraga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diamtere 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Virus dengue memiliki 3 protein struktural dan 7 protein non-struktural (NS).
Diantara 7 protein struktural, envelope glycoprotein atau yang sering kita kenal dengan NS-
1 merupakan salah satu protein yang sering dideteksi bagi pasien tersangka infeksi virus
dengue.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Ketika seseorang
terinfeksi degan serotipe manapun, maka orang tersebut akan mendapatkan kekebalan
seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Seringkali infeksi kedua kali dengan serotipe
lainnya atau infeksi virus multiple (terinfeksi lebih dari serotipe dalam satu waktu) menjadi
penyebab keparahan dari infeksi dengue yaitu dengue shock syndrome.(1,4,5)
Virus dengue ditularkan ke manusia melalu gigitan nyamuk. Aedes aegypti adalah
vektor dengue yang tersering. Virus berkembang pada tubuh nyamuk selama 1-2 minggu
dan ketika mencapai kelenjar ludah nyamuk, virus dapat bertransmisi pada manusia saat
nyamuk menghisap darah manusia. Setelah nyamuk yang infeksius menggigit manusia,
virus akan bereplikasi pembuluh limfa dan selama 2-3 hari akan menyebar ke seluruh tubuh
melalui darah. Virus bersirkulasi dalam darah selama 4-5 hari selama masa demam dan
akan hilang dalam waktu sehari ketika suhu tubuh menurun. (1,4,5)
Patogenesis
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa menkanisme imunopatologis berperan
terhadap terjadinya DBD dan bentuk yang lebih parah berupa DSS. Adapun respon imun
yang berperan adalah: (1)
1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi oleh
antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchanment.
2. Limfosit T berupa T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperdan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue.
3. Monosit dan makrofag berperan pada fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus meningkat.
4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan tebrentuknya C3a dan C5a.

Gambar 1. Immunopatogenesis demam berdarah dengue.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsted dan
penelitian lain menyatakan : (1)
1. Menurut pendapat Halstead, DBD terjadi jika seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan serotype yang berbeda. Hal ini menyebabkan reaksi anamnestik antibodi yang
menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
2. Kompleks imun – antibodi tersebut mengaktivasi makrofag dan selanjutnya
difagositosis oleh makrofag. Infeksi pada makrofag akan mengaktivasi komplemen
(yang menyebabkan terbentuknya pula C3a dan C5a), T helper dan T sitotoksik yang
kemudian berdiferensiasi menjadi Th1 (yang memproduksi IF-ɣ, IL-2, limfokin) dan
Th2 (yang memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, IL-10).
3. IF-ɣ yang berasal dari Th1 akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai
mediator inflamasi seperti TNFα, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamin. IL-1 terutama bertindak sebagai pirogen endogen dan menyebabkan demam,
sementara semua mediator yang telah disebutkan tadi menyebabkan disfungsi endotel
dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a karena aktivasi komplemen
juga menyebabkan kebocoran plasma.
4. Trombositopenia terjadi karena supresi sumsum tulang, juga terjadi destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit.

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi : (1,7)
1. Demam atau riwayat demam akut, 2-7 hati, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
 Uji bending positif.
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahn gusi), atau perdarah dari
tempat lain.
 Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoalbuminemia.
Berdasarkan panduan yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) pada tahun
2009, demam dengue terbagi menjadi tiga bagian, yakni :

Gambar 3. Kriteria Dengue Fever (WHO 2009)

Kriteria Dengue ditambah atau tidak ditambah warning sign. (1,7)


1. Probable Dengue
Hidup atau berpergian ke daerah endemik dengue. Diikuti demam dan diikuti 2 kriteria
dari :
 Mual, Muntah
 Rash
 Nyeri
 Uji bendung positif
 Leukopenia
 Ada Warning Sign (Nyeri abdominal, muntah yang terus menerus, adanya
penumpukan cairan klinis, perdarahan mukosa, lethargi, lemas, lesu, pembesaran
hepar > 2cm, pada hasil lab ditenukan kenaikan Ht dengan penurunan hitung
trombosit)
2. SevereDengue
Tinggal atau bepergian ke area endemis dengue dengan demam antara 2-7 hari dan
dengan manifestasi klinis dengue di atas dengan atau tanpa tanda-tanda bahaya, ditambah
dengan :
a. Severe Plasma Leakage yang bisa menyebabkan
 Shock (DSS)
 Akumulasi cairan dengan distres pernapasan
b. Severe Bleeding
 Epistaksis tidak terkendali
 Hematemesis dan atau melena
 Perdarah otak
 Hematuria grosmakroskopik
 Hematoskezia
c. Severe Orgam Impairment
 Hepar : SGOT atau SGPT > 1000
 Sistem saraf pusat : kejang, kesaran menurun
 Jantung : miokarditis
 Ginjal : gagal ginjal

Berdasarkan temuan klinis dan laboraturium, Demam Berdarah Dengue dapat


diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahan, yaitu :

Gambar 4. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue

Gangguan Fungsi Hati pada Infeksi Virus Dengue


Infeksi virus dengue pada beberapa kasus berhubungan dengan perubahan fungsi hati
dan manifestasi hepatitis akut, seperti nyeri yang terlokalisir di region hipokondrium kanan,
hepatomagali , ikterus dan peningkatan kadar aminotramsferase. Meskipun hati bukan
merupakan target organ utama pada penyakit ini, namun beberapa kasus ditemukan
gambaran hispatologis, termasuk nekrosis sentrolobular dan hiperplasia sel kupffer pada
pasien dengan demam berdarah dengue dan dengue shock syndrome.
Patogenesis terjadinya disfungsi hepar pada infeksi dengue masih belum sepenuhnya
dipahami. Berbagai macam spektrum keterlibatan hepar yang terjadi kemungkinan
disebabkan oleh apoptosis hepatosit baik secara primer sebagai efek selular dari virus
maupun secara sekunder akibat respons imun penjamu yang terlalu agresif terhadap virus
dengue atau bahkan merupakan interaksi kompleks dari dua mekanisme tersebut. Selain itu
cedera hipoksia akibat gangguan perfusi hepar saat terjadinya syok juga diduga berperan
dalam hal ini walaupun gagal hepar akut sebenarnya tak selalu dibarengi dengan terjadinya
syok. Seperti yang ditemukan pada penelitian Samitha dkk bahwa semua sampel yang
tergolong severe dengue (SD) mengalami disfungsi hepar walaupun tak ada diantaranya
yang mengalami syok.
Pada organ hepar, sel yang menjadi target utama infeksi virus dengue adalah
hepatosit dan sel Kupffer. Infeksi sel hepar oleh virus dengue akan berujung pada apoptosis
sel tersebut. Hal tersebut dibuktikan pada pemeriksaan biopsi dan autopsi pada kasus yang
lebih fatal yakni ditemukan nekrosis hepatosit dan hiperplasia sel Kupffer. Beberapa
mekanisme dipercaya berperan dalam apoptosis sel hepar diantaranya : disfungsi hipoksik
mitokondia, akibat respons imun, dan viral cytopathy. Setelah apoptosis, tersisalah
Councilman Bodies yang juga sering ditemukan pada psmeriksaan hispatologis.
Apoptosis yang terjadi lebih awal pada hepatosit yang terinfeksi virus dengue diikuti
dengan klirens yang cepat oleh sel fagositik sekitar membantu dalam pencegahan
penyebaran virus yang lebih luas. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kerusakan hepar
pada infeksi dengue tidak seberat yang terjadi pada Yellow Fever (infeksi golongan
flavivirus yang sama-sama ditularkan oleh Aedes aegypti).
Salah satu faktor yang dipercaya mempengaruhi pola dari kerusakan hepar terutama
pada pasien dewasa adalah adanya penyakit kronis hepar sebelumnya. Pada pasien dengan
riwayat hepatitis B atau C, kemungkinan disfungsi hepar yang terjadi akibat infeksi dengue
bisa lebih parah dibanding orang yang tidak memilki riwayat infeski tertentu.
Selama infeksi dengue, monosit, sel B, sel T dan sel mast menghasilkan sitokin
dalam jumlah banyak. Konsentrasi TNF alfa, IL-2, IL-6, dan IFN gamma mencapai kadar
tertinggi dalam serum pada 3 hari pertama penyakiit sedangkan IL-10, IL-5, dan IL-4
cenderung muncul belakangan. Sel T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue mungkin
menyebabkan kerusakan sel hepar melalui sitolitik langsung dan/atau dimediasi sitokin.
Pada penelitian yang mengamati infeksi dengue pada model tikus ditemukan kadar
IL-22 dan IL-17 berhubungan dengan tampilan klinis yang berat terutama cedera hepar.
Selain itu gangguan hepar yang terjadi, menurun secara signifikan setelah reseptor IL-17
dihambat. Kadar SGPT pun berhubungan secara signifikan dengan kadar IL-17. Infiltrasi
jaringan hepar oleh sel NK diikuti dengan sel T juga ditemukan dan berhubungan dengan
apoptosis sel hepar. Kadar IL-10 yang tinggi juga ditemukan berhubungan dengan kadar
emzim transaminase hepar yang tinggi pada pasien anak.
Virus DEN-1 dan DEN-3 merupakan strain yang cenderung menyerang hati. Virus
dengue menyebabkan kerusakan hati terutama pada fase replikasi virus dalam hepatosit
karena dapat menginduksi atau menyebabkan kelainan pada hepar. Pada penelitian
histologis hepar pasien yang terinfeksi virus dengue ditemukan :
1. Steatosis mikrovesikular
2. Nekrosis hepatoseluler
3. Hyperplasia dan destruksi sel Kupffer
4. Councilman bodies
5. Infiltrar seluler pada saluran porta
Nekrosis sel hepar secara umum mengenai area midzona namun terkadang juga
ditemukan pada area sentralobular. Hal ini mungkin disebabkan hepatosit pada area ini
lebih sensitif terhadap anoksia atau produk-produk dari respons imun (sitokin dan
kemokin). Protein dan RNA virus dengue telah ditemukan di sel haptosit area midzona.
Terdapat penelitian lain yang menunjukkan bahwa turunan sel hepatoma manusia
(HepG2) mempunyai suspetibilitas terhadap virus dengue lebih besar dari pada sel Vero.
Dalam penelitian tersebut, DEN-1 dapat menginfeksi dan bereplikasi dalam sel HepG2. Hal
ini menunjukkan adanya interaksi virus dengan sel hepar, sehingga memperkuat dugaan
bahwa sel hepar merupakan target potensial virus dengue. Walaupun demikian penelitian
ini gagal mengisolasi molekul seluler yang terlibat dalam pengikatan antara sel HepG2
dengan virus dengue. Selanjutnya menunjukkan bahwa replikasi virus dengue dalam sel
hepatoma manusia mengakibatkan faktor transkripsi, produksi RANTES chemokine melalui
stress oksidatif dan aktivasi NF-kB yang kemudian akan mengindukasi kematian sel
melalui apoptosis. RANTES sebagai suatu kemokin yang selanjutnya diketahui bahwa
produksinya diinduksi oleh infeksi virus dengue bukan oleh virus lain pada sel hepar,
mampu menarik limfosit dan sel NK pqada daerah yang mengalami inflamasi, mekanisne
ini diduga terlibat dalam jejas sel hepar pada kasus DBD/SSD. Namun belum pasti
diketahui apakah jejas sel hepar tersebut diakibatkan efek langsung dari replikasi virus
dengue dalam sel hepar atau efek tidak langsung dari inflamasi karena adanya RANTES
sebagai mediator sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Keseimbangan antara eliminasi virus
dengan kerusakan jaringan mungkin mempengaruhi derajat penyakitnya.
Serum transaminase ditemukan mengalami peningkatan pada panderita DBD, dan
terdapat korelasi antara kenaikan kadar SGOT dengan meningkatkan manfestasi
perdarahan. Pada hepatitis virus dengue kadar SGOT lebih tinggi daripada SGPT dengan
rasio sekitar 1-1,5, sedangkan tipe lain dari hepatitis terinduksi virus menunjukkan kadar
SGPT lebih tinggi daripada SGOT. Secara umum kadar SGOT meningkat lebih cepat dan
kadar puncaknya lebih tinggi dari SGPT, kemudian menurun kadarnya ke nilai normal lebih
cepat dibandingkan SGPT. Hal ini tergolong tidak biasa dan berbeda dari apa yang sering
ditemukan pada hepatitis akut akibat virus hepatitis. Kadar SGOT yang tinggi kemungkinan
tak hanya berasal dari kerusakan hepar yang terjadi tetapi juga dapat berasal dari cedera
myosit mengingat gejala musculoskeletal yang sering menyertai infeksi degue seperti nyeri
otot/sendi. Walaupun hal tersebut belum dapat dipastikan namun kadar kreatinin kinase
memang ditemukan meningkat pada fase akut infeksi dengue.
Manifestasi gangguan dan kerusakan hati dapat terjadi selama perjalanan penyakit;
gangguan paling serius dapat terjadi pada demam berdarah dengue atau dengue shcok
syndrome. Peningkatan kadar enzim SGOT lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan
kadar SGPT pada pasien demam dengue selama minggu pertama infeksi. Pelepasan SGOT
dari miosit yang rusak mungkin merupakan mekanisme yang menyebabkan terjadinya
peningkatan enzim tersebut. Kadar dari enzim tersebut meningkat selama hari ketiga
setelah onset penyakit dan umumnya mencapai maksimum pada hari kesembilan setelah
episode demam dan secara perlahan akan kenmbali normal dalam dua minggu.
Kerusakan hati yang disebabkan oleh infeksi dengue bukanlah hal yang jarang, akan
tetapi belum didokumentasikan dengan baik. Kerusakan hati merupakan satu komplikasi
berat akibat infeksi dengue, dapat menyebbakan timbulanya perdarahan yang mengancam
jiwa, koagulasi intravaskuler diseminata dan ensefalopati. Terdapatnya kerusakan hati dan
menifestasi neurologis pada pasien demam berdarah dengue menunjukkan suatu prgonsosi
yang sangat buruk dan bahkan sering menyebabkan kematian.
Dari anamnesis dengan pasien didapatkan bahwa pasien mengeluh demam sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, naik terutama pada malam hari
dan menurun saat pagi hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri sendi pada seluruh tubuh dan
nyeri kepala berdenyut. Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah. Muntah
mencapai 5-10x/hari berisi makanan, tidak ada darah. Pasien mengaku merasakan nyeri
pada perut kanan atas dan tidak nafsu makan karena mulut terasa pahit. Mimisan (-) gusi
berdarah (-) bintik-bintik merah pada ekstremitas atas dan bawah (-). Tidak ada keluhan
pada BAK dan BAB. Hal tersebut sesuai dengan manifestasi klnik dari virus dengue.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan keadaan umum tampak lemas.
Pada pengukuran tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 86
x/menit, laju napas 18 x/menit, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya
nyeri tekan pada RUQ dan pembesaran hepar + 2 cm di bawah arcus coste.
Untuk membantu menegakkan diagnosa maka dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium. Pada hasil laboratorium ditemukan penurunan trombosit (<100.000/ul) dan
terjadi peningkatan nilai pada pemeriksan fungsi hati, dimana didapatkan SGOT >1000.
Berdarsarkan hasil tersebut dapat disimpulakn bahwa pasien tersebut masuk dalam kategori
demam berdarah dengue grade I yang disertai dengan gangguan fungsi hati.

4. PLAN
Diagnosis : -
Farmakologis:
Tanggal 7 Maret 2019
› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sanmol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Infus drip KCL 25 meq/ PZ 500 cc/ 8 jam, diulang 2 kali lalu cek lab post koreksi

Tanggal 8 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1

Tanggal 9 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1
› Po Codein 3 x 20 mg

Tanggal 10 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1
› Po Codein 3 x 20 mg

Tanggal 11 Maret 2019


› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sistenol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Po KSR 1 x 1
› Po Hepabalance 2 x 1
› Po Codein 3 x 20 mg

Tanggal 12 Maret 2109


› Pasien KRS

Monitoring:
› Keluhan (demam, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri kepala)
› Intake minum dan makan
› Keadaan umum
› Tanda-tanda vital
› Hasil laboratorium

Edukasi:
› Tirah baring
› Menjelaskan penyebab keluhan yang sekarang
› Menjelaskan rencana diagnosis dan terapi yang akan dilakukan pada pasien
› Menjelaskan prognosis dan komplikasi kepada pasien dan keluarga

Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemerliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien haru stetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral asien tidak mampu diperthankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dnegan
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada
pasien dewasa berdasarkan kriteria :
 Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
 Praktis dalam pelaksanaannya
 Mempertimbangkan cost effectiveness

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :


1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol digunakan sebagai petunjuk dalam meberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di IGD dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam
memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di IGD dilakukan pemeriksaan Hemoglobin
(Hb), Hematokrit (Ht), dan trombosit bila :
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulanhkan debgan anjuran kontrol atu berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosti dan trombsoti tiap 24 jam)
atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke IGD.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + {20 x (BB dalam kg-20)}
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombost < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penetalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%


Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan
kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hemtokrit turun, frekuensi
nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan tetap mennujukkan perbiakn maka jumlah cairan infus dkurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik makan pemberian cairan
dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun
<20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantaun kembali dan bila
keadaan memnujukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam
tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbiakna maka jumlah cairan infus dinaikkan
menjadi 15 mg/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk
dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai
lagi seperti terapi pemberian cairan awal.
4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahn
hidung/epistaksis yang itdak terkendali walaupun talah diberikan taponn hidung, perdarah
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan
seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok
lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasn dan jumlah urin diaukan sesering
mungkun dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostasis harus segera
dilaukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberika sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkaan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hn < 10g/dl. Transfusi trombosti hanya diberikan
pada pasiennDBD dengan perdarahn spontan dan masif dengan jumlah trombosit
<100.00/mm3 disertai atau tanpa KID.

5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa


Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang
harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD sepuluh kali
lipat dibandingkan dengan penderta DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena
keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalkansaan yang
tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita jyga diberikan oksigen 2-4 liter.menit. pemeriksaan-pemeriksaan yang
harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkapn (DPL), hemostasi, analisis gas
darah, kadar natirum, kalium, dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolok 100
mmHg dantekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang nadi 100 kali per menit
drngan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120
menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila dalam 24-48 jam
setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematorkit tetap stabil serta diuresis cukup
maka pemberoan cairan perinfus harus dihentika (karena jika reabsorpsi cairan plasma
mengalami ekstravasasi telah terjao, ditandai denga turunnya hematokrit, caran infus terus
dberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau agagal jantun dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkina terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selaun prises patogeneis
penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk
mengetahui apakah renjatan telah teratsi dengan bai, diperlukan pemantauan tanda vital
yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas,
pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondirum kanan dan epigastrik , serta jumlah
diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar Hb, Ht, dan jumlah
trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila stelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian
dievaluasi 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembeasab plsma masih berlangsung
maka permberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila niali Ht menurun, berarti
terjadi perdarahan (internal bleeding) makan pada penderita diberikan trasnfusi darah segar
10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat
cairan tersebut. Pemberian koloid sneidir mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20
ml/kgBB dan dievaluasi setalah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk
memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian
koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 u/hari). Bial
dikaukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu
renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Komplikasi
 Perdarahan Spontan. Ditandai dengan epistaksis yang tidak terkendali walaupun sudah
dipakaikan tampon hidung, hematemesis, melena, hematoskezia, hematuria, perdarahan
otak, atau perdarahan tersembunyi di tempat lainnya dengan jumlah perdarahan 4 – 5
ml/kg/jam.
 Dengue Shock Syndrome/DSS/Sindrom Syok Dengue/SSD. Gejalanya seperti yang
sudah dipaparkan di DHF Grade IV: kesadaran menurun, tekanan darah dan nadi tidak
teratur, pemeriksaan lab darah rutin menunjukkan trombositopenia < 100.000 &
kenaikan Ht > 20% (adanya bukti plasma leakage).
 ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) yang berasal dari efusi pleura masif,
edema paru akut, dan asites. Gejala awalnya : dyspnea, retraksi sela iga, wheezing,
perkusi thorax redup karena efusi pleura massif, perut tegang karena asites, JVP
meningkat. Gejala akhir : frothy sputum karena edema paru, syok ireversibel.
Konsultasi dan Rujukan : Dilakukan konsultasi atau rujukan ke dokter spesialis penyakit
dalam begitu diagnosis ditegakkan.

Pada pasien ini dilakukan tatalaksana berupa tirah baring, pemberian cairan infus PZ
20 tpm/ hari dan diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal. Diberikan sistenol per oral 3 x 1
bila demam. Diberikan juga injeksi pumpitor 1 x 1, injeksi ondansentro 3 x 1, serta antasida
sirup peroral 3 x 1 sebagai pengobatan simptomatis mual dan muntah. Pada pasien
diberikan Hepabalance per oral 2 x 1, karena didapatkan gangguan fungsi hati
(SGOT>1000 u/l)
Pada pasien dilakukan koreksi kalium dengan pemberian infus drip KCL 25 meq/ PZ
500 cc/ 8 jam karena hasil laboratorium tanggal 7 Maret 2019 menunjukan jumlah kalium
23,2 mmol/l. lalu dilakukan cek laboratorium post koreksi tanggal 8 Maret 2019 hasilnya
3,7 mmol/l. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian KSR per oral 1 x 1.
Pada pasien dilakukan koreksi cairan dan pemeriksaan Darah lengkap Serial setiap
hari. Pada tanggal 9 Maret 2019 pasien mengeluh batuk kering sehingga diberi tambahan
terapi Codein 3 x 20 mg. Terapi diatas sudah sesuai dengan infeksi virus dengue. Pasien
juga telah diedukasi mengenai penyebab keluhan yang sekarang, rencana diagnosis dan
terapi yang akan dilakukan pada pasien serta prognosis dan komplikas

Madiun, 17 Mei 2019


Dokter Pendamping Dokter Internship

dr.Donna Dwi Yudhawati, MMR dr. Audriana Hutami Putri

Dokter Pembimbing

dr. Agus Suprapto, Sp.PD


Lampiran I

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

Waktu Anamnesis & Assessment Plan


Pemeriksaan
7 Maret S: - DHF grade I - Rawat inap
2019 Pasien mengeluh demam - Inf PZ 20 tpm/hari
naik turun (+) mual (+) - Diet lunak TKTP
muntah (+) 5-10x/hari. rendah lemak 1900
Nyeri sendi (+) nyeri kkal
kepala (+) nyeri ulu hati - Inj Pumpitor 1 x 1
(+) - Inj Ondansentron 3
x1
O: - Po Sanmol 3 x 1
KU: sakit sedang , CM - Po Antasida syr 3 x
TTV: T : 110/80 mmHg,
1
N: 86x/menit, RR:
0
- Infus drip KCL 25
18x/menit, S: 36,8 C
meq/ PZ 500 cc/ 8
Kepala/leher : dbn
jam, diulang 2 kali
Paru : vesikular +/+;
lalu cek lab post
rhonki -/-; wheezing -/-
koreksi
Jantung : S1S2 normal,
murmur (-); gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
akral hangat (+).

8 Maret S: - DHF Grade I - Rawat inap


2019 Pasien mengeluh demam - Nonspecific - Inf PZ 20 tpm/hari
naik turun (+) mual (+) reactive hepatitis - Diet lunak TKTP
muntah 1x (+) Nyeri rendah lemak 1900
sendi (+) nyeri kepala kkal
(+) nyeri ulu hati (+) - Inj Pumpitor 1 x 1
- Inj Ondansentron 3
O: x1
KU: sakit sedang , CM
TTV: T : 110/70 mmHg, - Po Sistenol 3 x 1
N: 80x/menit, RR: - Po Antasida syr 3 x
0
20x/menit, S: 36,5 C 1
Kepala/leher : dbn - Po KSR 1 x 1
Paru : vesikular +/+; - Po Hepabalance 2 x
rhonki -/-; wheezing -/- 1
Jantung : S1S2 normal,
murmur (-); gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
Akral hangat (+)

9 Maret S: - DHF Grade I - Rawat inap


2019 Demam (-) mual (+) - Nonspecific - Inf PZ 20 tpm/hari
muntah (-) Nyeri sendi reactive hepatitis - Diet lunak TKTP
(+) nyeri kepala (-) nyeri rendah lemak 1900
ulu hati (+) batuk (+) kkal
- Inj Pumpitor 1 x 1
O: - Inj Ondansentron 3
KU: sakit sedang , CM x1
TTV: T : 90/60 mmHg, - Po Sistenol 3 x 1
N: 86x/menit, RR: - Po Antasida syr 3 x
0
20x/menit, S: 36,8 C
1
Kepala/leher : dbn
- Po KSR 1 x 1
Paru : vesikular +/+;
- Po Hepabalance 2 x
rhonki -/-; wheezing -/-
1
Jantung : S1S2 normal,
- Po Codein 3 x 20
murmur (-); gallop (-)
mg
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
Akral hangat (+)

10 Maret S: - DHF Grade I - Rawat inap


2019 Demam (-) mual (+) - Nonspecific - Inf PZ 20 tpm/hari
muntah (-) Nyeri reactive hepatitis - Diet lunak TKTP
sendi (-) nyeri kepala (-) rendah lemak 1900
nyeri ulu hati (+) namun kkal
sudah berkurang, batuk - Inj Pumpitor 1 x 1
(+) - Inj Ondansentron 3
x1
O: - Po Sistenol 3 x 1
KU: sakit sedang , CM - Po Antasida syr 3 x
TTV: T : 120/80 mmHg, 1
N: 76x/menit, RR: - Po KSR 1 x 1
0
20x/menit, S: 36,5 C - Po Hepabalance 2 x
Kepala/leher : dbn 1
Paru : vesikular +/+; - Po Codein 3 x 20
rhonki -/-; wheezing -/- mg
Jantung : S1S2 normal,
murmur (-); gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
Akral hangat (+)

11 Maret S: - DHF Grade I - Rawat inap


2019 Demam (-) mual (-) - Nonspecific - Inf PZ 20 tpm/hari
muntah (-) Nyeri reactive hepatitis - Diet lunak TKTP
sendi (-) nyeri kepala (-) rendah lemak 1900
nyeri ulu hati (+) namun kkal
berkurang, batuk (+) - Inj Pumpitor 1 x 1
- Inj Ondansentron 3
O: x1
KU: sakit sedang , CM - Po Sistenol 3 x 1
TTV: T : 130/80 mmHg, - Po Antasida syr 3 x
N: 80x/menit, RR:
0
1
20x/menit, S: 36,5 C
- Po KSR 1 x 1
Kepala/leher : dbn
- Po Hepabalance 2 x
Paru : vesikular +/+;
1
rhonki -/-; wheezing -/-
- Po Codein 3 x 20
Jantung : S1S2 normal,
mg
murmur (-); gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
Akral hangat (+)

12 Maret S: - DHF Grade II - KRS


2019 Demam (-) mual (-) - Nonspecific
muntah (-) Nyeri reactive hepatitis
sendi (-) nyeri kepala (-)
nyeri ulu hati (-) batuk
(-)

O:
KU: sakit sedang , CM
TTV: T : 130/80 mmHg,
N: 80x/menit, RR:
0
20x/menit, S: 36,5 C
Kepala/leher : dbn
Paru : vesikular +/+;
rhonki -/-; wheezing -/-
Jantung : S1S2 normal,
murmur (-); gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
Akral hangat (+)

Anda mungkin juga menyukai