Laporan Kasus DHF (Audriana) - 1
Laporan Kasus DHF (Audriana) - 1
2. Riwayat Pengobatan :
Pada tanggal 4 Maret 2018 pagi pasien sudah berobat ke IGD RS Griya Husada dan
dilakukan rawat jalan. Pasien diberi obat penurun panas (Paracetamol) dan penghilang rasa
nyeri (pasien tidak ingat nama obat) namun pasien mengatakan keluhan tidak membaik.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien merupakan seorang pegawai negeri sipil. Pasien biasanya bekerja dari pukul 07.00
WIB hingga 15.00 WIB dan beristirahat pukul 12.00 WIB selama 60 menit.
7. Riwayat Vaksin: -
8. Lain-lain :
PEMERIKSAAN FISIK : Tanggal 12 Maret 2019 pukul 09.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, teraba kuat
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi O2 : 99% (udara bebas)
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 59 kg
Status Gizi : Normal (BMI 22,2 kg/m2)
› Pemeriksaan Kepala
› Kepala : Normocephal. A/I/C/D : -/-/-/-
› Rambut : Alopecia (-), effuvlium (-), gangguan pigmentasi (-)
› Wajah : Pucat (-), icterus (-), eritema (-)
› Mata :Eksopthalmos (-/-), enofthalmos (-/-), gangguan gerak bola mata (-/-),
nistagmus (-/-), kelainan palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
› Telinga : Sekret (-/-)
› Hidung: Sekret (-/-), gangguan fungsi penghidu (-), nafas cuping hidung (-)
› Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis (-)
› Faring & Laring : Hiperemis (-)
› Pemeriksaan Leher
› Inspeksi : Tampak simetris, massa (-), pembesaran limfonodi (-), jaringan parut (-)
› Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-)
› Pemeriksaan Trachea : Deviasi trachea (-)
› Pemeriksaan Kel. Tiroid : Pembesaran tiroid (-), bruit (-)
› Pemeriksaan Thoraks
Paru
› Inspeksi: Tampak simetris, retraksi (-), deformitas (-), ketertinggalan gerak (-)
› Palpasi : Gerak nafas simetris, nyeri (-), krepitasi (-)
› Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
› Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung
› Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
› Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra
› Perkusi :Batas jantung kanan ICS IV linea midklavikularis dextra
Batas jantung kiri ICS VI linea midklavikularis sinistra
Batas jantung atas ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung di ICS III linea parasternalis sinistra
› Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)
› Pemeriksaan Abdomen
› Inspeksi:Sikatriks (-), striae (-), bentuk dinding abdomen datar, dinding abdomen
simetris
› Auskultasi:BU (+) normal, 16 x/menit
› Palpasi: Soepel, Murphy Sign (-), nyeri tekan di RUQ (+), hepar teraba 2 cm
dibawah arcus costae dan lien tidak teraba, massa (-)
› Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen
› Pemeriksaan Ren : Ginjal tidak teraba, nyeri ketok ginjal (-/-)
› Pemeriksaan Lien : Splenomegali (-)
› Pemeriksaan Asites : Undulasi (-), pekak alih (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tanggal 7 Maret 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi Hb 14,3 12 -18 g/dL
Leukosit 3,7 4.000- 9.000 sel/µL
- Neutrofil 77,7 42 – 85 %
- Limfosit 14,4 11 – 49 %
- Monosit 4,7 0–9%
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,2 0–2%
Hematokrit 45,0 36-56 %
Trombosit 23.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,45 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 58,4 42 – 85 %
- Limfosit 29,1 11 – 49 %
- Monosit 8,8 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,1 0–6%
- Basofil 1,6 0–2%
Hematokrit 48,4 36-56 %
Trombosit 20.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,88 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 47,1 42 – 85 %
- Limfosit 31,0 11 – 49 %
- Monosit 18,3 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 1,7 0–6%
- Basofil 1,9 0–2%
Hematokrit 47,2 36-56 %
Trombosit 24.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,76 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 41,4 42 – 85 %
- Limfosit 40,5 11 – 49 %
- Monosit 13,6 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,3 0–6%
- Basofil 2,2 0–2%
Hematokrit 41,8 36-56 %
Trombosit 38.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,06 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 43,7 42 – 85 %
- Limfosit 43,8 11 – 49 %
- Monosit 9,1 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,4 0–2%
Hematokrit 39,7 36-56 %
Trombosit 80.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 8,6 4,0-9,0 juta sel/ µL
Bilirubin Total 1,37 0,20-1,00 mg/dl
Bilirubin Direct 0,81 <0,25 mg/dl
Faal Hati SGOT 218,3 0-37 u/l
SGPT 195,7 0-40 u/l
Albumin 3,35 3,5-5,2 g/dl
9. Assessment
› DHF grade 1
› Non specific reactive hepatitis
10. Planning
Diagnosis : -
Farmakologis:
Tanggal 7 Maret 2019
› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sanmol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Infus drip KCL 25 meq/ PZ 500 cc/ 8 jam, diulang 2 kali lalu cek lab post koreksi
Monitoring:
› Keluhan (demam, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri kepala)
› Intake minum dan makan
› Keadaan umum
› Tanda-tanda vital
› Hasil laboratorium
Edukasi:
› Tirah baring
› Menjelaskan penyebab keluhan yang sekarang
› Menjelaskan rencana diagnosis dan terapi yang akan dilakukan pada pasien
› Menjelaskan prognosis dan komplikasi kepada pasien dan keluarga
Daftar Pustaka :
1. Suhendra, Nainggoalan L, Chen K, Pohan HT. In : Setiati S, Alwi I, Sudoyo A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta : Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Diponegoro.
2014. p. 539-48
2. Hedi U, Rusli M. In : Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga
University Press. 2015. p. 728-35.
3. Jamil KF. Gambaran Gangguan Fungsi Hati pada Penderita Infeksi Virud Dengue di
Banda Aceh. 2008; 08(3). p. 135-6.
4. Supriatna M. 2004. Gangguan Fungsi Hati Pada Demam Berdarah Dengue (DBD).
Semarang : Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
5. Gunawan P. Studi Kasus Terhadap Gagal Hati Akut Sebagai Komplikasi Langka
Infeksi Dengue. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan.
2018; 02(1). p. 176-85.
6. Ahmed F. Dengue and The Liver. SM Journal of Hepatitis Research and Treatment.
2015; 01(1). p. 1002.
7. Tan JM, Hui NW, Thoon KC, Chong CY. 2016. Dengue Fever Associated Liver
Failure. DOI : 10.21767/2573-0282.100031. Accessed March 24, 2019.
8. Bandara I, Dalugama C. Dengue Hemorrhagic Fever Complicated with Acute Liver
Failure. J Med Case. 2017;11. p. 341.
9. Fernando S, Wijewckrama A. Patterns and Causes of Liver Involvement in Acute
Dengue Infectin. BMC Infect Dis. 2016; 16. p. 319.
10. Lee LK, Gan VC. Clinical Relevance and Discriminatory Value of Elevated Liver
Aminotransferase Levels for Dengue Severity. Plos Negl Tropical Disease. 2012;
06(6). p. 167.
11. Samanta J, Sharma V. Dengue and Its Effects on Liver. Wordl J Clin Cases. 2015;
3(2). p. 125-31
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
2. Mampu memberikan penatalaksanaan awal terkait DHFsesuai dengan kompetensi
dokter umum, melakukan rujukan/konsultasi dengan tepat
3. Mampu memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai DHF
2. Objektif :
PEMERIKSAAN FISIK : Tanggal 12 Maret 2019 pukul 09.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi O2 : 99% (udara bebas)
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 59 kg
Status Gizi : Normal (BMI 22,2 kg/m2)
Pemeriksaan Kepala : Dalam batas normal
Pemeriksaan Leher : Dalam batas normal
Pemeriksaan Thoraks : Jantung dan parudalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Nyeri tekan di RUQ (+) Hepatomegali (2 jari dibawah
arcus costae)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tanggal 7 Maret 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 14,3 12 -18 g/dL
Leukosit 3,7 4.000- 9.000 sel/µL
- Neutrofil 77,7 42 – 85 %
- Limfosit 14,4 11 – 49 %
- Monosit 4,7 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,2 0–2%
Hematokrit 45,0 36-56 %
Trombosit 23.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,45 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 58,4 42 – 85 %
- Limfosit 29,1 11 – 49 %
- Monosit 8,8 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,1 0–6%
- Basofil 1,6 0–2%
Hematokrit 48,4 36-56 %
Trombosit 20.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,88 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 47,1 42 – 85 %
- Limfosit 31,0 11 – 49 %
- Monosit 18,3 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 1,7 0–6%
- Basofil 1,9 0–2%
Hematokrit 47,2 36-56 %
Trombosit 24.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,76 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 41,4 42 – 85 %
- Limfosit 40,5 11 – 49 %
- Monosit 13,6 0–9%
Hematologi
- Eusinofil 2,3 0–6%
- Basofil 2,2 0–2%
Hematokrit 41,8 36-56 %
Trombosit 38.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 5,06 4,0-9,0 juta sel/ µL
- Neutrofil 43,7 42 – 85 %
- Limfosit 43,8 11 – 49 %
Hematologi - Monosit 9,1 0–9%
- Eusinofil 2,0 0–6%
- Basofil 1,4 0–2%
Hematokrit 39,7 36-56 %
Trombosit 80.000 120.000-380.000 sel/µL
Eritrosit 8,6 4,0-9,0 juta sel/ µL
Bilirubin Total 1,37 0,20-1,00 mg/dl
Bilirubin Direct 0,81 <0,25 mg/dl
Faal Hati SGOT 218,3 0-37 u/l
SGPT 195,7 0-40 u/l
Albumin 3,35 3,5-5,2 g/dl
3. Assessment :
Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendri yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(1)
Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis antara
lain tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Data dari seluruh dunia
menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap
tahunnya. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD meningkat dari dibawah 100.000 kasus
pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000 kasus pada tahun 90an. Sementara itu, terhitung
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. (2,3)
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun
terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus
DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. (2,3)
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluraga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diamtere 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Virus dengue memiliki 3 protein struktural dan 7 protein non-struktural (NS).
Diantara 7 protein struktural, envelope glycoprotein atau yang sering kita kenal dengan NS-
1 merupakan salah satu protein yang sering dideteksi bagi pasien tersangka infeksi virus
dengue.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Ketika seseorang
terinfeksi degan serotipe manapun, maka orang tersebut akan mendapatkan kekebalan
seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Seringkali infeksi kedua kali dengan serotipe
lainnya atau infeksi virus multiple (terinfeksi lebih dari serotipe dalam satu waktu) menjadi
penyebab keparahan dari infeksi dengue yaitu dengue shock syndrome.(1,4,5)
Virus dengue ditularkan ke manusia melalu gigitan nyamuk. Aedes aegypti adalah
vektor dengue yang tersering. Virus berkembang pada tubuh nyamuk selama 1-2 minggu
dan ketika mencapai kelenjar ludah nyamuk, virus dapat bertransmisi pada manusia saat
nyamuk menghisap darah manusia. Setelah nyamuk yang infeksius menggigit manusia,
virus akan bereplikasi pembuluh limfa dan selama 2-3 hari akan menyebar ke seluruh tubuh
melalui darah. Virus bersirkulasi dalam darah selama 4-5 hari selama masa demam dan
akan hilang dalam waktu sehari ketika suhu tubuh menurun. (1,4,5)
Patogenesis
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa menkanisme imunopatologis berperan
terhadap terjadinya DBD dan bentuk yang lebih parah berupa DSS. Adapun respon imun
yang berperan adalah: (1)
1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi oleh
antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchanment.
2. Limfosit T berupa T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperdan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue.
3. Monosit dan makrofag berperan pada fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus meningkat.
4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan tebrentuknya C3a dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsted dan
penelitian lain menyatakan : (1)
1. Menurut pendapat Halstead, DBD terjadi jika seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan serotype yang berbeda. Hal ini menyebabkan reaksi anamnestik antibodi yang
menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
2. Kompleks imun – antibodi tersebut mengaktivasi makrofag dan selanjutnya
difagositosis oleh makrofag. Infeksi pada makrofag akan mengaktivasi komplemen
(yang menyebabkan terbentuknya pula C3a dan C5a), T helper dan T sitotoksik yang
kemudian berdiferensiasi menjadi Th1 (yang memproduksi IF-ɣ, IL-2, limfokin) dan
Th2 (yang memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, IL-10).
3. IF-ɣ yang berasal dari Th1 akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai
mediator inflamasi seperti TNFα, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamin. IL-1 terutama bertindak sebagai pirogen endogen dan menyebabkan demam,
sementara semua mediator yang telah disebutkan tadi menyebabkan disfungsi endotel
dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a karena aktivasi komplemen
juga menyebabkan kebocoran plasma.
4. Trombositopenia terjadi karena supresi sumsum tulang, juga terjadi destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit.
Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi : (1,7)
1. Demam atau riwayat demam akut, 2-7 hati, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bending positif.
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahn gusi), atau perdarah dari
tempat lain.
Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoalbuminemia.
Berdasarkan panduan yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) pada tahun
2009, demam dengue terbagi menjadi tiga bagian, yakni :
4. PLAN
Diagnosis : -
Farmakologis:
Tanggal 7 Maret 2019
› Rawat inap
› Inf PZ 20 tpm/hari
› Diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal
› Inj Pumpitor 1 x 1
› Inj Ondansentron 3 x 1
› Po Sanmol 3 x 1
› Po Antasida syr 3 x 1
› Infus drip KCL 25 meq/ PZ 500 cc/ 8 jam, diulang 2 kali lalu cek lab post koreksi
Monitoring:
› Keluhan (demam, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri kepala)
› Intake minum dan makan
› Keadaan umum
› Tanda-tanda vital
› Hasil laboratorium
Edukasi:
› Tirah baring
› Menjelaskan penyebab keluhan yang sekarang
› Menjelaskan rencana diagnosis dan terapi yang akan dilakukan pada pasien
› Menjelaskan prognosis dan komplikasi kepada pasien dan keluarga
Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemerliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien haru stetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral asien tidak mampu diperthankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dnegan
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada
pasien dewasa berdasarkan kriteria :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness
Komplikasi
Perdarahan Spontan. Ditandai dengan epistaksis yang tidak terkendali walaupun sudah
dipakaikan tampon hidung, hematemesis, melena, hematoskezia, hematuria, perdarahan
otak, atau perdarahan tersembunyi di tempat lainnya dengan jumlah perdarahan 4 – 5
ml/kg/jam.
Dengue Shock Syndrome/DSS/Sindrom Syok Dengue/SSD. Gejalanya seperti yang
sudah dipaparkan di DHF Grade IV: kesadaran menurun, tekanan darah dan nadi tidak
teratur, pemeriksaan lab darah rutin menunjukkan trombositopenia < 100.000 &
kenaikan Ht > 20% (adanya bukti plasma leakage).
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) yang berasal dari efusi pleura masif,
edema paru akut, dan asites. Gejala awalnya : dyspnea, retraksi sela iga, wheezing,
perkusi thorax redup karena efusi pleura massif, perut tegang karena asites, JVP
meningkat. Gejala akhir : frothy sputum karena edema paru, syok ireversibel.
Konsultasi dan Rujukan : Dilakukan konsultasi atau rujukan ke dokter spesialis penyakit
dalam begitu diagnosis ditegakkan.
Pada pasien ini dilakukan tatalaksana berupa tirah baring, pemberian cairan infus PZ
20 tpm/ hari dan diet lunak TKTP rendah lemak 1900 kkal. Diberikan sistenol per oral 3 x 1
bila demam. Diberikan juga injeksi pumpitor 1 x 1, injeksi ondansentro 3 x 1, serta antasida
sirup peroral 3 x 1 sebagai pengobatan simptomatis mual dan muntah. Pada pasien
diberikan Hepabalance per oral 2 x 1, karena didapatkan gangguan fungsi hati
(SGOT>1000 u/l)
Pada pasien dilakukan koreksi kalium dengan pemberian infus drip KCL 25 meq/ PZ
500 cc/ 8 jam karena hasil laboratorium tanggal 7 Maret 2019 menunjukan jumlah kalium
23,2 mmol/l. lalu dilakukan cek laboratorium post koreksi tanggal 8 Maret 2019 hasilnya
3,7 mmol/l. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian KSR per oral 1 x 1.
Pada pasien dilakukan koreksi cairan dan pemeriksaan Darah lengkap Serial setiap
hari. Pada tanggal 9 Maret 2019 pasien mengeluh batuk kering sehingga diberi tambahan
terapi Codein 3 x 20 mg. Terapi diatas sudah sesuai dengan infeksi virus dengue. Pasien
juga telah diedukasi mengenai penyebab keluhan yang sekarang, rencana diagnosis dan
terapi yang akan dilakukan pada pasien serta prognosis dan komplikas
Dokter Pembimbing
O:
KU: sakit sedang , CM
TTV: T : 130/80 mmHg,
N: 80x/menit, RR:
0
20x/menit, S: 36,5 C
Kepala/leher : dbn
Paru : vesikular +/+;
rhonki -/-; wheezing -/-
Jantung : S1S2 normal,
murmur (-); gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+)
/normal, nyeri tekan di
RUQ (+) hepatomegali
(+)
Ekstremitas : CRT<2s,
Akral hangat (+)