Anda di halaman 1dari 16

KUP Revisi Omnibuslaw UU Cipta Kerja

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan yang diampu
oleh Yohanes August Goenawan, S.E., M.Ak.

Oleh:
Fabella Lasma Ardina (1816120016) Nurul Hidayah (1816120049)
Siti Soleha (1816120057) Widya Widiyastika (1816120154)
Tita (1816120010) Muhamad Kodir (1816120114)
Tarsisius Supardi(1816120229) Iik Tazkiyah (1816120090)
Yuli Indrawati (1816120165) Kiki Rizki Amalia (1816120099)
Ati Januariyanti (1816120042) Nadia Bella S Silaban (1816120060)
M. Noer Syaiful Istikom (1816120130) Tia Mulyani (1816120160)
Mohammad Miftah Zaini (1816120121) Nurkilla Ekawati (1816120025)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) PUTRA PERDANA INDONESIA
Jl. Citra Raya Utama Barat, Griya Harsa II Blok I 10 No. 29, Cikupa – Kab Tangerang
15710
 021 – 5961609  info@stieppi.ac.id
 www.stieppi.ac.id
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “KUP Revisi Omnibuslaw UU Cipta Kerja” dengan mata
kuliah "Perpajakan". Tak lupa kami sebagai penulis mengahanturkan shalawat
beserta salam kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi teratasi.
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pajak
1. Pengertian Omnibuslaw Cipta Kerja .............................................. 5
2. Pengertian KUP ............................................................................... 5
3. Tujuan Klaster Perpajakan di UU Cipta Kerja ................................. 5
4. Perubahan UU KUP di UU Cipta Kerja ............................................ 6
5. Perubahan Sanksi Administrasi Pasal 8 UU KUP ............................ 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang digunakan untuk
pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan
sebagai alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan
penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat
guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional. Alokasi pajak
tidak hanya diberikan kepada rakyat yang membayar pajak tetapi juga untuk
kepentingan rakyat yang tidak membayar pajak (Ita Salsalina Lingga, 2012).
Sesuai dengan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007,
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Proses pemungutan pajak ini dilakukan oleh instansi pemerintah yaitu
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang secara struktural dibawah Kementerian
Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas dan kewajiban untuk
memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya dengan semaksimal mungkin. Seiring dengan
bertambahnya jumlah Wajib Pajak maka disyaratkan adanya peningkatan
kualitas pelayanan. Pada zaman modern Direktorat Jenderal Pajak telah
melakukan perkembangan pelayanan perpajakan dengan melakukan
modernisasi perpajakan. DJP melakukan modernisasi sistem administrasi
perpajakan guna meningkatkan penerimaan negara (Ita Salsalina Lingga, 2012).
Sistem perpajakan dikenal tiga sistem yaitu, Official Assesment System
merupakan wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus inisiatif untuk
memenuhi kewajiban perpajakan berada pada fiskus. Witholding System, yaitu
pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Self Assesment System, yaitu sistem yang memberikan wewenang

1
untuk memenuhi hak dan kewajiban ada pada wajib pajak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku (Mujiyati dan M. Abdul Aris, dalam Anisya
Diah Purwati, 2012).
Berdasarkan UU. No 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP), Indonesia menganut sistem pemungutan pajak self
assesment system, yaitu wajib pajak sendiri yang menghitung, menyetorkan
dan melaporkan pajaknya ke negara. Pada sistem ini wajib pajak yang aktif,
sedangkan aparat perpajakan sifatnya hanya mengawasi dan membina wajib
pajak. Melihat kondisi yang demikian maka Direktorat Jenderal Pajak berusaha
untuk menyederhanakan sistem dan prosedur perpajakan agar Wajib Pajak bisa
lebih mudah melakukan aktivitas perpajakan yaitu mendaftar, menghitung,
meyetorkan, dan melaporkan pajaknya. Kelemahan self assessment system yang
memberikan kepercayaan pada Wajib Pajak untuk mendaftar, menghitung,
menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak terutang, dalam praktiknya sulit
berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan disalah gunakan. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak patuh,
kesadaran Wajib Pajak yang masih rendah atau kombinasi keduanya, sehingga
membuat Wajib Pajak enggan untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.
Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih,
dalam hal ini ditandai dengan era digital menjadikan peluang sekaligus
tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu perubahan bentuk
layanan kepada Wajib Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
adalah adanya pelayanan berupa sebuah sistem pembayaran pajak dengan
sistem online; sistem monitoring pelaporan dan pembayaran pajak (e-payment),
pendaftaran NPWP (e-registration), pelaporan SPT dan pengiriman atau
penyampaian SPT (e-SPT) yang dapat dilakukan di kantor pos dan giro, serta
bank yang telah ditunjuk.
Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari
kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk
menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam
perhitungan, dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam
pembayaran tunggakan. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan

2
secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, seperti tax
avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas
Negara.
Permasalahan yang terjadi selama ini adalah antrian penyampaian SPT
dari wajib pajak yang memasuki jatuh tempo pelaporan dan petugas perekaman
data SPT yang sejumlahnya terbatas sehingga proses perekaman menjadi lambat
bahkan menjadi tunggakan perekaman. Agar dapat membantu pelayanan dalam
pelaporan dan perekaman data SPT secara cepat, tepat, dan akurat, maka
Direktorat Jenderal Pajak melakukan modernisasi perpajakan salah satu
penerapannya menggunakan elektronik SPT (e-SPT). Elektronik SPT atau e-SPT
adalah aplikasi (software) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT.
Kelebihan penggunaan aplikasi e-SPT yaitu penyampaian SPT dapat dilakukan
secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket, data
perpajakan terorganisasi dengan baik, sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan
data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis, penghitungan
dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer,
kemudahan dalam membuat laporan pajak, data yang disampaikan WP selalu
lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer
dan menghindari pemborosan kertas.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 6/PJ/2009, yang berisi
Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dalam Bentuk Elektronik
di jelaskan dalam Pasal 2 no 1 bahwa “Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT
dalam bentuk elektronik (e-SPT)” Dengan diterapkannya
sistem online dalam perpajakan diharapkan dapat meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak untuk melakukan pelaporan dan pembayaran pajak.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan penulis bahas dalam makalah ini:
1. Apa yang dimaksud dengan Omnibuslaw Cipta Kerja?
2. Apa yang dimaksud dengan KUP?
3. Apa tujuan klaster perpajakan di UU Cipta Kerja?
4. Apa saja perubahan UU KUP di UU Cipta Kerja?

3
5. Apa saja perubahan sanksi administrasi Pasal 8 UU KUP?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Omnibuslaw Cipta Kerja.
2. Untuk mengetahui apa itu KUP.
3. Untuk mengetahui tujuan klaster perpajakan di UU Cipta Kerja.
4. Untuk mengetahui perubahan UU KUP di UU Cipta Kerja.
5. Untuk mengetahui perubahan sanksi administrasi Pasal 8 UU KUP.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Omnibuslaw Cipta Kerja
Omnibus law adalah sebuah konsep penggabungan secara resmi atau
amandemen dari beberapa peraturan perundang-undangan, menjadi satu
bentuk undang-undang baru.
Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah penggabungan dari beberapa
undang-undang dengan memangkas beberapa pasal dari undang-undang
sebelumnya menjadi sebuah peraturan perundang-undangan yang lebih
sederhana.
B. Pengertian KUP
KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) adalah Hukum Formal
yang berisikan peraturan-peraturan mengenai tata cara pelaksanaan
pemungutan pajak oleh negara.
Substansi RUU Omnibus Law Perpajakan masuk dalam RUU Omnibus
Law Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR. Salah satu substansi
berkaitan dengan perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP).
Salah satu perubahan UU KUP yang masuk dalam klaster Perpajakan
RUU Cipta Kerja adalah terkait dengan pengaturan ulang sanksi administratif.
Adapun sanksi administratif yang diubah salah satunya adalah pada Pasal 8 UU
KUP.
“Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
diubah,”
C. Tujuan Klaster Perpajakan di UU Cipta Kerja
Adanya klaster perpajakan di UU Cipta Kerja ini sebagai penyesuaian
dari berbagai aspek pengaturan terkait investasi yang belum masuk dalam UU
2/2020.

5
Perubahan undang-undang dalam klaster perpajakan di UU Cipta Kerja
lebih kepada hal-hal yang berkaitan dengan ekosistem investasi.
Harapannya, ada kepastian hukum bagi pelaku usaha atau investor
untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia, pada akhirnya
meningkatkan daya beli masyarakat dan mengerek pertumbuhan ekonomi.
D. Perubahan UU KUP di UU Cipta Kerja
1. Penurunan Sanksi Telat Lapor SPT dan Kurang Bayar Pajak
Sebelumnya, pengenaan sanksi terlambat dan kurang bayar pajak sebesar 2%
per bulan dalam UU KUP No. 6/1983 yang diubah dengan UU 16/2009. Pada
UU Cipta Kerja, diubah menjadi disesuaikan dengan tingkat atau tarif suku
bunga acuan per bulan.
a) Jika pembetulan SPT dan utang pajak jadi lebih besar.
Apabila WP membetulkan sendiri SPT-nya yang mengakibatkan utang
pajak menjadi lebih besar, maka sanksinya dikenakan tarif bunga per
bulan yang ditetapkan Menkeu dihitung berdasarkan suku bunga acuan
ditambah 5% dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya
penghitungan sanksi, paling lama 24 bulan.
Hal ini tertuang dalam Pasal 8 ayat (2b).
b) Jika kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan/Masa
Apabila kurang bayar terjadi karena pembetulan SPT Tahunan/Masa,
akan dikenakan sanksi dengan tarif bunga per bulan yang ditetapkan
Menkeu dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12,
paling lama 24 bulan.
c) Jika tidak melunasi SPT yang kurang bayar
Jika WP tidak melunasi SPT kurang bayar akibat pengungkapan
ketidakbenaran pengisian sesuai batas waktu yang ditentukan, akan
dikenakan tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menkeu dihitung
berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dan dibagi 12, paling lama
24 bulan.
d) Terlambat membayar PPh Pasal 29 SPT Tahunan
Keterlambatan pembayaran PPh 29 dalam SPT Tahunan akan dikenakan
sanksi denda dengan tarif bunga per bulan ditetapkan Menkeu dihitung

6
berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12, paling lama 24
bulan.
e) Jika terlambat bayar SPT Masa
Jika terlambat melakukan pembayaran SPT Masa dikenakan sanksi tarif
bunga per bulan yang ditetapkan Menkeu dihitung berdasarkan suku
bunga acuan ditambah 5% dibagi 12 dan paling lama 24 bulan.
f) Jika telah mendapatkan SKPKB
Apabila tidak melunasi pajak kurang bayar dan telah memperoleh Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) akan dikenakan sanksi denda
dengan tarif bunga per bulan ditetapkan Menkeu dihitung berdasarkan
suku bunga acuan ditambah 15% dibagi 12 dan paling lama 24 bulan.

Dengan metode penghitungan baru ini hasilnya bisa lebih rendah dari
sanksi sebelumnya yang ada pada UU KUP.
Contoh:
Misal tingkat bunga acuan 8% kemudian ditambah 5% lalu dibagi 12.
Maka hasilnya sanksi dendanya sebesar sekira 1,08%.
2. Penurunan Sanksi Pelaporan Pajak Tidak Sesuai
Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak tidak benar dikenakan
denda 100%
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah
pajak yang kurang bayar pada saat pengungkapan pelaporan pajak yang
tidak benar ini lebih rendah dari yang sebelumnya tertulis pada UU KUP
yang sebesar 150%.
Sanksi ini dikenakan pada WP, yang:
a) Tidak menyampaikan SPT
b) Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
Ketentuan sanksi administrasi berupa denda 100% dari jumlah pajak
terutang ini tertuang dalam Pasal 8 ayat (3a).
3. Surat Tagihan Pajak
Denda kurang bayar atas STP bagi PKP

7
Dalam Pasal 14 ayat (3) dalam klaster perpajakan UU Cipta Kerja ini, jika
PPh Pengusaha Kena Pajak (PKP) kurang bayar akan dikenakan sanksi
administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan
Menkeu dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berkahirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak (STP).
4. PKP Tidak Terbitkan Faktur
Faktur tidak lengkap kena sanksi 1%
Dalam Pasal 14 ayat (5) klaster perpajakan UU Cipta Kerja, disebutkan
sanksi dalam STP karena PKP tidak menerbitkan faktur atau menerbitkan
faktur tidak lengkap akan dikenakan sanksi 1% dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP).
5. Sanksi Terkait SKPKBT
Denda terlambat bayar atas SKPKBT dan lainnya
STP keterlambatan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, Banding dan Pengajuan
Kembali, akan dikenakan sanksi bunga per bulan yang ditetapkan Menkeu
dihitung berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 dan maksimal 24 bulan.
6. Sanksi Penundaan Pembayaran
Bunga penundaaan pembayaran karena mengangsur
Besar sanksi bunga dari penundaan pembayaran karena mengangsur
dikenakan tarif bunga yang ditetapkan Menkeu dihitung berdasarkan suku
bunga acuan dibagi 12, maksimal 24 bulan.
Sedangkan bunga atas STP penundaan yang nilainya lebih kecil, dikenakan
tarif bunga yang ditetapkan Menkeu dihitung berdasarkan suku bunga
acuan dibagi 12, maksimal 24 bulan.
7. Penghentian Penyidikan
Sanksi denda tiga kali lipat
Dalam Pasal 44B klaster perpajakan UU Cipta Kerja, penghentian penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah WP melunasi
utang pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya dikembalikan dan

8
ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali jumlah
pajak yang tidak/kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
E. Perubahan Sanksi Administrasi Pasal 8 UU KUP
Berikut perincian ayat yang berubah atau ditambah :
1. Pasal 8 ayat (2)
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai
dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Sebelumnya: sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan.
2. Pasal 8 ayat (2a)
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Sebelumnya: sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan.
3. Pasal 8 ayat (2b)
Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) dihitung berdasarkan suku bunga
acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku
pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.
Sebelumnya: tidak ada.
4. Pasal 8 ayat (3)
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib
Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan
tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu:

9
a) tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b) menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan
huruf d, sepanjang mulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada
Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
5. Pasal 8 ayat (3a)
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Sebelumnya: sanksi administrasi berupa denda sebesar 150%.
6. Pasal 8 ayat (5)
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri
disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga
per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari pajak yang kurang
dibayar, yang dihitung sejak:
a) batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan berakhir
sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan; atau
b) jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran,
untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan
Masa, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
7. Pasal 8 ayat (5a)
Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah
10% (sepuluh persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal
dimulainya penghitungan sanksi.

10
Sebelumnya: sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%.

11
BAB III
KESIMPULAN
Omnibus law adalah sebuah konsep penggabungan secara resmi atau
amandemen dari beberapa peraturan perundang-undangan, menjadi satu bentuk
undang-undang baru.
Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah penggabungan dari beberapa undang-
undang dengan memangkas beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya menjadi
sebuah peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana.
KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) adalah Hukum Formal yang
berisikan peraturan - peraturan mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan pajak
oleh negara.

12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.wibowopajak.com/2013/01/artikel-tentang-kup-ketentuan-umum-
dan.html#:~:text=Pengertian%20KUP%20(Ketentuan%20Umum%20dan,pelaksanaan%2
0pemungutan%20pajak%20oleh%20negara.
https://news.ddtc.co.id/sanksi-administrasi-pasal-8-uu-kup-diubah-ini-perinciannya-
24496?page_y=2690
https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/isi-dan-poin-poin-omnibus-law-uu-cipta-kerja-
bidang-perpajakan/#c_Perubahan_UU_KUP_di_UU_Cipta_Kerja

Anda mungkin juga menyukai