Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Nilai-Nilai Kemanusian Keislaman Keindonesian dan Wawasan Kebangsaan


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegraan

Dosen Pengampu: Drs. H. Suhilman M. A.

Kelompok 5

Disusun Oleh:

Ananda Syaqqi Nurazizah (11200210000083)

Amelia Febrian Anggitasari (11200210000082)

Tiara Alim Rinawa (112002100000115)

PROGRAM BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWTyang telah memberi karunianya kepada kami, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nya.Sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas penilaian mata kuliah
Pendidikan Kewaarganegaraan yang membahas tentang Nilai-Nilai Kemanusian Keislaman
Keindonesian dan Wawasan Kebangsaan. Kami sebagai penyusun tidak pernah lepas dari
kesalahan dan kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karna itu,kami mohon maaf
atas segala kekurannganya.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Dengan segala kerendahan hati ,saran saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan dan para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah
lainnya pada waktu yang mendatang.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Nilai Kemanusian Dalam Pancasila


B. Nilai Keislaman Dalam Pancasila
C. Nilai Keindonesian
D. Wawasan Kebangsaan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan penting di Indonesia salah satunya adalah persoalan hubungan Islam


dan negara atau Islam dan keindonesiaan dalam kaitannya dengan gagasan Islam
dalam hal kemanusiaan, budaya dan dasar negara. Sebenarnya substansi Islam adalah
dalam hal etika Islam itu sendiri, bukan formalisasi yang bersifat fikih.1 Sekalipun
sebagian para aktivis Islam dan penulis Islam Indonesia mempertentangkan tentang
Islam dengan dasar negara di Indonesia yang tidak mendasarkan pada Islam tetapi
Pancasila. Sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim dianggap seharusnya
Indonesia berdasarkan Islam bukan Pancasila, bukan yang lainnya Dalam kaitan
dengan masalah umat Islam dan negara telah banyak dibahas bagaimana agar umat
Islam tidak mengalami “mati suri”.

Selain itu, terdapat pula persoalan yang beranggapan bahwa antara Islam
dengan budaya local merupakan hal yang bertabrakan karena Islam itu adalah
bersumber al-quran dan sunnah sementara budaya bersumber pada adat kebiasaan
yang berkembang di masyarakat. Oleh sebab itu, Islam sering bertabrakan dengan
budaya local. Sementara itu dapat 228 AFKARUNA ditemukan bahwa Islam itu
sebagian juga beradaptasi dan mengadopsi budaya local dalam praktek sehari-hari
sehingga Islam tidaklah anti budaya local. Islam itu gerakan kultural bukan ideologis,
karena itu menempatkan hal-hal yang bersifat budaya merupakan karakter khas Islam
Indonesia.Oleh sebab itu gagasan pribumisasi Islam, bukan arabisasi merupakan suatu
yang sangat penting. Persoalan-persoalan kemanusiaan dan keindonesiaan merupakan
hal yang terus menjadi perdebatan, sekalipun secara universal kemanusiaan tidaklah
bertentangan dengan Islam.

Menghadirkan dimensi kemanusiaan dari Islam di Indonesia merupakan hal


yang sangat relevan pada saat menghadapi globalisasi dimana masalah semakin
banyak.Namun ada saja yang mempersoalkan ketika kemanusiaan menjadi salah satu
landasan berislam di Indonesia. Demikian pula dengan keindonesiaan. Persoalan
Indonesia yang menjadi negara nasion state diangap menjadi problem yang akan terus
didiskusikan oleh pihak-pihak yang mengangap demokrasi dan Pancasila tidak sesuai
dengan Islam. Islam itu sesuai dengan kultur local dan demokrasi. Tampaknya apa
yang diperjuangan atau dipikirkan oleh Ahmad Syafii Maarif, Nurcholish Madjid dan
Abdurrahman Wahid, dapat kita kategorikan sebagai sebuah strategi memperjuangkan
pemikiran gagasan dari umat Islam Indonesia. Strategi tersebut harusnya saling
komplementer (saling melengkapi) bukan saling membunuh dan juga strategi
Islamisasi masyarakat, bukan sekedar Islamisasi negara. Dalam strategi tersebut
tergambar tentang Negara dan Dasar Negara Indonesia.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. NILAI KEMANUSIAAN DALAM PANCASILA

1. Pengertian sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Menurut Nurdiaman dan Setijo, Kemanusiaan yang adil dan beradab


mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai
dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda-bedakan agama, suku,
ras, dan keturunan. NKRI merupakan negara yang menjungjung tinggi hak asasi
manusia (HAM), negara yang memiliki hukum yang adil dan negara berbudaya yang
beradab. Negara ingin menerapkan hukum secara adl berdasarkan supremasi hukum
serta ingin mengusahakan pemerintah yang bersih dan berwibawa, di samping
mengembangkan budaya IPTEK berdasarkan adab cipta, karsa, dan rasa serta karya
yang berguna bagi nusa dan bangsa, tanpa melahirkan primordial dalam budaya.

Keanekaragaman masyarakat Indonesia selain dapat menjadi kebanggaan


namun dapat pula menjadi suatu ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Adanya
keanekaragaman memungkinkan suatu komunitas masyarakat dapat memilih untuk
hidup berkelompok dengan orang lain yang mungkin saja berbeda dengan ras, suku,
budaya atau bahasa yang dimiliki.  Namun adanya keberagaman ini kondusif pula
menjadikan kelompok-kelompok tersebut saling membeci berdasarkan perbedaan
yang ada di antara mereka.

Menghadapi tantangan ke depan, bangsa Indonesia harus waspada dan siap


dalam menghadapi era globalisasi seperti di bidang ekonomi, kemudian ancaman
bahaya laten terorisme, komunisme dan fundamentalisme. Hal-hal tersebut menjadi
suatu tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia, yang bilamana  kita sebagai suatu
bangsa tidak bisa bersatu alias dalam kondisi terpecah belah, maka besar
kemungkinan bangsa kita akan gagal dalam menghadapi tantangan-tantangan
tersebut.

Sila kedua yakni “kemanusiaan yang adil dan beradab” sangatlah penting pada
situasi seperti ini. Bila masyarakat Indonesia menerapkan sila kedua secara baik,
maka Indonesia mempunyai kemungkinan yang kokoh dalam menghadapi tantangan-
tantangan dunia pada saat ini. Jadi sila kedua dapat dikatakan sebagai salah satu jaring
pengaman atas permasalahan yang ditimbulkan arus globalisasi.
B. NILAI KEISLAMAN DALAM PANCASILA

a. Sila Pertama; Ketuhanan Yang Maha EsaBanyak kalangan yang menghendaki


agama mayoritas–Islam–menjadi dasar negara, tetapi hal itu ditentang oleh
kelompok lain yang menilai bahwa ada hak-hak pemeluk agama lain yang
minoritas. Sangat penting untuk mengakui bahwa ada kelompok minoritas dari
kewarganegaraan sehingga tidak terjadi diskriminasi. Sila pertama ini ditetapkan
sebagai alternatif dari pembentukan Islam. Sila pertama ini menjamin hak-hak
pemeluk agama lain, sejauh agama itu diakui oleh negara.4 Membangun Indonesia
merdeka bukan berdasar atas kesamaan keagamaan, tetapi berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagaimana yang diung-kapkannya pada pidato 1
Juni 1945:Prinsip yang kelima hendaknya; Menyusun Indonesia merdeka de-ngan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Prinsip ketuhanan! Bukan saja bangsa
Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan
Tuhannya sendiri.

Konsep ini menunjukkan bahwa dasar kehidupan bernegara rakyat


Indonesia adalah ketuhanan. Di dalam Islam, konsep ini biasa disebut hablum min
Allah yang merupakan esensi dari tauhid berupa hubungan manusia dengan Allah
Swt.

b. Sila Kedua; Kemanusiaan yang Adil dan BeradabSila kedua dari Pancasila ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia meng-hargai dan menghormati hak-hak
yang melekat dalam diri pribadi manusia tanpa terkecuali. Jika hubungan manusia
dengan Tuhannya ditunjukkan pada sila pertama, maka hubungan sesama manusia
ditunjukkan pada sila kedua. Konsep Hablum min an-nass (hubungan sesama
manusia) dalam bentuk saling menghargai sesama manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang beradab. Tidak ada perbedaan dalam hak dan kewajiban
sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan, artinya tidak boleh ada diskriminasi antar
umat manusia. prinsip ini terlihat dalam ayat al-Qur’an surat al-Maa’idah, ayat 8
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran). Karena Allah, menjadi saksi de-ngan adil
dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendo rong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, ka-rena adil itu lebih dekat kepada takwa
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. al-Maa’idah [5]: 8)

c. Sila Ketiga: Persatuan IndonesiaPersatuan Indonesia yang merupakan bunyi sila


ketiga Pancasila menunjuk-kan kepada dunia bahwa persatuan merupakan dasar
dibentuknya negara Persatuan Indonesia bukan dalam arti sempit saja, tetapi
dalam arti luas bahwa seluruh penduduk Indonesia diikat oleh satu kesatuan
geografis sebagai negara Indonesia. Adapun konsep persatuan dalam bingkai
ajaran Is-lam meliputi Ukhuwah Islamiyah (persatuan sesama muslim) dan juga
Ukhuwah Insaniyah (persatuan sebagai sesama manusia). Kedua konsep tersebut
hen-daknya berjalan beriringan agar tercipta masyarakat yang harmonis dan jauh
dari perpecahan dan pertikaian karena perbedaan agama, suku, maupun ras. Islam
selalu menganjurkan pentingnya persatuan sebagaimana tercantum da-lam al-
Qur’an; “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Al-lah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imran [3]:

d. Sila Keempat; Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan dan PerwakilanSila keempat Pancasila yang menekankan
pentingnya kehidupan yang di-landasi oleh musyawarah memang selaras dengan
nilai luhur dalam ajaran Islam. Sikap bijak dalam menyelesaikan suatu masalah
adalah dengan ber-musyawarah. Musyawarah merupakan jalan terbaik dalam
mencari solusi dimana masing-masing pihak berdiri sama tinggi tanpa ada
perbedaan Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tu-hannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputus-kan) dengan musyawarah
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan
kepada mereka.” (QS. asy-Syuura [42]: 38).

e. Sila Kelima; Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dalam setiap sila Pancasila
ternyata mengandung nilai-nilai keislaman, se-bagaimana sila kelima yang
mengisyaratkan adanya keadailan dalam proses penyelenggaraan negara. Keadilan
yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali oleh adanya
perbedaan agama, ras, dan sebagainya. Mengenai keadilan dalam ajaran Islam
dapat dilihat pada al-Qur’an;“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi penga-jaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. an-Nahl [16]: 90)

C. NILAI KEINDONESIAAN

Nilai keindonesiaan merupakan representasi dari nilai yang terkandung dalam


pancasila yakni persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan banyakanya
keanekaragaman budaya di Indonesia, nilai multikulturalisme hadir sebagai jawaban
atas penerimaan keragaman. Multikulturalisme merupakan pengakuan terhadap
realitas keberagaman tradisional seperti keberagaman suku, ras ataupun agama serta
keberagaman dalam bentuk kehidupan yang terus bermunculan di setiap tahap sejarah
kehidupan masyarakat. Asas pancasila sangat berkorelasi dengan nilai
multikulturalisme. 

Prinsip keanekaragaman kebudayaan dan kesederajatan yang teraktualisasikan


di dalam pancasila merupakan wujud penghargaan atas kesetaraan semua manusia.
Dalam kapasitasnya pancasila merupakan cita-cita bangsa dalam upaya mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Maka multikulturalisme yang
merupakan bagian dari pancasila adalah alat untuk merajut kembali keindonesian
yang mulai luntur. Secara histroris dan teoritis Indonesia memiliki keberagaman, hal
ini secara tidak langsung membuat Multikulturalisme menjadi identitas bagi
Indonesia. 

Fungsi dari Identitas adalah mengelola dan mengatur prinsip kebhinnekaan


agar diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Sementara fungsi dari Multikulturalisme
adalah mewujudkan masyarakat yang memiliki sifat toleransi dan lebih
mementingkan kepentingan bersama dalam memutuskan sesuatu tentang negara.
Indonesia sebagai negara yang memiliki asas Masyarakat Indonesia secara
keseluruhan sudah menyadari keberagaman suku, budaya, dan agama namun
terkadang kesadaran itu tidak diimbangi dengan perilaku masyarakat dalam
kehiduapan bernegara. Konflik antar golongan, suku dan agama yang terjadi di Poso,
Maluku dan Ambon menjadi fakta bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih
bersifat etnosentris dan tidak menghargai toleransi. Berbagai ekspresi sosial pun
ditunjukan oleh masyarakat dalam menghadapi disintegrasi sosial yang terjadi di
Indonesia. 

Sikap saling mengagungkan satu suku di bandingkan dengan suku lain


menjadikan konflik horizontal terjadi di masyarakat. Masyarakat lebih terbuka kepada
orang yang satu suku dengannya karena penilaian pertama yang dilihat secara pribadi
adalah suku dan keseragaman bahasa budaya mereka. Pada Masa Orde Baru identitas
politik yang diterapkan bukan multikulturalisme melainkan politik keseragaman
budaya yang berarti adanya penekanan satu suku dengan suku lainnya serta adanya
istilah “suku istimewa” yang diterapkan oleh pemerintah. Hal ini yang mengakibatkan
lahirnya disintegrasi sosial di dalam tubuh masyarakat Indonesia dimana prinsip
bhinneka tunggal ika tidak diamalkan dengan baik. Sikap mengagungkan suku yang
ditunjukan oleh masyarakat Indonesia membuktikan bahwa adanya disorientasi
pemikiran dan penafsiran terhadap prinsip bhinneka tunggal ika. Dampak yang terjadi
dari masa orde baru adalah masih adanya disintegrasi di Indonesia dewasa ini. Solusi
yang ditawarkan adalah masyarakat Indonesia sudah seharusnya kembali memiliki
jiwa keindonesiaan dengan cara merefleksikan nilai-nilai sejarah yang bisa dijadikan
sebuah pelajaran yang mampu untuk menyatukan Indonesia menjadi satu prinsip nilai
dan juga tujuan kedepannya. 

Asas perbedaan yang dijadikan modal untuk membangun bangsa ini


seharusnya bisa menjadi modal sosial untuk lebih mengutamakan persamaan dan
persaudaraan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Nilai sejarah yang
berbasis pada pancasila mampu untuk menjawab tantangan disorientasi serta
disintegrasi bangsa ini. Nilai dasar yang dihasilkan dari sejarah dan pancasila adalah
adanya sikap toleransi dan juga penerimaan terhadap keberagaman di Indonesia.
Aktualisasi nilai dasar ini bisa terwujud dengan adanya jiwa keindonesiaan yang
tertanam kuat dalam akal, hati serta pikiran masyarakat Indonesia. Maka sudah
sewajarnya Indonesia dengan identitasnya sebagai masyarakat multikultural harus
bisa mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan juga bisa
merepresentasikan nilai pancasila dengan mengakui adanya keberagaman.

D. WAWASAN KEBANGSAN

1. Sejarah Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri


dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan
Jepang. Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak
membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain
kaum colonial terus menggunakan politik adu domba atau “devide et impera”. Kendati
demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita
tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam dalam usaha
mengusir penjajah dari Nusantara.

Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang


bersifat nasional, yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari
seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata.

Kesadaran tersebut kemudian mendapatkan bentuk dengan lahirnya pergerakan


Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan tonggak awal sejarah perjuangan
bangsa yang bersifat nasional itu, yang kemudian disusul dengan lahirnya gerakan-
gerakan kebangsaan di bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers
dan kewanitaan.

Tekad perjuangan itu lebih tegas lagi dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa
Indonesia”. Wawasan kebangsaan tersebut kemudian mencapai satu tonggak sejarah,
bersatu padu memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dalam perjalanan sejarah itu telah timbul pula gagasan, sikap, dan tekad yang
bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral rakyat
yang luhur. Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan
2. Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan

Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan


bangsa memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:

1. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk


ciptaan Tuhan Yang Maha Esa;
2. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan
besatu;
3. Cinta akan tanah air dan bangsa;
4. Demokrasi atau kedaulatan rakyat;
5. Kesetiakawanan sosial;
6. Masyarakat adil-makmur.

3. Asas Wawasan Kebangsaan

Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, dipelihara, ditaati


dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya unsur / komponen
pembentuk bangsa Indonesia (golongan/suku) terhadap kesepakatan (commitment)
bersama. Asas Wawasan Kebangsaan terdiri dari:

1. Kepentingan/Tujuan yang sama


2. Solidarita
3. Keadilan
4. Kerjasama
5. Kejujuran
6. Kesetiaan terhadap kesepakatan

 
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai