Anda di halaman 1dari 82

MAKALAH MANAJEMEN KUALITAS

MANAJEMEN KUALITAS DALAM KEPEMIMPINAN DAN KERJASAMA


TIM

Disusun Oleh :
Kelompok V
FITRI AULIA
RAHMAH
(201710325065)
ABU RIZAL BAKRI

(201710325097)
ANJANI NOLANINGRUM (201710325078)
ALBERT CHRISBIANTO C.D.A (201710325075)
FIRYA ANNISA MAHADI (201710325080)
SYIFANI HIDAYAH (201710325072)
SYLVIA DEVI YANA (201710325082)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

2
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1...............................................................................................................................Lata
r Belakang...........................................................................................................4
1.2...............................................................................................................................Desk
rips Singkat Materi............................................................................................5
1.3...............................................................................................................................Manf
aat Bagi Mahasiswa............................................................................................5
1.4...............................................................................................................................Tuju
an..........................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................7
2.1. Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu.....................................................7
2.2. Kajian Teori dan Translasinya........................................................................12
2.3. Elemen-elemen Dasar Konsep TQM...............................................................13
2.4. Model Dasar Manajemen Mutu.......................................................................14
2.5. Definisi Kepemimpinan...................................................................................19
2.6. Implementasi MMT.........................................................................................31
2.7. Tim Kerja...........................................................................................................41
2.8. Manajemen Konflik.........................................................................................51
2.9. Siklus Pemecahan Masalah..............................................................................65

STUDI KASUS.........................................................................................................74

BAB III PENUTUP..................................................................................................78


Kesimpulan...............................................................................................................78
Saran..........................................................................................................................78

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................81

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya
mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan pendidikan, terutama pada pendidikan
dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan, yaitu pengembangan kurikulum nasional dan lokal, kurikulum berbasis
kompetensi (KBK), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan sekarang
kurikulum baru, yang dinamakan kurikulum 2013, peningkatan kompetensi guru
melalui pelatihan, pengadaan buku dan peralatan sekolah, pengadaan dan perbaikan
sarana dan prasarana sekolah, serta peningkatan kualitas penye-lenggaraan sekolah.
Namun demikian, dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan
peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan
yang cukup menggembirakan, namun sebagian sekolah lainnya masih memprihatinkan.

Bervariasinya kebutuhan siswa, beragamnya kebutuhan guru dalam pengembangan


profesionalnya, harapan orang tua akan pendidikan bermutu, serta tuntutan dunia usaha
untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak pada setiap warga sekolah sehingga
mereka harus merespon kondisi tersebut dalam proses pengambilan keputusan di
sekolah. Di dalam proses pengambilan keputusan tersebut untuk peningkatan mutu
sekolah; dapat digunakan beberapa teori dan kerangka acuan dengan melibatkan
berbagai kelompok masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Hal ini mendorong
munculnya pemikiran konsep Manajemen Peningkatan Mutu Terpadu yang diharapkan
dapat memperbaiki mutu pendidikan secara total dan berkelanjutan, sehingga terus-
menerus ada perbaikan yang signifikan terhadap kualitas pendidikan.

4
TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu institusi, berfokus pada kualitas dan
didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada
anggota institusi (sumber daya manusianya) dan masyarakat. TQM juga diterjemahkan
sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan
manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan
pelayanan suatu institusi. Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan,
kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam institusi
untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan
kepada pelanggan (output). Tujuan utama Total Quality Management adalah perbaikan
mutu pelayanan secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality Management
sendiri yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. TQM adalah tentang usaha
penciptaan sebuah kultur mutu, yang mendorong semua staf di sebuah institusi untuk
memuaskan pelanggan. Konsep gaya pelanggan dengan cara mendesain produk/jasa
yang memenuhi dan memuaskan harapan mereka (sell-on quality).

Tolakan awal dari hirarki di atas dalam sebuah institusi adalah ketetapan dari standar
mutu yang telah ditentukan oleh institusi tersebut dalam rangka menciptakan kriteria,
metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis untuk menghasilkan sebuah output
berupa produk-produk atau layanan jasa untuk dapat digunakan oleh para pelanggan
atau para stakeholder. Output yang dihasilkan agar memiliki daya tarik dan dibutuhkan
oleh para pelanggan atau para stakeholder yang menggunakan produk atau jasa layanan
Institusi tersebut, maka perlu ditetapkan tingkat derajat yang dicapai oleh karakteristik
output tersebut akan kesesuaian memenuhi atau melebihi standar minimum.

1.2. Deskripsi Singkat Materi

Materi ini membahas total quality manajement, tentang: konsep dasar mutu, TQM
dalam konteks pendidikan, Kepemimpinan pendidikan, Kerja tim bagi mutu pendidikan,
Siklus pemecahan masalah,

1.3. Manfaat Bagi Mahasiswa

5
Manfaat materi ini untuk diharapkan mahasiswa memiliki wawasan dan keterampilan
secara komprehensif baik secara konseptual, praktis mengenai teori MMT serta dapat
meng-analisanya dan dapat mengimplementasikan, monitoring dan evaluasi (monev)
pada jajaran pendidikan.

1.4. Tujuan

Materi Manajemen Mutu Terpadu bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada


mahasiswa tentang konsep, perencanaan strategi, tehnik mutu dan pemecahan masalah
serta perbaikan berkelanjutan agar mahasiswa diharapkan dapat memahaman dan
membuka cakrawalanya berfikir dalam hal menerapkan MMT dilingkungan pendidikan.

Tujuan Pembelajaran Khusus

 Setelah menyelesaikan perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu


 Menjelaskan konsep dasar mutu
 Menjelaskan TQM dalam konteks pendidikan vs MMT dalam pendidikan
 Menjelaskan kepemimpinan pendidikan mutu
 Menjelaskan kerja tim bagi mutu pendidikan
 Menjelaskan roda implementasi MMT dalam pendidikan

6
BAB II

PEBAHASAN

2.1. KONSEP DASAR MANAJEMEN MUTU TERPADU

Manajemen mutu (QM) adalah perencanaan dan kontrol kualitas produk dan
jasa dalam sebuah perusahaan secara eksplisit dan sistematis. Tanggung jawab atas
kualitas dan jaminan kualitas menjadi tugas dari manajemen menengah hingga
manajemen puncak serta pekerja di lantai toko. Petugas inspektur atau pengawas
kontrol kualitas seringkali menjadi petugas yang paling bertanggung jawab atas
manajemen kualitas. Dalam TQM semua tanggung jawab perusahaan akan
mempengaruhi secara langsung terhadap kualitas kerja, proses, dan produk yang
dihasilkan. Manajemen mutu modern lebih terkait dengan ekonomi, perilaku
manusia, dan isu-isu organisasi perusahaan, dan persaingan di pasar. Kualitas dan
jaminan kualitas telah dianggap penting untuk mengangkat ekonomi keluar dari
resesi. Komponen organisasi pendidikan makin menyadari pentingnya kualitas
dengan perubahan tatanan dunia telah menciptakan tantangan baru bagi mereka.
Dalam kualitas, permintaan dan jaminan kualitas bertujuan untuk menarik dan
memuaskan pelanggan.

Pengertian mutu adalah suatu produk atau jasa yang memenuhi syarat atau
keinginan pelanggan, dimana pelanggan dapat menggunakan atau menikmati produk
atau jasa tersebut dengan sangat puas dan ia menjadi pelanggan tetap.
Menurut Philip B. Crosby (1986), yang dimaksud dengan mutu adalah derajat
kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kepuasan pemakai dan
penghasilnya.

7
Mutu menyangkut 5 (lima) aspek utama (Bahar,1993), yaitu :
Quality ( Q ): Mutu dari hasil produk atau jasa yang sesuai dengan persyaratan
permintaan
Cost ( C ) : Mutu dari biaya produk atau jasa.
Delivery ( D ) : Mutu pengiriman atau penyerahan hasil produk atau jasa yang
tepat waktu sesuai dengan permintaan.
Safety ( S ) : Mutu keselamatan atau keamanan pemakaian produk atau jasa
Morale ( M ): Mutu sikap mental sumber daya manusia.

Secara umum ‘mutu’ dapat didefinisikan sebagai “karak-teristik produk atau jasa
yang ditentukan oleh customer dan

diperoleh melalui pengukuran proses serta perbaikan yang berkelanjutan”


(Soewarso, 1996: 7). Pendapat ini lebih menekankan kepada pelanggan yaitu, apabila
suatu pelanggan mengatakan sesuatu itu bermutu baik, maka barang/jasa tersebut dapat
dianggap bermutu.
Definisi lain untuk memahami mutu yaitu “….mutu adalah jasa pelayanan atau
produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan” (Margono,
2002: 5). Konsep ini masih menekankan kepada pelanggan, yaitu dapat diartikan produk
tersebut bermutu baik. Sedangkan menurut Deming (1986), “the difficulty in defining
quality is to translate quality is to translate future needs of the user into measureable
characteristics, so that a product can be designed and turned out to give satisfaction at
a price that the user will pay”. Definisi ini menekankan pada konteks, persepsi
costumer dan kebutuhan serta kemampuan pelanggan. Artinya untuk mendefinisikan
mutu, terlebih dahulu perlu dipahami karakteristik tentang mutu itu sendiri. Deming
sebenarnya menekankan bagaimana suatu produk atau jasa itu dipersepsikan oleh
pelanggan, dan kapan persepsi pelanggan itu berubah, dengan demikian semakin
pelanggan merasa puas, maka selama itu pula produk/ jasa dianggap bermutu.
Definisi mutu menurut Field (1993) adalah “sebagai ukuran dari produk atau
kinerja pelayanan terhadap satu spesifikasi pada satu titik tertentu”. Pendapat ini
lebih menekankan pada “ukuran”. Ukuran di sini, tentunya bergantung pada jenis

8
barang atau jasa yang dihasilkan sebagai hasil kinerja manusia, baik yang berupa
benda maupun non-benda.

B. Kontrol Mutu, Jaminan Mutu dan Mutu Terpadu


Ada perbedaan-perbedaan yang mendasar antara kontrol mutu (quality control),
jaminan mutu (quality assurance) dan mutu terpadu (total quality).
1. Kontrol mutu

Kontrol mutu secara historis merupakan konsep mutu yang paling tua. Ia
melibatkan deteksi dan eliminasi komponen-komponen atau produk gagal yang tidak
sesuai dengan standar. Ini merupakan sebuah proses pasca-produksi yang melacak dan
menolak item-item yang cacat. Kontrol mutu biasanya dilakukan oleh pekerja-pekerja
yang dikenal sebagai pemeriksa mutu. Inspeksi dan pemeriksaan adalah metode-
metode umum dari kontrol mutu, dan sudah digunakan secara luas dalam pendidikan
untuk memeriksa apakah standar-standar dalam pendidikan telah dipenuhi atau belum.
Kontrol mutu merupakan proses pasca produksi yang melacak dan menolak item-item
yang cacat, digunakan secara luas dalam pendidikan untuk memeriksa apakah standard-
standard telah dipenuhi atau belum.
1. Jaminan Mutu

Jaminan Mutu berbeda dari kontrol mutu, baik sebelum maupun ketika proses
tersebut berlangsung. Penekanan gagasan ini bertujuan untuk mencegah terjadi
kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu didesain sedemikian rupa untuk
menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk yang benar-benar memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jaminan mutu adalah sebuah cara
memproduksi produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tujuannya, dalam istilah
Philip B. Crosby, adalah menciptakan produk tanpa cacat (zero defects). Jaminan mutu
adalah pemenuhan spesifikasi produk secara konsisten atau menghasilkan produk yang
“selalu baik sejak awal (right first time every time)”. Jaminan mutu lebih menekankan
tanggung jawab tenaga kerja dibandingkan inspeksi kontrol mutu, meskipun sebenarnya
inspeksi tersebut juga memiliki peranan dalam jaminan mutu. Mutu barang atau jasa

9
yang baik dijamin oleh sistem, yang dikenal sebagai sistem jaminan mutu, yang
memposisikan secara tepat bagaimana produksi seharusnya berperan sesuai dengan
standar. Standar-standar mutu diatur oleh prosedur-prosedur yang ada dalam sistem
jaminan mutu. Jaminan mutu bertujuan mencegah kesalahan sejak awal produksi.
Jaminan mutu didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jaminan mtu adalah sebuah cara untuk memproduksi produk bebas cacat dan kesalahan,
produk yang baik sejak awal. Jaminan mutu lebih menekankan tanggg jawab kepada
tenaga kerja dibandingkan inspeksi kontrol.
1. Mutu terpadu

Mutu terpadu atau total quality management (TQM) merupakan perluasan dan
pengembangan dari jaminan mutu. Mutu terpadu adalah usaha menciptakan sebuah
kultur mutu yang mendorong semua anggota pekerjanya untuk memuaskan para
pelanggan. Dalam konsep mutu terpadu pelanggan adalah raja. Ini merupakan
pendekatan yang dipopulerkan oleh Peters dan Waterman dalam In Search of
Excellence, dan telah menjadi tema khas dalam tulisan-tulisan Tom Peters. Beberapa
perusahaan, seperti Marks and Spencer, British Airways, dan Sainsburys telah mencari
pendekatan ini dalam waktu yang cukup lama. Konsep ini berbicara tentang bagaiman
memberikan sesuatu yang diinginkan oleh para pelanggan, serta kapan dan bagaimana
mereka menginginkannya.
Konsep ini disesuaikan dengan perubahan harapan dan gaya pelanggan dengan cara
mendesain produk dan jasa yang memenuhi dan memuaskan harapan mereka. Dengan
memuaskan pelanggan, bisa dipastikan bahwa mereka akan kembali lagi dan
memberitahu teman-temannya tentang produk atau layanan tersebut. Ini disebut dengan
istilah mutu yang menjual (sell-on quality). Persepsi dan harapan pelanggan tersebut
diakui sebagai sesuatu yang bersifat jangka pendek dan bisa berubah-ubah. Demikian
juga dengan organisasi, ia harus menemukan metode-metode yang tepat untuk
mendekatkan diri dengan pelanggan mereka agar dpat merespon perubahan selera,
kebutuhan, dan keinginan mereka.
C. Produk dari Pendidikan

10
Ada perbedaan pendapat tentang produk pendidikan. Lynton Gray mengungkapkan:
“Manusia tidak sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan dengan pengalaman,
emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan. Menilai mutu pendidikan sangat
berbeda dengan memeriksa hasil produksi pabrik atau menilai sebuah jasa”. Ide pelajar
sebagai produk menghilangkan kompleksitas proses belajar dan keunikan setiap
individu pelajar. Menjawab pertanyaan apa produk pendidikan harus dilihat pendidikan
sebagai sebuah jasa atau layanan dan bukan sebuah bentuk produksi.
D. Mutu Jasa (Service Quality)

Karakteristik mutu jasa jauh lebih sulit untuk didefinisi-kan dibandingkan


mendefinisikan mutu produk, karena karakteristik mutu jasa mencakup beberapa
elemen subyek penting. Perbedaan antara mutu produk (barang) dan mutu jasa
adalah:

1. Metode: Mutu jasa ditentukan oleh pelanggan dan pemberi jasa, karena jasa
diberikan secara langsung dari orang ke orang. Produk tidak mempunyai
karakteristik kedekatan pelanggan dengan produsen, tidak terdapat nilai konsistensi
atau terjebak dalam homogenitas yang absolut dalam pemberian jasa. Dan biasanya
pelanggan hanya dapat bertemu dengan pekerja yunior yang telah ditraining
sedeikian rupa oleh pekerja senior.
2. Waktu: Jasa harus diberikan tepat waktu dan jasa digunakan atau dikomsumsi
tepat pada saat jasa diberikan, maka kontrol mutu selalu datang kemudian. Untuk
menilai pelanggan terpuaskan apa tidak dilakukan dengan memanfaatkan interaksi
personal yang akrab dalam pemberian jasa sehingga pemberi jasa akan mendapatkan
umpan balik dan evaluasi.
3. Pada jasa tidak bisa ditambal atau diperbaiki, sehingga standar jasa adalah baik
sejak awal. Standard ini memang sulit tercapai, tapi harus selalu menjadi tujuan
utama.

11
4. Jasa lebih cenderung mirip proses dari pada produk. Cara jasa sampai ke tempat
tujuan lebih penting dari pada apa jasanya.
5. Staf senior pada jasa biasanya jauh dari pelanggan. Kebanyakan pelanggan tidak
pernah memiliki akses kepada manajer senior (kepala sekolah). Mutu merupakan
pandangan awal yang mewarnai pandangan pelanggan terhadap keseluruhan
organisasi, dan kemudian organisasi harus menemukan cara untuk memotivasi
pekerja garis depan agar selalu menyampaikan hal terbaik kepada pelanggan.
6. Keberhasilan produktifitas dalam jasa sulit diukur. Satu-satunya indikator prestasi
yang penting dalam jasa adalah kepuasan pelanggan. Indikator lunak (soft) seperti
kepedulian, kesopanan, perhatian, keramahan, dan suka membantu merupakan hal
terpenting dalam pikiran pelanggan. Indikator ini tidak bisa diraba, sehingga
mempersulit jasa dalam melakukan evaluasi. Pelanggan akan menilai mutu dengan cara
membandingkan apa yang mereka harapkan dengan apa yang mereka terima

2.2 Kajian teori dan translasinya

Untuk memahami secara lengkap mengenai konsep TQM, pertama kali kita
mesti mengetahui konsep manajemen kualitas yang mendasari perkembangan
industri. Konsep kontrol kualitas sebagai sebuah disiplin ilmu mulai gencar
dikembangkan di AS pada sekitar tahun 1920an. Saat itu kontrol kualitas
dimaksudkan secara sederhana untuk mengontrol ataupun membatasi produk yang
gagal dalam proses industri. Karena dalam ide pengontrolan tersebut adalah
mengawasi output proses manufaktur dan memisahkan produk yang jelek dan bagus.

Ide bahwa kontrol jaminan kualitas dapat diterapkan pada proses


administratif dan industri jasa menggugah beberapa ahli manajemen untuk lebih
ekspansif membahasnya. Shewhart menerapkan statistik terhadap proses industri
pada era Perang Dunia I, dengan menggunakan alat matematis ini ia memonitor
proses. Konsep Shewhart mengungkapkan bahwa metode manajemen proses secara
statistik dapat menyediakan peringatan yang dini dan menjadikan proses lebih sesuai
sebelum menghasilkan produk yang cacat. Kemudian Deming dan Juran

12
menggunakan konsep Shewhart untuk mengontrol proses, variasi limit, dan
peningkatan kualitas.

Filosofi TQM ini terus berkembang berdasarkan ide Deming yang kemudian
dikenal sebagai Bapak TQM. Yang menarik, filosofi manajemen kualitas yang
dikemukakan Deming pertama kali dikembangkan sebelum Perang Dunia II.
Deming mengemukakan bahwa manajemen kualitas harus pervasif, dan berfokus
pada pemisahan produk bagus dari yang jelek, dan tanggung jawab atas kualitas ada
di pundak seluruh orang. Deming juga menyadari bahwa sebagian besar
permasalahan kualitas terletak dalam sistem.

Setelah era Deming di AS, TQM dikembangkan oleh Jenderal Douglas


McArthur yang terpilih menjadi Gubernur Militer di Jepang. Dengan mengundang
Deming sebagai konsultan manajemen untuk membangun dasar industri Jepang.
Jepang sangat menuruti saran Deming agar menggunakan metode yang mencegah
pembuatan produk yang gagal. Jepang melihat ini sebagai cara yang alami untuk
mencegah munculnya sampah, dan juga sebagai cara untuk memaksimalkan
produktivitas. Hasilnya dapat terlihat, Jepang mendominasi hampir setiap pasar
yang mereka masuki, baik berupa barang elektronik, kamera, mobil, sepedamotor,
dll. Jepang kemudian memberikan kontribusi terhadap filosofi TQM dalam area
pengurangan variabilitas,

2.3. Elemen-Elemen Dasar Konsep TQM


Elemen-elemen dasar konsep TQM adalah
a. Komitmen manajemen yang teguh terhadap kualitas
b. Fokus terhadap permintaan dan harapan konsumen pelanggan
c. Pencegahan pembuatan produk cacat lebih diutamakan
d. Menyadai bahwa tanggung jawab menyangkut kualitas adalah universal
e. Pengukuran kualitas
f. Pendekatan pengembangan yang berkelanjutan dalam melakukan
bisnis

13
g. Tindakan korektif yang sampai ke akar permasalahan
h. Pelibatan pekerja dan pemberdayaan
i. Team work yang sinergi
j. Pengembangan proses
k. Berpikir secara statistik
l. Benchmarking
m. Pengurangan inventori
n. Pengembangan nilai
o. Pengelompokan pemasok
p. Pelatihan

1.4 Model Standar Manajemen Mutu


1.4.1 Standar Sistem Mutu ISO 9000:2000
Standar internasional ini menentukan persyaratan bagi sistem manajemen
mutu bila sebuah organisasi: 1) Perlu memperagakan kemampuannya untuk taat
azas memberikan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan
yang berlaku, dan 2) Bertujuan meningkatkan kepuasan pelanggan melalui
penerapan sistemnya secara efektif, termasuk proses perbaikan berlanjut dari
sistemnya dan kepastian kesesuaiannya pada persyaratan pelanggan dan peraturan
yang berlaku.

1.4.2. Tujuan ISO 9000


a. Memastikan bahwa sistem mutu yang diterapkan memenuhi tuntutan dan
berjalan dengan efektif.
b. Memacu tindakan–tindakan perbaikan oleh bagian terkait untuk mencapai
Continuous Improvement.

c. Kepentingan registrasi atau sertifikasi Hasil Audit mayor persyaratan ISO 9000
dan audit minor penyimpangan kecil terhadap dokumentasi, tapi secara umum
dilaksanakan observasi.

14
d. Tidak ada ketidaksesuaian tetapi terdapat gejala yang menunjukkan
kecenderungan akan terjadi ketidaksesuaian atau tidak efisien.

 Sertifikat ISO 9001 adalah


- Diberikan kepada setiap organisasi yang menerapkan ISO 9000 dan lulus
audit oleh Badan Sertifikasi dengan auditor yang bersertifikat IRCA
(International Register of Certificated Auditors)
- Dikeluarkan oleh badan sertifikasi dan berlaku 3 tahun
- Setiap periode tertentu (biasanya 6 bulan ), lembaga sertifikasi akan
melakukan kunjungan pengawasan untuk memastikan bahwa perusahaan
masih menerapkan sistem secara konsisten

 Seri ISO 9000 : 2000 adalah


ISO 9000: Fundamentals and Vocabulary
ISO 9001: Quality Management Systems Requirements
ISO 9004: Quality Management Systems Guidelines
ISO 19011: Management System Auditing

 Isi Persyaratan ISO 9001:2000


Clause 1 Ruang lingkup
Clause 2 Referensi
Clause 3 Definisi
Clause 4 Persyaratan Sistem Manajemen Mutu
Clause 5 Tanggung Jawab Manajemen
Clause 6 Manajemen Sumber Daya
Clause 7 Realisasi Produk
Clause 8 Pengukuran , Analisis , dan Penyempurnaan

 Perubahan ISO 9000 :2000

15
ISO 9001, 9002, 9003 bergabung dalam 1 standar yaitu ISO 9001 sehingga
menjadi :
ISO 9000 : Fundamentals and vocabulary ISO 9001 :
Requirements
ISO 9004 : Guidelines for Performance
Struktur dari 20 elemen menjadi 4 elemen: 1) Management
responsibilities (1,2,5,16), 2) Resource management (1,9,18), 3)
Process management (2,3,4,6,7,8,9,10,11,12,15,19), dan 4) Measurement, analysis,
improvement (1,10,13,14,17,20). Penekanan lebih kepada : 1) Continual
improvement methods, 2) Resource planning and management, 3) Customer ’s
satisfaction, 4) Process_based management approach.

1.4.3 Prinsip ISO 9000 Versi 2000


Berfokus pada pelanggan
Kepemimpinan
Keterlibatan setiap orang
Pendekatan proses
Pendekatan sistem manajemen
Peningkatan terus menerus
Pendekatan fakta untuk pengambilan keputusan
Hubungan yang baik dengan pemasok

Prinsip 1 : Customer Focus


Karena organisasi tergantung pada pelanggannya maka :
o Perlu mengerti kebutuhan pelanggan sekarang dan yang akan datang
o Pimpinan perlu mengkomunikasikan perlunya memenuhi
customer req.(5.1)
o Customer req. telah ditentukan (5.2)
o Req. yang tidak disebutkan tapi diperlukan telah ditetapkan (7.2.1)

16
o Pengaturan komunikasi dengan pelanggan telah diatur dan diimplementasikan
(7.2.3)
o Monitoring informasi tentang terpenuhi/tidaknya customer req.

Prinsip 2: Leadership
Kepemimipinan dibutuhkan untuk mencapai sasaran. Kepemimpinan yang dapat
meyakinkan bahwa sasaran dan tujuan organisasi dapat tercapai.
Kepemimpinan yang dapat menciptakan suasana agar setiap orang mau terlibat dalam
mencapai sasaran.

Prinsip 3: Involvement of People


Sukses organisasi tergantung dari orang -orang yang terlibat didalamnya , sehingga
diperlukan keterlibatan semua orang untuk mencapai sasaran organisasi.

Prinsip 4: Process Approach


“Hasil yang lebih baik bisa didapatkan jika aktifitas dan sumber daya yang
dibutuhkan dalam aktifitas tersebut diatur sebagai sebuah proses ”

Prinsip 5: System Approach to Management


“Agar dapat berfungsi secara efektif , organisasi perlu mengidentifkasi dan
mengatur proses -proses yang saling berinteraksi sebagai sebuah sistem ”

Prinsip 6: Continual improvement


Continual improvement harus menjadi sasaran permanent organisasi
diperlukan :
QMS yang selalu disempurnakan (4.1)
Kebijakan mutu dan sasaran mutu (5.3)
Staf yang kompeten (6.2.1,6.2.2)
Pengukuran , monitor untuk mencapai kesesuaian (8.1)

17
Prinsip 7: Factual Approach to Decision Making
Keputusan didasarkan pada analisis data

Prinsip 8: Mutually Benefical Supplier Relationship


Perlunya kerjasama dengan supplier untuk memberikan nilai tambah bagi kedua
pihak Audit Mutu Internal

Audit Mutu Internal


Siapa dan apa saja yang diaudit ?
struktur organisasi
prosedur operasional dan administratif
sumber daya manusia , peralatan dan material
area kerja , operasi kerja dan proses kerja
dokumen , laporan , dan arsip/catatan kerja

1.4.5. Implementasi ISO 9000 dalam Bidang Pendidikan


ISO 9000 merupakan hal baru dalam bidang pendidikan. BSI membimbing
proses penerapan standar tersebut dalam bidang pendidikan dan hanya mengadakan
Trainning pada tahun 1992. ISO belum memiliki aturan untuk pendidikan dan
pelatihan, walaupun dalam prosesnya juga mengembangkan aspek tersebut. Karena
bahasa asal yang dipakai dalam standar tersebut diterapkan dalam bidang industri
dan belum dikenal di kalangan orang pendidikan. Untuk itu perlu dipertimbangkan
translansinya ke dalam konteks pendidikan.

Satu konsep standar yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kualitas sistem
harus dapat meyakinkan output selalu dalam kualitas yang konsisten. Hal ini
menyebabkan masalah metodologi dalam pendidikan, dimana produk tidak dapat
diukur secara konsisten standarnya tanpa memperhatikan keunggulan kualitas
sistem. Peserta didik bukan produk tetapi pelanggan utama, dan berbagai pihak
lebih setuju jika program pendidikan dan atau proses pengajaranlah yang
dikualifikasikan sebagai produk. Akan tetapi definisi produk diadopsi dalam bidang

18
pendidikan tetap dinilai tidak mungkin untuk memproduksi produk pendidikan
secara konsisten. Masalahnya adalah dalam pendidikan itu sendiri, khususnya
dikaitkan dengan industri jasa lainnnya, dimana interaksi antara pelanggan dan
suplier mengubah kualitas layanan yang diberikan. Semua guru menyadari bahwa
tidak ada dua kelas yang sma karena kelas terdiri dari individu- individu yang
berbeda pula karakteristiknya.

Dengan demikian, hal tersebut perlu dipertimbangkan kebijakan kualitas


dan implementasi strategi perlu dipertimbangkan pengaruhnya pada konsistensi
interaksi staf dan peserta didik. Untuk alasan ini, banyak yang berpendapat bahwa
sekolah, akademi, dan universitas lebih baik meninggalkan konsep ISO9000 dan
menunggu adanya standar bagi industri jasanya yang menawarkan pendekatan
secara lebih rasional khususnya dalam masalah pendekatan konsistensi kualitas
industri jasa.

Dalam suatu indutri, untuk memperoleh standar ISO 9000 diperlukan waktu kerja
kurang lebih 18 bulan, demikian pula halnya bagi lembaga pendidikan. Dengan
demikian beban kerja untuk mencapai standar tersebut juga perlu dipertimbangkan.

2.4. Definisi Kepemimpinan


Kepemimpinan berasal dari kata “pimpin” yang berarti tuntun, bina atau
bimbing, dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat
pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Kepemimpinan dapat pula di
definisikan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara
kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam
mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut stephen P. Robbins
“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memepengaruhi suatu kelompok
untuk pencapaian tujuan”. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah
pemimpin diartikan sebagai pemuka, penuntun (pemberi contoh ) atau penunjuk
jalan. Jadi secara fisik pemimpin itu berada didepan. Tetapi pada hakikatnya,
dimanapun tempatnya, seseorang dapat menjadi pemimpin dalam memberikan

19
pimpinan. Hal ini sesuai dengan ungkapan Kihajar Dewantoro yang terkenal
“ing ngarso sung tuloda, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” artinya,
jika ada didedapan memberikan contoh, di tengah-tengah memberikan
dorongan/motivasi, sedangkan apabila berada dibelakang dapat memberikan
pengaruh yang menentukan.
Dalam bahasa Inggris, istilah kepemimpiana disebut dengan leadership.Seiring
dengan istilah tersebut, Soehardjono memaparkan istilah kepemimpinan
(leadership) secara etimologis, leadership bersal dari kata “to lead” (bahasa
inggris) yang artinya memimpin, Selanjutnya timbullah kata “leader” artinya
pemimpin yang akhirnya lahir istilah leadership yang diterjemahkan menjadi
kepemimpinan. Menurut Wahjosumidjo, dalam praktek organisasi, kata
“memimpin” mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing,
melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan
bantuan, dan sebagaimana. Anoraga mengartikan “Kepemimpinan sebagai
hubungan dimana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk
bekerjasama secara sukarela dalam usaha mengerjakan tugas-tugas yang
berhubungan untuk mencapai hal yang diinginkan oleh pimpinan tersebut”.
Sebagai proses, kepemimpinan di fokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para
peimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk
memeperjelas tujuan organisasi bagi para pegaawai, bahawan, atau yang
dipimpinya, memotovasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta
membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari
atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin. Oleh karen itu, pemimpin dapat didevinisikan sebagi seorang
yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi prilaku orang lain tanpa
menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinya menerima
dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.
Para pakar manajemen telah banyak memberikan tentang pengertian dan teori
kepemimpinan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien, hal tersebut disebabkan organisssi tidak dapat dipisahkan dengan
kepemimpinan. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain

20
agar orang tersebut mau bekerja sama (mengolaborasi dan mengolaborasikan
potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berhasil tidaknya
suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kepemimpinan yang memimpin
organisasi, bahkan maju mundurnya suatu organisasi sering di identikkan
dengan prilaku kepemimpinan dari pimpinanya.Dengan demikian, pemimpin
harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan organisasi atau lembaga yang
dipimpin, hal ini menempatkan posisi pemimpin yang sangat penting dalam
suatu organisasi atau pada lembaga tertentu.
Sementara itu nawawi mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan
menggerakkan, memberi motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar
bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan
melaui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.
Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di dalam
menganalisis proses dan dinamika di dalam organisasi. Untuk itu banyak kajian
dan diskusi yang membahas definisi kepemimpinan yang justru
membingungkan. Menurut Katz dan Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai
definisi kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok besar yakni “sebagai atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan,
sebagai karakteristik seseorang, dan sebagai kategori perilaku”. Pengertian
kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu kedudukan, diantaranya
dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai berikut.
“Leadership is a particular type of power relationship characterized by a group
member’s perception that another group member has the right to prescribe
behavior patterns for the former regarding his activity as a group member”.
(Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang ditentukan oleh
anggapan para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu
memiliki kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya
sebagai anggota kelompok, pen.).
Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang,
terutama dikaitkan dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh Gibson,
Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa “Leaders are agents of change, persons

21
whose act affect other people more than other people’s acts affect them”, atau
pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi
orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya. Adapun contoh
pengertian kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan
McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a set of interpersonal influence
processes. The processes are aimed at motivating sub-ordinates, creating a
vision for the future, and developing strategies for achieving goals”, yang dapat
diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses pengaruh antar
orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan visi masa
depan, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.

Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992)


mengemukakan bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki
kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota
lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur
kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga kategori
pemikiran secara komprehensif karena dalam definisi kepemimpinan tersebut
tercakup karakteristik pribadi, perilaku, dan kedudukan seseorang dalam suatu
kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan pada
dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik fisik,
mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada individu lain dalam suatu
kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi individu
lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan.
A. Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat berusaha memahami kepemimpinan berdasarkan keyakinan
bahwa pemimpin yang baik memiliki “karakteristik bawaan” dari lahir, baik
menyangkut ciri fisik maupun kepribadian. Stogdill (dalam Smyth, 1989;
Watkins, 1992; dan Dunford, 1995) menyebutkan karakteristik fisik dan
kepribadian pemimpin mencakup antara lain: usia, penampilan, kelancaran
berbicara, kecerdasan, enerjik, dominan, percaya diri, ekstrovert, memiliki
dorongan berprestasi, terkait dengan kepemimpinan yang efektif. Adapun Yukl

22
(1989) menyebutkan bahwa pemimpin yang sukses memiliki kemampuan luar
biasa seperti: energi yang tiada habisnya, ketajaman intuisi, wawasan yang
sangat luas, dan kemampuan mempengaruhi/mempersuasi yang tak dapat
ditolak.

B. Pendekatan Gaya (the Style Approach)


Teori tentang gaya kepemimpinan berusaha mengkaji perilaku atau tindakan
pemimpin dalam mempengaruhi dan/atau menggerakkan para pengikutnya guna
mencapai suatu tujuan. Perilaku dan tindakan tersebut pada dasarnya dapat
dipahami sebagai dua hal berbeda tetapi saling bertautan, yakni (1) fokus
terhadap penyelesaian tugas (pekerjaan) atau task/production-centered; dan (2)
fokus pada upaya pembinaan terhadap personil yang melaksanakan
tugas/pekerjaan tersebut (people/employee-centered). Lewin, Lippitt, dan White
(Dunford, 1995), pada tahun 30-an melakukan studi terkait dengan tingkat
keketatan pengendalian, dan melahirkan terminologi gaya kepemimpinan
autocratic, democratic, dan laissez-faire.
 Kepemimpinan otokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang
tinggi tanpa kebebasan dan partisipasi anggota dalam pengambilan
keputusan. Pemimpin bersifat otoriter, tidak bersedia mendelegasikan
weweang dan tidak menyukai partisipasi anggota.
 Kepemimpinan demokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang
longgar, namun pemimpin sangat aktif dalam menstimulasi diskusi
kelompok dan pengambilan keputusan kelompok, kebijakan atau
keputusan diambil bersama, komunikasi berlangsung timbal balik, dan
prakarsa dapat berasal dari pimpinan maupun dari anggota.
 Kepemimpinan laissez-faire, menyerahkan atau membiarkan anggota
untuk mengambil keputusan sendiri, pemimpin memainkan peran pasif,
dan hampir tidak ada pengendalian/pengawasan, sehingga keberhasilan
organisasi ditentukan oleh individu atau orang per orang.
Teori-teori dalam kategori ini juga dikembangkan oleh Blake dan Mouton
(1964) yang disebut dengan Managerial Grid. Dalam kepemimpinan ini, kisi-

23
kisi perhatian kepada pekerja dan kepada produksi diukur dalam skala terendah
= 0 dan tertinggi = 9; sehingga skala 9,9 yang disebut tim manajemen dipandang
sebagai gaya kepemimpinan yang paling optimal. Likert (1961-1967) juga
mengembangkan pengukuran perilaku kepemimpinan yang dikelompokkan
menjadi empat gaya yakni exploitative authoritative, benevolent authoritative,
consultative, dan participative group. Selain itu masih banyak lagi teori-teori
yang dikembangkan lebih lanjut berdasarkan orientasi perilaku pemimpin dalam
memandang pelaksanaan tugas/produksi/kinerja, dan para pegawai sebagai
pelaksana tugas tersebut.

Selanjutnya House & Mitchell ( Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 2000)


mengembangkan Path Goal Theory. Menurut teori ini, pemimpin harus
meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis penghargaan bagi pegawai; dan
selanjutnya memberikan petunjuk dan bimbingan untuk menjelaskan cara-cara
untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Berdasarkan tindakan pimpinan
dalam memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai maka dikenal
adanya kepemimpinan directive, supportive, participative, dan achievement
oriented.

 Kepemimpinan direktif, yakni pemimpin memberikan arahan tentang sasaran,


target dan cara-cara untuk mencapainya secara rinci dan jelas; tidak ada ruang
untuk diskusi dan partisipasi pegawai.

 Kepemimpinan suportif, menempatkan pemimpin sebagai “sahabat” bagi


bawahan, dengan memberikan dukungan material, finansial, atau moral; serta
peduli terhadap kesejahteraan pegawai.

 Kepemimpinan partisipatif, dalam mengambil keputusan dan/atau bertindak


meminta dan menggunakan masukan atau saran dari pegawai, namun keputusan
dan kewenangan tetap dilakukan oleh pimpinan.

C. Pendekatan Kontingensi (the Contingency Approach)

24
Sebagaimana tidak ada obat mujarab (panasea) untuk segala penyakit; demikian
pula tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok untuk segala situasi.
Gaya kepemimpinan yang paling optimal sangat beragam tergantung pada (1)
sifat, kemampuan, dan keterampilan pemimpin, (2) perilaku bawahan, dan (3)
kondisi dan situasi lingkungan (Dunford, 1995); atau seperti dikemukakan oleh
Sweeney dan McFarlin (2002) bahwa “Pada lingkungan apapun,
memperhitungkan konteks mencakup bagaimana karakteristik situasi, pemimpin,
dan pengikutnya, semuanya berkombinasi mempertajam strategi perilaku
pemimpin”. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang efektif atau optimal
merupakan hasil penerapan strategi mempengaruhi pegawai dengan
mempertimbangkan dan mengkombinasikan karakteristik pemimpin, pegawai
(pengikut), dan konteks situasi.
Hersey dan Blanchard (Yukl, 1989) mengembangkan teori kepemimpinan yang
pada awalnya disebut “life cycle theory of leadership” dan kemudian dinamakan
“situational leadership theory”. Argumen dasar dari teori ini adalah
kepemimpinan yang efektif memerlukan kombinasi yang tepat antara perilaku
berorientasi tugas dan perilaku berorientasi hubungan, serta mempertimbangkan
tingkat kematangan bawahan. Berdasarkan kombinasi tersebut dapat diterapkan
beberapa gaya kepemimpinan telling, selling, participating dan delegating
sebagaimana gambaran berikut ini.

25
 Gaya Telling (bercerita) berlaku dalam situasi orientasi tugas tinggi dan
orientasi hubungan rendah, dan pegawai sangat tidak dewasa, sehingga
pemimpin harus memberikan pengarahan dan petunjuk untuk
mengerjakan berbagai tugas.
 Gaya Selling (menjual) berlaku pada orientasi tugas tinggi dan orientasi
hubungan juga tinggi, sementara tingkat kedewasaan pegawai cukup.
Dalam situasi tersebut, pemimpin memberikan pengarahan secara
seimbang dengan memberikan dukungan, meminta dan menghargai
masukan dari pegawai.
 Gaya Participating (Partisipatif), dengan situasi orientasi tugas rendah
dan orientasi hubungan tinggi, serta tingkat kedewasaan pegawai tinggi.
Untuk itu pimpinan lebih kolaboratif, ada kedekatan emosional sehingga
mengedepankan konsultasi, pembimbingan, dan dukungan; serta sangat
sedikit pengarahan tugas.
 Gaya Delegating (Delegasi), cocok untuk situasi orientasi tugas rendah
dan orientasi hubungan juga rendah, serta pegawai sangat dewasa.

26
Tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara, menurut hemat
penulis, termasuk melahirkan teori kepemimpinan dalam kategori
kontingensi. Dengan ajaran triloka “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani”, menunjukkan seorang pemimpin
harus mampu bertindak sesuai dengan situasi yakni apabila di depan, ia
memberikan keteladanan, apabila di tengah-tengah para bawahan, harus
membangun kemauan, atau semangat pegawai; dan apabila di belakang,
para pemimpin harus memberikan motivasi tiada henti kepada para
pegawainya.
Pada perkembangan selanjutnya munculah teori kepemimpinan
transaksional (transactional leadership) dan transformasional
(transformational leadership). Burns (Dunford, 1995) mengemukakan
bahwa “kepemimpinan transaksional dicirikan dengan perancangan
tujuan-tujuan tugas, penyediaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut, dan penghargaan terhadap kinerja”. Dalam hal ini
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 2000) menambahkan, bahwa dalam
membantu bawahan mengindentifikasi apa yang harus dikerjakan,
pemimpin selalu mempertimbangkan konsep diri dan kebutuhan para
bawahan terhadap penghargaan. Mekanisme kerja kepemimpinan
transaksional ini dapat digambarkan sebagai berikut.

27
Kouzes dan Posner (Dunford, 1995) mengemukakan karakteristik proses kepemimpinan
transformasional sebagai berikut.
(a) Menantang praktek-praktek atau cara kerja yang sedang berjalan.

(b) Menginspirasi suatu visi bersama.

(c) Memberdayakan pegawai untuk bertindak.

(d) Bertindak sebagai “model berjalan”.

(e) Memperkuat tekad.

D. Menjadi Pemimpin Masa Depan


Karakteristik pemimpin perubahan sejati tersebut tampak sejalan dengan
karekateristik kepemimpinan transformasional sebagaimana dikemukakan oleh

28
Kouzes dan Posner di atas. Sejalan dengan pemikiran tersebut Bender (2001)
mengemukakan tanda-tanda dari kepemimpinan baru, sebagai berikut.
a. Kepemimpinan adalah tentang manusia.

b. Kepemimpinan adalah tentang menjadi pemimpinmu.

c. Kepemimpinan adalah tentang motivasi internal.

d. Kepemimpinan adalah tentang mengupayakan kesempurnaan, sekaligus


menerima ketidaksempurnaan kita.

e. Kepemimpinan adalah tentang perubahan.

f. Kepemimpinan adalah tentang kepemilikan kepercayaan diri.

g. Kepemimpinan adalah tentang pertumbuhan.

h. Kepemimpinan adalah tentang kepemilikan energi (kekuatan).

i. Kepemimpinan adalah tentang menciptakan pengalaman positip.

j. Kepemimpinan adalah tentang mencciptakan hasil dengan integritas.

k. Kepemimpinan adalah tentang mengurangi ketakutan dan meningkatkan


harapan.

E. Kepemimpinan dalam TQM


Masa sekarang adalah saat yang sungguh menantang untuk melibatkan
manajemen total kualitas ke dalam lingkungan kerja. Semua orang benar-benar
tertuju kepada masalah seputar manajemen ketersediaan sumber daya,
manajemen alih teknologi,manajemen operasional, dan tentu saja manajemen
kualitas total (Total Quality Management/TQM). Pada saat sekarang, terdapat
adanya kesempatan, seperti juga yang pernah terjadi pada beberapa masa dalam
sejarah manusia, untuk memperoleh keuntungan bagi pemimpin manajerial yang
mampu mengenali dengan baik kebutuhan yang sedang berkembang kemudian
menterjemahkannya menjadi kesempatan yang berarti guna meningkatkan
kualitas dalam pengaturan organisasi (Darling, 1992:3). Bagaimanapun juga,

29
untuk mengambil sebuah kesempatan yang ada, sering kali lebih mudah untuk
dilihat dari sudut pandang yang hanya berlaku pada saat tersebut. Hal pertama
yang harus dilakukan sebagai permulaan adalah melakukan sesuatu berkaitan
dengan masalah yang ada, yaitu dengan mulai melihat pencapaian yang akan
diperoleh untuk memastikan bahwa pekerjaan telah dimulai dan dapat dilihat
jelas kemungkinan berhasil dalam mencapai semua ini. Dalam manajemen
kualitas, seperti juga terjadi pada para “petualang” profesional, bahwa sukses
adalah sebuah perjalanan, dan bukanlah sebuah tujuan (Gitlow &
Gitlow,1987:28–30 dalam Darling). Seorang manajer harus dapat memilih apa
yang penting, yang mungkin, dan mulai bergerak dari tempat dimana dasar
pendirian perusahaan diletakkan. Bagaimanapun, terdapat beberapa kalangan
yang mempertanyakan dasar pemikiran itu bahwa kepemimpinan manajerial
memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan kualitas
lingkungan kerja perusahaan.Karena peran manajemen kualitas, khususnya
TQM memberikan dampak yang luar biasa dalam meningkatkan kinerja
perusahaan, penulis sangat tertarik untuk menerapkannya pada segi
kepemimpinan suatu perusahaan. Dalam model penelitian ini akan dibahas
mengenai peran TQM dan pengaruhnya terhadap kepemimpinan yang akhirnya
dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun indikator utama untuk melihat
pengaruh pengadopsian program TQM pada kinerja perusahaan adalah kinerja
pemasaran maupun keuangannya.

F. Peran TQM dalam Kepemimpinan Kualitas


Seorang pemimpin dalam manajemen total kualitas adalah orang yang dengan
cara tertentu mampu membangkitkan kompetensi yang cukup besar untuk dapat
mempengaruhi sekelompok SDM untuk menjadi pengikut yang berdedikasi
tinggi dalam tujuannya mencapai hasil yang diinginkan perusahaan. Akan tetapi,
apakah arti dari pengertian di atas? Bagaimana cara untuk mengubah sikap
negatif seseorang menjadi sikap yang penuh kesetiaan? Apa yang membuat
seorang pemimpin mampu untuk memimpin? Total Quality Management (TQM)
membutuhkan tipe kepemimpinan yang khusus. Pada tahun 90-an, produktivitas

30
didefinisikan sebagai kinerja manusia melalui kreativitas, pemecahan masalah,
kerja sama tim, kontribusi nilai tambah, pengabdian, dan komitmen untuk
perbaikan yang kontinu. Gaya kepemimpinan yang efektif akan dapat memberi
pengaruh yang luar biasa pada modifikasi tingkah laku dan perubahan sikap
manusia (Zairi, 1994:10). Dalam konteks TQM, kepemimpinan bagi top manajer
sangatlah penting. Harwood (1999:52) merekomendasikan metode perbaikan
kontinu yang dimulai dengan empat aturan dasar sebagai berikut: Menggunakan
teknik dasar, menambah dengan teknik lanjutan apabila perbaikan kontinu sudah
menjadi kebiasaan bagi karyawan; Membatasi perusahaan dengan kurang dari
2000 karyawan; Memberikan peran kepemimpinan bagi para manajer dan
partisipasi dari tiap karyawan; Memusatkan penuh pada pemecahan masalah dan
kesempatan yang dapat diraih dengan cepat. Weinstein (1996:43)
mengemukakan bahwa TQM lebih dari sekedar kualitas tetapi merupakan suatu
filosofi yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dan perbaikan yang kontinu.
Beliau mengenalkan 9 konsep TQM yang berkaitan dengan kepemimpinan
kualitas, yaitu: Fokus pada pelanggan dan produk; Komitmen kepemimpinan;
Budaya perusahaan; Komunikasi yang efektif; Pengetahuan karyawan dan
organisasional; Pencapaian tujuan bersama; Tanggung jawab karyawan;
Manajemen yang objektif; Pandangan yang luas. Seorang pemimpin yang baik
harus dapat bertindak sebagai “pembawa perubahan yang kreatif”, tidak hanya
pengatur kegiatan rutin. Walaupun mereka telah berhasil dengan cara mereka
masing-masing dan dalam situasi mereka yang berbeda-beda, mereka memiliki
kesamaan yang mendasar dan cukup besar, yaitu adanya empat karakteristik
strategi kepemimpinan (Cornesky, et.al., 1990:61-64). Keempat stategi itu
adalah: Memperoleh perhatian melalui visinya; Kesungguhan dengan
berkomunikasi; Membangkitkan kepercayaan melalui positioning; Memberi
percaya diri dengan menghargai anak buahnya
2.5. IMPLEMENTASI MMT

A. Definisi Mutu
Secara umum, mutu mengandung makna derajat atau tingkat keunggulan suatu produk

31
(hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible (nyata) maupun
intangible (tidak nyata). Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini
mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.

1. Mutu Menurut Edward Salis (1993:24)


☑ Mutu Sebagai Sebuah Konsep yang Absolut
Beberapa kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena mutu dapat
digunakan sebagai suatu konsep yang secara bersama-sama absolut dan relatif. Dalam
percakapan sehari-hari, mutu sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut,
misalnya restoran yang mahal dan mobil- mobil yang mewah. Sebagai suatu konsep
yang absolut mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik dan benar merupakan suatu
idealisme yang tidak dapat dikompromikan.

Dalam definisi yang absolut sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang
sangat tinggi dan tidak dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu
yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya mahal. Produk-produk tersebut dapat
dinilai serta membuat puas dan bangga para pemiliknya. Suatu contoh “mobil yang
bermutu” adalah mobil hasil rancangan istimewa, mahal, dan memiliki interior dari
kulit. Dalam hal ini mahal dan langka adalah dua nilai penting dalam defenisi mutu.
Mutu dalam pandangan ini digunakan untuk menyampai- kan keunggulan status dan
posisi, dan kepemilikan terhadap barang yang memiliki mutu akan membuat
pemiliknya berbeda dari orang lain yang tidak mampu memilikinya. Sebenarnya mutu
dalam pengertian yang sedemikian lebih tepat disebut dengan high quality atau top
quality.

☑ Mutu Sebagai Konsep yang Relatif

Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif. Pengertian ini digunakan
dalam Total Quality Management. Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan
sebagai suatu atribut produk atau layanan tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari
produk atau layanan tersebut. Mutu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan

32
memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan
apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum.

Dalam konsep relatif ini produk atau layanan akan dianggap bermutu bukan karena ia
mahal dan eksklusif tetapi karena memiliki nilai misalnya nilai misalnya keaslian
produk, wajar dan familiar. Definisi relatif tentang mutu ini memiliki dua aspek.
Yang pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi Cara ini sering disimpulkan
sebagai sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kadangkala definisi ini sering dinamai
dengan produsen mutu. Mutu bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau
layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang yang telah ditetapkan dalam gaya yang
konsisten. Para produsen menunjukkan bahwa mutu memiliki sebuah sistem yang
biasa disebut sistem jaminan mutu (quality assuranse system). Kedua  adalah
memenuhi kebutuhan pelanggan.

B. Prinsip dan Komponen MMTP

☑ Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu

Untuk menjalankan mutu terpadu diperlukan suatu perubahan baik perubahan dalam
budaya dan sistem nilai dari suatu organisasi yang harus mengacu pada prinsip-prinsip
manajemen mutu terpadu. Ada empat prinsip utama manajemen mutu terpadu yang
merupakan sasaran dalam pengelolaan  pendidikan

1. Kepuasan Pelanggan

Dalam manajemen mutu terpadu konsep dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak lagi
bermuara pada kesesuaian dengan spesialisasi-spesialisasi  tertentu tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal
dan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek

33
termasuk di dalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala
aktivitas organisasi harus dikoordinasikan untuk memuaskan pelanggan.

2. Respek Terhadap Setiap Orang

Dalam organisasi yang kualitasnya kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreativitas khas. Ini berarti bahwa karyawan
merupakan sumber daya organisasi yang paling berharga. Oleh karena itu setiap orang
dalam organisasi harus diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat
dan berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan, karyawan akan merasa lebih
bertanggung jawab terhadap hasil keputusan yang merupakan
keputusan bersama, sehingga akan menjadi keputusan bulat yang didukung semua
lapisan.

3. Manajemen Berdasarkan Fakta

Organisasi kelas dunia biasanya berorientasi pada fakta. Ini menunjukkan bahwa
keputusan yang diambil berdasarkan pada fakta bukan pada perasaan. Ada dua konsep
yang berkaitan dengan ini. Pertama adanya prioritas dan kedua adanya variasi.Prioritas
merupakan konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat
yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu dengan
menggunakan data maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan
usahanya pada situasi tertentu yang sangat vital. Sedangkan variasi yanG dimaksudkan
adalah variabilitas kinerja manusia yang memberikan gambaran pada sistem organisasi.
Dengan demikian manajemen  dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan
tindakan yang dilakukan.

4. Perbaikan Kesinambungan

34
Untuk dapat sukses setiap organisasi perlu melakukan proses yang sistematis dalam
melaksanakan perbaikan yang berkesinambungan . Konsep yang berlaku disini adalah
siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act). Siklus ini terdiri dari langkah-langkah perencanaan,
melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan rencana dan melakukan tindakan
korektif terhadap hasil pelaksanaan rencana dan melakukan tindakan korektif terhadap
hasil yang diperoleh.

☑ Prinsip-prinsip kunci TQM lebih lengkap dijelaskan oleh Hashmi (2004: 2):
Komitmen manajemen:

◆ perencanaan (dorongan, petunjuk)


◆ pelaksanaan (penyebaran, dukungan, partisipasi)
◆ pemeriksaan (inspeksi)
◆ dan tindakan (pengakuan, komunikasi, revisi).

Pemberdayaan karyawan:
◆ pelatihan

◆ sumbang saran

◆ penilaian dan pengakuan

◆ serta kelompok kerja yang tangguh.

Pengambilan keputusan berdasarkan fakta:

◆ stastistical process control

◆ the seven statistical tools.

Perbaikan berkelanjutan:

35
◆ pengukuran yang sistimetis dan fokus pada biaya non kualitas (cost of non-quality);
kelompok kerja yang tangguh

◆ manajemen proses lintas fungsional

◆ mencapai, memelihara, dan meningkatkan standart.Fokus pada konsumen:

◆ hubungan dengan pemasok

◆ hubungan pelayanan dengan konsumen internal

◆ kualitas tanpa kompromi,

◆ standar oleh konsumen.

Dalam perkembangannya prinsip-prinsip TQM bukan sekedar pendekatan proses dan


struktur sebagaimana dijelaskan sebelumnya. TQM lebih merupakan pendekatan
kesisteman yang juga melibatkan aktivitas manajemen sumber daya manusia. Jadi
dengan mengetahui prinsip-prinsip manajemen mutu terpadu dalam suatu organisasi
akan memberikan solusi terhadap sistem pelayanan yang akan diberikan atau dengan
kata lain dapat memberikan pelayanan yang prima pada pelanggan atau penyelenggara
pendidikan yang mempunyai mutu yang tinggi.

Mengingat sasaran manajemen mutu terpadu adalah memberikan pelayanan yang


memuaskan kepada pelanggan melalui penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas
maka masalah kualitas atau mutu merupakan titik sentra yang menentukan.

☑ Komponen Manajemen Mutu Terpadu


1. Jaminan Mutu (Quality Assurance) Quality Assurance  yang biasa diterjemahkan
sebagai jaminan mutu adalah seluruh perencanaan kegiatan sistematik yang diperlukan
untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu barang atau jasa akan
memenuhi persyaratan mutu. Untuk menjamin kepastian mutu tersebut maka diperlukan

36
Quality Planning, Quality Control, dan Quality Audit.

☐ Quality Planning atau perencanaan mutu yaitu dokumen


yang berisikan pelaksanaan mutu tertentu, sumberdaya dan urutan kegiatan yang terkait
dengan  produk barang jasa dan kontrak atau proyek khusus.

☐ Quality Control  atau pengendalian mutu adalah tehnik dan kegiatan operasional


yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.

☐ Quality Audit  atau audit mutu adalah pengujian sistematik dan mandiri untuk
menetapkan apakah kegiatan mutu dan hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan
yang direncanakan dan apakah pengaturan tersebut diterapkan secara efektif dan sesuai
untuk mencapai tujuan.

2. Peningkatan Mutu (Quality Improvement)Peningkatan mutu atau quality


improvement adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu
barang atau jasa agar dapat sukses di setiap barangnya atau jasa agar dapat sukses setiap
perusahaan/institusi/lembaga harus melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan untuk meningkatkanmutu.

C. Langkah-langkah Manajemen Mutu Terpadu


Ahli mutu W. Edward Deming menggunakan 14 langkah untuk menerapkan perbaikan
mutu yang dikenal dengan ‘Deming’s Fourteen Points’. Langkah–langkah tersebut
dideskripsikan sebagai berikut :

☐ Menciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa dengan tujuan agar bisa
kompetitif dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan.Deming percaya
bahwa terlalu banyak organisasi yang hanya memiliki tujuan jangka pendek dan tidak
melihat apa yang akan terjadi pada 20 atau 30 tahun mendatang. Mereka harus memiliki
rencana jangka panjang yang didasarkan pada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka
harus terus menerus berusaha memenuhi kebutuhanpelanggan mereka.

37
☐ Mengadopsi falsafah baru Sebuah organisasi tidak akan mampu bersaing jika mereka
terus mempertahankan penundaan waktu, kesalahan, bahan-bahan cacat dan produk
yang jelek. Mereka harus membuat perubahan dan mengadopsi metode kerja yang baru.

☐ Hindari ketergantungan pada inspeksi massa untuk mencapai mutu. Inspeksi tidak
akan meningkatkan atau menjamin mutu. Anda tidak dapat menginspeksi mutu ke
dalam produk. Deming berpendapat bahwa manajemen harus melengkapi staf-staf
mereka dengan pelatihan tentang alat-alat statistik dan tehnik-tehnik yang dibutuhkan
mereka untuk mengawasi dan mengembangkan mutu mereka sendiri.

☐ Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga. Menurut Deming harga tidak
memiliki arti apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual.
☐ Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan jasa. Untuk meningkatkan mutu dan
produktivitas, dan selanjutnya turunkan biaya secara konstan.Ini merupakan tugas
manajemen untuk mengarahkan proses peningkatan dan menjamin bahwa ada proses
perbaikan yang berkelanjutan.

☐ Lembagakan pelatihan kerja. Pemborosan terbesar dalam sebuah organisasi adalah


kekeliruan menggunakan keahlian orang-orangnya secara tepat. Mempergunakan uang
untuk pelatihan tenaga kerja adalah penting namun yang lebih penting lagi adalah
melatih dengan standar terbaik dalam kerja. Pelatihan adalah alat kuat dan tepat untuk
perbaikan mutu.
☐  Lembagakan kepemimpinan.Deming mengatakan bahwa kerja manajemen bukanlah
mengawasi melainkan memimpin. Makna dari hal itu adalah berubah dari manajemen
tradisional yang selalu memperhatikan hasil indikator-indikator prestasi, spesifikasi dan
penilaian menuju peranan kepemimpinan yang mendorong peningkatan proses produksi
barang dan jasa yang lebih baik.

☐ Hilangkan rasa takut agar setiap orang dapat bekerja secara efektif. Keamanan
adalah basis motivasi yang dibutuhkan para pegawai. Deming yakin bahwa pada

38
hakikatnya setiap orang ingin melakukan kerja dengan baik asalkan merekan bekerja
dalam lingkungan yang mampu mendorong semanagat mereka.

☐ Uraikan kendala-kendala antar departemen. Orang dalam departemen berbeda harus


dapat bekerja bersama sebagai sebuah tim. Organisasi tidak diperkenankan untuk
memiliki unit atau departemen yang mendorong pada arah yang berbeda.
☐ Hapuskan slogan, desakan, dan target serta tingkatkan produktifitas tanpa menambah
beban kerja. Tekanan untuk bekerja giat mempresentasikan sebuah pemaksaan kerja
oleh seorang manajer. Slogan dan target memiliki sedikit dampak praktis terhadap
pekerja. kebanyakan persoalan produksi terletak pada persoalan sistem dan ini
merupakan tanggung jawab manajemen untuk mengatasinya.Langkah langkah tersebut
kemudian dikembangkan menjadi lima konsep program TQM yang efektif yaitu:
perbaikan berkelanjutan, pemberdayaan karyawan, perbandingan kinerja
(benchmarking), penyediaan kebutuhan tepat pada waktunya, dan pengetahuan tentang
piranti TQM (Render dan Herizer, 2004).Sedangkan Juran (1995), mengembangkan
‘trilogi Juran’ dalam pengelolaan mutu, dilakukan melalui penggunaan tiga tahap
manajemen, yaitu:

☐ Perencanaan mutu: aktivitas pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan


untuk memenuhi kebutuhan pelanggan

☐ Pengendalian mutu: aktivitas evaluasi kinerja kualitas, membandingkan kinerja nyata


dengan tujuan kualitas, dan bertindak berdasarkan perbedaan.

☐ Peningkatan mutu: cara-cara meningkatkan kinerja kualitas ke tingkat yang lebih


dari sebelumnya.Di sini Juran menganjurkan penggunaan sebuah pendekatan tahap
demi tahap untuk menyelesaikan masalah dalam meningkatkna mutu. Pendekatan ini
kemudian lebih dikenal dengan Manajemen Mutu Strategis (Strategic
QualityManagement).

D. Hambatan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu


Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM  dan dapat meningkatkan

39
kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan lulusan yang bermutu,
dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan dan keterampilan atau
kejuruan.Namun demikian, penerapan filosofi TQM  di sektor pendidikan ini bukannya
tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan yang sering dihadapi
dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain sebagai berikut.

1. Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional pada lembaga-lembaga


pendidikan hanya berupa kesesuaian terhadap standar
2. Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah atau terlalu tinggi,
sehingga prograprogram pendidikan akan mengalami kesulitan dalam pencapaiannya.

3. Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit.


4. Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada performansi pengajaran
dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan berkaitan dengan
pengajaran.

5. Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruktur


pendidikan.Kesuksesan dalam penerapan TQM di suatu lembaga pendidikan tergantung
dari visi yang digunakan oleh para guru atau dosen, guru besar, dan para pemimpin
departemen. Sasarannya adalah memperbaiki proses belajar dengan memberdayakan
para peserta didik dan meningkatkan tanggungjawabnya dalam proses belajar.TQM di
suatu lembaga pendidikan tidaklah mahal dan bukan bertujuan untuk membuat
kekacauan, melainkan diharapkan dapat melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki
untuk mencapai mutu pendidikan yang lebih baik. Di bawah payung TQM yang lebih
menekankan pada budaya daripada teknik, lembaga-lembaga pendidikan akan bekerja
sebagai partner dalam menyediakan kurikulum atau rencana program untuk
mendukung TQM untuk meningkatkan mutu pen-didikan.

☑ Hambatan Penerapan TQM di Sekolah

Penerapan suatu sistem manajemen selalu mengakibatkan terganggunya keseimbangan.


Timbul dua pihak yang pro dan kontra, menerima TQM dan menolak TQM. Penolakan

40
TQM dikarenakan adanya perubahan dalam manajemen. Yaitu menyangkut nilai-nilai
yang sudah mapan. Jika dibandingkan nilai-nilai budaya Indonesia dengan nilai-nilai
TQM akan tampak sebagai berikut: (Hasibuan, 2000:227)

Nilai-nilai Budaya Indonesia:


1. asas kekeluargaan

2. total partisipasi

3. tut wuri handayani

4. bhineka tunggal ika

Nilai-Nilai TQM : 

1. Kerja sama

2. gotong royong

3. menghargai sesama

4. menghargai keunikan & kreativitas

Mengapa orang enggan menerima perubahan sistem manajemen? Hal ini karena
menyangkut ketidakpastian hasil, kesulitan melaksanakan, kebiasaan yang sudah ada,
dan ancaman terhadap dirinya sendiri. (Hasibuan, 2000:227).
Sehingga dapat dikatakan bahwa cara berfikir dan bertindak yang dilakukan berulang
akan menjadi kebiasaan yang sulit diubah kecuali otak kita diinstal dengan program
baru (seperti software komputer saja).

2.6. Definisi Teamwork
Teamwork bisa diartikan kerja tim atau kerjasama, team work atau kerja sama tim
merupakan bentuk kerja kelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi serta

41
berkomitmen untuk mencapai target yang sudah disepakati sebelumnya untuk mencapai
tujuan bersama secara efektif dan efisien. Harus disadari bahwa teamwork merupakan
peleburan berbagai pribadi yang menjadi satu pribadi untuk mencapai tujuan bersama.
Tujuan tersebut bukanlah tujuan pribadi, bukan tujuan ketua tim, bukan pula tujuan dari
pribadi yang paling populer di tim.
Dalam sebuah tim yang dibutuhkan adalah kemauan untuk saling bergandeng-
tangan menyelesaikan pekerjaan. Bisa jadi satu orang tidak menyelesaikan pekerjaan
atau tidak ahli dalam pekerjaan A, namun dapat dikerjakan oleh anggota tim lainnya.
Inilah yang dimaksudkan dengan kerja tim, beban dibagi untuk satu tujuan bersama.
Saling mengerti dan mendukung satu sama lain merupakan kunci kesuksesan
dari teamwork. Jangan pernah mengabaikan pengertian dan dukungan ini. Meskipun
terjadi perselisihan antar pribadi, namun dalam tim harus segera menyingkirkannya
terlebih dahulu. Bila tidak kehidupan dalam tim jelas akan terganggu, bahkan dalam satu
tim bisa jadi berasal dari latar belakang divisi yang berbeda yang terkadang menyimpan
pula perselisihan. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa kebersamaan sebagai
anggota tim di atas segalanya.
Keakraban tim yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akrab satu sama lain,
setia kawan, dan merasa senasib sepenanggungan. Para anggota tim saling menyukai dan
berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan
interpersonal. Hubungan interpersonal menjadi sangat penting karena hal ini akan
merupakan dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi langsung serta dukungan
antara sesama anggota team.
Teamwork merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai
talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan, selain itu
ketrampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota
kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork lebih menguntungkan
jika dibandingkan seorang individu yang brilian sekalipun.
Teamwork dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu yang bekerjasama
untuk mencapai suatu tujuan. Kumpulan individu-individu tersebut memiliki aturan dan
mekanisme kerja yang jelas serta saling tergantung antara satu dengan yang lain. Oleh
karena itu sekumpulan orang yang bekerja dalam satu ruangan, bahkan didalam satu

42
proyek, belum tentu merupakan sebuah teamwork. Terlebih lagi jika kelompok tersebut
dikelola secara otoriter, timbul faksi-faksi di dalamnya, dan minimnya interaksi antar
anggota kelompok. 

Beberapa isu di dalam tim :


1) Adanyatugas (task) dan masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan. Hal ini seringkali merupakan topik utama yang menjadi perhatian team.
2) Proses yang terjadi di dalam teamwork itu sendiri, misalnya bagaimana mekanisme
kerja atau aturan main sebuah team sebagai suatu unit kerja dari perusahaan, proses
interaksi di dalam team, dan lain-lain.
3) Keuntungan pengambilan keputusan dalam tim :
 Keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan meningkatkan motivasi
team   dalam pelaksanaanya.
 Keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh team dibandingkan jika
hanya mengandalkan keputusan dari satu orang saja

3. Manfaat dan Fungsi Teamwork


Bekerja dalam bentuk tim memiliki fungsi yaitu antara lain dapat merubah sikap,
perilaku dan nilai-nilai pribadi serta dapat turut serta dalam mendisiplinkan anggota tim.
Selain itu, bekerja dalam tim dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan ,
merundingkan dan bernegoisasi.
1) Manfaat Bekerja Dalam Tim
a) Bagi Organisasi Tim
 Meningkatkan produktivitas kerja.
 Meningkatkan kualitas kerja.
 Meningkatkan mentalitas kerja.
 Meningkatkan kemajuan organisasi.
b) Bagi Anggota Tim
 Tanggung jawab atas pekerjaan ditanggung bersama.

43
 Sebagai media aktualisasi diri.
 Stres atau beban kerja berkurang.
2) Tujuan Bekerja Dalam Tim
 Kesatuan Tujuan
Setiap anggota tim memiliki kesamaan visi,misi dan program kerja.
 Efisiensi
Setiap anggota tim menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara cepat,cermat dan
tepat tanpa pemborosan dan kecerobohan.
 Efektif
Setiap anggota tim memiliki tujuan yang jelas, memiliki keterampilan yang
memadai, memiliki komitmen, saling percaya, memiliki komunikasi yang baik,
memiliki kemampuan bernegoisasi, dan memiliki kemampuan yang tepat.

4. Jenis Teamwork
Menurut Daft (2000) jenis teamwork terdiri dari enam jenis, yaitu:
1) Tim Formal
Tim formal adalah sebuah tim yang dibentuk oleh organisasi sebagai bagian dari
struktur organisasi formal.
2) Tim Vertikal
Tim  vertikal  adalah  sebuah  tim  formal  yang  terdiri  dari  seorang  manajer  dan
beberapa orang bawahannya dalam rantai komando organisasi formal.
3) Tim Horizontal
Tim horizontal adalah sebuah tim formal yang terdiri dari beberapa karyawan dari
tingkat hirarki yang hampir sama tetapi berasal dari area keahlian yang berbeda.
4) Tim dengan Tugas Khusus
Tim dengan tugas khusus adalah sebuah tim yang dibentuk di luar organisasi formal
untukmenangani sebuah proyek dengan kepentingan atau kreativitas khusus.
5) Tim Mandiri
Tim Mandiri adalah sebuah tim yang terdiri dari lima hingga dua puluh orang
pekerja dengan beragam keterampilan yang menjalani rotasi pekerjaan untuk

44
menghasilkan sebuah produk atau jasa secara lengkap, dan pelaksanaannya diawasi
oleh seorang annggota terpilih.
6) Tim Pemecahan Masalah
Tim pemecahan masalah biasanya terdiri dari lima hingga dua belas karyawan
yangdibayar perjam dari departemen yang sama, dimana mereka bertemu untuk
mendiskusikan cara memperbaiki kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja.

risetpelanggan, risetkaryawan, interview, evaluasidiri, evaluasikeluhanpelanggan


yang masuk, atausekedar polling pendapat pada saat meeting.

5. Perbedaan Tim Kerja dan Kelompok Kerja


Kelompok dengan tim dalam dunia masyarakat dianggap sebagai hal yang sama
bahkan sulit untuk dibedakan, seseorang dapat dikatidakan sebagai kelompok apabila
antara dua orang atau lebih saling berinteraksi dengan tidak kolektif serta tidak
menghasilkan energi yang positif.
Jadi, sebenarnya kelompok dan tim bukanlah hal yang sama. Apabila kelompok
didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan tergantung yang
berkumpul untuk mencapai tujuan tertentu, maka kelompok kerja adalah kelompok yang
berinteraksi terutama untuk berbagi informasi dan membuat berbagai keputusan
untuk   membantu setiap anggota bekerja didalam area tanggung jawabnya.
Kelompok kerja tidak mempunyai kebutuhan atau kesempatan untuk terlibat
dalam kerja kolektif yang membutuhkan usaha yang sama. Kinerja mereka hanya
merupakan gabungan akhir dari kontribusi individual setiap anggota kelompok. Tidak
ada sinergi positif yang bisa menciptidakan seluruh tingkat kinerja yang lebih tinggi
daripada jumlah masukan.
Sedangkan tim kerja menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang
terkoordinasi. Usaha individual mereka menghasilkan satu tingkat kinerja yang lebih
tinggi daripada jumlah masukan individual. Definisi ini membantu menjelaskan
mengapa ada begitu banyak organisasi yang akhir-akhir ini menyusun ulang proses

45
kerja seputar tim. Manejemen mencari sinergi positif yang memungkinkan organisasi
mereka untuk meningkatkan kinerja. Penggunaan tim secara ekstensif (luas)
menghasilkan potensi bagi sebuah organisasi untuk membuahkan banyak hasil yang
lebih besar tanpa peningkatan masukan. Namun, perhatikan apa yang kita
sebut  ‘potensi’. Tidak ada yang dengan sendirinya membuat berbagi tim yang
memastikan pencapaian sinergi positif.. Hanya semata-mata menyebut sebuah
kelompok sebagai tim tidak otomatis meningkatkan kinerjanya. Tim yang  efektif
memiliki berbagai karakteristik umum. Apabila ingin mendapatkan peningkatkan
kinerja organisasi dengan menggunakan tim, menejemen harus memastikan bahwa tim-
timnya memiliki karakteristik-karakteristik.
Perbedaanantarakelompokkerjadengantimkerjadapatdigambarkandenganskemaberikut :
Sementaraitu, penulis lain seperti Laurie J. Mullins membedakan kelompok
dan timberdasarkan enam variabelyaitu :Ukuran, Seleksi, Kepemimpinan, Persepsi,
Gaya, dan Semangat. Penjelasanperbedaan secara lengkap terdapat dalam tabel berikut :
  

Tabel 1. Variabel Perbedaan Kelompok dengan Tim

6. Peranan Tim Kerja


Peranan tim secara umum yaitu menggunakankemampuan dan
keahlianunikmereka yang bebasdariberbagaipembelajaranakademis
(misalnyakemampuanmengkoordinasi, kreatifitas, komunikatif). Sembilan perantim
yang harusdipenuhiyaitu :
1) Pencipta-pembaharu (creator-inovator)

46
Orang yang mempunyai imajinatif tinggi baik dalam memprakarsai gagasan atau
konsep, dengan ciri tidak tergantung, suka bekerja sendiri, cara dan gaya kerja
tersendiri, pengaturan waktu menurut selera mereka sendiri.
2) Penjelajah-promotor (Explorer-promoter)
Orang dalam kelompok ini senang mengambil gagasan baru
dan memperjuangkan kasus, menemukan sumberdaya untuk
mempromosikan gagasannya. Kelemahan orang dalam kelompok ini: tidak selalu
sabar dalam mengendalikan ketrampilan untuk memastikan gagasan ditindaklanjuti
secara rinci.
3) Penilai-pengembang (assessor-developer)
Individu dalam kelompok ini mempunyai ketrampilan analisis yang kuat, paling
baik jikamereka diberi kesempatan untuk mengevaluasi dan menganalisis sebelum
diambil suatu keputusan.
4) Pendorong-pengorganisasi (Thruster-organizer)
Individu dalam kelompok ini suka menyusun prosedur operasi untuk mengubah
gagasan menjadi kenyataan dan menyelesaikan urusan, mereka menentukan tujuan,
menegakan rencana, mengorganisasi orang, dan menegakan sistem untuk menjamin
dipatuhinya batas waktu (deadlines).
5) Penyimpul-penghasil (Concluder-producer)
Individu dalam kelompok ini peduli akan hasil, peran mereka memfokuskan
pada diataatinya batas waktu dan memastikan bahwa semua komitmen
ditindak lanjuti. Mereka bangga akan hasil keluaran secara teratur dan
sesuai standar.
6) Pengawas-pemeriksa (controller-Inspector)
Individu dalam kelompok ini sangat mempedulikan penegakan dan
mempedulikan penegakandan memperkuat aturan dan prosedur. Mereka menguji
rincian dan memastikan agar menghindari ketidaktepatan, mereka mengecek semua
fakta dan angka, mereka menginginkan semua hal lengkap dan sempurna.
7) Pemerkuat-penasehat (upholder-maintainer)
Pemerkuat-pemelihara penting, karena memberi kemamntapan Tim. mereka
akan membela dan bertempur demi tim melawan orang luar.

47
8) Pelapor-penasehat (reporter-adviser)
Individu dalam kelompok ini mendengarkan dengan baik, dan cenderung tdak
menekankan titik pandangnya kepada orang lain. Mereka cenderung mendapatkan
informasi sebelum mengambil keputusan.
9) Penaut (linker)
Peran ini tumpang tindih dengan yang lain, peran ini dapat dimainkan oleh
peran-peran sebelumnya. Penaut mencoba memahami semua pandangan, mereka
sebagai koordinator dan integrator, mereka tidak menyukai ekstriman, mereka
mencoba membina kerja sama di antara semua anggota tim, mereka memadukan
sumbangan anggota tim dan aktivitas meskipun mungkin ada perbedaan.

7. Tahap Perkembangan Teamwork
Ada empat tahap perkembangan tim, yaitu :
1) Undevelopment
Tahap undevelopment ini adalah tahap yang paling sering dijumpai pada suatu
organisasi. Salah satu ciri dari tahap ini adalah :
 Terlihat sekelompok orang mengerjakan suatu tugas tetetapi mereka tidak
bersepakat tentang bagaimana seharusnya mereka bekerja. Contohnya antara
lain dalam rapat atau pertemuan lebih sering terjadi antrian lontaran  gagasan
dan bukan diskusi. Gagasan yang sebenarnya bersifat membangun, tidak
mereka utarakan. Mereka tidakut jika ‘gagasan itu’ akan mengganggu
keseimbangan organisasi.
 Tidak melibatkan perasaan individu karena dianggap tidak pada tempatnya
untuk membicarakan perasaan orang lain secara terbuka. Contohnya yaitu setiap
orang sibuk dengan tugasnya masing-masing dan atasan yang membuat hampir
semua keputusan. Sehingga roda organisasi menggelinding sesuai aturan dan
prosedur dari atasannya. Perlu diketahui disini bahwa banyak tim yang tidak
efektif menunjukkan ciri-ciri di atas, dan biasanya terjadi jika atasan memiliki
kearifan, energi dan waktu untuk membuat semua keputusan. Ini bukan
kerjasama kelompok yang benar, karena dengan cara ini kekuatan yang ada
didalam tim tidak dimanfaatkan sehingga lebih terpusat pada pemimpinnya.

48
2) Experimenting
Tahap ini dimulai ketika tim secara bersungguh-sungguh mulai meninjau ulang
metode operasional yang berlaku selama ini. Pada tahap Experimenting, tim
berkemauan untuk melakukan eksperimen dan uji coba. Mereka berani menghadapi
berbagai kemungkinan dengan memasuki daerah yang belum dikenal.
Pada tahap perkembangan ini, bahwa berbagai masalah dihadapi dan dibahas
secara lebih terbuka serta mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang lebih
luas sebelum membuat suatu keputusan. Contohnya yaitu, suatu permasalahan
pribadi dibicarakan secara terbuka, perasaan individu dipertimbangkan dan
diselesaikan sampai tuntas.
Pada tahap ini walaupun tim telah menjadi lebih terbuka dan mempunyai potensi
untuk menjadi lebih efektif, masih kurang untuk disebut sebagai tim yang efektif
yang menghasilkan keuntungan.
3) Consolidating
Setelah berhasil menyelesaikan masalah antar pribadi di tahap 2, tim mulai
memiliki kepercayaan diri, keterbukaan dan dipercaya untuk mencoba cara
kerjanya. Biasanya tim akan memilih cara kerja yang lebih sistematik atau
bermetode. Aturan dan cara kerja yang kaku diubah dengan aturan baru yang
disepakati bersama, dimana setiap anggota memiliki peran agar tujuan dapat dicapai.
Walau hubungan antar pribadi telah mejadi lebih erat, mereka sadar akan pentingnya
aturan-aturan dasar dan cara kerja yang akan dipakai oleh tim.
Bukti nyata dari tahap ini adalah cara untuk mencapai suatu keputusan, yaitu
adanya kejelasan tujuan dari aktivitas atau tugas, adanya penetapan sasaran,
pengumpulan informasi yang dibutuhkan, adanya kemauan memikirkan
kemungkinan yang ada pada tim, adanya perencanaan rinci mengenai apa yang
harus dilakukan, kemauan meninjau kembali hasil kerja dan menggunakannya
sebagai dasar untuk memperbaiki cara kerja di masa yang akan datang. Hubungan
antar pribadi yang lebih baik pada tahap 2 ini tetap dipertahankan, tetetapi mereka
membangun aturan dasar dan cara kerja yang akan dipakai oleh tim.
4) Mature

49
Setelah mengetahui penjelasan dari tahap 3, maka tersusunlah dasar bagi
terbentuknya suatu tim yang matang. Keterbukaan, kepedulian dan peningkatan
hubungan pribadi pada tahap 2 serta pendekatan yang sistematik dari tahap 3
merupakan modal dasar bagi terbentuknya tim yang benar-benar matang.
Fleksibilitas menjadi hal yang utama, karena setiap kebutuhan memiliki
prosedur kerja yang berbeda. Seseorang tidak lagi khawatir untuk mempertahankan
posisi mereka. Tim mengenali tipe kepemimpinan yang dibutuhkan saling percaya,
jujur, terbuka dan pemimpin mengenali kebutuhan untuk melibatkan anggotanya.
Saling percaya, keterbukaan, kejujuran, kerja sama dan konfrontasi maupun
review berkala terhadap hasil kerja, menjadi gaya hidup tim. Tim akan selalu
bersedia untuk membantu tim lain yang mengalami kesulitan maupun yang belum
sampai ke tahap mereka. Tetetapi lebih dari itu, tim ini adalah tempat yang
menyenangkan dan membawa hasil.

8. Dimensi Dalam Tim Kerja


Michael West memaparkan, ada dua dimensi dari fungsi tim, yaitu tugas yang
harus diemban oleh tim dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi bagaimana para
anggotanya merasakan tim sebagai sebuah unit sosial. Tugas yang harus diemban tim
yaitu menjalankan seluruh program pelayanan yang sesuai dengan aturan organisasi
yang baik, di mana dalam setiap tugas kerja selalu ada tujuan, strategi, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi. Semua akan efektif jika dikerjakan dalam sebuah tim kerja.
Tetetapi tim kerja merupakan satu unit sosial yang mempengaruhi kerja tim. Dengan
perkataan lain, di dalam tim terdapat interaksi sosial yang unik dan kompak.
Tim terdiri atas kumpulan individu yang memiliki perbedaan emosi, sosial, dan
berbagai kebutuhan manusia, yang membuat tim secara keseluruhan dapat membantu
atau bahkan membuat frustrasi. Hal ini disebabkan tim bukan saja berkumpul dan
menjalankan tugas organisasi, tetetapi ada yang penting dan perlu mendapatkan
perhatian, yakni relasi sosial dalam kebersamaan mereka sebagai sebuah tim kerja.
Relasi antarpribadi yang akrab dan terbuka untuk bekerja dengan satu hati, satu pikiran
dan satu kehendak, akan menolong tim kerja berjalan dengan efektif. Empat dimensi tim
yang efektif :

50
A. Dimensi Personal
 Tim yg efektif memiliki komitmen yg dalam satu dengan yang lain.
 Segenap tim saling menularkan anthusiasme.
 Setiap orang rindu memberi kontribusi demi mencapai tujuan bersama.
B. Dimensi Relational
 Tim yang efektif berkomunikasi secara terbuka dan jujur.
 Mereka berkolaborasi dengan kesediaan untuk saling melengkapi demi
mencapai tujuan bersama.
 Mereka memanage konfliks secara bijak.
C. Dimensi Strategis
 Tim yang efektif fokus kepada visi yg menjadi pendorong untuk terus maju
bersama.
 Mereka menyepakati dan mengikuti sasaran yang jelas.
D. Dimensi Proses
 Tim yang efektif sangat terbuka terhadap perubahan.
 Mereka memiliki kesadaran yang kuat akan keterkaitan segenap anggota tim.

2.7. Manajemen Konflik

1. Ruang Lingkup Manajemen Konflik

Ruang lingkup (subject matter) kajian manajemen konflik meliputi berbagai aspek
yang amat luas karena berkaitan dengan bidang studi ilmu-ilmu sosial lainnya. Pada
intinya, pusat perhatian (focus of interest) manajemen konflik meliputi pemahaman
tentang teori-teori konflik, metode pendekatan, bentuk-bentuk konflik, sumber konflik,
pengelolaan konflik konsensus, dan resolusi konflik. Jika dipahami secara saksama,
pusat perhatian manajemen konflik tersebut senantiasa berkaitan dengan masalah sosial
lainnya, terutama masalah ekonomi, politik, budaya, psikologi, antropologi, dan
sosiologi. Oleh karena itu, keterkaitan manajemen konflik dengan ilmu-ilmu sosial
lainnya tidak saja dalam konteks rasionalitas dan empiris, tetapi juga dalam hal isi,

51
substansi, relevansi, dan implikasi masalah konflik yang terjadi, baik pada tingkat
personal, interpersonal, maupun kelembagaan.
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat disarikan bahwa ilmu manajemen memberi
kontribusi yang besar terhadap perkembangan ilmu ekonomi. Ilmu manajemen sebagai
cabang ilmu ekonomi memberi andil besar terhadap induknya dan juga terhadap
perkembangan ilmu-ilmu sosial lainnya. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan
ilmu manajemen amat pesat serta selaras dengan dinamika kemajuan zaman dan
dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks ini,
peran dan fungsi manajemen konflik sangat diperlukan. Hal ini dibuktikan oleh begitu
banyaknya konsentrasi studi manajemen yang dikemas dengan bidang lain yang lebih
spesifik. Berbagai terminologi yang menggunakan label manajemen sangat banyak,
antara lain manajemen organisasi, manajemen sumber daya manusia, manajemen
industri, manajemen perusahaan, manajemen organisasi, manajemen tantangan,
manajemen bencana, menajemen risiko, manajemen strategis, manajemen
pemerintahan, dan manajemen konflik.

A. DEFINISI MANAJEMEN KONFLIK

Melalui deskripsi tentang makna manajemen dan makna konflik di atas, dapat
disimpulkan bahwa manajemen dan konflik dapat diibaratkan sebagai satu koin mata
uang: masing-masing sisi berbeda rupa, tetapi memiliki fungsi dan peran yang sama
pentingnya. Manajemen sebagai alat, sedangkan konflik sebagai objek. Konsep
manajemen sumber daya manusia menurut pendekatan strategis menitikberatkan pada
kinerja team work dalam jaringan kerja (network) organisasi yang saling bersinergi.
Oleh karena itu, organisasi akan mampu membentuk, mendukung, dan mengarahkan
aktivitas anggotanya menuju aktivitas yang strategis.
Organisasi itu perlu berkembang dan bertahan hidup dalam abad informasi yang sangat
dinamis dengan berbagai kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan oleh
diversity dalam organisasi serta organisasi yang mulai bersifat tanpa batas. Diperlukan
penanganan atas munculnya konflik potensial ataupun konflik terbuka yang ada di
antara anggota. Maka itu, konflik tidak bersifat disfungsional, tetapi justru

52
menguntungkan (sebagai sumber inovasi atau kreativitas) organisasi dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang timbul.
Mengingat semua orang dan organisasi tidaklah mungkin hidup tanpa
menghadapi masalah konflik, yang terpenting adalah bagaimana pemahaman konsep
tentang definisi atau batasan manajemen konflik. Berikut ini dijelaskan berbagai definisi
manajemen konflik dari berbagai ahli.
1) Secara konseptual, pengertian manajemen konflik (conflict management) dapat
didefinisikan sebagai proses, seni, ilmu, dan segala sumber daya yang tersedia
dalam individu, kelompok, ataupun organisasi untuk mencapai tujuan mengelola
konflik (Santosa, 2000: 6). Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan
reaksi antara pelaku ataupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik
termasuk suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan
bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku ataupun pihak luar dan
bagaimana mereka memengaruhi kepentingan (interests) serta interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya
adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
2) Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang
diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam mengarahkan perselisihan pada
hasil tertentu yang dapat berupa penyelesaian konflik dan menghasilkan
ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik
dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerja sama dalam memecahkan masalah
(dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga), atau pengambilan keputusan oleh
pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen
konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku serta
bagaimana mereka memengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
3) Wirawan (2010: 23) mendefinisikan manajemen konflik sebagai proses pihak
yang terlibat konflik atau pihak ketiga yang menyusun strategi konflik dan
menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang
diinginkan. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa manajemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku ataupun pihak luar dalam suatu

53
konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari
pelaku ataupun pihak luar dan bagaimana mereka memengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai
pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi
konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.

B. FUNGSI MANAJEMEN KONFLIK

Menurut W. Hendricks (2000) dalam manajemen konflik, diperlukan langkah


diagnostis pendekatan konflik dengan menggunakan diagram lima gaya. Dalam
diagram, kualitas perhatian terhadap diri sendiri dan aktor lainnya merupakan penentuan
gaya konflik. Diagram tersebut digambarkan sebagai berikut.
Gibson et al. (1997: 437) menyatakan bahwa fungsi manajemen konflik, selain
dapat menciptakan kerja sama, dapat pula melahirkan inovasi dan kreasi. Hal ini terjadi
jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan yang sama,
tidak berjalan sendiri-sendiri, dan saling bekerja sama satu sama lain. Akan tetapi
konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli bentuk
dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut apabila tidak ditempatkan sebagai fungsi
manajemen. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kematian” bagi organisasi,
tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan. Jika konflik
tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian, hal itu pertanda tidak berfungsinya
manajemen organisasi.
Oleh karena itu, keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap
pimpinan atau manajer organisasi. Pada konteks inilah, terlihat fungsi leadership dalam
menjalankan manajemen organisasi. Tepatnya, konflik dinamika lahir maka konflik
kreativitas muncul. Bahkan, menurut sosiolog asal Jerman, George Mills, konflik adalah
penggerak sejarah sekaligus sumber perubahan. Konflik besar sumbangannya dalam

54
mencegah kebekuan sosial. The changes caused by conflict prevent society from
stagnating (Mills, 1956). Menurut Minnery (1980: 220), manajemen konflik merupakan
proses. Hal ini sama dengan kegiatan perencanaan sebagai suatu proses. Proses
manajemen konflik merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif. Artinya bahwa
pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus-menerus
mengalami penyempurnaan hingga mencapai model yang representatif dan ideal.
Manajemen konflik dalam organisasi meliputi beberapa fungsi berikut.
1. Fungsi akomodasi, yakni penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan).
2. Fungsi klarifikasi, yakni identifikasi dan diskursus karakteristik serta struktur
konflik.
3. Fungsi evaluasi konflik, yakni manfaat atau outcome manajemen konflik (jika
bermanfaat, dilanjutkan dengan proses berikutnya; jika tidak, hal itu tidak
dilanjutkan).
4. Fungsi menentukan aksi tindakan, yakni tindakan apa yang dipersyaratkan untuk
mengelola konflik. Fungsi penentuan peran, yakni fungsi pengorganisasian
manajemen konflik, bagaimana menentukan peran perencana sebagai partisipan
atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan fungsi-fungsi tersebut
berlangsung dalam proses dan konteks pengelolaan konflik, baik bagi aktor,
mediator, maupun antarpihak yang ikut andil mengelola konflik sebagai partisipan
atau pihak ketiga.

2. Bentuk-Bentuk Konflik

Dalam aktivitas organisasi, dijumpai bermacam-macam konflik yang melibatkan


individu-individu ataupun kelompok-kelompok. Beberapa kejadian konflik telah
diidentifikasi menurut jenis dan macamnya oleh sebagian penulis buku manajemen,
perilaku organisasi, psikologi, ataupun sosiologi.
Pada hakikatnya konflik terdiri atas lima bentuk, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu

55
Konflik ini merupakan konflik internal yang terjadi pada diri seseorang
(intrapersonal conflict). Konflik ini akan terjadi ketika individu harus memilih
dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, lalu bimbang mana yang harus
dipilih untuk dilakukan. Handoko (1995: 349) mengemukakan bahwa konflik
dalam diri individu terjadi apabila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang diharapkan, apabila berbagai permintaan pekerjaan
saling bertentangan, atau apabila diharapkan untuk melakukan pekerjaan yang
lebih dari kemampuannya.
Menurut Winardi (2004: 169), terdapat tiga tipe konflik pada tingkat individu.
a) Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict)
Konflik ini meliputi situasi yang membuat seseorang harus memilih antara
dua macam alternatif positif yang memiliki daya tarik yang sama.
Contohnya, individu harus memilih menerima sebuah promosi yang sangat
dihargai dalam organisasi atau menerima pekerjaan baru yang menarik dan
ditawarkan oleh perusahaan lain.
b) Konflik menghindari-menghindari (avoidance-avoidance conflict)
Sebuah situasi yang mengharuskan seseorang untuk memilih dua macam
alternatif negatif yang sama dan tidak memiliki daya tarik. Contohnya, kita
menghadapi pilihan: ditransfer pekerjaan ke kota lain yang berada di lokasi
yang tidak menyenangkan atau di-PHK oleh organisasi tempat kita bekerja.
c) Konflik pendekatan-menghindari (approach-avoidance conflict)
Konflik ini meliputi sebuah situasi yang membuat seseorang harus
mengambil keputusan dengan konsekuensi positif ataupun negatif.
Contohnya, seseorang diberi tawaran promosi yang menjanjikan gaji lebih
besar, tetapi mengandung tanggung jawab yang makin meningkat dan tidak
disukai.
2) Konflik antarindividu
Konflik antarindividu (interpersonal conflict) bersifat substantif, emosional, atau
keduanya. Konflik ini terjadi ketika ada perbedaan tentang isu tertentu, tindakan,
dan tujuan. Dalam konflik ini, hasil bersama sangat menentukan.
3) Konflik antaranggota dalam satu kelompok

56
Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik
substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda dan ketika
anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data
yang sama. Sementara itu, konflik efektif terjadi karena tanggapan emosional
terhadap suatu situasi tertentu.
4) Konflik antarkelompok
Konflik intergroup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan
persepsi, perbedaan tujuan, dan meningkatnya tuntutan terhadap keahlian.
Konflik antarbagian dalam organisasi Tentu saja yang mengalami konflik adalah
orang. Akan tetapi, dalam hal ini, orang tersebut “mewakili” unit kerja tertentu.
Menurut Mulyasa (2004: 244), konflik ini terdiri atas hal-hal berikut.
a) Konflik vertikal terjadi antarkelompok dalam tingkatan sosial yang berbeda
atau terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang
cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya, konflik yang terjadi
antara pemerintah dan rakyat, antara buruh dan majikan, serta
pemberontakan atau gerakan separatis/makar terhadap kekuasaan negara.
b) Konflik horizontal terjadi pada kelompok yang tingkatan sosialnya sama
atau terjadi antarpegawai yang memiliki hierarki yang sama dalam
organisasi. Misalnya, antaretnis, antaragama, atau antaraliran.
c) Konflik lini-staf sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang
keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini.
Misalnya, konflik antara kepala sekolah dan tenaga administrasi.
5) Konflik antarorganisasi
Konflik antarorganisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan
pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap
organisasi lain. Misalnya, konflik yang terjadi antara perguruan tinggi dengan
salah satu organisasi masyarakat.
Adapun faktor-faktor penyebab konflik antara lain sebagai berikut:
 Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

57
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda pula. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, di antaranya menyangkut
bidang ekonomi, politik, dan sosial.
 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Dalam
sebuah organisasi, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan, baik intrapersonal,
interpersonal, intragrup, intergrup, intraorganisasi, maupun interorganisasi.
Menurut Agus S. (2009), konflik dibedakan di antara dua sumbu sasaran dan perilaku
sebagai berikut.
1) Tanpa konflik: dalam kesan umum adalah lebih baik, tetapi setiap masyarakat atau
kelompok yang hidup damai, jika ingin keadaan ini terus berlangsung, mereka
harus hidup bersemangat dan dinamis. Memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan
serta mengelola konflik secara kreatif.
2) Konflik laten: sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar dapat
ditangani secara efektif.
3) Konflik terbuka: berakar dalam dan sangat nyata sehingga memerlukan berbagai
tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.

Rangkuman
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat disarikan bahwa setiap kelompok dalam
satu organisasi yang di dalamnya terjadi interaksi antara satu dan lainnya memiliki
kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi sosial, politik, pemerintahan, dan
dunia usaha, hubungan antarindividu antara kelompok ataupun antarorganisasi
senantiasa terjadi interaksi yang sangat potensial menimbulkan konflik. Konflik sangat
erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,
tidak dihargai, ditinggalkan, dan sebagainya. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu
dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan memengaruhi seseorang
dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung dan dapat menurunkan produktivitas
kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang
disengaja ataupun tidak disengaja.

58
Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik dapat disebabkan oleh
suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain kemajuan teknologi baru, persaingan ketat,
perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.
Berbagai definisi yang dikemukakan para ilmuwan tersebut terdapat persamaan ataupun
perbedaan rumusan. Namun, secara substansial hal itu memiliki makna yang tidak jauh
berbeda. Inti pengertian konflik pada prinsipnya adalah perbedaan persepsi, pandangan,
sikap, dan perilaku individu ataupun kelompok yang menimbulkan kondisi emosional,
ketegangan, dan perselisihan antarpihak yang bersifat positif ataupun negatif.

1. PENGELOLAAN KONFLIK
Sepanjang kehidupan  manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik
baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi, setiap anggota
organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Agar konflik tidak jadi berlarut-larut
maka konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :

1) Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah
konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan
yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan
untuk memahaminya.
2) PertimbanganPengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan
sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior
yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang
yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat
dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3) Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan
kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik

59
adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari
yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4) Mendengarkansecara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik.
Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki
pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para
pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

2. METODE PENANGAN KONFLIK

Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan beberapa metode. Metode yang


sering digunakan untuk menangani konflik adalah :

1) Mengurangi konflik;
Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah
dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun
demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang
sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para
anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh”
tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para
anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
2) Menyelesaikan konflik.
Cara dengan metode penyelesaian konflik  yang ditempuh adalah sebagai berikut
:
a) Dominasi (Penekanan)Metode-metode dominasi biasanya memilki dua
macam persamaan, yaitu
 Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan
memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”;
 Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang
kalah terpaksa mengalah karena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang

60
lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan
sikap bermusuhan muncul.
b) Penyelesaian secara integratif.
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok
diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa
dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem
solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba
memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau
berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi
organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan
karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk
memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
c) Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau
mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan
istilah win-lose orientation.Win-Lose Orientation terdiri dari lima orientasi
sebagai berikut:
 Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam
gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan,
mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang
diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini
seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah.
Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia
berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun
sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap
kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun
akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
 Lose-Win(Kalah–Menang)
Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan.
Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain.

61
Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena
paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka
menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang
terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan
penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem
peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan
kemarahan yang mendalam.
 Lose-Lose(Kalah–Kalah)
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma
Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat,
maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik
semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya
perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya
kalah sama saja dengan bunuh diri.

 Win (Menang)
Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain
kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka
inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan
mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia
tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit
kerja sama dalam tim.
 Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus
mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang
berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan
pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini
memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan.
Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak
dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.

62
3. LANGKAH-LANGKAH MANAJEMEN MENANGANI KONFLIK

Langkah-langkah manajemen untuk menangani konflik diataranya:

1) Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak


puasan.
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang
sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara
pemecahannya.
2) Mengumpulkanketerangan/faktaFakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan
akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat.
Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu
pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati.
3) Menganalisis dan memutuskan. Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya
data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering
kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
4) Memberikan jawaban meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan,
keputusan ini haruslah dibertahukan kepada anggota organisasi.
5) Tindak lanjut. Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan
yang telah diperbuat.
6) Pendisiplinan
Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan
tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh
karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan
(peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan
tersebut memiliki wibawa.

4. APLIKASI MANAJEMEN KONFLIK

Salah satu contoh organisasi yang dapat mengelola konflik dengan baik adalah
UKM Pramuka UGM. Unit kegiatan Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26
tahun ini ternyata memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik yang ada di

63
tubuhnya. Baik konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar pimpinan itu
sendiri.Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan
dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di
tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah
kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus
dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap
keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.

Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah kerja yang merupakan forum
tertinggi untuk menentukan program kerja apa saja yang akan dijalankan oleh mereka.
Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan program kerja harus dibahas pada
forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana (Pengurus Operasional) dan di
Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah Pandega). Konflik yang kerap
muncul adalah konflik interpersonal dan kepentingan golongan. Hal ini sangat wajar
mengingat Pramuka merupakan organisasi yang berlandaskan prinsip kekeluargaan.

Selain pada rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan sehari-
hari di Sanggar Bakti (semacam secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM). Interaksi
yang terjadi hari sangat memungkinkan terjadinya konflik antar anggota. Baik yang
sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut kerap mewarnai perjalanan dan
kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang timbul karenanya seringkali
menyulitkan sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi pimpinan dalam
mengntisipasinya.

Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal anggota, personil yang secara
fungsional bertanggung jawab adalah pemangku adat. Peran yang biasanya dipegang
oleh anggota yang paling tua di antara pimpinan lainnya ini adalah sebagai seseorang
yang memediasi konflik yang terjadi. Namun, selain secara personal, terdapat beberapa
badan yang dijadikan alat untuk menyelesaikan konflik jika konflik yang dirasa tidak
dapat dilaksanakan oleh pemangku adat secara personal. Badan tersebut adalah
pendamping dan Dewan Kehormatan.

64
Pendamping merupakan seorang kakak (sudah pandega) yang bertugas
mendampingi adiknya (calon pandega) untuk menempuh SKU Pand Pendamping,
Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang digunakan untk
melakukan proses komunikasi antar anggota di UKM Pramuka UGM. (GBHKR Jangka
Pendek 2006-2007 Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana Tri
bhuwanatungga dewi).

Sebagai seorang pendamping, ia bertanggung jawab atas perilaku dan watak adik
dampingannya itu. Begitu pula dengan konflik yang mungkin muncul dari hubungan
tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi laiknya orang tua yang mengawasi dan
memantau perkembangan

2.8. Siklus Pemecahan Masalah


A. Mengorganisasikan Mutu
Ada tiga pertimbangan dalam pengembangan dan pengoperasian pengorganisasian
mutu terpadu ini. Yang pertama adalah identifikasi dan konfirmasi kerja mutu yang
spesifikasi dan kerja sama termasuk tanggung jawab, wewenang, akuntabilitas, dan
hubungan mutu dari setiap individu dan kelompok yang menentukan di dalam
perusahaan dan pabrik tersebut. Pertimbangan kedua adalah identifikasi dan
konfirmasi pada bidang yang sama untuk fungsi kendali mutu itu sendiri sehingga ia
dapat membantu perusahaan mencapai tujuan mutu. Pertimbangan ketiga adalah
kepemimpinan manajemen perusahaan dan pabrik itu sendiri dalam pembentukan
dan pemeliharaan terus menerus organisasi mutu.
Persyaratan Masa Kini untuk Organisasi Mutu

65
Beberapa faktor pasar, teknologi dan ekonomi modern telah membentuk persyaratan
utama yang baru bagi peng-organisasian untuk mutu. Empat dari faktor ini adalah
sangat penting, yaitu sebagai berikut :
Program mutu tradisional, pada masa lalu dianggap sebagai fungsi tunggal di dalam
perusahaan. Sebaliknya

pada masa kini program itu harus diakui sebagai suatu kelompok disiplin mutu yang
sistematik, yang akan diterangkan secara terkoordinasi pada semua fungsi di seluruh
perusahaan dan pabrik
2. Program mutu tradisional pada masa lalu berada beberapa lapis organisasi jauhnya
dari kontak langsung dan terus menerus dengan pembeli dan pelanggan produk dan jasa
perusahaan
3. Masalah mutu mengatasi dan tidak memperhatikan batas-batas organiasi fungsional
individual yang ada adil dalam perusahaan
4. Operasi-operasi yang berkaitan dengan mutu di dalam perusahaan menjadi demikian
luasnya, berbelit-belit dan pada masa kini melibatkan kebutuhan akan kendali terpadu
seperti pada masa lalu

Secara bersama-sama, keempat faktor ini merupakan kekuatan yang menempatkan


penumbuhan organisasi mutu terpadu yang tangguh pada tingkatan primer dari
perhatian dan manajemen umum. Dampak kendali mutu terpadu pada seluruh organisasi
menyertakan implementasi manajerial dan teknis dari aktivitas-aktivitas mutu yang
berorientasi pada pelanggan sebagai tanggung jawab utama manajemen umum dan
operasi lini utama pemasaran, rekayasa, produksi, hubungan indiustri, dan jasa dan juga
fungsi kendali mutu itu sendiri.
Kebutuhan akan dampak pada sleuruh organisasi yang demikian ditunjukkan oleh
semakin banyak perusahaan di seluruh dunia. Pengalaman menunjukkan bahwa lebih
dari 80 persen masalah mutu mendasar yang memerlukan perbaikan pada masa kini
berada di luar lingkungan departemen kendali mutu tradisional. Masalah mutu yang
penting ini dapat muncul di dalam produksi karena instalasi dan kelangsungan operasi
pembikinan yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan mutu. Masalah tersebut

66
dapat juga muncul di dalam pengembangan dan kerekayasaan karena rancangan produk
telah dibuat untuk memenuhi syarat-syarat teknologi murni dan tidak cukup
mempertimbangkan mutu selama daur hidup produk.
Masalah itu dapat muncul di dalam pemasaran karena spesifikasi pelanggan yang
menekankan penampilan dan ciri khas produk yang dangkal tetapi bukan kegunaan
aktual produk yang akan dimanfaatkan oleh pembeli. Masalah itu dapat muncul di
dalam program pelayanan produk yang memberikan suatu “pemecahan segera” terhadap
masalah mutu tetapi bukan pada operasi produk terus menerus yang tidak memuaskan.
Tugas Organisasi Mutu

Tugas organisasi mutu adalah pengoperasian dan pemaduan, di dalam kerangka


kerja sistem mutu terpadu, dari aktivitas-aktivitas perorangan dan kelompok yang
bekerja di dalam kerangka kerja teknologi yang diwakili oleh keempat pekerjaan
kendali mutu. Semangat yang memotivasi organisasi mestinya adalah yang
membangkitkan kesadaran mutu yang agresif di antara semua karyawan perusahaan.
Semangat ini tergantung dalam banyak hal pada yang tak berwujud, diantaranya yang
terpenting dalah sikap manajemen terhadap mutu.
Membentuk organisasi mutu yang memadai bagi suatu perusahaan adalah pekerjaan
hubungan manusia. Bimbingan menuju pola struktural yang bermanfaat dapat
ditemukan melalui pengalaman industri selama beberapa tahun yang lalu. Pengalaman
ini dapat diukur terhadap latar belakang metode perencanaan organisasi yang digunakan
secara luas dan efektif. Tangung jawab mutu yang mendasar berada di tangan
manajemen puncak perusahaan. Selama beberapa puluh tahun yang lalu, manajemen
puncak yang merupakan bagian dari kecenderungan umum industri menuju,
pengkhususan, sudah mendelegasikan bagian-bagian dari tanggung jawab mutunya
kepada kelompok-kelompok fungsional seperti Rekayasa, Pembikinan, Pemasaran,
Pelayanan Produk, dan Kendali Mutu. Lalu, semua tanggung jawab yang penting dari
setiap pekerja untuk memproduksi produk-produk mutu sudah bertambah selama
periode tahun-tahun ini dengan bertambahnya kerumitan produk maupun mesin
produksi. Yang telah delegasikan kepada karyawan peusahaan lainnya, karena mereka
telah mempunyai kualifikasi terbaik untuk itu. Akan tetapi, komponen tersebut

67
membuat seluruh kendali mutu untuk perusahaan lebih besar daripada jumlah bagian-
bagian yang ada di rekayasa, pembikinan, pemeriksaan, dan pemasaran, melalui fungsi
pemaduan dan kendali.

B. Perencanaan Mutu
Mutu tidak terjadi begitu saja, ia harus direncanakan. Mutu harus menjadi bagian
penting dari strategi institusi, dan harus didekati secara sistematis dengan menggunakan
proses perencanaan strategis. Perencanaan strategis merupakan salah satu bagian
penting dari TQM. Tanpa arahan jangka panjang yang jelas, sebuah institusi tidak dapat
merencanakan peningkatan mutu. Proses perencanaan dalam konteks pendidikan tidak
jauh berbeda dengan yang biasanya dipergunakan dalam dunia industri dan komersial.
Alat-alat yang digunakan untuk digunakan dalam misi dan tujuan akhir serta untuk
menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman juga hampir sama, hanya
perlu penerjemahan yang baik. Alat-alat itu sendiri harus sederhana dan mudah
dipergunakan. Kekuatan alat-alat tersebut berasal dari fokus yang mereka berikan
terhadap proses berpikir institusi. Alat-alat tersebut mempertanyakan keberadaan-
keberadan institusi tersebut, untuk siapa institusi itu ada, dan apakah ia mengejar tujuan-
tujuan yang benar.
Perencanaan mutu strategis dapat diartikan sebagai proses penyusunan langkah-
langkah kegiatan menyeluruh secara sistematis, rasional, berkiat, dan berjangka panjang
serta berdasarkan visi, misi dan prinsip tertentu untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
menyeluruh bagi para pelanggan.
C. Implementasi Mutu

Pada dasarnya TQM dalam dunia pendidikan menurut Frankin P. Schargel (1994:2)
dalam buku Syafarudin (2002: 35)

dikatakan bahwa total qulity management education is process wich involves


focusing on meeting and exceeding custumer expectations, continous impruvment,
sharing responsibilities with employess, and reducasing scraf and rework. Artinya
bahwa mutu terpadu pendidikan dipahami sebagai suatu proses yang meilibatkan

68
pemusatan pada pencapaian kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan terus
menerus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai, dan pengurangan pekerjaan
tersisa dan pengerjaan kembali.
Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan
pengalaman praktik telah dicapai pengembangan suatu model sederhana, tetapi sangat
efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu di sekolah. Model
tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut :
Fokus Pada Pelanggan

Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam


manajemen mutu terpadu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu:
Pelanggan internal (di dalam organisasi sekolah)
Pelanggan eksternal (di luar organisasi sekolah)

Organisasi dikatakan bermutu apabila kebutuhan pelanggan bisa dipenuhi dengan


baik. Dalam arti bahwa pelanggan internal, misalnya guru, selalu mendapat pelayanan
yang memuaskan dari petugas TU, kepala Sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru
dan guru selalu menanggapi keinginan siswa. Begitu pula pada pelanggan eksternal,
misalnya masyarakat sekitar.
Perbaikan Proses

Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri
(urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output.
Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting
untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama
perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat
diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila
keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua
dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi

69
output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan baik yang
internal maupun yang eksternal menjadi puas.
Keterlibatan Total

Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dalam
hal ini kepala sekolah dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua warga
sekolah untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di dunia
pendidikan. Warga sekolah wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui
kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan
persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan. Sedangkan, prinsip dasar manajemen
mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut:
 Setiap orang memiliki pelanggan.
 Setiap orang bekerja dalam sebuah sistem.
 Semua sistem menunjukkan variasi.
 Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi.
 Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai perencanaan.
 Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup.
 Manajemen berdasarkan fakta dan data.
 Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil output.

Syarat- syarat TQM dapat berlangsung di sekolah, yaitu:


Sekolah harus secara terus menerus melakukan perbaikan mutu produk (output)
sehingga dapat memuaskan para pelanggan baik eksternal maupun internal.
Memberikan kepuasan kepada warga sekolah, komite sekolah, penyumbang dana
pendidikan di sekolah tersebut.
Memiliki wawasan jauh ke depan.
Fokus utama ditujukan pada proses, kemudian baru menyusul hasil.
Menciptakan kondisi di mana setiap warga sekolah aktif berpartisipasi dalam
menciptakan keunggulan mutu.

70
Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi warga
sekolah bukan dengan cara otoriter, sehingga diperoleh suasana yang kondusif bagi
lahirnya ide-ide baru.
◆Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan
maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.
◆Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan
pengalaman/pendapat.
◆Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.
◆Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya
peningkatan mutu.

Di dalam artikel, ” Revolusi Mutu di Dalam Pendidikan,” Yohanes Burung- jay


Bonstingl menguraikan secara singkat prinsip TQM yang ia percaya dapat mengubah
pendidikan di sekolah. Ia menyebutnya dengan istilah “Empat pilar TQM”, antara lain:
Synergistic Relationships /Hubungan Sinergi

Konsep ini menekankan pada ” sistematis pekerjaan yang dilakukan di mana semua
warga sekolah dilibatkan”. Dengan kata lain, kerjasama sekelompok dan kolaborasi
adalah sesuatu yang sangat penting. Konsep sinergi menyatakan bahwa capaian dan
produksi ditingkatkan dengan penyatuan bakat dan pengalaman individu. Prinsip ini
menekankan bahwa fokus utama organisasi sekolah adalah pada pelanggan

dan penyalur. Pelanggan utama sekolah merupakan siswa itu sendiri dan
penyalurnya adalah guru. Guru dan siswa adalah tim, dalam artian dibutuhkan
kerjasama yang sinergi antara keduanya. Prinsip ini ditujukan agar tercapainya
pengembangan kemampuan minat dan bakat siswa.
Di dalam kelas, guru-murid regu adalah tim. Produk kesuksesan mereka dalam
bekerjasama adalah pengembangan kemampuan minat, dan karakter siswa. Siswa
adalah pelanggan guru, sebagai penerima dari jasa bidang pendidikan untuk
peningkatan dan pertumbuhan siswa. Guru dan sekolah adalah para penyalur dari efektif
alat belajar, lingkungan, dan sistem untuk siswa. Sekolah bertanggung jawab untuk
menjamin kelangsungan pendidikan para siswa dalam jangka panjang dengan proses

71
pembelajaran tentang bagaimana cara belajar dan cara berkomunikasi, bagaimana cara
mendapatkan pekerjaan berkualitas berdasarkan kemampuan yang mereka miliki.
Perbaikan Terus Menerus dan Evaluasi Diri

Adanya perbaikan terus menerus, secara individual maupun secara berkelompok baik di
dalam menyeting kualitas sekolah dengan jalan administrator bekerja berkolaborasi
dengan pelanggan dan para guru. TQM menekankan evaluasi diri sebagai bagian dari
suatu proses perbaikan berkelanjutan. Administrator berperan penting sekali dalam
upaya perbaikan terus menerus dengan cara mempertegas disiplin, seperti pengendalian,
perintah baik dengan intimidasi untuk kemajuan sekolah. TQM pendidikan dibutuhkan
evaluasi diri

Suatu Sistem dari Proses Berkelanjutan


Pilar TQM yang ketiga yang diterapkan di akademis adalah pengenalan organisasi
sebagai sistem dan pekerjaan yang dilaksanakan di dalam organisasi harus dilihat
sebagai suatu proses berkelanjutan. Dalam pilar ketiga TQM pendidikan ini adalah
organisasi dianggap sebuah sistem, artinya komponen-komponen sekolah saling
mempengaruhi dan saling ketergantungan. Guru dan siswa merupakan sistem dari
sekolah, mutu ditujukan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki komponen-komponen
yang mengalami cacat/ memerlukan perbaikan.
Kepemimpinan

Prinsip ini menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan TQM merupakan tanggung


jawab dari manajemen puncak yaitu kepala sekolah. Implikasi dari pilar keempat ini
adalah kepemimpinan sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu harus
memiliki visi dan misi atau pandangan jauh yang jelas kedepannya. Aspek
kepemimpinan sangat esensial sekali dalam perkembangan mutu. Kepemimpinan dilihat
dari sudut formal yakni kepala sekolah sebagai pimpinan puncak wajib melakukan
perbaikan-perbaikan serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan sekolah dan para guru
di sekolah harus mampu menetapkan konteks di mana para siswa dapat secara optimal

72
mencapai potensi mereka melalui dampak dari kemajuan berkelanjutan yang disebabkan
oleh kerja sama antara para guru dan para siswa tersebut.

D. Monitoring Mutu
Menurut Sallis (2010:236) bahwa “sistem mutu selalu membutuhkan rangkaian
umpan balik. Mekanisme umpan balik harus ada dalam sistem mutu. Hal tersebut
bertujuan agar hasil akhir sebuah layanan bisa dianalisa menurut rencana”. Pengawasan
dan evaluasi adalah elemen kunci dalam perencanaan strategi. Jika sebuah institusi
maka belajar dari pengalaman dan tidak statis, maka proses evaluasi dan umpan balik
harus menjadi elemen yang esensial dalam kulturnya. Poses evaluasi harus fokus pada
pelanggan, dan mengeksplorasi dua isu : pertama, tingkatan dimana institusi mampu
memenuhi kebutuhan individual, baik internal maupun eksternal, dan kedua sejauh
mana institusi mampu mencapai misi dan tujuan strategisnya. Untuk memastikan bahwa
sebuah proses evaluasi mampu mengawasi tujuan individual dan institusional tersebut,
maka evaluasi tersebut harus dilakukan dalam tiga level evaluasi, sebagaimana berikut:
Melibatkan pemeriksaan harian terhadap kemajuan pelajar. Tipe evaluasi ini
biasanya berlangsung secara informal, maka dilakukan oleh individu-individu guru atau
pada tingkat tim.
Jangka pendek

Membutuhkan cara yang lebih terstruktur dan spesifik, yang menjamin bahwa
pelajar sudah berada dalam jalur yang seharusnya dan sedang meraih potensinya.
Tujuannya evaluasi pada tingkatan ini adalah untuk memastikan perbaikan bagi segala
sesuatu yang harus diperbaiki. Penggunaan data statistik dan profil pelajar harus
ditonjolkan dalam proses ini. Evaluasi ini dilakukan dalam level tim dan departemen.
Evaluasi jangka pendek dapat digunakan sebagai sebuah metode kontrol mutu yang
menyoroti kesalahan dan masalah. Penekanannya perbaikan sebagai cara mencegah
kegagalan pelajar.
Jangka panjang

73
Sebuah evaluasi terhadap kemajuan dalam mencapai tujuan strategis. Evaluasi ini
merupakan evaluasi yang dipimpin secara langsung oleh institusi secara keseluruhan.
Evaluasi ini memerlukan banyak contoh-contoh kasus terhadap sikap dan pelanggan,
juga diawasi melalui skala besar indikator prestasi institusi. Tipe evaluasi ini dilakukan
sebagai sebuah usaha pembuka dalam memperbarui rencana strategis.
Fungsi evaluasi pada masing-masing tahap berbeda satu sama lain. Evaluasi sering
dibuat sebagai sebuah upaya pencegahan. Ia bertujuan untuk menemukan apa yang
benar dan apa yang salah, serta menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan kinerja
dimasa yang akan datang.

STUDI KASUS

Pengaruh TQM Terhadap Kinerja Karyawan

Hasil analisis deskriptif pada variabel TQM menunjukkan bahwa karyawan pada PT.
Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo mampu menerapkan TQM dengan baik yang
dibuktikan dengan memberikan pelatihan kepada karyawan, mampu mengantongi
sertifikat ISO 9001:2008 tentang Standar Sistem Manajemen Mutu sejak tahun 2013,
melakukan perbaikan pada alat produksi, dan melakukan analisis kualitas gula secara
berkala oleh P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia). Hal ini terlihat dari
hasil deskripsi jawaban responden yang menunjukkan skor rata-rata variabel TQM
sebesar 3,81 dan tergolong kategori tinggi. Sedangkan pada variabel kinerja karyawan
juga menunjukkan skor rata-rata variabel sebesar 4,52 yang tergolong kategori tinggi.

Hasil analisis deskriptif indikator customer focus (fokus pelanggan) memiliki nilai
ratarata tertinggi sebesar 4,20. Menurut salah satu karyawan departemen SDM dan
sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan, Pabrik Gula

74
Candi Baru selalu mengadakan lelang gula yang diperuntukkan bagi masyarakat setiap
satu minggu sekali pada hari Selasa. Harga yang ditawarkan lebih murah yaitu sebesar
11.500 dari harga normal sebesar 13.800. Kejujuran yang diberikan adalah harga
tersebut memang benar-benar didiskon sesuai dengan informasi yang diberikan ke
masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memberikan warna antara hubungan perusahaan
dengan pelanggan sehingga menimbulkan identitas yang baik dalam rangka
memenangkan perhatian pelanggan.

Hasil analisis indikator quality system improvement (peningkatan kualitas sistem)


memiliki nilai rata-rata terendah sebesar 3,33. Salah satu contoh pada PT. Pabrik Gula
Candi Baru Sidoarjo adalah perusahaan menerapkan SOP bagi karyawannya untuk
menggunakan helm proyek, sarung tangan, dan sepatu safety saat berhubungan
langsung dengan alat atau mesin produksi. Namun menurut hasil pengamatan di Pabrik
Gula Candi Baru, masih banyak karyawan yang melanggar aturan atau tidak mematuhi
SOP yang telah dibuat seperti tidak menggunakan alat keamanan (helm proyek, sarung
tangan, dan sepatu safety). Menurut hasil wawancara dengan salah satu karyawan, hal
ini dikarenakan karyawan merasa bahwa dengan menggunakan alat keamanan kerja
membuat mereka merasa kurang nyaman, sehingga karyawan memilih untuk tidak
menggunakannya.

Pengaruh TQM Terhadap Kepemimpinan

Hasil analisis deskriptif pada variabel total quality management menunjukkan bahwa
kepemimpinan pada Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo mampu diterapkan dengan baik.
Hal ini dibuktikan dengan pemimpin yang membuat strategi jangka panjang yaitu
mengganti mesin-mesin yang sudah tua dan memperbaiki jaringan listrik bawah tanah
yang sudah rusak. Pemimpin juga memberikan contoh yang baik dengan datang tepat
waktu, tidak menggunakan gadget saat jam kerja, bertindak tegas kepada karyawan
yang terlambat masuk kerja dengan dipulangkan atau tidak diperbolehkan masuk
kantor. Hal ini terlihat dari hasil deskripsi jawaban responden yang menunjukkan skor
rata-rata variabel TQM sebesar 3,81 dan tergolong kategori tinggi. Sedangkan pada

75
variabel kepemimpinan juga menunjukkan skor rata-rata variabel sebesar 4,13 yang
tergolong kategori tinggi.

Hasil analisis deskriptif indikator memberi sugesti memiliki nilai rata-rata terendah
sebesar 3,79. Menurut salah satu karyawan departemen SDM, peran pemimpin sudah
dilakukan secara baik di Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo yang dibuktikan dengan
memberikan pujian kepada karyawan, mengadakan briefing, kegiatan family gathering,
dan memberikan contoh kepada karyawan agar tidak mengoperasikan gadget disaat jam
kerja. Namun menurut hasil pengamatan, karena perusahaan memberikan fasilitas wifi
didalam ruangan, jadi masih ada beberapa karyawan yang tidak mematuhi peraturan
yaitu dengan mengoperasikan HP secara diam-diam disaat jam kerja dan diluar
kepentigan pekerjaan seperti mengakses youtube, facebook, atau instagram. Hal ini
disebabkan karena pemimpin selalu sibuk dan kurang memberikan pengawasan pada
bawahannya yang menyebabkan karyawan memiliki kesempatan untuk melakukan
pelanggaran disaat jam kerja. Hasil analisis deskriptif indikator keterampilan
berkomunikasi dan sumber inspirasi memiliki nilai rata-rata tinggi sebesar 4,29. Salah
satu karyawan departemen SDM mengatakan bahwa pemimpin memiliki hubungan
yang baik dalam hal komunikasi dengan bawahannya, ketika karyawan mendapati
hambatan dalam pekerjaannnya pemimpin selalu memberikan saran atas permasalahan
tersebut. Namun jika dirasa permasalahan tersebut cukup berat maka pemimpin akan
membuka forum diskusi. Setiap hari Senin di Pabrik Gula Candi Baru selalu ada
program briefing pagi yang diikuti oleh seluruh kepala bagian dan juga kepala staf
masing-masing departemen. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan yaitu
pemimpin berkomunikasi dengan bawahannya baik secara lisan maupun tulisan. Salah
satu contoh komunikasi lisan diperusahaan adalah selalu mengadakan briefing pagi
setiap hari Senin pukul 07.10 untuk menyampaikan atau sekedar mengingatkan terkait
penerapan SOP, informasi-informasi yang di anggap penting (misalnya persiapan
gudang sebelum giling, kesiapan alat atau mesin produksi, jadwal pembayaran
pembelian gula atau tetes, pengawasan keamanan pabrik/kantor). Selain itu pemimpin
juga berkomunikasi secara tertulis jika beliau sedang berada diluar kota, pesan tertulis
tersebut melalui komunikasi elektronik yaitu whatsapp, email, atau chat room. Salah

76
satu contohnya adalah saat pemimpin mengingatkan bawahannya untuk mempersiapkan
kontrak karyawan PKWT. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Hasil
analisis deskriptif pada variabel kinerja karyawan menunjukkan bahwa kinerja
karyawan pada Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo sudah diterapkan dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan karyawan selalu mencapai target yang ditentukan perusahaan,
misalnya karyawan bagian TUK memiliki tugas menyusun RKAP (Rangkaian Kerja
Anggaran Perusahaan) yang ditargetkan akhir tahun, namun dalam realisasinya pada
bulan Agustus penyusunan RKAP sudah dapat diselesaikan. Hal ini terlihat dari hasil
deskripsi jawaban responden yang menunjukkan skor rata-rata variabel kepemimpinan
sebesar 4,13 dan tergolong kategori tinggi. Sedangkan pada variabel kinerja karyawan
juga menunjukkan skor rata-rata variabel sebesar 4,52 yang tergolong kategori tinggi.

Hasil analisis deskriptif indikator kualitas memiliki nilai rata-rata terendah sebesar 3,83.
Menurut salah satu karyawan departemen SDM, kualitas kerja karyawan di Pabrik Gula
Candi Baru dinilai meningkat berdasarkan ketepatan waktu dalam menyelesaikan target,
keterampilan, ketelitian, serta kerapian. Kualitas kerja karyawan dapat dilihat melalui
hasil dari evaluasi kerja yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Namun dalam
penerapannya, evaluasi kinerja tahunan dirasa kurang spesifik dari pada evaluasi kinerja
bulanan. Salah satu contohnya adalah pada bulan Juli karyawan departemen SDM
sedang merencanakan seharusnya digunakan untuk pelatihan adalah evaluasi kinerja
bulan Juli hingga bulan Agustus. Dikarenakan evaluasi kinerja pada PG Candi Baru
adalah tahunan sehingga pelaksana harus melihat kembali laporan evaluasi kerja pada
tahun 2017. Sedangkan bulan Januari 2018 sampai bulan Agustus 2018 juga perlu
dijadikan sebagai referensi. Hasil analisis deskriptif indikator kemampuan karyawan
melakukan pekerjaan inti memiliki nilai rata-rata tertinggi sebesar 4,35. Menurut salah
satu karyawan departemen SDM, karyawan pada Pabrik Gula Candi Baru mampu
bekerja sesuai job description masingmasing sehingga dapat memberikan hasil yang
optimal bagi perusahaan. Salah satu contohnya adalah Kepala Bagian SDM dan Umum
pada Pabrik Gula Candi Baru melaksanakan serangkaian tugas sesuai dengan jobdesc
seperti rekruitmen, seleksi, penempatan karyawan tetap dan tiak tetap, memproses
mutasi dan rotasi karyawan, memproses hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan

77
pelatihan karyawan, memproses hal-hal yang berkaitan dengan karyawan pensiun, dan
menyusun RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan).

Pengaruh TQM Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepemimpinan

Dari hasil analisis indirect effect dapat diketahui bahwa nilai koefisien pengaruh total
quality management terhadap kinerja karyawan sebesar 0,427. Nilai tersebut lebih besar
jika dibandingkan dengan pengaruh tidak langsung yaitu total quality management
terhadap kinerja karyawan melalui kepemimpinan yang hanya sebesar 0,332. Kemudian
dengan melihat nilai uji t hitung statistik yaitu sebesar 4,511 yang menunjukkan angka
lebih besardari t-tabel yaitu 1,96 sehingga menunjukkan bahwa hipotesis keempat
dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa “total quality management terhadap
kinerja karyawan melalui kepemimpinan pada Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo” dapat
diterima.

Dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan TQM yang terencana dan terarah dapat
meningkatkan kinerja karyawan sehingga diperlukan peran kepemimpinan untuk
mempengaruhi dan mengarahkan karyawan agar dapat mencapai tujuan organisasi.
Ketika memutuskan untuk menggunakan TQM sebagai kunci proses manajemen, maka
peran manajer senior adalah sebagai penasehat, guru, dan pimpinan untuk memotivasi
karyawannya.

Dalam penerapan Total Quality Management pemimpin perlu memberikan pengarahan


terhadap pentingnya mematuhi SOP atau pemimpin juga bisa memberikan sanksi
berupa denda jika karyawan tidak menggunakan alat keamanan kerja saat di lapangan.
Pabrik Gula Candi Baru juga perlu melakukan evaluasi kinerja karyawan setiap bulan
sehingga program pelatihan yang sudah dirancang diharapkan dapat tepat sasaran.
Pemimpin pada Pabrik Gula Candi Baru perlu meningkatkan pengawasan terkait
kedisiplinan karyawan di lapangan, memberikan teguran kepada karyawan yang
melanggar aturan atau memberikan sanksi.

78
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

 TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu institusi, berfokus pada kualitas
dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan
ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan
memberikan manfaat pada anggota institusi (sumber daya manusianya) dan
masyarakat
 Kepemimpinan dapat definisikan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan
orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang
bersemangat dalam mencapai tujuan bersama

79
 Dalam sebuah tim yang dibutuhkan adalah kemauan untuk saling bergandeng-
tangan menyelesaikan pekerjaan. Bisa jadi satu orang tidak menyelesaikan
pekerjaan atau tidak ahli dalam pekerjaan A, namun dapat dikerjakan oleh
anggota tim lainnya. Inilah yang dimaksudkan dengan kerja tim, beban dibagi
untuk satu tujuan bersama

3.2. Saran

 Dalam TQM semua tanggung jawab perusahaan akan mempengaruhi secara


langsung terhadap kualitas kerja, proses, dan produk yang dihasilkan.
Manajemen mutu modern lebih terkait dengan ekonomi, perilaku manusia, dan
isu-isu organisasi perusahaan, dan persaingan di pasar. Kualitas dan jaminan
kualitas telah dianggap penting untuk mengangkat ekonomi keluar dari resesi.
 Pemimpin harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan organisasi atau
lembaga yang dipimpin, hal ini menempatkan posisi pemimpin yang sangat
penting dalam suatu organisasi atau pada lembaga tertentu.
 Saling mengerti dan mendukung satu sama lain merupakan kunci kesuksesan
dari teamwork. Jangan pernah mengabaikan pengertian dan dukungan ini.
Meskipun terjadi perselisihan antar pribadi, namun dalam tim harus segera
menyingkirkannya terlebih dahulu. Bila tidak kehidupan dalam tim jelas akan
terganggu, bahkan dalam satu tim bisa jadi berasal dari latar belakang divisi
yang berbeda yang terkadang menyimpan pula perselisihan.

80
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Sasha. 2015. Makalah Teamwork.


http://sashaannisa18.blogspot.com/2015/03/makalah-team-work.html

Christanti Nhuke Selvia, Witjaksono Andre Dwijanto. 2019. Pengaruh Total Quality
Management Terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepemimpinan Sebagai
Variabel Intervening pada Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo. Volume 2. Nomor 2.
http://iptek.its.ac.id/index.php/jmaif/article/view/6007

Djafri Novianty, Rahmat Abdul. 2017. Buku Ajar Manajemen Mutu Terpadu. Zahir
Publishing

Prasojo Lantip Diat. 2016. Manajemen Mutu Pendidikan. UNY press

Sukwadi Ronald. 2007. Pengembangan Model Konseptual: Peran TQM Dalam


Kepemimpinan Berkualitas Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Volume 8.
Nomor 1. http://research-

81
dashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Journal/Inasea/V
ol%208%20No%201%20April%202007/02_Ronald%20Sukwadi_TQM.pdf

Titin. 2014. Makalah Manajemen Konflik. http://titin-


stie.blogspot.com/2014/09/makalah-manajemen-konflik.html

Wibowo Udik Budi. 2011. Teori Kepemimpinan.


http://staffnew.uny.ac.id/upload/131656351/pengabdian/C+2011-
13+Teori+Kepemimpinan.pdf

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta
Salemba Humanika

82

Anda mungkin juga menyukai