Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH IMUNOSEROLOGI

UJI FIKSASI KOMPLEMEN

Dosen Pembimbing :

Heri Setyo Bekti, S.ST., M.Biomed

Oleh

Kelompok 3 Kelas IV A

I Putu Ritzky Mahendra Yogi (P07134018090)

Ni Kadek Ary Cahyani (P07134019005)

Ni Kadek Risna Dwi Utari (P07134019015)

Kadek Oktavivian Libraliani W. (P07134019027)

Kadek Sheila Cahya Nandita (P07134019042)

Kadek Marzela Pratini (P07134019046)

Nyoman Dania Astarini (P07134019047)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
PRODI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN AJARAN 2021/ 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan karena dengan rahmat-Nya lah kami
dapat menyusun serta dapat menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga tak
lupa kami ucapkan kepada dosen pengasuh mata kuliah Imunoserologi, yang telah
memberikan bimbingan serta pengajaran kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari, meskipun penulis telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam
menyelesaikan makalah ini, tetapi penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, mohon kritik serta saran yang kiranya dapat membangun,
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi. Penulis berharap makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca.

Denpasar, 17 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL........................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 4
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar Teori................................................................................................. 5
B. Komplemen................................................................................................. 5
C. Fungsi Komplemen.................................................................................... 7
D. Sistem Pengendalian Komplemen............................................................ 9
E. Katabolisme Komplemen C3.................................................................... 10
F. Cara Kerja Titrasi Komplemen............................................................... 10
G. Pemeriksaan Komplemen......................................................................... 11

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen - antibodi, komplemen yang ada
dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen - antibodi tersebut,
dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks eritrosit - hemolisis, sehingga
mengakibatkan eritrosit tersebut melisis.Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan
komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi.
Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama
dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen - antibodi, dan
tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang
telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi
tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua, secara
tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang
diperiksa.Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang
diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam
jumlah atau titer yang optimal oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan
pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk
menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang dipakai pada sistem uji ini.
Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolysin yang masih dapat
melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada komplemen. Titer
hemolisin ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.
Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagai
reaktan, disamping titrasi hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji
terhadap ada tidaknya faktor penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi
komplemen (antikomplemen atau pro komplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi
komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada pemeriksaan serum
selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun negatif.

b. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komplemen?
2. Apa yang dimaksud dengan aktivasi komplemen?
3. Apa fungsi komplemen?
4. Bagaimana sistem pengendalian komplemen?
5. Bagaimana pemeriksaan laboratorium fiksasi komplemen?

c. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui mengetahui pengertian komplemen
2. Untuk mengetahui aktivasi komplemen
3. Untuk menetahui fungai komplemen
4. Untuk mengetahui sistem pengendalian komplemen
5. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium fiksasi komplemen
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Teori
Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan untuk melindungi diri dari benda
asing yang mungkin bersifat patogen. Sistem pertahanan tubuh inilah yang disebut
sistem imun. Sistem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang membentuk
imunitas, yaitu kekebalan tubuh terhadap infeksi atau suatu penyakit. Sistem imun
memiliki beberapa fungsi pada tubuh, yaitu penangkal “benda” asing yang masuk ke
dalam tubuh, menjaga keseimbangan fungsi tubuh, sebagai pendeteksi adanya sel-sel
yang tidak normal, termutasi, atau ganas dan segera menghancurkannya. Respon imun
spesifik bergantung pada adanya pemaparan benda asing dan pengenalan selanjutnya,
kemudian reaksi terhadap antigen tersebut. Sel yang memegang peran penting dalam
sistem imun spesifik adalah limfosit. Limfosit berfungsi mengatur dan bekerja sama
dengan sel-sel lain dalam sistem fagosit makrofag untuk menimbulkan respon
immunologik. Begitu antibodi tersangkut pada permukaan mikroorganisme yang
menyerang, serangkaian protein plasma yang disebut komplemen akan teraktivasi.
Protein komplemen ini mampu menghancurkan penyerang tersebut. Proses ini dimulai
oleh perubahan konformasional pada daerah Fc suatu antibodi pada saat berikatan
dengan antigen. Jika antigen tersebut melayang bebas dalam sirkulasi sebagai molekul
tunggal, kompleks imun yang terbentuk dapat berikatan pula dengan komplemen.
Komplemen dalam kompleks tersebut kemudian dapat membantu menarik sel-sel
fagosit, yang akan menelan dan membuang antigen yang diinaktivasi dari sirkulasi.

B. Komplemen
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam
inflamasi, opsonisasi partikel antigen dan kerusakan (lisis) membran patogen. Sampai
saat ini diketahui melibatkan sekurang- kurangnya 20 jenis protein yang berperan
dalam sistem komplemen beredar dalam plasma bentuk inaktif. Komplemen
merupakan molekul dari sistem imun non spesifik yang larut dalam keadaan tidak
aktif dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti toksin bakteri. Komplemen dapat
juga merupakan bagian dari sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat diaktifkan
oleh kompleks imun (antigen-antibodi kompleks). Aktivasi sistem komplemen
menghasilkan interaksi berantai menghasilkan produk-produk yang mempunyai
aktifitas biologik dan menyusun suatu sistem mediator humoral yang penting dalam
reaksi-reaksi inflamatoris. Aktivasi komplemen sering pula disertai kerusakan
jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri.
1. Aktivasi Komplemen
Aktivasi komplemen dapat dirangsang oleh berbagai substansi dan berlangsung
melalui 2 jalur, yaitu jalur kalsik dan jalur alternatif atau jalur properdin. Kedua
jalur bertemu pada pertengahan sistem komplemen, selanjutnya kedua jalur reaksi
mulai dari aktivasi C5 hingga C9 sama. Fase terakhir aktivasi komplemen juga
dapat dirangsang oleh enzim nonkomplemen atau enzim selular tanpa didahului
oleh aktivasi komponen komplemen sebelumnya. Rangkaian reaksi aktivasi dapat
dibagi dalam 3 fase, yaitu fase awal, fase amplifikasi yang melibatkan berbagai
protease serta molekul-molekul lain, dan fase lisis membran sel. Protein-protein
ini disintesa dalam hepar, tetapi dapat juga oleh sel-sel sistem limforetikuler
seperti limfosit dan monosit.
2. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Klasik
Aktifasi jalur klasik umumnya terjadi oleh kompleks antigen antibodi atau agregat
imunoglobulin, baik yang larut maupun yang melekat pada permukaan sel.
Imunoglobulin yang mampu mengaktifasi jalur klasik ini adalah IgG1, IgG2 dan
IgG3 serta IgM. Aktifasi terjadi melalui pengikatan C1q dengan salah satu bagian
fragmen Fc dari satu atau lebih molekul IgG atau IgM. Reaksi ini disusul dengan
aktivasi proenzim C1r menjadi enzim protease yang aktif dan dapat memecah
C1s. Selanjutnya C1s merupakan enzim yang aktif merombak C4 menjadi C4a
dan C4b, kemudian C2 yang melekat pada C4b dirombak menjadi C2a, tetap
melekat pada C4b dan C2b yang dilepaskan. Kompleks C4b2a adalah suatu
protease yang dapat merombak C3 sehingga disebut C3- convertase; perombakan
ini menghasilkan C3a dan C3b keduanya merupakan molekul peptida yang
mempunyai fungsi biologik yang sangat penting. C3a adalah suatu anafilatoksin,
sedangkan C3b dapat melekat pada permukaan sel dan mengikat C5. Selanjutnya
C5 dirombak menjadi C5a anafilatoksin dan C5b yang merupakan inti dari
kompleks molekul yang dapat merusak membran sel.
3. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Alternatif
Aktivasi jalur alternatif dapat berlangsung tanpa diawali oleh terbentuknya
kompleks antigen-antibodi. Reaksi dapat terjadi bila ada C3b yang melekat pada
permukaan sel, yang mungkin berasal dari reaksi antara C3 dengan faktor B,
enzim sistem fibrinolitik atau enzim jaringan yang lain. C3b yang melekat pada
permukaan sel bereaksi dengan faktor B dan D membentuk C3bBb yang mampu
memecah C3 lebih lanjut. Proses ini lebih ditingkatkan lagi oleh properdin yang
memperlambat pengikatan faktor Bb.Reaksi selanjutnya adalah perombakan C5
dan seterusnya sampai mekanisme pengerusakan membran sel oleh reaksi C5-C9
diawali dengan perombakan C5 oleh kompleks C4b2a3b, C3bBb atau enzim
enzim-enzim tertentu misalnya plasmin. Aktivasi menghasilkan C5a yaitu suatu
peptida yang mempunyai aktivitas biologik dan C5b yang dapat mengikat C6 dan
C7 membentuk kompleks trimolekuler yaitu C5b67 yang cenderung melekat pada
permukaan sel. Perlekatan ini dapat dihambat oleh protein-S. Kompleks C5b67
kemudian mengikat C8, dan pada saat ini mulailah pengerusakan membran sel,
dan pengerusakan selanjutnya ditingkatkan dengan pengikatan C9. Kompleks
yang terdiri atas molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9 merupakan
dasar proses sitolitik dari sistem komplemen. Dengan melekatnya kompleks pada
permukaan sel yang kemudian disebut sebagai membrane attack complex (MAC),
terjadi perubahan Ultrastruktur dan perubahan muatan listrik pada permukaan sel
serta pembengkakan. Kompleks C5b-9 menembus membran sel dan merusak
lapisan lipid dan fosfolipid yang terdapat pada membran sekitar kompleks C5b-9
lalu menimbulkan lubang- lubang dan berakhir dengan lisis sel.

C. Fungsi Komplemen
Berbagai fragmen yang dilepaskan oleh aktivasi jalur alternatif dan klasik ikut
berperan dalam pertahanan imun. Disamping penglepasan fragmen proteolitik,
aktivasi komplemen baik jalur klasik maupun alternatif dapat menghasilkan serangan
membran yang kompleks (Membrane Attack Complex:= MAC) di permukaan sel
bakteri. Ada beberapa fungsi komplemen secara umum yaitu:
1. Inflamasi
Sebagai langkah awal untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme
serta membersihkan jaringan yang rusak, tubuh mengerahkan elemen-elemen
sistem imun ke tempat benda asing dan mikroorganisme yang masuk ke tubuh
atau jaringan yang rusak tersebut. Dalam proses inflamsi ada tiga hal yang terjadi
yaitu pertama terjadi peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing dan
mikroorganisme atau jaringan yang rusak tersebut, kedua terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel yang
memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibodi dan fagosit bergerak ke
luar pembuluh darah menuju ke tempat benda asing atau mikroorganisme berada
kemudian diikuti peristiwa ketiga lekosit terutama fagosit polimorfonuklear dan
monosit dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak menuju tempat benda asing atau
mikroorganisme.
Peningkatan permeabilitas vaskuler yang lokal terjadi atas pengaruh
anafilatoksin (C3a,C4a,C5a). Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan
fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin yang dapat memacu
degranulasi sel mast dan atau basofil melepas histamin kemudian merangsang
peningkatan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos dan memberikan
jalan untuk terjadinya migrasi sel-sel lekosit memasuki jaringan dan keluarnya
plasma yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen kejaringan.
2. Kemokin
Kemokin adalah molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit.
C3a,C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin yang dapat mengerahkan sel-sel fagosit
baik mononuklear maupun polimorfonuklear ketempat terjadinya infeksi. C5a
adalah kemotraktan untuk netrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Monosit
yang masuk jaringan menjadi makrofag dan fagositosisnya diaktifkan opsonin dan
antibodi. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator yang ikut
berperan dalam reaksi inflamsi.
3. Fagositosis dan Opsonin
C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin. Opsonin adalah molekul yang dapat
diikat di satu pihak oleh partikel(kuman) dan di lain pihak oleh reseptornya pada
fagosit sehingga memudahkan fagositosis bakteri atau sel lain. C3 yang banyak
diaktifkan pada aktivasi komplemen merupakan sumber opsonin utama bagi C3b.
4. Adherens Imun
Adherens imun merupakan fenomena dari partikel yang melekat pada berbagai
permukaan (misalnya permukaan pembuluh darah), kemudian dilapisi antibodi
dan mengaktifkan komplemen. Akibatnya antigen akan mudah difagositosis. C3b
berfungsi dalam adherens imun tersebut.
5. Elimiminasi Kompleks Imun
C3a dan iC3b dapat diendapkan di permukaan kompleks imun dan
merangsang eliminasi kompleks imun. Baik sel darah merah dan neutrofil
memiliki CR1-R dan mengikat C3b dan iC3b. C3 dan C4 ditemukan dalam
kompleks imun yang larut. Neutrofil dapat mengeliminasi kompleks imun kecil
dalam sirkulasi. Bila antigen tidak larut yang diikat antibodi dalam darah tidak
disingkirkan, akan memacu inflamasi dan dapat menimbulkan penyakit kompleks
imun. Kompleks imun besar tidak larut, sulit untuk disingkirkan dari jaringan.
Sejumlah besar C3 yang diaktifkan dapat melarutkan kompleks tersebut.
6. Lisis Osmotik
Aktivasi C3 (Jalur alternatif atau klasik ) akan mengaktifkan bagian akhir dari
kaskade komponen komplemen C5-C9. Aktivasi komplemen yang terjadi
dipermukaan sel virus akan membentuk membrane attack Complex dan akhirnya
menimbulkan lisis osmotik sel atau virus. C5 dan C6 memiliki aktivitas enzim
yang memungkinkan C7,C8 dan C9 memasuki membran plasma dari sel sasaran.
7. Aktivitas Sitolitik
Eosinofil dan sel polimorfonuklear mempunyai reseptor untuk C3b dan IgG
sehingga C3b dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor Antibody dependent
cellular cytotoxicity (ADCC) yang kerjanya tergantung pada IgG. Disamping itu,
sel darah merah C3b dapat dihancurkan juga melalui kerusakan kontak
( contactual damage ). C8-9 merusak membran membentuk saluran-saluran dalam
membran sel yang menimbulkan lisis osmotik.

D. Sistem Pengendalian Komplemen


Protein dalam serum yang merupakan komponen pada aktivasi komplemen,
baik pada jalur klasik maupun jalur alternatif dibentuk oleh hati, makrofag, monosit
dan sel epitel intestinal. Bahan-bahan tersebut dilepas ke dalam serum dalam bentuk
tidak aktif. Pad tiap tahap pelepasan mediator terdapat mekanisme tubuh untuk
menetralkan, yang kita kenal sebagai regulator sehingga tidak akan terjadi reaksi yang
berlangsung terus menerus yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Sistem
enzim yang kompleks ini diatur oleh beberapa penyekat protein yang dapat mencegah
aktivasi prematur dan aktivitas yang menunjang dari setiap produk. Contoh
penghambat esterase C1 (C1 INH ). Penghambat C3b, inaktivator anafilatoksin dan
penghambat C4b. Defisiensi bahan-bahan tersebut jarang ditemukan. Penghambat
anafilatoksin menginaktifkan C3a dan C5a. Penghambat C3b mengikat molekul
tersebut dan membuatnya jadi tidak aktif. Defisiensi penghambat esterase C1 (C1
INH ) mengakibatkan aktivasi C4 dan C2 oleh C1 terjadi terus menerus sehingga
menimbulkan lebih banyak fragmen-fragmen yang kemudian diaktifkan plasmin dan
membentuk peptida vasoaktif. Jadi stimulasi kecil yang mengaktifkan C1 dapat
menimbulkan respon besar yang tidak dapat dikendalikan. Penderita dengan defisiensi
C1 INH menunjukkan oedem angineurotik, oedem diberbagai organ tubuh seperti
kulit, saluran cerna dan napas. Oedem berat yang terjadi dilarings dan saluran napas
menimbulkan kematian.

E. Katabolisme Komplemen C3
Komplemen C3 adalah globulin dengan berat molekul 180.000 dalton dan
dilepas sebagai pro C3 oleh makrofag. C3 diaktifkan oleh C42atau konvertase C3
sehingga C3 dipecah menjadi fragmen-fragmen C3a yang kecil dan C3b yang lebih
besar. Satu molekul C42 dapat mengaktifkan ratusan molekul C3. Selain itu
komplemen C3 dapat diaktifkan oleh IgG4, agregat IgA (IgA1,IgA2).
C3a dan C3b mempunyai sifat biologik dan fungsi tersendiri yaitu dapat
berikatan dengan membran sel (sel darah merah,virus dengue, bakteri,
Polimorfonuklear,makrofag, trombosit yang semuanya mempunyai reseptor untuk
C3b), berikatan dengan C42 dan membentuk C423, atau enzim yang disebut
konvertase C5.

F. Cara Kerja Titrasi Komplemen


1. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya masing-masing 8 buah. Kedalam tabung-
tabung baris I masukkan larutan penyangga, komplemen dan larutan antigen, lalu
campur.
2. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya sebagai
pengganti antigen,kedalam tabung baris II dimasukkan antigen kontrol dan
kedalam tabung baris ke III dimasukkan larutan penyangga.
3. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37°C selama 30
menit.
4. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2 ml. Campur
daninkubasikan lagi pada suhu 37°C selama 30 menit.
5. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran komplemen tertinggi
yangmenyebabkan hemolisis lengkap. Apabila hemolisis lengkap pada ketiga
baris tabung terjadipada pengenceran komplemen yang sama, berarti semua
reaktan pada sistem ini baik.
6. Pengenceran tertinggi komplemen yang dapat menyebabkan hemolisis lengkap
disebut 1 unit dan dipakai 2 unit untuk pengujian.

G. Pemeriksaan Komplemen
Perubahan dalam kadar komplemen menunjukkan adanya proses penyakit.
Kadar komplemen yang meningkat sering ditemukan pada inflamasi akut dan infeksi.
Penurunan kadar komplemen C3 sering berhubungan dengan penyakit autoimun,
neonatal respiratory distress syndrom, bakterimia, inflamasi kulit, hepatitis kronis dan
glomerulonefritis. Defisiensi komplemen dapat dibagi menjadi defisiensi primer yang
ditentukan oleh faktor genetik dan defisiensi sekunder yang diakibatkan oleh
pemakaian komplemen dalam interaksi antigen-antibodi yang lebih memberikan
hubungan dengan patogenesis penyakit.
Pemeriksaan komplemen C3 yang sering dipakai dalam membantu
menegakkan diagnosa dan pengobatan demam berdarah dengue adalah dengan cara
Compelemen fixation Test (CFT) atau uji fiksasi komplemen merupakan cara untuk
menemukan antigen atau antibodi yang hanya bereaksi bila ada komplemen. Prinsip
dasar pemeriksaan adalah bila antigen dicampur dengan serum penderita yang
mengandung antibodi yang homolog, dan komplemen, maka komplemen akan diikat
oleh kompleks antigen-antibodi tersebut sehingga tidak ada sisa komplemen yang
bebas. Bila kemudian ditambahkan sel darah merah domba yang telah disensitisasi
dengan sel darah merah domba, tak terjadi hemolisis, maka tes dikatakan positip.
Sebaliknya bila dalam serum tidak terdapat antibodi yang sesuai (homolog) dengan
antigen, maka tidak akan terjadi ikatan antigen-antibodi, sehingga komplemen dalam
keadaan bebas. Bila selanjutnya ditambahkan sel darah merah domba yang
tersensitisasi, maka sel darah domba tersebut dilisiskan oleh komplemen dan tes
dikatakan negatif.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam
inflamasi, opsonisasi partikel antigen dan kerusakan (lisis) membran patogen.
Komplemen merupakan molekul dari sistem imun non spesifik yang larut dalam
keadaan tidak aktif dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti toksin bakteri.
Aktivasi sistem komplemen menghasilkan interaksi berantai menghasilkan produk-
produk yang mempunyai aktifitas biologik dan menyusun suatu sistem mediator
humoral yang penting dalam reaksi-reaksi inflamatoris. Aktivasi komplemen dapat
dirangsang oleh berbagai substansi dan berlangsung melalui 2 jalur, yaitu jalur kalsik
dan jalur alternatif atau jalur properdin.
Komplomen juga memiliki beberapa fungsi secara umum yaitu Inflamasi,
Kemokin, Fagositosis dan Opsonin, Adherens Imun, Elimiminasi Kompleks Imun,
Lisis Osmotik, dan Aktivitas Sitolitik. Pemeriksaan komplemen C3 yang sering
dipakai dalam membantu menegakkan diagnosa dan pengobatan demam berdarah
dengue adalah dengan cara Compelemen fixation Test (CFT) atau uji fiksasi
komplemen merupakan cara untuk menemukan antigen atau antibodi yang hanya
bereaksi bila ada komplemen.
DAFTAR PUSTAKA

Patricia Gita Naully, G. K. (2018). Panduan Analisis Laboratorium Imunoserologi


untuk D3 Teknologi Laboratorium Medik. Cimahi: Stikes Achmad Yani.

Kresno S B; Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium, Balai Penerbit FKUI


Jakarta 2001, hal;60-62

Anggun P. Septina, 2013 . UJI FIKSASI KOMPLEMEN .


https://id.scribd.com/doc/164556737/Uji-Fiksasi-Komplemen
di akses 17 Maret 2021

Banks, P. 2009. The Microplate Market Past, Present and Future. Diakses Melalui
http://www.ddw-online.com/enabling-technologies/p92824-the-microplate-market-
pastpresent-and-futurespring-09.html pada Maret 2021 pukul 11.00

Anda mungkin juga menyukai