Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH BIOKIMIA

“Pengaruh Peningkatan Kadar Enzim dan Modifier pada Reaksi Enzimatis”

Dosen pembimbing:
Ibu Elva Asmiati, M Clin. Pharm.,Apt

Disusun oleh:
Siti Nurhaliza (201810410311103)
Sukma Diah Pitaloka (201810410311114)
Rofiqoh Wulandari (201810410311127)
Annisa Berliana Dewi (201810410311137)
Cindy Puspitasari (201810410311152)

Kelompok : 6
Kelas : Farmasi C

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

1
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT.atas segala rahmat-Ny
a, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah biokimia yang berjudul Pengar
uh pH terhadap ativitas enzimatik.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat penilaian tugas dalam matakuliah bioki
mia. Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa akan mengerti lebih dalam tentang P
engaruh pH terhadap ativitas enzimatik. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah biokimia yang telah membimbing dan teman-teman sehingga makalah ini dapat d
iselesaikan dengan baik.

Kami menyadari makalah ini masih memerlukan perbaikan, untuk itu tim penyusun m
engharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meningkatkan kualitas makala
h ini dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

ii
Malang, 16 Maret 2020

Penyusun

Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
1.1 Tujuan Praktikum........................................................................................................................1
1.2 Dasar Teori..................................................................................................................................1
1.3 Prinsip Reaksi Biokimia..............................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
2.1 Alat dan Bahan..........................................................................................................................4
2.2 Prosedur Kerja..........................................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................................................7
3.1 Data Pengamatan.......................................................................................................................7

iii
3.2 Jawaban Pertanyaan...............................................................................................................10

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


Mengetahui pengaruh modifer dan konsentrasi enzim terhadap kinerja enzim yang ter
kandung dalam saliva.

1.2 Dasar Teori


Didalam tubuh terjadi berbagai reaksi kimia yang merupakan bagian dari proses
metabolime. Reaksi-reaksi tersebut harus berlangsung dengan laju yang stabil yang sesuai
dengan sistematika tubuh. Sementara itu kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu saat reaksi
dan juga kadar reaktan. Faktor tersebut juga belum dapat memaksimalkan laju reaksi
sehingga diperlukan adanya kerja dari suatu katalisator yang terdapat di dalam tubuh yaitu
enzim.
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan dalam suatu aktivitas
biologis. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam
jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan
normal tidak terjadi penyimpangan hasil reaksinya. (Girinda.1990).
Kerja enzim juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat dalam lingkunganny
bekerja beberapa contohnya adalah konsentrasi dan inhibitor. Berdasarkan reaksi kimia
terdapat dua macam inhibitor yaitu inhibitor irreversible dan inhibitor reversible.
Modifier adalah modulator atau efektor (bahan yang dapat mengubah aktivitas
enzim). Bahan tersebut dapat terbagi menjadi dua yaitu senyawa organik dan senyawa
anorganik. Modifier yang dapat mempercepat kinerja enzim disebut aktivator, sedangkan
yang dapat menghambat kinerja enzim disebut dengan inhibitor. Apabila enzim berikatan
dengan modifier, kerja enzim tersebut dapat terhambat atau bahkan tidak berjalan sama sekali
yang dikarenakan rusaknya struktur tiga dimensi enzim yang disebut dengan denaturasi.
Pengaruh peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim (E). Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat (Hafiz soewoto,
2000). Semakin besar konsentrasi enzim maka makin banyak pula produk yang terbentuk
dalam tiap waktu pengamatan. Dapat dikatakan bahwa konsentrasi enzim berbanding lurus
dengan kecepatan enzim. Dengan bertambahnya waktu, pada tiap konsentrasi enzim
pertambahan jumlah produk akan menunjukkan defleksi, tidak lagi berbanding lurus sejalan
dengan berlalunya waktu tersebut. Sebaliknya pada konsentrasi enzim yang rendah dalam
jangka waktu pengamatan yang sama hubungan waktu dengan jumlah produk yang
dihasilkan masih berbanding lurus. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim
ternyata berbanding lurus. Jadi makin besar konsentrasi enzim maka makin cepat laju reaksi.
Terdapat dua model yang dapat membantu menjelaskan reaksi enzimatis yaitu
1) Model fischer (model kaku)
Mengumpamakan pasangan enzim-substrat seperti pasangan gembok dengan anak
kuncinya, sehingga tidak sembarangan anak kunci bisa menemukan gembok itu. Model ini
1
digunakan untuk menjelaskna mekanisme kerja inhibitor kompetitif

2) Model Koschland (model konformasi)


Menggambarkan bentuk molekuk
enzim yang lentur (fleksibel). Sifat
lentur ditimbulkan oleh adanya unsur-
unsur pengatur kelenturan molekul
pada tempat tertentu dari enzim.

Kecepatan reaksi enzimatis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


1. Suhu :
Pada suhu 0°K (-273 °C) , partikel enzim tidak bergerak sehingga tidak terjadi reaksi.
Setiap kenaikan suhu 10°C akan menaikkan kecepatn reaksi enzimatis dua kali lipat yang
berlangsung sampai tercapai suhu optimal enzim bersangkutan.
Bila suhu dinaikkan terus, maka kecepatan reaksi mulai menurun sampai suatu saat
enzim mengalmi denaturasi dan tidak aktif (ingat enzim merupakan protein yang bersifat
termo labil). Kenaikan kecepatan reaksi 2 kali lipat yg disebabkan kenaikkan suhu 10° C
sebelum dicapainya suhu optimal disebut “quotient 10”
2. Keasamaan :
Enzim mumnya memilki pH optimum 5-9. Kecuali enzim yang mmeilki pH optimum
sangat asam. Pada pH optimum terjadi kecepatan reaksi maksimal : E- +SH+ --> E-SH
Bila pH bergeser ke arah asam secara bertahap, maka makin besar perbedaan pH
optimal enzim dengan pH yang kita buat, makin banyak enzim yang mengikat H+
membentuk EH, sedangkan EH tidak bisa mengikat SH+. Berarti semakin besar perbedaan
pH semakin banyak enzim yang tidak aktif
Sebaliknya bila pH ditingkatkan secara bertahap ke arah basa dari pH optimal, maka
semkain banyak subtrat SH+ yang terurai menjadi S + H+, berarti banyak subtrat yang tidak
dapat bereaksi dengn E. Kejadian tersbut berjalan parallel, sehingga memberikan gambaran
kurva berbentuk lonceng “bell shape”
3. Ada tidaknya senyawa inhibitor :
Berdasarkan daya kerjanya , dikenal 2 macam inhibitor.
1. Inhibitor kompetitif
2. Inhibitor non-kompetitif
Inhibitor Kompetitif, mempunyai bentuk molekul yang mirip dengan subtrat, yang
sebenarnya untuk enzim tersebut, shingga enzim salah tangkap. Contoh : malonat (inhibitor)

2
dengan suksinat (subtrat). Makin banyak inhibitor makin sedikit aktive site, sehingga reaksi
makin lambat. Efek inhibitor kompetitif dapat dikurangi dengan penambahan subtrat, berarti
penghambatan inhibitor kompetitif bersifat reversibel
Inhibitor non-kompetitif, bekerja dengan cara merubah konformasi molekul enzim dan
mengakibatkan tidak terdapatnya kontak reaksi antar molekul subtrat dengan enzim. Inhibitor
ini biasanya menempel pada sisi alosterik. dan biasanya berupa logam berat yang merusak
molekul protein enzim. Penghambat non kompetitif bersifat ireversibel. bersifat irreversibel.
4. Ada tidaknya senyawa perusak :
Bebrapa agen dapat menyebabkan kerusakan enzim. Misalnya sinar ultraviolet
(oksidator). Faktor tersebut merusak aktifitas enzim mengingat enzim bersifat protein
Mislanya enzim yang aktifitasnya ditentukan oleh gugus sulfidril, apabila ada
oksidator yang merubah gugus sulfhidril menjadi disulfidril, menyebbakan enzim in-aktif.
Aktif kembali bila diberikan reduktor.
5. Kadar enzim :
Kadar enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Yang berarti semakin tinggi
kadar enzim, maka semakin cepat reaksi berlangsung, selama subtratnya tersedia. Kadar
enzim tidak mempengaruhi keseimbangan (tidak mengubah arah reaksi)
6. Kadar substrat :
Penaikan kadar subtrat akan menaikan kecepatan reaksi enzimatis. Pada kadar subtrat
tertentu dicapai kecepatan reaksi enzimatis yang maksimal (Vmax). Setelah Vmax tercapi,
penambahan kadar subtrat tidak lagi meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Besarnya
kadar subtrat pada kecepatan reaksi enzimatis mencapai 1/2 Vmax disebut Konstanta
Michaelis (KM).
Pengaturan Aktifitas Enzim
Pengaturan aktifitas enzim dilakuakn dengan beberapa cara :
1. Pembentukan proenzim mempercepat pemebntukan enzim ketika dibutuhkan.
2. Pengaturan alosterik diatur oleh efektor alosterik berupa senyawa dengan BM kecil, yang
tidak ada kemiripan dengan enzim atau
subtrat yang diaturnya.
3. Inhibisi umpan balik penghambatan oleh
produk reaksi enzimatis itu sendiri
4. Modifikasi kovalen misalnya penempelan
satu gugus fosfat secara kovalen terhadap enzim
(fosforilasi dan defosforilasi)

3
1.3 Prinsip Reaksi Biokimia

Gambar 1. Struktur Polimer Amilosa

Pati secara alami terdapat pada tumbuhan dan berfungsi untuk penyimpanan energi da
lam bentuk polimer glukosa. Pada perlakuan dengan kondisi asam ataupun dengan bantuan e
nzim, pati dapat terhidrolisis menjadi dextrin (campuran dari polisakarida dengan titik lebur r
endah, tersusun atas 3 – 8 unit glukosa), maltose dan akhirnya D-glukosa. Keberadaan pati da
lam makanan dapat dideteksi dengan larutan I2.

Amilum dan iodium membentuk kompleks berwarna biru tua. Hidrolisis amilum oleh
ptyalin secara berturut – turut akan membentuk kompleks warna yang berbeda – beda warnan
ya.

Amilodekstrin dengan Iodium  membentuk warna biru


Eritrodekstrin dengan Iodium  membentuk warna merah

Aktrodekstrin dan Maltosa tidak membentuk kompleks berwarna dengan iodium.

Ptialin

Amilum  Aminodekstrin  Eritrodekstrin  Akrodekstrin  Maltosa


+Iodium (biru tua) (merah) (tidak berwarna)

4
BAB II
2.1 Alat dan Bahan

Alat :
- Bejana Erlenmeyer
- Pipet Volumetric
- Tabung reaksi (5 buah)
- Stopwatch

Reagensia
- Larutan enzim “E” --- Enzim pankreatik (Xepazym)
- Larutan NaCl 0,9%

- Larutan dapar (buffer) dengan pH 7

- Larutan substrat “S” --- Larutan Amilum solani 3%


- Larutan KI- I₂

- Larutan HCL 0,05 N

5
2.2 Prosedur Kerja

Siapkan 5 tabung reaksi dan berilah tanda 0’; 3’; 6’; 9'; dan 12’

Siapkan Erlenmeyer dan pipet volumetric

Ambil berturut-turut 15 ml larutan dapar dengan pH 7,0 ; 6,0 ml larutan “S”, dan 6 ml larutan
NaCl 0,9%, dan 2 ml aquadest, masukkan ke dalam Erlenmeyer.

Goyangkan Erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan memutar agar isinya tercampur rata

Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10 ml larutan HC1 0,05 N

Pipet 1 ml campuran larutan dan labu Erlenmeyer dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang
bertanda 0’, campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan tabung yang disumbat ibu j
ari tangan

Pipet 1,0 ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang berada di dalam Erlenme
yer

Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

Goyangkan Erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan memutar agar enzim tercampur rata d
i dalam larutan. Setelah itu Erlenmeyer jangan digoyangkan lagi

Kira-kira setengah menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1,0 ml larutan dari lab

6
u Erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan dalam pipet tersebut ke

dalam tabung reaksi bertanda 3’, campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan tabung
yang disumbat ibujari tangan

Lakukan kembali prosedur pada menit ke-6, 9, 12 masukkan cairan dan dalam pipet ke dalam
tabung reaksi bertanda 6’, 9’, dan mencampurkannya dengan membalik-balikkan tabung deng
an atau 12’

Tambahkan 3 tetes larutan KI-I₂ ke dalam masing- masing tabung reaksi. Campur merata den
gan membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat ibujari tangan

Bacalah absorbance larutan dalam masing-masing tabung reaksi dengan spektrofotometer pad
a panjang gelombang 620 nm

Hitunglah persen substrat yang tercerna

7
BAB III
3.1 Data Pengamatan

Hasil Absorbansi Amilum Hasil Kerja Enzim Amilase pada Konsentrasi Enzim dan Substrat
Normal (Kelompok 3A1)
No Waktu Absorbansi Persentase Substrat yang tercerna
1 0’ 0,970 0%
2 3’ 0,922 4,95%
3 6’ 0,756 22,06%
4 9’ 0,634 34,64%
5 12’ 0,485 50%
Presentase substrat yang dicerna pada menit t = 100 % - X 100%
0’ = 100 % - X 100% = 0%
3’ = 100 % - X 100% = 4,95%
6’ = 100 % - X 100% =22,06%
9’ = 100 % - X 100% = 34,64 %
12’ = 100 % - X 100% = 50%
Hasil Absorbansi Amilum Hasil Kerja Enzim Amilase Berlebih (Kelompok 3A2)
No Waktu Absorbansi Persentase Substrat yang tercerna
1 0’ 1,062 0%
2 3’ 0,730 31,26%
3 6’ 0,413 61,11%
4 9’ 0,308 70,99%
5 12’ 0,115 89,17%
Presentase substrat yang dicerna pada menit t = 100 % - X 100%
0’ = 100 % - X 100% = 0%
3’ = 100 % - X 100% = 31,26%
6’ = 100 % - X 100% = 61,11%
9’ = 100 % - X 100% = 70,99%
12’ = 100 % - X 100% = 89,17%

Hasil Absorbansi Amilum Hasil Kerja Enzim Amilase dengan Substrat Berlebih (Kelompok
3A3)
No Waktu Absorbansi Persentase Substrat yang tercerna
1 0’ 1,199 0%
2 6’ 1,093 8,84%
3 9’ 0,967 19,34%
4 12’ 0,937 21,85%

8
Presentase substrat yang dicerna pada menit t = 100 % - X 100%
0’ = 100 % - X 100% = 0%
6’ = 100 % - X 100% = 8,84%
9’ = 100 % - X 100% = 19,34%
9’ = 100 % - X 100% = 21,85%
Hasil Absorbansi Amilum Hasil Kerja Enzim Amilase dengan Penambahan HgCl2 sebagai In
hibitor (Kelompok 3B1)
No Waktu Absorbansi Persentase Substrat yang tercerna
1 0’ 0,760 0%
3’ 0,686 9,74%
2 6’ 0,592 22,11%
3 9’ 0,527 30,66%
4 12’ 0,450 40,79%
Presentase substrat yang dicerna pada menit t = 100 % - X 100%
0’ = 100 % - X 100% = 0%
3’ = 100 % - X 100% = 9,74%
6’ = 100 % - X 100% = 22,11%
9’ = 100 % - X 100% = 30,66%
12’ = 100 % - X 100% = 40,79%

Hasil Absorbansi Amilum Hasil Kerja Enzim Amilase Berlebih dengan Penambahan HgCl2 s
ebagai Inhibitor (Kelompok 3B2)
No Waktu Absorbansi Persentase Substrat yang tercerna
1 0’ 0,870 0%
3’ 0,392 54,95%
2 6’ 0,378 56,55%
3 9’ 0,224 74,25%
4 12’ 0,130 85,06%
Presentase substrat yang tercerna pada kelompok 6 dengan pH 7,0
Presentase substrat yang dicerna pada menit t = 100 % - X 100%
0’ = 100 % - X 100% = 0%
3’ = 100 % - X 100% = 54,95%
6’ = 100 % - X 100% = 56,55%
9’ = 100 % - X 100% = 74,25%
12’ = 100 % - X 100% = 85,06%
9
Grafik absorbansi amilum hasil kerja enzim amilase
1.4

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

3A1 3A2 3A3 3B1 3B2

Grafik presentase substrat yang tercerna


100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

3A1 3A2 3A3 3B1 3B2

3.2 Pembahasan

Enzim adalah biokatalisator yang berfungsi sebagai katalis dalam proses biologis (Lehn
inger, 1982). Enzim berfungsi sebagai katalisator, yaitu senyawa yang meningkatkan kecepat
an reaksi kimia (Marks dkk, 2000).
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup.
Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan
meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu
optimum (Rodwell, 1987). Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim

10
terdenaturasi (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0°C, enzim menjadi tidak aktif dan dapat
kembali aktif pada suhu normal (Lay dan Sugyo, 1992).
b. pH
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai
konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama gugus terminal
karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan
merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan (Winarno, 1989)
c. Konsentrasi enzim
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat
hingga batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan
dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah
tidak efektif lagi (Reed, 1975).
d. Konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi
substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat 9 meningkat.
Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas
yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan
kecepatan reaksi (Lehninger, 1982).
e. Aktivator dan inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator
adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.
Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut
dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula
sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1997).
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang
dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan
menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat
sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan p
engaruh modifier (inhibitor) terhadap kinerja enzim yang terkandung dalam enzim pankreatik
(Xepazym).

Praktikum kali ini menggunakan metode spektrofotometri. Metode Spektrofotometri


Ultra-violet dan Sinar Tampak telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa or
ganik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat keci
l (SKOOG & WEST 1971).
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan foto
meter. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang tertentu,
sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang di
absorpsi. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur trasmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang, tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelomba
ng tertentu tergantung pada senyawa atau warna terbentuk (SM Khopkar, 1990).
Spektrofotometer UV-VIS atau spektrofotometer ultraviolet-sinar tampak memanfaatkan sina

11
r dengan panjang gelombang 200-380 nm untuk daerah UV dan 380-780 nm untuk daerah vis
ible atau sinar tampak. Bila suatu senyawa dapat diubah menjadi bahan terlarut yang berwarn
a maka konsentrasinya dapat diukur atas dasar "jumlah" (intensitas) warna yang terkandung.
Pengukuran konsentrasi senyawa tersebut menggunakan fotometer atau kolorimeter atau spek
trofotometer. Dalam analisis Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak harus diperhatik
an hal-hal sebagai berikut, karena berhubungan dengan warna (GLASSTON 1960; PECSOK
et al. 1976; SKOOG & WEST 1971).
1. Kestabilan warna
Sedapat mungkin warna yang dihasilkan stabil untuk beberapa lama.
2. Reaksi warna yang spesifik
Sebaiknya dipakai reaksi warna yang spesifik untuk unsur tertentu, sehingga
adanya unsur-unsur lain tidak mengganggu dan pemisahan tidak perlu dilakukan.
3. Sifat zat warna
Kalau zat warna yang terbentuk berada dalam keadaan tertutup dan segera
diperiksa karena penguapan akan menyebabkan pemekatan larutan.
4. Sensitif
Sensitif yaitu dengan perubahan konsentrasi yang kecil, akan menyebabkan
pemekatan larutan.
5. Larutan homogen
Larutan yang homogen akan mengabsorpsi cahaya di setiap bagian sama.
Prinsip kerja spektrofotometri adalah mula - mula cahaya berasal dari lampu yang pancaran si
narnya melewati filter, prisma atau celah pemisah gelombang cahaya. Cahaya dengan panjan
g gelombang yang terpilih kemudian melewati kuvet yang berisi larutan yang diukur konsentr
asi senyawa terlarutnya. Jumlah cahaya yang bisa melewati larutan (tidak terserap oleh bahan
terlarut di dalam kuvet) selanjutnya ditangkap oleh fotosel (penangkap gelombang cahaya) ya
ng mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Energy listrik disalurkan lewat penguat ar
us (5 = amplifier) dan diukur pada sebuah pengukur kuat arus listrik (6 = galvanometer). Skal
a pada galvanometer dikalibrasi, menyatakan persen pemancaran (% T = % Transmitance) at
au penyerapan (OD = Optical Density; A = Absorbance). Persen pemancaran menyatakan ju
mlah cahaya yang bisa melewati larutan bewarna di dalam kuvet.
Syarat suatu senyawa dapat terbaca spektrofotometer Uv-Vis adalah mempunyai gugus krom
ofor dan ausokrom. Namun yang paling penting atau diutamakan adalah gugus kromofornya.
Kromofor berasal dai kata ‘chromophorus’ yang berarti pemberi warna. Artinya, gugus krom
ofor adalah sebuah gugus yang bertanggung jawab atas adanya absorbansi dan transisi elektro
nik. Kromofor memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang berselang - seling., sedangkan auso
krom adalah gugus yang melekat pada kromofor yang mempunyai pasangan elektron bebas d
an dapat menaikkan atau menurunkan intensitas serapan sehingga berperan dalam pergeseran
panjang gelombang.

Pada praktikum kali ini, kami mengukur absorbansi amilum hasil kerja enzim amilase dengan
konsentrasi substrat berlebih. Oleh karena prinsip kerja Spektrofotometer Ultra-violet dan sin
ar tampak berdasarkan penyerapan cahaya oleh suatu larutan, maka semua senyawa yang aka
n diperiksa harus diubah terlebih dahulu menjadi bentuk larutan. Maka untuk dapat mengukur
absorbansi dari amilum, maka amilum diencerkan dalam konsentrasi tertentu. Pada praktikum

12
kali ini digunakan larutan Amilum Solani 3%. Untuk pemakaian Spektrofotometer Sinar Tam
pak larutan tersebut harus berwarna. Hal ini bisa dikerjakan dengan menambahkan pereaksi t
ertentu. Dalam pratikum kali ini, digunakan pereaksi KI-I2 yang dapat mewarnai amilum. Lar
utan yang diuji memiliki warna yang stabil dan tahan untuk beberapa waktu yang lama dan h
omogen, sehingga memenuhi persyaratan untuk pembacaan spektrofotometer.

Gambar Reaksi Amilum dengan I2


Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat dilihat Iodium dari larutan KI-I2 dan pati a
kan membentuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi yang berseling-seling sehingga
memenuhi persyaratan untuk terbaca dengan spektrofotometer. Selain itu, larutan yang dihas
ilkan pun berwarna dan stabil sehingga memenuhi persyaratan untuk dibaca dengan spektrofo
tometer UV-Vis. Larutan pun diukur absorbansinya dan kemudian dihitung %substrat yang te
rcerna oleh enzim amilase setiap menitnya.
Spektrofotometri UV-Visible dapat digunakan untuk penentuan terhadap sampel yang berupa
larutan, gas, atau uap. Pada umumnya sampel harus diubah menjadi suatu larutan yang jernih
agar dapat terbaca oleh spektrofotometer. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatik
an beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain: (Tati Suhartati, 2017)
1. Harus melarutkan sampel dengan sempurna.
2. Pelarut yang dipakai tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekul
nya dan tidak berwarna (tidak boleh mengabsorpsi sinar yang dipakai oleh sampel)
3. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis
4. Kemurniannya harus tinggi. Pelarut yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah aqua
des yang memenuhi persyaratan di atas.

Larutan yang digunakan pada praktikum kali ini sudah sesuai dengan syarat larutan dapat diu
kur dalam spektrofotometer ditunjukkan dengan adanya warna yang spesifik dan stabil.

13
Gambar Larutan Uji Hasil Keja Enzim Amilase dengan Konsentrasi Substrat Berlebih
(Kelompok 6)
Pada praktikum kali ini digunakan pengukuran spektrofotometer dengan panjang gelo
mbang 620 nm. Dengan panjang gelombang 620 nm maka termasuk kategori spektrofotomete
r visible karena panjang gelombang 200-380 nm untuk daerah UV dan 380-780 nm untuk dae
rah visible atau sinar tampak. Larutan yang dapat dianalisa dengan spektrofotometer UV yait
u larutan yang tidak memiliki warna, bening dan transparan. Oleh karena itu, sampel yang tid
ak memiliki warna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan
sampel dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keru
h tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotome
tri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi.
Larutan yang dapat dianalisa dengan spektrofotometer visible yaitu larutan yang hanya memil
iki warna. Oleh karena itu, hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometer
visible. Untuk itu, sampel yang tidak memiliki warna terlebih dahulu dibuat berwana dengan
menggunakan reagent spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang dig
unakan harus betul - betul spesifik hanya bereaksi dengan alat yang akan dianalisa. Selain itu
juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar - benar stabil. Larutan yang digu
nakan pada praktikum kali ini memiliki warna sehingga dapat dilakukan analisis dengan spek
trofotometer visible.

14
Gambar Larutan Uji Hasil Keja Enzim Amilase dengan Konsentrasi Substrat Berlebih (Kelo
mpok 6)
Secara kasat mata dapat telihat bahwa larutan uji pada menit ke-12 memiliki warna ungu yan
g paling pudar, menunjukkan kadar amilum yang paling rendah dibanding larutan uji pada me
nit sebelumnya. Hal ini dikarenakan enzim amilase mencerna substrat yaitu amilum menjadi
glukosa sehingga dengan bertambahnya waktu kadar amilum berkurang dan warna ungu pun
memudar. Hal ini membuktikan bahwa absorbansi amilum setiap waktunya seharusnya menu
rrun karena adanya aktivitas katalitik enzim amilase yang mencerna amilum.
Larutan Amilum Solani merupakan susbtrat yang digunakan dan akan diukur absorba
nsinya. Penambahan buffer dalam larutan uji adalah untuk dapat mempertahankan kondisi
enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami
inaktivasi (Winarno, 1995). Penambahan NaCl 0,9% adalah untuk mengatur tonisitaspada ca
mpuran substrat. Penambahan HCl 0,05 N adalah untuk menghentikan reaksi katalitik dari en
zim amilase tepat pada menit-menit yang telah ditentukan karena HCl merupakan asam kuat
dan dapat menyebabkan denaturasi pada enzim sehingga mengakibatkan konformasi pada enz
im tersebut dan kehilangan aktivitas katalitiknya agar reaksi tidak berlangsung terus menerus.
Sebelum diukur absorbansinya, pada campuran tesebut ditambahkan Larutan KI-I2 yang akan
bereaksi dengan amilum memberikan warna ungu pekat.

Sesuai prosedur pada kelompok 3A3, maka mula-mula dibuat campuran dalam Erlenmeyer y
ang terdiri dari larutan NaCl 0,9%, larutan dapar dengan pH 7,0, aquades, dan larutan substrat.
Kemudian, dipipet 1 ml untuk mendapatkan absorbansi substrat pada saat belum terdapat enz
im. Lalu, setelah ditambahkan enzim, dipipet sebanyak 1ml menjelang menit ke 3, 6, 9, dan 1
2 ke dalam tabung yang sudah berisikan HCl 0,05 N, dan larutan siap diukur setelah diberi re

15
agen KI-I2. Pengukuran spektrofotometer ini dilakukan dengan panjang gelombang 620 nm,
karena pada panjang gelombang tersebut didapatkan absorbansi amilum yang paling tinggi da
n memberikan kepekaan sampel yang mengandung amilum dengan maksimal, sehingga kesal
ahan data dapat dikurangi, serta didapatkan bentuk kurva absorbansi linear dan menghasilkan
hasil yang cukup konstan jika dilakukan pengukuran berulang.

Sediaan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Xepazym yang menandung P
ancreatin 170 mg setara amilase (5500 u, lipase 6,500 u, protease 400 u) dan dimethylpolysil
oxane 80 mg. Kisaran pH optimum untuk α-amilase yang berasal dari kelenjar ludah manusia
dan pankreas babi atau mamalia yaitu pada pH 6,0-7,0 mendekati kondisi netral (Naz 2002).
Menurut Wibisono (2004), enzim α-amilase pankreatin memiliki kondisi optimum kerja yaitu
pada suhu 30°C dan pH 6,0. Enzim pankreatin mengandung amilase, lipase dan protease. Dal
am tubuh hewan (mamalia), enzim pankreatin berasal dari pankreas yang berfungsi untuk me
ncerna makanan. Pankreatin merupakan enzim pencernaan, enzim pencernaan yang disekresi
oleh pankreas memecah nutrien yang terkandung dalam makanan. Enzim pankreatin biasanya
digunakan sebagai suplemen bagi manusia yang kekurangan akan enzim pencernaan, dan seri
ng juga digunakan pada penderita pancreastitis.

Dalam praktikum kali ini, pada kelompok 3B ditambahkan modifier dalam larutan ujinya, yak
ni suatu senyawa yang dapat memodifikasi fungsi enzim dengan cara penghambatan atau per
angsangan (stimulasi) aktivitasnya. Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katal
isnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimati
s. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat be
rupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul organ
ik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1997). Menurut Wirahadikusumah (1989),
inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada u
mumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak
dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989) HgC
l2. Inhibitor non-kompetitif tidak bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim.
Inhibitor jenis ini akan berikatan dengan enzim pada sisi yang berbeda (bukan sisi akti
f). Jika telah terjadi ikatan enzim-inhibitor, sisi aktif enzim akan berubah sehingga substr
at tidak dapat berikatan dengan enzim. Banyak ion logam bekerja sebagai inhibitor non-k
ompetitif (Firmansyah et al. 2007)

Selain modifier, konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat juga menjadi variable bebas yang

16
di amati pada praktikum kali ini. Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi ak
an meningkat hingga batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan
dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif
lagi (Reed, 1975). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan
dalam gambar berikut ini.

Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan r
eaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat. meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi i
ni akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konse
ntrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1982).

Untuk mendapatkan spektrum UV-Vis yang baik perlu diperhatikan pula konsentrasi s
ampel. Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linier (A≈C) apabila nilai abs
orbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A < 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlakunya h
ukum Lambert-Beer (Suhartati, 2017). Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubu
ngan absorbansi tidak linear lagi. 

Waktu Absorbansi % substrat tercerna


0' 1.199 0%
6' 1.093 8.84%
9' 0.967 19.34%
12' 0.937 21.85%
Tabel Pengamatan Kelompok 6
% substrat tercerna tersebut didapatkan dari rumus Presentase substrat yang dicerna pada men
it t = 100 % - X 100%
0’ = 100 % - X 100% = 0%

17
6’ = 100 % - X 100% = 8,84%
9’ = 100 % - X 100% = 19,34%
12’ = 100 % - X 100% = 21,85%

Hasil praktikum kelompok kami (3A3) dengan mencampurkan 15 ml dapar, 6 ml subs


trat, Nacl 0.9% 6ml, aquadest 2ml, dan enzim 1ml. Percobaan ini menunjukkan presentase 8.
84%, 19.34%, 21.85% berturut-turut sejak menit ke 6, 9, 12. Selain itu, nilai absorbansi yang
didapatkan menurun, menandakan seiring bertambahnya waktu, semakin banyak amilum yan
g tercerna oleh enzim amilase, meskipun tidak seefektif enzim dengan perlakuan lainnya, sep
erti enzim berlebih.

Dalam satu kelas dibagi menjadi 10 kelompok dan terdapat 5 perlakuan praktikum ya
ng berbeda (3A1-3A3 dan 3B1-3B2). Masing-masing kelompok terdapat perbedaan dalam pe
ngambilan bahan sebagaimana seperti berikut dibawah ini :
3A1 3A2 3A3 3B1 3B2
Substrat 3ml 3ml 6ml 3ml 3ml
Enzim 1ml 2ml 1ml 1ml 2ml
Inhibitor - - - 3 tetes 3 tetes
Dapar pH7 15ml 15ml 15ml 15ml 15ml
NaCl 0.9% 6ml 6ml 6ml 6ml 6ml
Aquadest 5ml 4ml 2ml 5ml 4ml
Perbedaan pengambilan bahan akan berpengaruh pada hasil absorbansi di masing-masing kel
ompok. Di mana akan didapatkan hasil yang menunjukkan bagaimana pengaruh konsentrasi e
nzim, konsentrasi substrat, dan modifier (inhibitor) terhadap reaksi enzimatik.

Kelompok 1 (3A1) Kelompok 4 (3A2)

18
Terlihat perbedaan yang cukup kontras antara hasil kelompok 3A1 dan 3A2. Yang me
mbedakan keduanya adalah konsentrasi enzim yang ditambahkan ke dalam larutan uji. Kelom
pok 3A2 yang ditambahkan enzim sebanyak 2ml terlihat memiliki warna yang lebih pudar. S
ecara kualitatif, hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan enzim berlebih dan konsentrasi s
ubstrat tetap, semakin banyak substrat yang berhasil tercerna. %Substrat yang tercerna pada p
ada kelompok 3A2 pada menit ke 3,6,9,12 berturut-turut adalah 31,26%, 61,11%, 70,99%, 89,
17%. Sementara pada kelompok dengan enzim normal didapatkan %substrat yang tercerna se
besar 4,95%, 22,06%, 34,64%, dan 50%. Terlihat bahwa dengan enzim berlebih laju enzimat
iknya bertambah sehingga dalam waktu singkat, substrat dalam jumlah banyak dapat tercerna.
Hal ini dikarenakan semakin banyak enzim, maka semakin banyak sisi aktif di mana substrat
dapat berikatan dan membentuk kompleks enzim-substrat. Pratiwi, 2007 menyebutkan bahwa
agar reaksi berjalan optimum, maka perbandingan jumlah antara enzim dan substrat harus ses
uai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak, reaksi akan berjalan lambat dan bah
kan ada substrat yang tak terkatalisasi. Semakin banyak enzim, maka reaksi akan berjalan cep
at.

Kelompok 6 (3A3)
Kelompok 1 (3A1)

Yang membedakan kelompok 3A1 dan 3A3 adalah jumlah substratnya, di mana kelo
mpok 3A3 diberi substrat sebanyak 6ml, dua kali lebih banyak dibanding 3A1. Ketika jumlah
19
substrat rendah, maka sisi aktif enzim hanya akan menampung sedikit substrat. Namun, bila j
umlah substrat diperbanyak, maka makin banyak substrat yang berikatan dengan enzim mem
bentuk kompleks dan alhasil kompleks yang dihasilkan lebih banyak. Hal ini menyebabkan m
akin besarnya kecepatan reaksi katalitik enzim. Akan tetapi, dalam kondisi substrat berlebih d
alam kelompok kami, sisi aktif enzim sudah jenuh oleh substrat sehingga tidak memperbesar
konsentrasi enzim-substrat. Lain halnya dengan kelompok 3A1 yang diberikan substrat dalam
jumlah yang normal. Didapatkan data %substrat yang tercerna dari menit ke 6,9 12 adalah ber
turut-turut sebesar 22,06%, 34,64%, dan 50%. Sementara pada kondisi substrat berlebih % su
bstrat yang tercerna pada menit ke adalah 8,84%, 19,34%, dan 21,85%. Absorbansi yang dida
patkan pada keadaan substrat berlebih sangat tinggi dan melebihi rentang absorbansi yang bai
k, yaitu 0,2-0,8. Hal ini dikarenakan konsentrasi amilum terlalu pekat karena banyak yang bel
um terkatalis oleh enzim.

Gambar di atas menunjukkan ketika substrat telah jenuh, maka produk yang dihasilka
n pun tetap karena sisi aktif enzim telah terpenuhi. Dan ketika substrat dan enzim telah memb
entuk kompleks, dan kemudian enzim terlepas kembali sehingga dapat mencerna sisa substrat
meskipun tidak dalam waktu yang cepat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Lehninger
(1982), bahwa peningkatan kecepatan reaksi akibat peningkatan substrat akan semakin kecil
hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan substrat hanya akan sedikit
meningkatkan kecepatan reaksi.  Agar reaksi berjalan optimum, maka perbandingan jumlah a
ntara enzim dan substrat harus sesuai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak, r
eaksi akan berjalan lambat dan bahkan ada substrat yang tak terkatalisasi.

Yang merupakan pembeda antara kelompok 3A1 dan 3B1 adalah penambahan inhibit
or berupa HgCl2. HgCl2 merupakan inhibitor non-kompetitif irreversible. Makna fisik dari h

20
ambatan ini, inhibitor enzim tidak berikatan dengan pusat aktif molekul enzim, tetapi akan be
rikatan pada "tempat efektor" pada molekul tersebut. Dampaknya bentuk struktur tiga dimens
i pusat aktif molekul enzim berubah, sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan pusat akt
if (Ganellin and Roberts, 1993). Sebagai akibat tidak dapat berikatannya substrat dengan mol
ekul enzim, maka terjadi penurunan harga Vm namun harga Km tetap.

Sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas enzim lebih baik pada kondisi di mana tidak terdap
at inhibitor. Bila aktivitas enzim menurun, maka produk yang dihasilkan pun menurun ditunj
ukkan secara kuantitatif yaitu dengan absorbansi yang lebih besar dibanding 3A1. Selain itu,
dapat terlihat secara kualitatif dengan warna larutan pada kelompok 3B1 adalah lebih pekat,
menunjukkan lebih banyak amilum yang belum tercerna karena aktivitas katalitik enzim terga
nggu oleh inhibitor.

Kelompok 7 (3B1) Kelompok 1 (3A1)

Berdasarkan gambar di atas, secara kasat mata terlihat bahwa larutan pada kelo
mpok dengan perlakuan penambahan inhibitor memiliki warna yang lebih pudar. Hal ini dika
renakan konsentrasi amilum di menit ke 0’ pada kelompok 7 lebih kecil dibanding pada kelo
mpok 1, ditunjukkan dengan absorbansinya yang lebih kecil. Namun bila melihat hasil %subs
btrat yang tercerna, kelompok 1 memiliki presentase yang lebih besar dibanding kelompok 7
mulai menit ke 6, dan pada menit ke 12 pada kelompok 1 %substrat yang tercerna sudah 50%,
sementara pada kelompok 7 masih 40,79%. Hal ini menunjukkan aktivitas enzim dalam men
cerna amilum lebih baik dengan tidak adanya inhibitor.

Kelompok 3A2 dan 3B2 sama – sama diberikan enzim berlebih, namun pa
da kelompok 3B2 ditambahkan HgCl2 sebanyak 3 tetes yang merupakan inhibitor yang dapat
menurunkan fungsi enzim amilase.

Kelompok 4 (3A2) Kelompok 10 (3B2)

21
Hasil %subsbtrat yang tercerna pada kelompok 4 adalah berturut-turut 0%, 31,26%, 61,11%,
70,99%, dan 89,17%, sedangkan pada kelompok 10 adalah 0%, 54,95%, 56,55%, 74,25%, da
n 85,06%. Terlihat bahwa aktivitas enzim tanpa adanya inhibitor lebih baik dibanding dengan
adanya inhibitor. Menurut Ardhiyanto et al (2006), dengan konsentrasi enzim yang berlebih d
an konsentrasi substrat tetap, maka semakin banyak substrat yang dirubah menjadi produk

Kelompok 3B1 dan 3B2 sama-sama diberikan HgCl 2 yang merupakan inhibitor enzim
sebanyak 3 tetes. Yang menjadi pembeda di antara keduanya adalah enzim yang diberikan pa
da kelompok 3B2 lebih banyak.
Kelompok 10 (3B2) Kelompok 7 (3B1)

Berdasarkan model hambatan Purwanto, dapat disimpulkan bahwa inhibitor nonkomp


etitif seperti Hg2+ dapat berikatan baik dengan enzim maupun dengan kompleks enzim-substr
at. Bila enzim berikatan dengan inhibitor, maka substrattidak dapat berikatan dengan enzim d
an reaksi katalitik tidak dapat berlangsung. Dan apabila inhibitor tersebut berikatan dengan k
ompleks enzim-substrat, maka tidak akan dihasilkan produkatau dengan kata lain amilum tida
k akan tercerna. Menurut hasil kelompok 10 yang diberikan 3 tetes HgCl2 dan enzim berlebih,
warna ungu yang dihasilkan lebih pudar dibanding kelompok 7 yang enzimnya lebih sedikit.
Hal ini mungkin terjadi karena dengan banyaknya konsentrasi enzim yang ada, ada kemungki

22
nan terdapat enzim yang sudah berikatan terlebih dahulu dengan substrat dan berhasil mengh
asilkan produk ditunjukkan dengan tingginya %substrat yang tercerna. Pada kelompok 7, %s
ubsbtrat tercerna pada menit ke 3 hingga 12 berturut-turut adalah 9,74%, 22,11%,30,66%, 40,
79%, sedangkan pada kelompok 10 berturut-turut adalah 0%, 54,95%, 56,55%, 74,25%, dan
85,06%. Hal ini menunjukkan konsentrasi enzim berpengaruh siginifikan ketika suatu inhibit
or ditambahkan.

Hasil praktikum kelompok kami yang mengukur absorbansi amilum berlebih hasil ker
ja enzim amilase adalah sesuai dengan teori, karena jumlah substrat yang berlebihan menyeba
bkan kondisinya jenuh dan produk yang dihasilkan tidak bertambah secara signifikan.

3.3 Jawaban Pertanyaan

1. Secara teori, bagaimana pengaruh peningkatan kadar substrat dan kadar enzim
terhadap laju reaksi enzimatik?
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat
hingga batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan
dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah
tidak efektif lagi (Reed, 1975). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan
konsentrasi enzim ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:

Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi


substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat.
Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas
yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan
kecepatan reaksi (Lehninger, 1982).
2. Bagaimana pengaruh modifier terhadap reaksi enzimatik?
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator
adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.

23
Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut
dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula
sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1997).
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang
dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah
dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan
substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).

 Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.


Pratiwi, D.A, dkk. 2007. Biologi untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

24

Anda mungkin juga menyukai