Anda di halaman 1dari 6

FUNDAMENTALISME RADIKALISME DAN

MODERATISME ISLAM MASA KINI

Disusun Oleh:
Khairunnissa Hidayatillah
1220190024, Ilmu Hukum Fakultas Hukum
087872629856, khidayatillah@gmail.com

UNIVERSITAS ISLAM AS SYAFI’IYAH


FAKULTAS HUKUM
STUDI ILMU HUKUM
2021
1

ABSTRAK
Fundamentalisme tidak selalu identik dengan Islam, tapi bisa didefenisikan
pada setiap usaha memurnikan suatu keadaan kepada aturan yang semestinya dan
membela dengan ketat aturan tersebut. Lebih lanjut pengertian fundamentalisme
akan dibahas lebih jauh pada bahasan-bahasan berikutnya, dengan asumsi
mendapatkan pengertian yang lebih mencakup. radikalisme mengacu kepada gagasan
dan tindakan kelompok yang bergerak untuk menumbangkan tatanan politik mapan,
negara-negara atau rejim-rejim yang bertujuan melemahkan otoritas politik dan
legitimasi negara-negara dan rejim-rejim lain. Sains modern dalam Islam secara
sederhana dapat digambarkan bahwa pada dasarnya Islam lahir pertama kali sudah
membawa semangat keilmuan. Di dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an yang
langsung mengarah pada hal-hal yang mengedepankan ilmu atau sains itu sendiri.
Moderatisme merupakan sebuah istilah atau nomenklatur konseptual yang tidak
mudah untuk didefinisikan. Hal ini karena ia menjadi istilah yang diperebutkan
pemaknaannya (highly contested concept), baik di kalangan internal umat Islam
maupun eksternal nonMuslim.
PENDAHULUAN
Anarkisme dan tindakan radikalisme berkaitan erat dengan fundalisme,
kalangan orang islam yang berfaham ideologi fundalisme yang melakukan tindakan-
tindakan keras di berikan istilah tersebut. Fenomena radikalisme di kalangan umat
Islam seringkali disandarkan dengan paham keagamaan, sekalipun pencetus
radikalisme bisa lahir dari berbagai sumbu, seperti ekonomi, politik, sosial, dan lain
sebagainya, mewabahnya pemikiran Islam radikal di tanai air, terdapat fakta yang
lain dari corak keberagamaan dan toleransi generasi milenial di beberapa daerah
termasuk di kota Surabaya. Pandangan yang menekankan pada toleransi komunal.
Cara pandang ini dimungkinkan oleh dominannya skripturalisme dalam beragama,
yaitu sikap keberagamaan yang mengacu kepada dalil-dalil Alquran dan Hadis yang
dipahami secara literal, tanpa melalui proses nalar perbandingan dan tanpa
mempertimbangkan konteks turunnya ayat atau munculnya hadis.
Corak dan identitas keberagamaan seperti itu adalah cerminan dari proses
pembelajaran, pemahaman, dan pengalaman keberagamaan yang dipengaruhi oleh
konteks agama, budaya, dan sosial-politik yang kompleks. Tuduhan terhadap Islam
juga disebabkan beberapa pihak, khususnya di Barat, yang salah paham terhadap
Islam, disamping minimnya pemahaman mereka terhadap substansi ajaran Islam.
Menurut Mukhlis Hanafi pengembangan pemahaman yang benar, toleran, dan
moderat menemukan momentumnya.4 Intelektual Mesir yang juga alumni Al-Azhar,
Dr. Mohammed Ali mengatakan tuduhan-tuduhan miring terhadap Islam tersebut
sesungguhnya sama sekali bukan dari ajaran Islam. Islam yang benar adalah Islam
yang moderat, dalam pengertian moderat dalam pemahaman keagamaan dan
keislaman.
Berbagai belahan dunia demikian juga di Indonesia, terdapat setidaknya 3
golongan kaum yaitu (1) Fundamentalis yang dengan ketat memaknai Islam dari apa
yang terkandung secara tekstual dalam alQur’an, (2) Liberalis yang memberikan
ruang logika sebagai pertimbangan dalam memaknai hukum Islam, serta (3) Moderat
yang memaknai Islam dengan melihat kandungan al-Qur’an.
2

PEMBAHASAN

Fundamentalisme
fundamentalisme berasal dari kata dasar fundamen dari bahasa latin
Fundamentum dari funder yang berarti meletakkan dasar Bentuk kata bendanya
adalah fundamentalist, sementara bentuk kata sifatnya adalah fundamentalistic.
Kaum fundamentalis yang berbahasa Arab menggunakan beberapa istilah untuk
menyebut diri mereka. Antara lain, “Ululiyyah al-Islamiyah” (dasar-dasar Islam),
“Sazwah al-Islamiyah” (kebangkitan Islam). Tetapi, golongan-golongan yang kurang
simpati, malah menyebutnya dengan istilah “muta’assibiy” (orang-orang fanatik)
atau “mutaharrifin” (orangorang radikal). (Mahendra, 1999: 8-9)
Pemerintah secara khusus menggunakan istilah “ekstrim kanan” untuk menyebut
kaum fundamentalis. Fundamentalisme menurut istilah adalah penegasan aktivis
agama tertentu yang mendefenisikan agama secara mutlak dan harfiah. Artinya usaha
memurnikan atau mereformasi kepercayaan dan praktik para pemeluk menurut dasar-
dasar agama yang didefenisikan sendiri. fundamentalisme Islam memiliki beberapa
corak pemikiran yang prinsipil (Azyumardi. 1996. 109-110), yakni sebagai berikut :
1. Oppositionalism (paham perlawanan), yakni mengambil bentuk perlawanan
terhadap gerakan modernisme dan sekularisasi Barat pada umumnya.
2. Penolakan terhadap hermeneutika, yakni teks Alquran harus dipahami secara
literal sebagaimana adanya. Atau dengan kata lain kaum fundamentalisme
menolak sikap kritis terhadap teks Alquran dan interpretasinya.
3. Penolakan terhadap pluralisme dan relavitisme, yakni bagi kaum
fundamentalisme pluralisme merupakan hasil dari pemahaman yang keliru
terhadap teks. Pemahaman dan sikap keagamaan yang yang tidak selaras dengan
pandangan kaum fundamentalisme merupakan bentuk dari relativisme
keagamaan.
4. Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis, yakni kaum
fundamentalisme berpandangan bahwa perkembangan historis dan sosiologis
telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci. Dalam
kerangka ini, masyarakat harus menyesuaikan perkembangannya, kalau perlu
secara kekerasan dengan teks kitab suci, bukan sebaliknya, teks atau
penafsirannya yang mengikuti perkembangan masyarakat.
Fundamentalisme tidak selalu identik dengan Islam, tapi bisa didefenisikan
pada setiap usaha memurnikan suatu keadaan kepada aturan yang semestinya dan
membela dengan ketat aturan tersebut. Lebih lanjut pengertian fundamentalisme
akan dibahas lebih jauh pada bahasan-bahasan berikutnya, dengan asumsi
mendapatkan pengertian yang lebih mencakup.

Radikalisme
Radikalisme dalam bahasa arab diartikan dengan : mutaharrif (hal yang
melebihi batas, ekstrimisme). Namun pada kamus lain dinyatakan bahwa radikalisme
dalam bahasa Arab adalah kata jadian yaitu radikaliyyah. Radikalisme berasal dari
kata radikal yang berarti prinsip dasar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dikatakan bahwa radikal dapat berarti; secara menyeluruh; habis-habisan; amat keras;
3

dan menuntut perubahan. Juga di temukan beberapa pengertian radikalisme yang


dijumpai dalam kamus bahasa, yakni; (1) paham atau aliran yang radikal dalam
politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan
sosial dan politik dengan cara kekerasan; (3) sikap ekstrem di suatu aliran politik.
(kbbi, 1991:808).
Menurut Yusuf Qardhawi, istilah radikalisme tersebut berasal dari kata al-
tatharuf yang berarti “berdiri di ujung, jauh dan pertengahan”. Diartikan berlebihan
dalam menyikapi sesuatu, seperti berlebihan dalam beragama, berfikir dan
berprilaku. Azyumardi Azra menyatakan bahwa istilah radikal mengacu kepada
gagasan dan tindakan kelompok yang bergerak untuk menumbangkan tatanan politik
mapan, negara-negara atau rejim-rejim yang bertujuan melemahkan otoritas politik
dan legitimasi negara-negara dan rejim-rejim lain, dan negara-negara yang berusaha
menyesuaikan atau mengubah hubungan-hubungan kekuasaan yang ada dalam
sistem internasional. Istilah radikalisme karenanya, secara intrinsik berkaitan dengan
konsep tentang perubahan politik dan sosial pada berbagai tingkatan.
Penyebab lahirnya radikalisme adalah penyebarannya dapat bersifat
keagamaan, politik, sosial ekonomi, psikis, pemikiran dan lain-lain (Zada, 2002:16-
17). Hal tersebut dikarenakan :
1. Lemahnya pengetahuan tentang hakikat agama
2. Memahami nash secara tekstual
3. Memperdebatkan persoalan-persoalan parsial, sehingga mengenyampinkan
persoalan besar
4. Berlebihan dalam mengharamkan
5. Kerancuan konsep
6. Mengikuti ayat mutasyabihat, meninggalkan muhkamat
7. Mempelajari ilmu hanya dari buku dan mempelajari Alquran hanya dari
mushhaf.
8. Lemahnya pengetahuan tentang syariah, realitas, sunnatullah dan kehidupan.
Demikian pula telah diuraikan bahwa kaum radikalisme Islam sering kali
diasosiasikan sebagai kelompok ekstrim Islam yang menjadikan jihad sebagai bagian
integral Azyumardi Azra menyatakan bahwa bagi penganut radikalisme Islam, jihad
merupakan rukun iman, yang tak dapat ditinggalkan dan dilonggarkan, baik bagi
individu maupun komunitas kolektif Muslimin.

Moderatisme
Sains modern dalam Islam secara sederhana dapat digambarkan bahwa pada
dasarnya Islam lahir pertama kali sudah membawa semangat keilmuan. Di dalam
beberapa ayat dalam al-Qur’an yang langsung mengarah pada hal-hal yang
mengedepankan ilmu atau sains itu sendiri. Modernisasi sains menuntut tumbuhnya
semangat komersialisasi berbagai bidang kehidupan masyarakat tak terkecuali sisi-
sisi kehidupan beragama. Moderatisme merupakan sebuah istilah atau nomenklatur
konseptual yang tidak mudah untuk didefinisikan. Hal ini karena ia menjadi istilah
yang diperebutkan pemaknaannya (highly contested concept), baik di kalangan
internal umat Islam maupun eksternal nonMuslim. Ia dipahami secara berbeda-beda
oleh banyak orang, tergantung siapa dan dalam konteks apa ia didekati dan dipahami.
(John, 2005:12).
4

Islam Moderat berorientasi pada prinsip santun dalam bersikap, berinteraksi


yang harmonis dalam masyarakat, mengedepankan perdamaian serta anti kekerasan
dalam berdakwah. Ajaran ini memang selaras dengan kandungan utama Islam yang
membawa misi Rahmatan Lil Alamin yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.
Dalam hal ini menghargai pendapat serta menghormati adanya orang lain adalah sisi
penting yang dibangun oleh Islam Moderat. Konsep toleransi, damai dan kultural
yang telah dijalankan oleh Walisongo membawa kepada moderasi Islam yang
dipandang tidak kaku dalam memaknai al-Qur’an dan bersikap toleran terhadap
budaya setempat.
Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, Wasathiyah (pemahaman moderat)
adalah salah satu karakteristik islam yang tidak dimiliki oleh Ideologi-ideologi lain.
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:
َ ِ‫َّو َسطًا اُ َّمةً َج َع ْل ٰن ُك ْم َو َك ٰذل‬
 ‫ك‬
Artinya : Dan demikianlah aku jadikan kalian sebagai Umat yang pertengahan.(QS.
Al Baqarah: 143).
Beliau termasuk deretan ulama yang menyeru kepada dakwah Islam yang moderat
dan menentang segala bentuk pemikiran yang liberal dan radikal. Rasulullah pula
menegaskan:
‫يف َو ْال ُغلُ َّو إِيَّا ُك ْم‬
ِ ‫ال ِّد ْي ِن‬, ‫ك أَ فَإِنَّ َما‬
َ َ‫يف اَ ْل ُغلُ ُّو قَ ْبلَ ُك ْم َكانَ َم ْن ْهل‬
ِ ‫ْي ِن ال ِّد‬
Artinya: “Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena
sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum
kalian.”(HR.Bukhari).
Selayaknya perbedaan sikap menjadi sebuah dinamisasi kehidupan sosial
yang menjadi bagian dari masyarakat yang madani. Keberadaan Islam Moderat
cukup menjadi penjaga dan pengawal konsistensi Islam yang telah dibawa oleh
Rasulullah Saw. Untuk mengembalikan citra Islam yang sebenarnya, maka
diperlukan moderasi agar penganut lain dapat merasakan kebenaran ajaran Islam
yang Rahmatan Lil ‘Alamin.

KESIMPULAN
Umat muslim dunia pada hakikatnya mengalami perbedaan yang substantif
dimana terjadi variasi pemahaman ajaran Islam yang dilakukan oleh mereka sendiri.
Kondisi ini mengakibatkan munculnya fundamentalisme, radikalisme dan moderat.
fundamentalisme diartikan sebagai paham yang mengajak kembali kepada nilai-nilai
dasar yang mereka yakini. Radikalisme adalah gerakan yang dijalankan untuk
mencapai tujuan fundamentalisme atau nonfundamentalisme suatu faham.
Hubungan sains dan Islam dalam upaya membangun sains Islam seutuhnya
dalam menata hubungan sains modern dan ulumuddin dalam corak paradigma
integrasi-interkoneksi keilmuan serta pembacaan kritis keilmuan. Moderatisme
merupakan sebuah istilah atau nomenklatur konseptual yang tidak mudah untuk
didefinisikan. Hal ini karena ia menjadi istilah yang diperebutkan pemaknaannya
(highly contested concept), baik di kalangan internal umat Islam maupun eksternal
nonMuslim.
5

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 1996. Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme,


Modernisme hingga Postmodernisme. Cet.I; Jakarta: Paramadina.
Ismail, Achmad Satori, et.al. 2007. Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan lil
‘Alamin, Jakarta: Pustaka Ikadi.
John L. Esposito, 2005, Moderate Muslims: A Mainstream of Modernists, Islamists,
Conservatives, and Traditionalists, dalam American Journal of Islamic
Social Sciences, Vol. XXII, No. 3.
Mahendra, Yusril Ihza. 1999. Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam
(Perbandingan Partai Masyumi Indonesia dan Partai Jama’at Islami
Pakistan). Terj. Mun’im A Sirry. Jakarta: Paramadina.
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka.
Zada, Khamami. 2002. Islam Radikal; Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di
Indonesia. Cet. I; Jakarta: Teraju.
Internet:
Hilmy, Masdar, 2012, Quo-Vadis Islam Moderat Indonesia, dalam Jurnal Miqot,
Vol. XXXVI, No. 2.
http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/article/view/127
Diakses pada 18 Maret 2021.
Huda, Syamsul dan Abdul Djalal. 2020. Islam Moderat dan Islam Radikal dalam
Perspektif Generasi Milenial Kota Surabaya. Universitas Negeri Jakarta.
Vol. 4, No. 2. Hal 203-228.
http://digilib.uinsby.ac.id/39374/1/Telaah%20kembali%20Islam
%20Moderat%20dan%20ISlam%20Radikal_Syamsul%20Huda.pdf.
Diakses pada 18 Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai