Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENGELOLAAN AIR PERTANIANAAN

Aplikasi Sistem Irigasi Alur Pada Beberapa Tanaman

Disususn Oleh :

DAMIANUS RAJAKI

PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI PPAPK

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Aplikasi Sistem Irigasi Alur pada Beberapa Tanaman ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengelolaan Air Pertanian. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis

Saya mengucapkan trimakasih kepada pak Junaidi selaku dosen


mata kuliah Pengelolaan Air Pertanian, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
membagi pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna .


oleh karna itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk
penulis ketahui agar bisa menjadi acuan untuk lebih baik kedepannya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................ii

BAB I PEDAHULUAN . ......................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Tujuan........................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................3
A. Optimasi Lebar Alur Irigasi .........................................................................3
B. Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Irigasi Alur ...............................4
C. Estimasi Nilai Ekonomi Air Penerapan Irigasi Tetes dan Alur ...................7
D. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler (Irigasi Alur)......................................10
E. Pengelolaan Air Tanaman Jagung irigasi alur .............................................11

BAB III HASIL PEMBAHASAN ......................................................14

I. Optimasi Lebar Alur Irigasi..........................................................................14


II. Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Irigasi Alur..................................16
III. Estimasi Nilai Ekonomi Air Penerapan Irigasi Tetes dan Alur......................14
IV. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler (Irigasi Alur..........................................19
V. Pengelolaan Air Tanaman Jagung irigasi alur ................................................20

BAB IV PENUTUP .............................................................................24

A. Kesimpulan ...................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................26

LAMPIRAN .........................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan utama dalam kegiatan
pertanian, karena tanpa air yang cukup tanaman pertanian tidak akan
berproduksi optimal. Cara untuk mencukupi air pada tanaman pertanian
adalah dengan irigasi. Salah satu metode irigasi yang banyak digunakan
pada pertanian di dunia adalah metode irigasi alur (furrow). Air
masuk/infiltrasi ke dalam tanah dari dasar alur dan dinding alur menuju
daerah perakaran tanaman

Irigasi mempunyai peranan penting dalam produksi pertanian.


Yaitu, mengatur ketersediaan air agar tanaman dapat tumbuh, baik di
daerah curah hujan tinggi maupun rendah, saat musim kering atau musim
penghujan serta dalam keadaan iklim tak tentu . Walaupun irigasi tidak
otomatis menjamin memberikan keuntungan. Sekitar 60% pemakaian air
di dunia digunakan untuk pertanian. Hal ini akan terus membuat
peningkatan penggunaan irigasi. Daerah irigasi terus meningkat selama 50
tahun terakhir dari 94 juta ha pada tahun 1950 sampai lebih dari 287 juta
ha pada tahun 2007 [1]. Akan tetapi, kebanyakan sistem irigasi, 50-60%
penggunaan air tidak bermanfaat bagi tanaman. Oleh karena itu, perlu
mengatur sistem irigasi yang lebih teliti. Pelestarian air, tanah dan
peningkatan hasil tanaman menjadi mungkin ketika manajemen air yang
baik diterapkan [2]. Salah satu metode pengaturan air dalam irigasi
permukaan adalah irigasi alur. Yaitu, saluran kecil yang membawa air ke
bawah pada lahan miring di antara barisan tanaman. Air meresap ke dalam
tanah selama mengalir sepanjang lahan miring tersebut. Tanaman biasanya
ditanam pada gulutan (ridge) di antara alur [2].Irigasi alur memerlukan
perencanaan yang baik. Perencanaan ini untuk menentukan bagaimana
sistem dapat berfungsi dengan cukup akurat dan menentukan perubahan
apa yang mungkin dilakukan agar memperoleh hasil yang optimal. Teknik
yang dilakukan antara lain untuk menentukan laju alir dari beberapa

1
ukuran arus yang berbeda, ukuran arus maksimum yang dibatasi oleh
kapasitas erosi atau alur, keadaan alur, penurunan kelembaban tanah dan
jarak alur maksimum [3]. Pemodelan penyerapan air di alur pada irigasi
alur dibangun dari hukum Darcy dan hukum kekekalan massa yang
menghasilkan persamaan Richard. Persamaan ini kemudian ditransformasi
menjadi persamaan diferensial linear menggunakan transformasi
Kirchhoff. Asumsi yang digunakan adalah tanaman sejenis dan tanah
homogen serta isotropik, sehingga alur dianggap periodik. Kemudian
jumlah dan panjang alur tak hingga, sehingga pola aliran dapat dipandang
dalam arah 2 dimensi, yaitu arah horizontal dan vertikal. Batu [4] telah
memperoleh solusi persamaan yang terbentuk, yaitu distribusi potensial
fluks matrik dan fluks horizontal dan vertikal untuk sumber air pada alur
di permukaan tanah, dengan pendekatan teknik analisis Fourier. Pada
penelitian ini, solusi akan dikaji dengan metode numerik. Metode numerik
yang digunakan adalah metode beda hingga. Solusi numerik yang
dihasilkan akan dibandingkan dengan solusi teknik analisis Fourier.

B. Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami mata kulia pengelolaan air pertanian yang
nantinya berguna untuk menunjang pengetahuan khususnya dalam
bidang pertanian
2. Untuk mengetahui berbagai macam aplikasi system irigasi alur
pertanian
3. Bisa mengetahui optimasi irigasi alur pertanian dan matimatika
infiltrasi irigasi alur pertanian
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui system dan mengukur estimasi
irigasi alur pertain
5. Mengetahui kebutuhan tanaman terhadap air dan untuk mengetahui
cara pengelolaan air pertanian.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Optimasi Lebar Alur Irigasi Pemodelan dan Simulasi Numerik

Berikut akan dibahas beberapa konsep dasar aliran air dalam tanah.

a. Gerak Air Tanah


Beberapa definisi dalam gerakan air dalam tanah mencakup
infiltrasi, yaitu gerakan air dari permukaan tanah ke dalam tanah,
redistribusi, yaitu gerakan air berikutnya karena terserapnya air dalam
daerah tanah tak jenuh dan perkolasi, yaitu istilah umum untuk aliran ke
bawah dalam daerah tak jenuh.

b. Penyimpanan Air Tanah


Dalam masalah penyimpanan air tanah dikenal dengan kadar air tanah, θ,
yaitu per- bandingan antara volume air dengan volume tanah, dinotasikan

Vw
dengan θ = . Kadar
Vs
≤ ≤ dengan 0 θ φ.
air tanah dapat bervariasi dalam ruang dan waktu,
Yaitu, 0 untuk keadaan tanah kering dan φ untuk keadaan tanah jenuh
(saturation). Dalam tanah kering, suatu tekanan yang disebabkan gaya
kapiler harus diterapkan untuk menarik air dari pori kecil. Tekanan ini
dinamakan tekanan suction. Salah satu alat untuk mengukur tekanan suction
adalah tensiometer. Alat ini dimasukan ke tanah dan menyebabkan turunnya
level air karena tekanan suction. Turunnya level air ini dinamakan potensial
suction, dinotasikan ψ. Hubungan potensial suction dengan tekanan
suction p adalah p = ρgψ, dengan ρ adalah massa jenis air dan g adalah
percepatan gravitasi. Perhatikan bahwa nilai ψ adalah negatif, berdasarkan
pada tekanan suction, dengan ψ = 0 saat air dalam keadaan jenuh.
c. Aliran Air Tanah
Hukum Darcy menyatakan bahwa laju aliran melalui media berpori
(tanah) berbanding lurus dengan head loss (hL) dan berbanding terbalik
dengan panjang aliran (L). Dengan memasukkan konstanta proporsional K
diperoleh dengan v adalah kecepatan Darcy atau debit spesifik(specific

3
discharge) atau disebut juga fluks (Q/A); K adalah konduktivitas
hidraulik, konstanta yang menjadi ukuran perme- abilitas dari tanah; dan
dh/dl adalah gradien hidraulik. Tanda negatif menyatakan bahwa aliran air
dalam arah penurunan head
d. Konduktivitas dan Difusivitas Hidraulik

Dari Persamaan (3), konduktivitas hidraulik K adalah laju (volume


per satuan waktu per satuan luas) air yang bergerak melalui suatu tanah di
bawah satuan gradien potensial energi. Laju ini terutama ditentukan oleh
ukuran jalur untuk penyebaran air. Dalam aliran tak jenuh, konduktivitas
hidraulik merupakan fungsi dari kadar air tanah θ. Untuk suatu tanah yang
ditentukan, konduktivitas hidraulik tak jenuh bergerak sangat lambat, yaitu
dari kadar air tanah rendah sampai sedang. Dan meningkat secara tak
linear mencapai konduktivitas hidraulik jenuh Ks, sebagaimana kadar air
tanah meningkat sampai keadaan jenuh. Untuk beberapa situasi, masalah
pergerakan air tanah dapat dengan mudah diselesaikan dengan
mendefinisikan difusivitas hidraulik, D(θ), sebagai
∂ψ
D(θ) = K(θ) .
∂θ
B. Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Irigasi Alur

Hukum perembesan air di dalam tanah atau infiltrasi air dalam


tanah pertamakali di dipelajari oleh Henry Darcy seorang ilmuwan dari
Perancis pada tahun 1856 [8]. Hukum Darcy menyatakan bahwa flux air
q (berdimensi L/T) adalah sebanding dengan hydraulic head gradient,
∇𝐻. Secra matematis Hukum Darcy dinyatakan dalam persamaan
berikut

dengan K adalah hydraulic conductivity. Tanda negatif pada (1)


mengindikasikan bahwa aliran air yang melewati tanah
kecepatannya akan berkurang.
q KH
Persamaan Richard

4
Hukum Darcy memberikan model matematika infiltrasi air
dalam media berporous yang jenuh air. Selanjutnya dari Hukum Darcy
tersebut L.A. Richard mengembangkannya menjadi model matematika
infiltrasi air dalam media berporous yang tidak jenuh air atau begantung
pada waktu. Richard mengembangkan Hukum Darcy dengan mengubah
hydraulic conductivity menjadi fungsi dari suction potential dan fungsi
dari kadar air [8], sehingga diperoleh

Suction potential ( ) adalah potensial dari gaya

yang timbul dari interasi antara tanah dan air. Sedangkan moisture
content adalah

perbandingan antara berat air dengan berat butir tanah.


q K()H,
q K()H.

Diperhatikan bahwa yang akan diamati adalah infiltrasi air dalam


tanah sehingga ruang di atas permukaan tanah tidak diperhatikan. Oleh
karena itu digunakan sistem koordinat OXYZ dan dipandang sumbu-Z
berarah kebawah bernilai positif. Didefinisikan hydraulik head sebagai
energi per unit berat. Berdasarkan sistem koordinat yang digunakan
didefinisikan hydraulik head
Substitusi (4) ke (3) diperoleh diperoleh,
H  Z

q  K()X (  Z) i (  Z) j


  Z  
     
 K()  i  1  j 
 X  Z 
Misalkan U dan V berturut-turut adalah komponen flux horisontal dan
komponen flux vertikal, maka
 
U K() , V K()  K()
 X Z
Didefinisiksn flux normal pada sebuah permukaan dengan vektor normal
n = (n1,n2 )

5
yang berarah keluar adalah
F Un1 V n2
     
K()  n  1  n 
1
X  Z 

yang berbentuk persamaan diferensial linear. Prosedur


transformasinya pertama, digunakan transformasi yang diberikan oleh
Kirchhoff, dilanjutkan transformasi menggunakan model exponensial
konduktifitas hidraulik yang diberikan oleh Garner, selanjutnya
digunakan variabel tak berdimensi [4], dan terakhir digunakan
transformasi yang diberikan oleh Batu.

1. Transformasi Kirchhoff menggunakan rumus


  K(s)ds


dengan adalah (Matric Flux Potential) (MFP). Digunakan (13) maka


diperoleh
Hukum kekekalan massa pada aliran fluida menyatakan bahwa
perubahan volume fluida terhadap waktu sama dengan perubahan aliran
flux terhadap jarak [8]. Hukum Kekekalan massa jika diterapkan pada
aliran air dalam tanah maka diperoleh, perubahan kandungan air dalam
tanah terhadap waktu sama dengan perubahan flux terhadap jarak. Secara
matematis dapat dituliskan
   
K dan K
X X Z Z
Diketahui bahwa flux yang masuk melewati tanah adalah
lebih besar dari pada flux yang keluar melewati tanah, sehingga
gradien dari flux benilai negatif. Selanjutnya dari (2) dan (5), serta

gradien flux yang negatif diperoleh,  q

      
 K()
  i  1 j  
T  X  Z  
 
        K()
  K()   K()   ,
X  X  Z  Z  Z

Model eksponensial dari konduktifitas hidraulik didefinisikan


oleh [7],

6
K  K0e , 0

dengan adalah sebuah parameter dan K0 adalah konduktifitas hidraulik


pada tanah jenuh. Diperhatikan bahwa dari (10) dan (12) dapat diperoleh
  K0esds K 


Turunkan (13) terhadap Z, maka diperoleh


K   
 
Z  Z Z .
Substitusikan (11) dan (14) ke Persamaan
Richard (9) diperoleh Dengan
       
  
T X  X  Z  Z  Z
2   2 
  
X2 Z2 Z
K() adalah hydraulic conductivity yang berdimensi L/T dan
adalah suction potential yang berdimensi L. Persamaan (9) inilah yang
disebut sebagai Persamaan Richard yang memrepresentasikan perpindahan
air berdimensi dua dalam tanah tidak jenuh`

C. Estimasi Nilai Ekonomi Air Dan Eksternalitas Lingkungan pada


Penerapan Irigasi Tetes dan Alur diLahan Kering Desa Pejarakan
Bali

Penentuan bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering menurut


Oldeman dibagi tiga golongan. Bulan basah apabila rata-rata curah hujan
bulanan

>200 mm, bulan lembab apabila curah hujan antara 100-200 mm, dan
bulan kering curah hujannya
<100mm (Eni 2009). Desa Pejarakan yang terletak pada Kabupaten
Buleleng termasuk pada lahan kering. Pada lahan kering dimana suplai air
relatif kecil dibandingkan dengan permintaan (demand) maka air

7
mempunyai nilai ekonomi dan ketika air tersedia dalam pasokan yang
tidak terbatas. Kondisi ini artinya air tidak mempunyai nilai ekonomi
(Ward dan Michelsen 2002). Selanjutnya disebutkan bahwa nilai ekonomi
air adalah besaran yang mana pengguna rasional seperti masyarakat atau
individu mendapat pasokan air tersebut mau membayar untuk sejumlah air
yang dikonsumsinya (williness to pay) atau secara tidak langsung dengan
menggunakan berbagai metode seperti Inputation Residual Approach
(IRA) yang menggunakan pengamatan harga pasar. Namun nilai ekonomi
air tidak terlepas dengan isu water prising. Water pricing terkait dengan
dua lingkaran yang kompleks, yaitu ekonomi mikro petani dan
hubungannya dengan sistem ekonomi yang lebih luas seperti kebijakan
pertanian dan di sisi lain adalah kondisi hidrologi terkait dengan sistem
irigasi serta daerah aliran sungai (Molle dan Berkoff 2007).
Lahan kering dimana pasokan air hujan tidak dapat mencukupi
kebutuhan tanaman maka kekurangan air harus ditutupi dengan
membangun irigasi tambahan menggunakan teknologi irigasi mikro seperti
irigasi tetes atau irigasi alur. Irigasi tetes adalah cara pemberian air secara
langsung pada zona akar secara sinambung melalui alat penetes emiter,
sedangkan irigasi sistem alur pemberian air irigasi dilakukan dengan
penggenangan air di antara alur tersebut. Penerapan teknologi irigasi tetes
dan alur dimaksudkan untuk menambah pasokan air pada tanaman pada
musim kering, dimana jumlah hujan tidak mencukupi dengan
memanfaatkan sumber air tanah. Nilai ekonomi air irigasi dapat ditaksir
melalui pendekatan produktivitas air, bukan dari pasokan air tetapi dari
sisi penggunaannya. Estimasi nilai ekonomi air mencakup penyediaan
informasi untuk rancangan instrumen ekonomi, seperti harga air (water
pricing), produktivitas air, efisiensi penggunaan air, pendapatan kotor,
dan pendapatan bersih. Harga air adalah besar pungutan per meter kubik
air yang dapat dihitung dengan berbagai metode, seperti metode Inputation
Residual Approach (IRA). Metode ini menaksir harga air yang belum ada
harga pasarnya dengan memberlakukan air sama seperti faktor-faktor input
produksi lainnya yang mempunyai harga pasar. Produktivitas air adalah

8
benefit atau hasil (yield) yang dihasilkan dari satu unit volume air,
sedangkan efisiensi penggunaan air adalah jumlah air yang digunakan
berbanding dengan jumlah air yang di pasok. Pendapatan kotor (gross
income)adalah hasil atau produk rata-rata pertanian dikali dengan harga
satuan produk, sedangkan pendapatan bersih (net income) adalah
pendapatan kotor dikurangi dikurangi dengan biaya total. Nilai ekonomi
air dapat ditentukan dengan melakukan analisis biaya produksi.
Suatu produksi memerlukan faktor-faktor input produksi, seperti
Modal (K), Tenaga Kerja (L), Tanah (R), dan Air (W) untuk menghasilkan
output produksi (Iskandar 2007). Beberapa faktor produksi seperti modal,
tenaga kerja, dan tanah terdapat nilai pasarnya. Sedangkan air jarang
tersedia harganya di pasar, sehingga estimasi nilai ekonomi air harus
didasarkan pada pendekatan tidak langsung, seperti metode IRA. Metode
IRA mengkaitkan dengan biaya input marginal dari faktor-faktor produksi
dan output yang dihasilkan.
Dalam sistem irigasi tetes atau alur biaya terdiri dari biaya tetap
(fixed cost) , biaya variabel (variable cost), dan biaya total (total cost)
(Iskandar 2007; Asfact 2005; Lamn 2007). Biaya tetap adalah biaya
yang dikeluarkan tidak tergantung pada ada atau tidaknya air diantarkan
ke sistem irigasi. Biaya tetap dapat berupa pengembalian pinjaman atau
biaya hilangnya kesempatan (opportunity cost) dari modal yang digunakan
untuk membeli alat atau sistem tersebut, yakni biaya perawatan alat
(maintenance costs), depresiasi alat, dan pajak atau retribusi.
Umumnya biaya tetap dalam sistem irigasi mikro lebih besar dari
irigasi permukaan yang disebabkan investasi awal yang besar untuk
membeli dan memasang sistem irigasi mikro (Lamn 2007). Sehingga pada
tahap awal kebanyakan pihak pemerintah mensubsidi dari segi pembiayaan
untuk biaya tetap sedangkan petani adalah untuk biaya operasi. Biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan besarnya
faktor produksi. Biaya variabel meliputi air, tenaga kerja, energi,
manajemen, dan material yang dibeli. Dalam kaitannya dengan produk
pertanian,biaya variabel meliputi biaya tenaga baik yang didatangkan

9
dari luar maupun keluarga, benih, pupuk/rabuk pestisida, biaya tenaga
mesin, dan biaya layanan irigasi (Ashfaq 2005). Biaya total adalah biaya
secara keseluruhan yang dikeluarkan yaitu jumlah dari biaya tetap maupun
biaya vaiabel.

D. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler di Kelompok Tani Sayur Desa


Margalestari Lampung Lestari (Irigasi Alur)

Beberapa permasalahan yang dihadapi petani sayur dalam hal


pengadaan air irigasi adalah: sumber air, jenis pompa, dan sistem irigasi
yang digunakan. Untuk air irigasi yang diambil dari sungai, umumnya
sungai yang ada ternyata hanya sungai kecil-kecil. Air sungai tidak selalu
mencukupi atau kering terutama ketika terjadi kemarau panjang. Hanya
sungai-sungai yang cukup besar yang airnya tersedia terus-menerus dan
cukup untuk mengairi tanaman di musim kemarau. Jika air sungai tidak
mencukupi, tanaman terancam kekeringan dan petani gagal panen.
Untuk lahan yang tidak jauh dari sungai, petani umumnya masih
mampu menggunakan selang sepanjang kurang lebih 300 m untuk
mengalirkan air sungai dengan pompa. Tetapi untuk lahan yang cukup
jauh, petani umumnya membuat sumur gali sederhana. Sumur gali lebih
sering tidak mencukupi untuk menyediakan air irigasi, sehingga petani
terpaksa menanam sayuran yang berumur pendek dan hanya sekali tanam
saja di musim kemarau. Pilihan lain yang dilakukan oleh petani adalah
menanam sayuran pada luasan lahan yang tidak terlalu luas agar air
irigasinya mencukupi.
Beberapa petani sudah membuat sumur bor dangkal dengan
kedalaman sampai 30-40 m. Ironisnya, petani menggunakan pompa jenis
sentrifugal untuk menyedot air sumur bor dengan kedalaman tersebut. Jika
mata air tidak terlalu besar, dan muka air tanah (water table) turun lebih
dari 10 m, maka pompa sentrifugal tidak padat menghisap air lagi karena
air sudah mulai menguap (Hansen, et.al. 1986). Dengan kata lain,
pemompaan air irigasi terhambat dan kurang mencukupi kebutuhan
tanaman sehingga luasan produksi menjadi terbatas dan tidak kontinyu.

10
Permasalahan ketiga dalam hal pengadaan air irigasi adalah
penggunaan sistem irigasi yang kurang tepat. Sistem irigasi yang
umumnya dipilih petani adalah sistem irigasi alur atau genangan yang
sama sekali tidak efisien dan tidak tepat untuk lokasi yang sumber airnya
terbatas. Sistem irigasi alur ataupun genangan sangat tidak efisien atau
sangat boros air. Kalaupun sumber air berlimpah, sistem irigasi ini akan
menghabiskan energi yang tidak sedikit. Akibatnya petani kesulitan untuk
mendapatkan keuntungan karena tingginya biaya energi (BBM atau
listrik). Jika sumber airnya terbatas, maka air akan cepat habis dan luasan
yang dapat diairi akan lebih sedikit. Bagi yang tidak memiliki mesin,
irigasi hanya dilakukan dengan cara penyiraman secara manual dan
sederhana sehingga sangat memakan waktu dan tenaga.
Selain permasalahan pengadaan air irigasi, mitra petani juga
menghadapi permasalahan-permasalahan lain seperti kelangkaan pupuk,
teknik budidaya, dan juga kesehatan hewan ternak. Masalah kelangkaan
pupuk telah dicoba-atasi dengan pendampingan pembuatan pupuk kompos
dengan teknologi yang sedang dikembangkan oleh Unila (Nugoroho dkk.,
2012 dan 2013). Masalah kesehatan hewan ternak telah difasilitasi untuk
mendapat akses ke Dinas terkait dan para petugas lapangan (Triyono dkk.,
2013). Masalah pengembangan teknik budidaya sayuran akan dibantu
dengan aplikasi teknologi hidroponik yang sedang berkembang (Triyono
dkk. 2013). Prioritas masalah saat ini yang dicoba-atasi adalah masalah
kelangkaan air irigasi. Tujuan Studi ini adalah membuat sumber air irigasi
dengan cara membuat sumur bor 60 m dan membuat jaringan irigasi
sprinkler. Tujuan berikutnya adalah mengevaluasi kinerja irigasi sprinkler
untuk budidaya sayuran.
E. Pengelolaan Air Tanaman Jagung
Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung
program pengembangan agribisnis jagung adalah penyediaan air yang
cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Hal
ini didasarkan atas kenyataan bahwa hampir 79% areal pertanaman jagung
di Indonesia terdapat di lahan kering, dan sisanya 11% dan 10% masing-

11
masing pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah tadah hujan (Mink et
al. 1987). Data tahun 2002 menunjukkan adanya peningkatan luas
penggunaan lahan untuk tanaman jagung menjadi 10-15% pada lahan
sawah irigasi dan 20-30% pada lahan sawah tadah hujan (Kasryno 2002).
Kegiatan budi daya jagung di Indonesia hingga saat ini masih
bergantung pada air hujan. Menyiasati hal tersebut, pengelolaan air harus
diusahakan secara optimal, yaitu tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
sasaran, sehingga efisien dalam upaya peningkatan produktivitas maupun
perluasan areal tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Selain itu,
antisipasi kekeringan tanaman akibat ketidakcukupan pasokan air hujan
perlu disiasati dengan berbagai upaya, antara lain pompanisasi.
Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang,
berkisar antara 400-500 mm (FAO 2001). Namun demikian, budi daya
jagung terkendala oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang
tepat. Khusus pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah, masih
tersisanya lengas tanah dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu
pertumbuhan tanaman. Sementara itu, penundaaan waktu tanam akan
menyebabkan terjadinya cekaman kekurangan air pada fase pertumbuhan
sampai pembentukan biji. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi
pengelolaan air bagi tanaman jagung.
Pengelolaan air perlu disesuaikan dengan sumber daya fisik alam
(tanah, iklim, sumber air) dan biologi dengan memanfaatkan berbagai
disiplin ilmu untuk membawa air ke perakaran tanaman sehingga mampu
meningkatkan produksi (Nobe and Sampath 1986). Sasaran dari
pengelolaan air adalah tercapainya empat tujuan pokok, yaitu: (1) efisiensi
penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi, (2) efisiensi biaya
penggunaan air, (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan
air yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta
jumlahnya, dan (4) tercapai nya keberlanjutan sistem penggunaan sumber
daya air yang hemat lingkungan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan
air untuk tanaman jagung yang banyak dibudidayakan di lahan kering dan
tadah hujan, pengelolaan air penting untuk diperhatikan.

12
Tulisan ini membahas beberapa aspek pengelolaan air tanaman
jagung yang meliputi aspek hujan wilayah, tipe lahan/pola tanam,
pengelolaan kebutuhan air tanaman, hubungan jumlah pemberian air
dengan hasil jagung, praktek pemberian air di pertanaman, metode
pemberian air/irigasi, cekaman kelebihan air, teknik konservasi tanah/air,
pemompaan dan teknologi embung untuk penyediaan air.

13
BAB III

HASIL PEMBAHASAN

I. Optimasi Lebar Alur Irigasi Pemodelan dan Simulasi Numerik

MODEL IRIGASI ALUR

Berikut akan dibahas pemodelan irigasi alur, kondisi batas, transformasi


Kirchhoff.
I. Model Irigasi Alur dengan Sumber Air pada Permukaan Tanah

Misalkan terdapat barisan irigasi alur yang sama dengan lebar


antara alur adalah 2w. Misalkan pula air dipasok pada laju R satuan
volume per satuan panjang alur per satuan waktu. Alur-alur dipisah dengan
jarak±2A. Diagram irigasi alur ditunjukkan pada Gambar 1 . Selanjutnya,
misalkan z menyatakan jarak dari permukaan tanah ke bawah tanah dan
pilih x = A sebagai garis simetri. Dengan mengasumsikan tanaman sejenis
dan tanah homogen, alur dapat dianggap simetri. Serta jumlah dan panjang
alur tak hingga, sehingga pola aliran dapat dipandang dalam arah 2
dimensi, yaitu arah horizontal dan vertikal.
Kadar air tanah dinyatakan dengan θ(x, z, t) dengan x menyatakan arah

horizontal, z menyatakan arah vertikal dan t menyatakan waktu. Karena
simetri, model dapat dipandang hanya alur semi-infinite yang didefinisikan
dengan A < x < A dan 0 < z < ∞. Gambaran geometri ini ditunjukkan pada
Gambar 2.

Figure 1: Barisan tanaman yang periodik, dipisah dengan jarak 2A.


Bagian tengah barisan merupakan alur dengan lebar 2w.
Pada pembahasan ini akan disimulasikan solusi µ(x, z) untuk
masalah irigasi alur periodik yang diperoleh dengan metode numerik

14
dengan lebar setengah alur w yang dibandingkan dengan solusi
menggunakan metode analisis Fourier. Berdasarkan Persamaan (37), nilai
µ(x, z) konvergen ke Rw/αA saat z menuju tak hingga. Kelas tanah untuk
simulasi digunakan kelas silt, karena sistem irigasi alur tidak cocok untuk
jenis tanah berpasir. Untuk α, Ks dan R diambil dari Fulford [6] dan
Solekhudin [14]. Beberapa parameter untuk simulasi dirangkum dalam
Tabel 1. Nilai µ(x, z) sepanjang


A (cm) α (cm 1) Ks (cm/hari) R (cm/hari)
200 0,05 5 5
100 0,014 9,9 9,9

Table 1: Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi

sumbu z pada nilai x yang bervariasi untuk data di atasmaksimum


pada permukaan tanah. Sebaliknya, untuk x = 100 cm pada permukaan
tanah nilai µ(x, z) mencapai nilai minimum. Hasil ini menyatakan bahwa
sepanjang x = 25 cm dan x = 40 cm, kedua bidang berada di dalam alur
yang mengandung banyak kadar air dengan level kadar air paling tinggi
berada pada permukaan tanah. Sedangkan untuk x = 100 cm, bidang
tersebut tidak dalam alur, sehingga permukaan tanah sebagian besar dalam
keadaan kering. Demikian juga Gambar 4 menunjukkan nilai µ(x, z) untuk
saluran periodik. Hasil numerik hampir sama dengan solusi eksak yang
mana konvergen ke
9, 9 × 30
≈ 212, 14. Hasil di atas juga menunjukkan bahwa sepanjang x = 10
0, 014 × 100

x = 25 cm, nilai µ(x, z) mencapai nilai maksimum pada permukaan tanah.


Sebaliknya, untuk x = 75 cm pada permukaan tanah nilai µ(x, z) mencapai
nilai minimum. Hasil ini menyatakan bahwa sepanjang x = 10 cm dan x = 25
cm, kedua bidang berada di dalam alur, Sedangkan untuk x = 100 cm,
bidang tersebut tidak dalam alur.

Dari nilai µ(x, z) yang diperoleh, dapat ditentukan besar potensial suction ψ.
Asumsi yang

15
digunakan adalah konduktivitas hidraulik merupakan fungsi eksponensial

dari potensial air tanah, yaitu K = Kseαψ = αµ, dengan α adalah parameter
indeks tanah yang terkait dengan distribusi ukuran pori [11]. Dari sini dapat
dapat dihitung potensial suction ψ, dengan µ diberikan, yaitu

1 αµ(x, z)
ψ(x, z) = log . Σ.

II. Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Irigasi Alur

a. Persamaan Pengatur

Persamaan Richard berbentuk persamaan diferensial non linear yang


penyelesaiannya sulit dicari, sehingga diperlukan transformasi untuk
mengubah (9) kebentuk persamaan yang lebih mudah diselesaikan.
Persamaan Richard akan ditransformasikan menjadi Persamaan Helmhotz

Penelitian ini akan membahas infiltrasi air pada saluran irigasi jenuh, artinya
untuk perubahan waktu yang terjadi, kondisi infiltrasi air tersebut tetap atau
tidak bergantung waktu.


Akibatnya, pada (15) dapat diabaikan,
 T
sehingga diperoleh 2 2  
  2 
 X2 Z2 Z Z
2 2  
X Z2  Z  Z
2 
2

III. Estimasi Nilai Ekonomi Air Dan Eksternalitas Lingkungan pada


Penerapan Irigasi Tetes dan Alur diLahan Kering

Gambaran Umum Lokasi

Desa Pejarakan terletak di Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng


sebelah utara Pulau Bali. Luas

16
Gambar 2. Peta Desa Pejarakan Kecamatan Gerogak

desa Pejarakan adalah 39,60 km2 yang terdiri dari lahan kering/tegalan
602,00 ha dan 87,00 ha adalah lahan perkebunan dan 25,00 ha adalah
pekarangan, sedangkan lahan sawah tidak terdapat karena sistem irigasi
permukaan tidak mencapai daerah ini. Gambar 2 adalah peta Desa
Pejarakan Kecamatan Gerogak.

Sebagian besar penduduk Desa Pejarakan hidup dari sektor


pertanian tanaman pangan(20,7%), holtikultura (16,14%) dansektor
perkebunan (10%). Pertanian ini sangat tergantung pada air hujan yang
sangat terbatas jumlahnya. Tingkat pengeluaran perbulan penduduk terbesar
antara Rp.300.000- Rp.500.000 (49,37%) yang mencerminkan tingkat
kesejahteraan penduduk tergolong rendah.

atau petik cabe dilakukan sebanyak dalam 1 minggu sekali dengan


masa panen 4 empat bulan. Jadi dalam setahun panen cabe ini mencapai 16
kali dengan variasi antara 40 kg (terendah) pada awal petik dan tertinggi
adalah 1 kwintal 20 kg. Selanjutnya jumlah panen semakin mengecil. Rata-
rata dalam setahun jumlah panen dapat mencapai 1200 kg cabe. Dengan
harga normal Rp.9.000/ kg. Berdasarkan hasil wawancara di atas,
dihitung besarnya konsumsi air dan efisiensi air untuk irigasi tetes
menggunakan sumur PAT dan Irigasi Alur menggunakan sumur Pantek
dalam tabel 1

17
Frekwensi Lama Konsumsi Jumlah
Pengairan Pengairan Air
m3/bul
Kegiatan Bulan
(kali/bulan) jam/hari/blok m3/hari/ an/9
blok blok

Alur- Tetes- Alur Tetes Alur- Tetes Alu


Tetes-PAT Pante PAT - - Pante - r-
k Pante k Pant
PA PA
k ek
T T
Olah Tanah Nopemb 0 0 0 0 0, 0,0 0,0 0,0
er 0
0
Awal
Musim Desembe 0 0 0 0 0, 0,0 0,0 0,0
Tanam r 0
0
Masa Januari 15 5 1 7 2, 63,0 264,0 315,
Tanam 2 0
0
Masa February 5 6 1 7 2, 63,0 88,0 378,
Tanam 2 0
0
Masa Maret 0 2 0 7 2, 63,0 0,0 126,
Tanam 2 0
0
Masa April 6 1 1 7 2, 63,0 105,6 630,
Tanam 0 2 0
0
Panen Mei 15 4 1 7 2, 63,0 264,0 252,
2 0
0
Panen Juni 16 9 1 7 2, 63,0 281,6 567,
2 0
0
Panen/Akhir
Masa Juli 15 1 1 7 2, 63,0 264,0 630,
Tanam 0 2 0
0
Panen/Akhir
Musi
m Agustus 12 1 1 7 2, 63,0 211,2 630,
Tana 0 2 0
0
n
Olah Tanam Septemb 0 0 0 0 0, 0,0 0,0 0,0
er 0
0
Olah Tanah Oktober 0 0 0 0 0, 0,0 0,0 0,0
0
0
Total Konsumsi Air
Satu 84 5 7 56 1478, 352
Musim Tanam 6 4 8,0

18
Hal ini terjadi jika petani menanggung seluruh biaya tanpa adanya
subsidi pihak pemerintah. Oleh karena itu, agar pendapatan petani
meningkat, maka biaya tetap (fixed cost) instalasi sistem irigasi ditanggung
oleh pemerintah, petani hanya menanggung biaya operasional saja dan
biaya variabel lainnya. Di tingkat petani biaya instalasi peralatan sistem
irigasi tetes adalah tidak ada, hanya pada sistem alur karena petani
menggunakan pompa yang dibeli sendiri seharga Rp.2.600.000. Jika
menggunakan pompa listrik untuk irigasi tetes maka biaya tidak tetap
komponen energi diganti menjadi 84 kali x1.25jam 1000/jam

IV. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler di Kelompok Tani Sayur Desa


Margalestari Lampung Lestari (Irigasi Alur)

Kegiatan dimulai dengan identifikasi masalah, kemudian pengeboran


sumur, pengadaan pompa, pipa, dan jaringan irigasi sprinkler dengan
perlengkapannya. Tataletak kemudian dirancang dan jumlah nozzle
sprinkler yang diperlukan ditentukan. Tim Unila juga memberikan
pendampingan kepada mitra tentang pengoperasian sistem, perawatan,
teknik budidaya yang harus disesuaikan dengan rancangan sistem irigasi.

Setelah hasil pembuatan sumur bor dan instalasi irigasi sprinkler


selesai, evaluasi terhadap kinerja sprinkler dilakukan dengan metode yang
telah ada (Meriem et.al., 1981; Kurniati dkk., 2007), yaitu terdiri dari
pengukuran debit, profil tekanan, dan keseragaman curahan. Tataletak
jaringan irigasi sprinkler disajikan pada Gambar 1.

Lahan: 110 x 24 m
8m
Utama 1.5”

xx x x x x x x x
12 m Lateral 1” 8m
x x x x x x x x x
pompa 8m
Sprinkler head

Gambar 1. Tataletak jaringan irigasi sprinkler

19
Kinerja sistem irigasi sprinkler dievaluasi berdasarkan profil
tekanan, debit, koefisien keseragaman/coeffisien of uniformity (CU)
(Keller, et.al., 1990). Teknis pengoperasian ditentukan dengan berdasarkan
parameter tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan dimulai dengan membuat sumur bor kedalaman 60 m dan


pengadaan perlengkapan perpipaannya. Pompa yang digunakan adalah
pompa submersible 1 PK, dengan chasing pipa 4”, pipa manipol 1.5”, lateral
dan raiser 1”. Raiser dibuat berjumlah 20 titik, sedangkan jumlah sprinkler
head yang bisa dinyalakan bersamaan ditentukan berdasarkan hasil evaluasi
kinerja yang berdasarkan profil tekanan, debit, dan koefisien keseragaman.
Gambar 2 dan 3 menunjukkan proses pembuatan dan penyiapan pompa dan
sumur bor sedang berlangsung. Gambar 4 menampilkan kegiatan perakitan
jaringan dan ujicoba irigasi sprinkler. Kegiatan melibatkan 5 orang
mahasiswa untuk merakit, ujicoba, dan melakukan pengamatan kinerja
sistem.

Gambar 4. Pemasangan dan uji-coba sprinkler

V. Pengelolaan Air Tanaman Jagung Irigasi Alur


KETERSEDIAAN HUJAN WILAYAH

20
Pemahaman yang mendalam tentang sifat hujan wilayah sangat
diperlukan agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal. Pada saat terjadi hujan, air yang jatuh tidak semuanya
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hujan yang jatuh hanya sebagian
yang terserap tanaman yang disebut curah hujan efektif, dan sisanya
terbuang dalam bentuk penguapan, perkolasi atau melimpas. Nilai
curah hujan efektif dapat diketahui dengan persamaan FAO/AGLW:

Pe = 0,6 Ptotal – 10, untuk CH < 70 mm Pe = 0,8 Ptotal – 25,

untuk CH > 70 mm

di mana Pe = curah hujan efektif Ptotal = total curah hujan

Nilai curah hujan efektif pada beberapa lokasi di Indonesia yang


dihitung dengan menggunakan metode FAO/AGLW disajikan pada
Gambar 1. Nilai seri curah hujan pada lima wilayah Indonesia
dijadikan dasar dalam penentuan jadwal tanam dan pola tanam
dengan tingkat risiko gagal panen akibat kekurangan air seminimal
mungkin.

POLA TANAM BERDASARKAN TINGKAT KETERSEDIAAN AIR

Budi daya jang umumnya dilakukan pada lahan kering dan


lahan sawah. Tipe lahan dibedakan menjadi lahan kering beriklim
kering, lahan kering beriklim basah, lahan tadah hujan, dan lahan
sawah irigasi. Masing-masing tipe lahan tersebut menggambarkan
pola tanam jagung sesuai dengan ketersediaan air yang mencirikan
tipe lahannya.

21
900 Maros, Sulsel Pangkep, Sulsel
Palu, Sulteng Lampung Jawa Timur Maros, Sulsel

800 Pangkep, Sulsel

Palu, Sulteng
700
Hujan efektif (mm)

600

500

400

300

200

100

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Bulan

Gambar 1. Pola curah hujan efektif pada lima wilayah di Indonesia


(Aqil et al. 2001).

Berdasarkan peluang kejadian hujan, pola tanam jagung


umumnya adalah:

Lahan kering beriklim kering : jagung – bera – bera

jagung – jagung – bera

Lahan kering beriklim basah : jagung – jagung – jagung

jagung – jagung – bera

Lahan tadah hujan : padi – bera – bera padi – jagung – bera

22
Lahan sawah irigasi : padi– padi– jagung padi – jagung –
jagung

Pada lahan kering beriklim kering dataran rendah, pola tanam


jagung- jagung-bera dapat diterapkan apabila terdapat jaminan
tambahan air irigasi melalui air tanah dangkal. Drainase lahan
diperlukan untuk mempercepat waktu tanam jagung setelah panen
padi. Untuk pola tanam padi-jagung- jagung pada lahan sawah tadah
hujan, selain drainase juga diperlukan tambahan irigasi dari sumber
air tanah dangkal atau air permukaan (Prabowo et al. 1996).

KEBUTUHAN AIR TANAMAN

Dalam perencanaan pengairan, yang perlu mendapat perhatian


adalah kebutuhan air/evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi tanaman
dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu evapotranspirasi potensial
dan evapotranspirasi aktual.

Evapotranspirasi Potensial (ETP)

ETP merupakan jumlah air yang ditranspirasikan dalam satuan


unit waktu oleh tanaman yang menutupi tanah secara keseluruhan
dengan ketinggian seragam, tidak pernah kekurangan air, dan tidak
terserang hama penyakit. Dengan kata lain, ETP dapat
diinterpretasikan sebagai kehilangan air oleh tanaman yang
diakibatkan oleh faktor klimatologis. Penentuan nilai kebutuhan air
tanaman (evapotranspirasi) sejauh ini masih berdasarkan pada
persamaan empiris yang telah banyak dikembangkan (Doorenbos
and Pruitt 1984). Di antara persamaan-persamaan empiris yang umum
digunakan adalah metode Blaney-Criddle dan metode Penman,
sedangkan penggunaan langsung di lapang umumnya dengan
menggunakan peralatan untuk mengamati perubahan air tanah. ETP
dapat dihitung secara empiris dengan persamaan Penman (Doorenbos
and Pruitt 1984)

23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Optimasi Lebar Alur Telah dilakukan simulasi pemodelan irigasi


Irigasi Pemodelan dan alur untuk menentukan lebar alur optimal
agar tanaman tersedia cukup air untuk
Simulasi Numerik tumbuh. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
pendekatan kedua metode menghasilkan
solusi yang hampir sama. Penentuan lebar
alur optimal ditinjau dengan cara
membandingkan potensial suction tanah
terhadap potensial suction tanah minimum
agar tanaman bisa mengambil air dari tanah
tersebut. Semakin kecil nilai parameter
empirik dari kelas tanah, lebar alur semakin
besar.

2. Pemodelan Matematika Model matematika infiltrasi air pada saluran


irigasi alur berbentuk MSB dengan syarat
Infiltrasi Air pada
batas campuran Neuman dan Robin.
Irigasi Alur Sedangkan persamaan pengaturnya berbentuk
persamaan Helmhotz termodifikasi.
3. Estimasi Nilai a. Komponen terbesar dalam biaya
Ekonomi Air Dan penerapan irigasi tetes adalah biaya tetap
Eksternalitas instalasi dan perawatannya yang
Lingkungan pada mencakup 77,6% dari keseluruhan biaya.
Penerapan Irigasi Tetes Jika petani menanggung biaya ini maka
dan Alur diLahan petani rugi. Pada penerapan irigasi alur,
Kering Desa Pejarakan biaya operasi pompa cukup besar, dan
Bali penerapan sistem alur ini juga tidak
menguntungkan petani. Oleh karena itu
subsidi pemerintah tetap diperlukan
petani.
b. Harga air (water price) untuk irigasi tetes
menggunakan pompa bahan bakar solar
adalah Rp.2.008/m3, sedangkan dengan
menggunakan pompa listrik harga air
Rp.3.638/m3. Hal ini menunjukkan
apresiasi petani terhadap harga air
dengan menggunakan pompa listrik lebih
tinggi dibandingkan dengan
menggunakan pompa bahan bakar solar,
sedangkan dengan menggunakan irigasi

24
alur tidak ada appresiasi harga air.

4. Aplikasi Teknologi Pompa submersible 1 HP hanya layak untuk


Irigasi Sprinkler di pengoperasian 3 unit sprinkler head dengan
Kelompok Tani Sayur koefisien keseragaman 60.69% dengan total
Desa Margalestari
debit 32.46 L/mnt. Meskipun demikian,
Lampung Lestari (Irigasi
pengoperasian sprinkler dengan jumlah yang
Alur)
lebih banyak lagi secara bersamaan akan
berdampak pada peningkatan efisiensi
pemanfaatan energi pompa dengan total debit
lebih besar.

5. Pengelolaan Air Di antara model tersebut, pemberian air


Tanaman Jagung dengan metode alur paling banyak diterapkan
dalam budi daya jagung. Dengan metode ini
air diberikan melalui alur-alur di sepanjang
baris tanaman. Dengan penggunaan alur
untuk mendistribusikan air, kebutuhan
pembasahan hanya sebagian dari permukaan
(1/2-1/5) sehingga mengurangi kehilangan air
akibat penguapan, mengurangi pelumpuran
tanah berat, dan memungkinkan untuk
mengolah

25
DAFTAR PUSTAKA

OPTIMASI LEBAR ALUR IRIGASI:


1 PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK
Mohamad Riyadi_ dan Agus Yodi Gunawan

JURNAL MATEMATIKA “MANTIK” Vol. 03 No. 01. Mei


2017. ISSN: 2527-3159 E-ISSN: 2527-3167

Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Saluran Irigasi


2
Alur
Muhammad Manaqib
Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
muhammad.manaqib@uinjkt.ac.id
DOI: https://doi.org/10.15642/mantik.2017.3.1.25-31

ESTIMASI NILAI EKONOMI AIR DAN EKSTERNALITAS


LINGKUNGAN PADA PENERAPAN IRIGASI TETES DAN
ALUR DI LAHAN KERING DESA PEJARAKAN BALI
Estimating Economic Value of Water and Environmental
Externalities in Application of Drip and Furrow
Irrigations in the Dry Land Area of Pejarakan Village, Bali
Ridwan Marpaung
3 Balai Sosekling Bidang SDA
Pusat Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Balitbang,
Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Sapta Taruna Raya No.26 Kompleks PU Pasar Jumat Jakarta
12310
E-mail : ridwan_mpg@yahoo.com
Tanggal diterima : 16 Januari 2012 ; Tanggal disetujui: 2 April
2013
APLIKASI TEKNOLOGI IRIGASI SPRINKLER DI
KELOMPOK TANI
SAYUR DESA MARGALESTARI- LAMPUNG SELATAN
4 Sugeng Triyono1), Ahmad Tusi1), Oktafri1), Ikhwan Syaifudin2)
1) Staf Dosen Teknik Pertanian Unila
2) Mahasiswa Teknik Pertanian Unila
E-mail: striyono2001@yahoo.com
Pengelolaan Air Tanaman Jagung
M. Aqil, I.U. Firmansyah, dan M. Akil
5 Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

26
LAMPIRAN
Lampiran 1 Optimasi Lebar Alur Irigasi Pemodelan dan Simulasi Numerik

Lampiran 2 Pemodelan Matematika Infiltrasi Air pada Irigasi Alur

Lampiran 3 Estimasi Nilai Ekonomi Air Dan Eksternalitas Lingkungan pada


Penerapan Irigasi Tetes dan Alur diLahan Kering Desa Pejarakan Bali

Lampiran 4 Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler di Kelompok Tani Sayur Desa


Margalestari Lampung Lestari (Irigasi Alur)

Lampiran 5 Pengelolaan Air Tanaman Jagung

27

Anda mungkin juga menyukai