Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT TROPIS: DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER)

Diajukan guna memenuhi laporan praktik klinik : Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing : H. Toto Subiakto, S.Kp, M.Kep

Disusun oleh :

UMI KULSUM

P27906120035

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER)

A. Konsep Dasar DHF


1. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi
virus akut yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-
Borne virus, genus flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui
gigitan nyamuk aedes spp, aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan
vektor utama penyakit DHF. Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun
dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan
dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang ditandai dengan empat gejala klnis utama yaitu dmam tinggi,
perdarahan, hepatomegali, dan tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul
rejatan (sindrom 19 rejatan dengue) sebagai kibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian. (Padila, 2013).

2. Klasifikasi DHF
a. Derajat 1 (ringan)
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya uji perdarahan
yaitu uji turniket.
b. Derajat 2 (sedang)
Seperti derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan pada kulit dan
atau perdarahan lainnya.
c. Derajat 3
Ditemukannya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun.
d. Derajat 4
Terdapat Dengue Shock Sindrome (DSS) dengan nadi tak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur (Wijaya, 2013).

3. Etiologi
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi, 2017).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B,
yaitu arthropod-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda.
Virus ini termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat
ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu :
a. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
b. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
d. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang
dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi, 2017). Infeksi
salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain (Wijaya, 2013).

4. Manifestasi Klinis
Diagnosis penyakit DHF bias ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala
seperti:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan :
1) Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie
dalam diameter 2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian
volar termasuk fossa cubiti.
2) Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.
3) Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
4) Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan
indicator yang peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu
dilaksanakan penekanan berulang secara periodic. Kenaikan
hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF (Masriadi,
2017).

5. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hyperemia di tenggorokan,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada system retikolo
endhothelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan
limpa. Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang mendapatkan infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu, akan
timbul the secondary heterologous infection atau the sequential infection
of hypothesis.
Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks
virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibody dalam
sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut:
a. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu
keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis
akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat
trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi,
trombosit akan melepaskan vasoaktif (histmin dan serotonini) yang
bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit
faktor III yang merangsang koagulasi intravascular.
c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi
fibrinogen degradation product. Disamping itu aktivas akan
merangsang sistim klinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah (Wijaya, 2013).
6. Pathway ( Sumber : NANDA,2012 )

Arbovirus ( melalui Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue (viremia)
nyamuk aedes aegepty

PGE2 Hipotalamus Membentuk & melepaskan Mengaktifkan sistem


zat C3a,C5a komplemen

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Permeabilitas membrane


Na+ & H2O meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok hipovolemik


pembuluh darah

Trombositopenia Rejatan hipovolemik dan


Merangsang & hipocensi
mengaktivasi faktor
pembekuan
Kebocoran Plasma

DIC

Pendarahan
Resiko Pendarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis Metabolik Hipoksia


Jaringan

Resiko Syok (hipovolemik)


Kekurangan volume cairan Ke ekstravaskuler

Paru- paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Asites

Ketidak efektifan pola nafas


Mual , Muntah
Penekanan intra abdomen

Ketidakseimbangan nutrisi
Nyeri kurang dari kebutuhan
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yg perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi
darah, resiko terjadi pendrahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi
virus dengue, ganggan rasa aman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebcoran plasma dari pembuluh darah ke dalam
jaringan ekstrovaskular, yang pncaknya terjadi pada saat renjatan
akan terliht pada tubh pasien mnjadi sembab (edema) dan drah
menjadi kental. Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan
pernafasan) perlu dilakakan secara kontinu, bila perlu setiap jam.
Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuai permintaan dokter setiap
4 jam. Perhatikan apakah pasien kencing / tidak.
2) Risiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab
terjadinya pendarahan utama pada traktus gastrointestinal.
Pendarahan grastointestinal didahului oleh adanya rasa sakit perut
yang hebat atau daerah retrosternal. Bila pasien muntah
bercampur darah atau semua darah perlu diukur. Karena melihat
seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya.
Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien
sebelumnya tidak dipasang infus segera dipasang. Formulir
permintaan darah disediakan. Perawatan selanjutnya seperti
pasien yang menderita syok. Bila terjadi pendarahan (melena,
hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta waktu
terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu
mengeluarkan darah dari lambung.
3) Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau
hari ke-2 sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang
dapat menyebabkan pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat
infeksi virus dengue maka pengobatannya dengan pemberian
antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan suhu
dan mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres
dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu yang
mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba
dingin dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala
renjatan. Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan dicatat
secara baik dan memberitahu dokter.
4) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena
penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada
pasien DHF menderita lebih karena pemeriksaan darah Ht,
trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam) dan mudah terjadi
hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang,
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi
hematom segera oleskan trombophub gel / kompres dengan
alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya dipasang
venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan
meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. Jika sudah
musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set
venaseksi yang telah seteril. (Nursalam, 2008)
b. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif
1) DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan harus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum,
yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis,
sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan
minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu
dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai
yang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena
merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi
kejang diberi luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM,
anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti
luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak di atas 1
tahun diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada
pasien DHF tanpa renjatan apabila :
a) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b) Hematokrit yang cenderung meningkat. Hemtokrit
mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului
munculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi), sedangkan turunnya nilai trombosit
biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu,
pada pasien yang diduga menderita DHF harus diperiksa
hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari mlai hari
ke-3 sakit sampai demam telah turun 1 sampai 2 hari. Nilai
hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu
dipasang infus atau tidak.
2) DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang
infus sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika
pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander, banyaknya 20 sampai 30 ml/kgBB. Pada pasien
dengan renjatan berat diberikan infus harus diguyur dengan cara
membuka klem infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah
jelas teraba, amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg /
lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 liter/kgBB/jam. Mengingat
kebocoran plasma 24 sampai 48 jam, maka pemberian infus
dipertahankan sampai 1 sampai 2 hari lagi walaupun tanda-tanda
vital telah baik. Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang
perlu dipasang Central 37 Venous Pressure (CVP) untuk
mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau vena
jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Tranfusi darah
diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang
berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat
diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun
sedangkan perdarahannya sedikit tidak kelihatan. Dengan
memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka dengan
keadaan ini dianjurkan pemberian darah.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Trombosit menurun
2) Hb Meningkat lebih 20 %
3) Ht Meningkat Lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke – 2 dan ke – 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bias meningkat
7) Na dan Cl rendah
b. Rontgen thorax
c. Uji tourniket ( Positif )
9. Komplikasi
Menuruut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura.
c. Hepatomegali.
d. Gagal jantung

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data biografi
Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, tanggal atau jam masuk RS, nomor RM, diagnosa, dan
identitas penanggung jawab meliputi nama, alamat, umur, pendidikan,
pekerjaan, agama, dan suku bangsa.
b. Keluhan utama
Pasien dengan penderita DHF mengeluh sakit kepala, badan panas dan
tidak ada nafsu makan
c. Riwayat penyakit sekarang
Kapan mulai ada keluhan, sudah berapa lama, bagaimana
kejadiannya dan apa saja upaya untuk mengatasi penyakitnya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Bagaimana kesehatan pasien sebelumnya, pasien apakah pernah
mengalami penyakit atau ada riwayat penyakit yang lain dan jika
ada, biasanya pergi berobat kemana.
e. Riwayat penyakit keluarga
Bagaimana kesehatan keluarganya, apakah ada diantara anggota
keluarganya ada yang mengalami penyakit yang sama
f. Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
Dalam pengkajian kebiasaan sehari –hari atau kebutuhan dasar
menurut Virginia Handersoon, yaitu:
1) Kebutuhan respirasi
Pengumpulan data tentang pernapasan klien, apakah mengalami
gangguan pernapasan atau tidak
2) Kebutuhan nutrisi
Pada pola nutrisi yang akan ditanyakan adalah bagaiaman nafsu
makan klien, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk,
ada tidaknya mual dan muntah dan kerusakan pada saat menelan.
3) Kebutuhan eliminasi
Pada pola eliminasi yang perlu ditanykan adalah jumlah kebiasaan
defekasi perhari, ada atau tidaknya konstipasi, diare, kebiasaan
berkemih, ada tidaknya disuria, hematuri, retensi dan
inkontenensia.
4) Kebutuhan istirahat tidur
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada
malam hari, pagi, dan siang hari. Apakah klien merasa tenang
sebelum tidur, masalah selama tidur, adanya insomnia.
5) Kebutuhan aktifitas
Pada pengumpulan data ini yang peerlu ditanyakan adalah
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah klien
mampu melakukannya sendiri secra mandiri atau di bantu oleh
keluarga maupun perawat.
6) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Biasanya ditanyakan bagaiman kenyamanan klien, pengkajian
nyeri dengan menggunakan PQRST. Dimana , P (Provokatif) yaitu
penyebab nyeri yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya
tekanan intra luminal sehingga suplai darah terganggu dan
mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan. Q (Quality) yaitu
apakah kualitas nyeri ringan, sedang, berat, apakah rasa nyeri
seperti ditusuk-tusuk benda tajam atau trauma tumpul. R (region)
yaitu daerah terjadinya/ perjalanan nyeri (0-10) atau (0-5). T (time)
waktu klien merasakan nyari, apakah terus menerus atau klien
merasakn nyari pada waktu pagi hari, siang, sore, atau malam.
7) Pengaturan Suhu Tubuh
Harus mengetahui fisiologis panas dan bisa mendorong kearah
tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan mengubah
temperatur, kelembapan atau pergerakan udara atau dengan
memotivasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi
aktivitasnya.
8) Kebutuhan bekerja
Dalam perawatan maka dalam penilaian terhadap interprestasi
terhadap kebutuhan klien sangat penting, dimana sakit bisa lebih
ringan apabila seseorang dapat terrus bekerja
9) Kebutuhan berpakaian
Bagaimna kebiasaan klien dalam dalam berpakaian dan beberapa
kali klien mengganti baju dalam sehari.
10) Kebutuhan personal hygiene
Pada pemgumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah berapa
kali klien mandi, menyikat gigi, keramas dan memotong kuku,
perlu juga ditanyakan penggunaan sabun mandi, pasta gigi, dan
sampo. Namun hal tersebut tergantung keadaan klien dan gaya
hidup klien, tetapi pada umumnya kebutuhan personal hygiene
dapat terpengaruhi miskipun hanya bantuan keluarga.
11) Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain
Pada data ini yang perlu ditanyakan adalah bagaimnahubungan
klien dengan keluarga dan orang lain dan bagaimana cara klien
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
12) Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada pengumpulan data ini biasanya klien ditanya mengenai
kebiasaan klien dalam menggunakan waktu senjang, kebiasaan
bermain atau berekreasi dan tempat yang dikunjungi. Umumnya
kebutuhan bermain dan berekreasi tidak bisa dilaksanakan
sebagaimana halnya orang sakit, bagi orang sakit biasanya
bermain/ berekreasi dengan membaca, berbincangbincang tetapi
tergantung individu.

13) Kebutuhan spiritual


Bagaimana keyakinan klien pada agamanya, bagaimana cara klien
mendekatkan diri kepada tuhan dan pantangan dalam agama
selama klien sakit.
14) Kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap dirinya mengenai
masalahmasalah yang ada. Kebutuhan belajar ini biasanya
tergantung dari individu itu sendiri dan tergantung dari tingkat
pendidikan klien.

g. Pemeriksaan Fisik secara Persistem menurut Soemarno, (2008)


1) Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal,
tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada
auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
2) Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan
spontan dan hemokonsentrasi. Pada grade II disertai perdarahan
spontan di kulit atau perdarahan lain. Pada grade III dapat terjadi
kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah (tachycardia),
tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba
dan tekanan darah tak dapat diukur.
3) Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan
IV gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor → coma. Grade 1
sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di
berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di belakang
bola mata.
4) Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama
pada grade III, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing
berwarna merah.
5) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada
hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
6) Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam
makulopapular.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas : spasme otot-otot
pernapasan (D.0005)
b. Perfusi perifer tidak efektif b/d kebocoran plasma darah(D.0009)
c. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077)
d. Hipertermia b/d proses penyakit : DHF (D.0130)
e. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif (D.0023)
f. Risiko syok b/d hipoksemia (D.0039)
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan(D.0019)
h. Risiko perdarahan b/d gangguan koagulasi : trombositopenia (D.0012)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1 Pola napas tidak efektif Pola Napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
b/d hambatan upaya Setelah dilakukan tindakan Observasi
napas : spasme otot- keperawatan dalam waktu … x - Monitor pola napas (frekuensi,
otot pernapasan … 24 jam diharapkan pola napas kedalaman, usaha napas)
(D.0005) membaik dengan kriteria hasil : - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
 Penggunaan otot bantu Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
pernapasan menurun (5) kering)
 Pernapasan cuping hidung - Monitor sputum (jumlah, warna,
menurun (5) aroma)
 Frekuensi napas membaik (5) Terapeutik
 Kedalaman napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
(5) dengan head tilt, chun lift (jaw thrust
jika dicurigai trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronchodilator, ekpektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Observasi
- Monitor frekuensi irama, kedalaman
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chayne-stokes, biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirrasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2 Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
efektif b/d kebocoran Setelah dilakukan tindakan Observasi
plasma darah(D.0009) keperawatan dalam waktu … x - Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
… 24 jam diharapkan perfusi perifer, edema, pengisian kapiler,
perifer meningkat dengan warna, suhu, ankle brachial index)
kriteria hasil : - Identifikasi faktor resiko gangguan
 Warna kulit pucat menurun sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
(5) orang tua, hipertensi dan kadar
 Nyeri ekstremitas menurun kolesterol tinggi)
(5) - Monitor panas, kemerahan, nyeri,
 Kelemahan otot menurun (5) atau bengkak pada ekstremitas
 Akral membaik (5) Terapeutik
 Turgor kulit membaik (5) - Hindari pemasangan infus atau
 Pengisian kapiler membaik pengambilan darah di area
(5) keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Hindari penakanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika pertlu
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara terartur
- Anjurkan menghindari obat
penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat (mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi
vascular
- Anjurkan prpgram diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis.rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
3 Nyeri akut b/d agen (L.08066) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (L.08238)
pencedera fisiologis Setelah dilakukan tindakan Observasi
(D.0077) keperawatan dalam waktu … x - Identifikasi lokasi, karakteristik,
…diharapkan pengalaman durasi,frekuensi.kualitas, intensitas
sensorik atau emosional yang nyeri
berkaiitan dengan kerusakan - Identifikasi skala nyeri
jaringan actual atau fungsional - Identifikasi respon nyeri non verbal
dengan onset mendadak atau - Identifikasi faktor yang
lambat dan berintensitas ringan memperberatdan memperingan nyeri
hingga berat dan kosntan - Identifikasi pengetahuan dan
menurun, dengan kriteria hasil : keyakinan tentang nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5) - Identifikasi pengaruh budaya
 Meringis menurun (5) terhadap respon nyeri
 Gelisah menurun (5) - Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Kesulitan tidur menurun (5) kualitas hidup
 Frekuensi nadi membaik ( 5) - Monitor keberhasilan energi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan terapi nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4 Hipertermia b/d proses Termoregulasi (L. 14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)
penyakit : DHF Setelah dilakukan tindakan Observasi
(D.0130) keperawatan dalam waktu … x - Identifikasi penyebab hipertermia
… 24 jam diharapkan (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
termoregulasi membaik dengan panas, penggunaan inkubator)
kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
 Suhu tubuh membaik (5) - Monitor
 Suhu kulit membaik (5) - Kadar elektrolit
 Pengisian kapiler membaik - Monitor haluaran urine
(5) - Monitor komplikasi akibat
 Tekanan darah membaik (5) hipertermia
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis.
Selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
5 Hipovolemia b/d Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia (I.03116)
kehilangan cairan aktif Setelah dilakukan tindakan Observasi
(D.0023) keperawatan dalam waktu … x - Periksa tanda dan gejala
… 24 jam diharapkan status hipovolemia (frekuensi nadi
cairan membaik dengan kriteria meningkat, nadi teraba lemah,
hasil : tekanan darah munurun, tekanan
 Turgor kulit meningkat (5) nadi menyempit, turgor kulit
 Perasaan lemah menurun (5) menurun, membrane mukosakering,
 Membrane mukosa membaik volume urine menurun, hematocrit
(5) meningkat, haus, lemah)
 Intake cairan membaik (5) - Monitor intake dan output cairan
 Suhu tubuh membaik (5) Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified
trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4 %)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. Albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
6 Risiko syok b/d Tingkat Syok (L.03032) Pencegahan Syok (I.02068)
hipoksemia (D.0039) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan dalam waktu … x - Monitor status kardiopulmonal
… 24 jam diharapkan tingkat (frekuensi dan kekuatan nadi,
syok menurun dengan kriteria frekuensi napas, TD, MAP)
hasil : - Monitor status oksigenasi (oksimetri
 Pengisian kapiler membaik nadi, AGD)
(5) - Monitor status cairan (masukan dan
 Frekuensi nadi membaik (5) haluaran, turgor kulit, CRT)
 Frekuensi napas membaik (5) - Monitor tingkat kesadaran dan
 Pucat menurun (5) respon pupil
 Akral dingin menurun (5) - Periksa riwayat alergi
Terapeutik
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan status oksigen
>94%
- Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
- Pasang jalur IV, jika perlu
- Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urine, jika perlu
- Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
- Jelaskan penyebab/faktor resiko
syok
- Jelaskan tanda dan gejlala awal syok
- Anjurkan melapor jika menemukan
atau merasakan tanda dan gejala
awal syok
- Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian transfuse
darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi,
jika perlu
7 Defisit nutrisi b/d (L.03030) Status Nutrisi (I. 03119) Manajemen nutrisi
ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi perlunya penggunaan
menelan keperawatan dalam waktu … x selang NGT
makanan(D.0019) … 24 jam diharapkan - Monitor asupan makanan
keadekuatan asupan nutrisi - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk memenuhi kebutuhan menentukan jumlah kalori dan jenis
metabolisme membaik. Dengan nutrisi yang dibutuhkan
kriteria hasil:
 Porsi makanan yang (I. 03123) Pemantauan nutrisi
dihabiskan 4 (cukup - Monitor mual dan muntah
meningkat) - Timbang BB
 berat badan 4 (cukup
membaik)
 indeks massa tubuh 4 (cukup
membaik)
 frekuensi makan 4 (cukup
membaik)
 nafsu makan 4 (cukup
membaik)
 membran mukosa 4 (cukup
membaik)
8 Risiko perdarahan b/d Tingkat Perdarahan (L.02017) Pencegahan Perdarahan (I.02067)
gangguan koagulasi : Setelah dilakukan tindakan Observasi
trombositopenia keperawatan dalam waktu … x - Monitor tanda dan gejala perdarahan
(D.0012) … 24 jam diharapkan tingkat - Monitot nilai hematocrit/hemoglobin
perdarahan menurun dengan sebelum dan setelah kehilangan
kriteria hasil : darah
 Kelembaban membrane - Monitor tanda-tanda vital ortostatik
mukosa meningkat - Monitor koagulasi
 Kelembaban kulit meningkat Terapeutik
 Hemoglobin membaik (5) - Pertahankan bed rest selama
 Hematocrit membaik (5) perdararahan
 Tekanan darah membaik (5) - Batasi tindakan invasive, jika perlu
 Suhu tubuh membaik (5) - Gunakan kasur pencegahan
decubitus
- Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaus kaki
saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi factor-
faktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).
Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi:
a. Tindakan mandiri (independent)
Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas
kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama,
seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal
ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melangkah pengkajian
ulang (Lisimidar, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Kepearawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever.
Jakarta: Sagung Seto
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai