Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 4

ANALISA GANGGUAN BERDASARKAN FILM

Minggu,15 maret 2021

Nama Anggota :

 Rosela iftita ( 191810041 )


 Tri Putri Wulandari ( 191810025 )

Kelas : PS4B

Mata kuliah : psikologi abnormal

Gangguan Kepribadian Narsistik dan Gangguan Kepribadian


Antisosial Pada Film JOKER (2019)

Film ini menceritakan tentang asal muasal bagaimana Joker (pemeran utama) yang
merupakan villain di film Batman menjadi seorang penjahat. Film dibuka dengan scene
Arthur Fleck, yang merupakan pemeran utamanya sedang membentur-benturkan kepalanya
ke tembok ruangan rumah sakit jiwa. Arthur merupakan seorang pria kesepian yang bagi
orang awam ia memiliki sindrom tertawa yang disebut Pseudobulbar Affect (PBA) Pengidap
PBA sering kali mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan perasaan sebenarnya. mereka
akan tertawa sampai beberapa menit, setiap kali merasa sedih atau gugup. Kondisi yang
persis dialami oleh Arthur Fleck alias Joker. Sampai-sampai, ia harus membawa kartu
bertuliskan deskripsi penyakit PBA agar orang disekeliling yang melihat sikapnya tersebut
mengerti.
Kecenderungan yang aneh itu terjadi karena rusaknya saraf pada korteks prefrontal.
Prefrontal merupakan area otak yang bertugas mengontrol emosi. Karena sistem kontrolnya
terganggu, pengidap bisa tiba-tiba tertawa atau menangis dalam kondisi yang tidak
sepatutnya. karena ada kerusakan syaraf di otaknya, sehingga selalu dianggap aneh oleh
orang-orang sekitarnya dan memengaruhi kemampuan sosial dan karirnya. Arthur juga hanya
tinggal bersama dengan ibunya di kota Gotham dengan mengambil setting tahun 1981,
sambil bekerja sebagai badut untuk berbagai keperluan acara, ia memiliki impian untuk
sukses sebagai komedian stand-up. 
Dan scene pun berpindah dengan alur mundur kembali ke masa lalu dimana Arthur
yang memiliki pekerjaan menjadi seorang badut penghibur sewaan di sebuah toko dibuli oleh
segerombolan anak nakal. Arthur dipukuli hingga babak belur karena anak-anak itu kesal
melihat Arthur yang tertawa keras, padahal saat itu karena Pseudobulbar Affect (PBA) yang
ia miliki kambuh. Namun bukannya mendapat simpati dari toko yang menyewanya, ia malah
mendapat komplain karena plang toko yang rusak, bahkan bossnya dari perusahaan badut pun
memarahinya. Arthur sangat menderita karena Pseudobulbar Affect yang ia miliki
membuatnya dianggap aneh dan dijauhi oleh orang lain, ada scene lain dimana saat di kereta
ada kejadian pelecehan seksual oleh tiga orang lelaki terhadap seorang wanita dan saat
melihat itu Arthur menjadi tertawa dengan sangat keras, tiga orang lelaki yang mendengarnya
menjadi sangat marah, mereka bertanya apa yang lucu? Tetapi Arthur tetap tertawa terbahak-
bahak, ia tidak bisa menghentikan tawanya hingga akhirnya ia dipukuli. Namun kala itu
Arthur sedang membawa pistol yang dititipkan temannya, ia akhirnya menembak tiga orang
yang memukulinya dan segera kabur, awalnya Arthur merasa takut saat ia bersembunyi di
toilet, namun setelahnya ia merasa lega dan sembuh dari gangguan yang ia alami, ia pun
menari didalam toilet sebagai gambaran betapa bahagianya ia. Saat scene tariannya yang
begitu tenang setelah dirinya menghabisi nyawa orang, memperlihatkan bahwa Arthur
memang sama sekali tidak memiliki simpati atau empati terhadap nyawa manusia.
Arthur merasa sendirian, mulai terlihat ada gangguan kepribadian antisosial pada diri
Arthur, ia terlihat menjadi seorang sosiopat yang butuh perhatian. Tak heran jika kebanyakan
pengidap PBA, memilih untuk menjadi anti sosial. Lantaran malu dengan reaksi out of
control mereka. Untuk kasus Arthur, ia bahkan harus menghadapi banyak masalah akibat
gangguan tersebut. Seperti dimarahi ibu-ibu karena dianggap tertawa non-stopnya tidak
sopan, sampai digebuki karena menertawakan sejumlah pria iseng di kereta.
Dengan kondisi seperti ini, mereka pun harus berjuang dua kali; mengatasi penyakit
mereka, sekaligus mencoba tetap bisa menjadi ‘orang normal’ dalam pergaulan sosial. Dua
hal yang gagal dilakukan Arthur, saking krisis dukungan moril dari lingkungan yang justru
malah tak mengacuhkannya.
Bertubi-tubi tak diacuhkan dan menerima bullying secara fisik, Arthur lantas merasa
dengan aksi kejahatan lah ia bisa lebih terlihat, ditakuti, sekaligus melampiaskan rasa sakit
hatinya selama ini.
Ada scene dimana Arthur menemui seorang psikiater dan meminta obat lagi., disini
Arthur sedikit lebih tenang dan ia bisa lebih terbuka dengan psikiaternya untuk bercerita
tentang masalah yang ia alami, walaupun ia terlihat seperti orang yang kesepian dan memiliki
banyak masalah sehingga membuatnya depresi. Dari stress karena berbagai tekanan, penyakit
syaraf yang membuatnya selalu tertawa, pikiran yang selalu dipenuhi oleh pandangan negatif.
Filmnya kemudian memposisikan Arthur di situasi dimana ia terlihat tidak benar-benar
sendirian dan ada orang yang masih peduli dengannya, untuk awalnya yaitu ibunya sendiri,
kemudian Sophie, janda yang tinggal bersama dengan anak-anaknya di 1 gedung apartemen
yang sama dengan Arthur; dan figur ayah yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya.
Ibunya, Penny Fleck, adalah seseorang yang ikut tinggal bersama Arthur menjalani
kehidupan bersama-sama. Sang ibu merupakan orang yang benar-benar Arthur perhatikan,
dan satu-satunya orang yang paling dekat dengannya. Ibunya pertama kali diperlihatkan
seperti seseorang yang lemah, sakit-sakitan, dan linglung terhadap sekitarnya. Kemudian ia
juga menemukan figur ayah saat ada scene dimana ia membaca surat ibunya untuk Thomas
Wayne, seorang pejabat tinggi dan kaya di Gotham, dan isi surat mengatakan bahwa ia
merupakan putra Thomas. Arthur sangat senang karena ia memiliki seorang ayah dan
memang membutuhkan figur seorang ayah. Namun saat Arthur menemui Thomas bukannya
bahagia yang ia dapat, ia malah dipukul oleh Thomas agar sadar kalau sebenarnya ibunya lah
yang memiliki gangguan kejiwaan. Disini terlihat kalau Arthur sangat terpuruk karena
dipukul oleh orang yang ia anggap sosok ayah, namun untuk memastikan kebenaran
perkataan Thomas ia pun segera ke rumah sakit jiwa untuk mengecek riwayat penyakit
ibunya. Dan ternyata benar bahwa ibunya, Penny Fleck, memiliki gangguan kepribadian
narsistik dan delusi. Ia terjebak dengan fantasinya sendiri, itulah mengapa sering ada scene
sebagai clue melalui rutinitas ibunya, seperti kebiasaan sang ibu yang selalu menanyakan
apakah suratnya untuk Thomas Wayne, sudah diposkan atau belum setiap kali Arthur pulang
dari pekerjaannya. Selain itu Arthur menemukan fakta lainnya bahwa sang ibu juga ikut
bertanggung jawab karena membiarkan mantan pacarnya menyiksa Arthur sampai ia trauma
berat dan menjadi penyebab utama mengapa ia menderita Pseudobulbar Affect (PBA) yang
merupakan salah satu tembok penghalang dirinya untuk bisa sukses karirnya dan diterima
dalam masyarakat.
Gangguan kepribadian narisistik, pada akhirnya diwarisi Arthur dari ibunya sendiri,
dan ia sangat haus akan perhatian. Selain ingin mendapat perhatian dari masyarakat luas,
Arthur Fleck juga merupakan orang yang kurang perhatian karena hilangnya sosok ayah
dalam hidupnya. Sebagaimana ia membayangkan dirinya hadir dalam acara Murray Franklin,
dan mendapat sambutan hangat dari sang pemandu, ada indikasi bahwa sosok Murray
Franklin itu sendiri ia anggap lebih dari sekedar sosok idolanya, ia juga menganggap
sang host sebagai figur ayah baginya. Melalui doktrin sang ibu yang selalu mengatakan
bahwa Arthur selalu memasang wajah bahagia, dan dirinya lahir untuk membawa
kebahagiaan dan tawa bagi semua orang, sosok Murray Franklin sangat pas bagi Arthur untuk
dijadikan contoh figur yang selama ini ia cari. Namun dunia kembali kejam pada Arthur,
Ketika impiannya berhasil terwujud dan dirinya berhasil muncul dalam acara Murray, apa
yang ia bayangkan ternyata tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Murray justru lebih
bersimpati terhadap orang lain yang menyakiti dirinya, dan kehadirannya di acara tersebut
hanya menjadi bahan lelucon sang pemandu acara. Membuat Murray Franklin, sosok yang
selama ini ia kira bisa memberikan perhatian, pengakuan, atau sekedar sambutan hangat
ternyata tidak jauh berbeda dengan mereka yang selalu mengolok-olok dirinya.
Hal yang dinilai kuat dan memberikan harapan lebih terhadap Arthur adalah dengan
kehadiran Sophie. Seolah membuat Sophie sebagai sumber kehangatan seperti matahari yang
selalu membuat hari-hari Arthur cerah, dan membuat dirinya kuat untuk menghadapi
hidupnya karena perhatian dan dukungan yang diberikan oleh Sophie. Ini yang kemudian
membuat konsep ceritanya menjadi lebih twisted, filmnya kemudian bertransisi ke arah yang
menyeramkan dan membuka kebenaran akan hubungan keduanya yang tidak lebih hanyalah
delusi Arthur semata. Ternyata Arthur sama dengan sang ibu, keduanya berdelusi bahwa ada
seseorang yang mereka dambakan membalas perasaan mereka, namun pada kenyataannya
tidak. Ternyata hal yang bisa membuat Arthur waras hanyalah kebohongan yang ia buat
sendiri untuk mempermanis kehidupannya, tetapi pada kenyataannya Arthur Fleck, selama ini
memang seorang diri tanpa ada kehadiran orang yang benar-benar peduli terhadapnya,
bahkan psikiater yang biasa ia temui pun harus tutup karena lembaga sosialnya bangkrut dan
ia tak dapat menemui psikiater lain karena kondisi ekonominya.
Berbagai peristiwa kelam yang ia alami, seolah mengubah Arthur menjadi sosok yang
kejam. Ia membunuh ibunya saat sedang dirawat dirumah sakit, membunuh temannya yang
memberikannya pistol, dan menembak Murray ditengah acara sedang berlangsung. Bahkan
setelah berulang kali membunuh ia terlihat lebih bahagia dan bebas, saat ditangkap polisi tak
ada gambaran penyesalan diwajahnya. Scene terakhir film ditutup dengan Arthur yang
melarikan diri dari rumah sakit dengan jejak bekas bercak darah di telapak kakinya yang
menggambarkan sepertinya ia habis membunuh orang lain lagi di rumah sakit jiwa.

Anda mungkin juga menyukai