LP DAN SP JIWA Doc
LP DAN SP JIWA Doc
Disusun Oleh:
SEPTIANA NANIK
B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai
berikut
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
D. Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
E. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
VI. Sumber
TIM CMHN , www.google keperawatan jiwa,pada klien
halusinasi.com, Nasution 2003, Izzudin 2005, Stuart and sundeen 2007, keliat
2006, hamid 2000, Laraia 2001.
Proses keperawatan
Kondisi klien
Klien mengatakan mendengar sesuatu . Klien merasa takut pada suara itu
dan bersikap seperti mendengar sesuatu. Kemudian klien berlari kesana kemari.
Seteleh itu klien mengalami disorientasi, konsentrasi rendah dan pikiran cepat
berubah-ubah.
Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasi.
TUK 4 :
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapeutik
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Tedi Ruswandi, Saya biasa dipanggi
Tedi. Saya dari STIKES BANTEN. Saya disini dari hari Senin sampai dengan
hari Sabtu dari jam 08.00 s/d 13.00 WIB. Kalau boleh tahu nama bapak siapa
dan senang dipanggil siapa?. Tujuan Saya disini menyelesaikan sesuatu yang
bapak rasakan, kita selesaikan bersama – sama ya Pak?”
2. Evaluasi
"Bagaimana perasaan Bapak saat ini?. Bagaimana tidurnya semalam, Pak?.
Ada keluhan tidak? Apakah Bapak masih mendengar sesuatu yang orang lain
tidak mendengar?”
3 Kontrak
“Apakah bapak tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut
bapak sebaiknya kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini bapak
dengar tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-kira kita ngobrol?
Bapak mau berapa lama?bagaimana kalau 15 manit? Bisa? Tempatnya mau
dimana pak?. Bagaimana kalo kita berbincang – bincangnya ditaman?”.
Kerja
1. Coba ceritakan suara-suara apa yang sering didengar?
2. Suara yang seperti apa yang didengar?
3. Kapan saja suara itu terdengar?
4. Berapa kali suara itu terdengar?
5. Pada saat sedang melakukan apa suara itu muncul?
6. Bagaimana perasaan ketika suara-suara itu muncul?
7. Bagaimana kalau kita belajar cara-cara mencegah suara-suara yang muncul?
8. Bagaimana kalau Bapak mengisi jadwal kagiatan harian cara menghardik?
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subjektif)
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berkenalan dengan Saya?”. ”Coba Bapak
ceritakan, suara apa yang sering didengar!”. ”Apakah Bapak dapat mengetahui
suara seperti apa yang didengar?”. ”Kapan dan berapa kali suara itu
terdengar?”. ”Pada saat Bapak sedang melakukan apa suara itu terdengar?”.
”Bagaimana perasaan Bapak ketika suara itu muncul?”. ”Apakah Bapak sudah
bisa cara menghardik?”. ”Apakah Bapak sudah mengisi jadwal harian cara
menghardik?”
Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
"Setelah kita ngobrol tadi, cobak bapak simpulkan pambicaraan kita tadi?”
”Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi.”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil)
" Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan bapak coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien)
A. Pengertian
Respons Respons
Adaptif Maladaptif
Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
B. Faktor Predisposisi
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis
Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
C. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) ,
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial
yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
D. Tanda Dan Gejala
Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
Wawancara: Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan klien.
E. Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Resiko perilaku kekerasan
F. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Pohon Masalah
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di
rumah marah-marah dan memecahkan piring dan gelas.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
3. TUK :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah
b. Evaluasi/ validasi
Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal
yang menyebabkan Ali marah
Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
kamar perawat?
Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
- Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
- Apakah ada yang membuat Ali kesal?
- Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
- Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
- Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah-
marah.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi,
penyebab Ali marah yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan
cara marah yang biasa Ali lakukan.
Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?
Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
1. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien.
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham.
Waham atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau
berlawanan dengan semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar
belakang budaya (Keliat, 2009)
Tanda dan gejala :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang
agama, kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga,
bermusuhan
Takut, kadang panik
Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
Ekspresi tegang, mudah tersinggung
b. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri :
harga diri rendah. Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor
pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan,
tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham
dapat dicetuskan oleh tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya.
Tanda dan gejala :
Perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri.
Merasa gagal mencapai keinginan
Rasa bersalah terhadap diri sendiri
Merendahkan martabat
Gangguan hubungan sosial
Percaya diri kurang
Mencederai diri
.
c. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang.
Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala:
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
3. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi
verbal
Gangguan konsep
diri: harga diri rendah
5. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan komunikasi verbal
Perubahan isi pikir : waham
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
6. Rencana Tindakan Keperawatan
- Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
- Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
- Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
- Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
- Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
A. Kondisi Klien :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Klien tampak tidak mempercayai orang lain,
curiga, bermusuhan. Takut, kadang panik. Tidak tepat menilai lingkungan /
realitas. Ekspresi tegang, mudah tersinggung
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham
C. Tujuan
- Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
- Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
- Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
D. Tindakan Keperawatan
- Bina hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus
membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah:
Mengucapkan salam terapeutik
Berjabat tangan
Menjelaskan tujuan interaksi
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien.
- Bantu orientasi realita
Tidak mendukung atau membantah waham pasien
Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya
dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal
sampai pasien berhenti membicarakannya
Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realitas.
Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan
marah.
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional pasien
Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
Berdiskusi tentang obat yang diminum
Melatih minum obat yang benar
E. Strategi Tindakan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Orientasi:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Agung Nugroho, biasa dipanggil
Agung, saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang akan praktek di ruangan ini selama 2 minggu ke depan. Saya hari
ini dinas pagi dari pukul 07.00-14.00, saya yang akan merawat Bapak pagi ini.”
“Nama Bapak siapa?Senangnya dipanggil apa?”
“Pak K, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Pak K rasakan sekarang?”
“Berapa lama Pak K mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang di mana?”
Kerja:
“Saya mengerti Pak K merasa bahwa Pak K adalah seorang…., tapi yang Bapak
rasakan tidak dirasakan oleh orang lain”
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang Bapak
rasakan?”
“O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri abang sendiri?”
“Siapa menurut Bapak yang sering mengatur-atur diri Bapak?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur Bapak, juga kakak dan adik Bapak yang
lain?”
“Kalau Bapak sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus Bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Coba kita bersama-sama tuliskan rencana dan jadwal tersebut”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak ingin ada kegiatan diluar rumah
karena bosan kalau di rumah terus ya”
Terminasi :
“Oya Pak, karena sudak 15 menit, apakah Bapak mau kita berbincang-bincang
lagi atau sampai disini saja?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja yang sudah kita bicarakan Pak”
“Bagaimana kalau saya kembali lagi 2 jam lagi”
“Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang mengenai hobi Bapak?”
“Jadi Bapak, hari ini kita sudah berbincang tentang perasaan yang Bapak rasakan,
Bapak ingin seperti apa dan jadwal yang sudah kita buat”
“Kalau begitu saya pamit dulu Pak, Selamat Pagi”
Kerja :
“Apa saja hobi bapak? Saya catat ya Pak, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya Bapak pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain
volley seperti itu lho Pak”
“Bisa Bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main volley, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada Bapak, dimana?”
“Bisa Bapak peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik itu?”
“Wah..baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bapak ini ya, berapa kali
sehari/seminggu Bapak mau bermain volley?”
“Apa yang Bapak harapkan dari kemampuan bermain volley ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan Bapak yang lain selain bermain volley?”
Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 20 menit, apakah mau kita akhiri percakapan ini atau mau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan
kemampuan Bapak?”
“Setelah ini coba Bapak lakukan latihan volley sesuai dengan jadwal yang telah
kita buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya bang?”
“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, ya setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus Bapak minum, setuju?”
“Kalai begitu, saya pamit Pak ya..Selamat Pagi”
SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
Orientasi :
“Selamat Pagi Pak?.”
“Bagaimana bang sudah dicoba latihan volley? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang Bapak minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di kamar makan?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
Kerja :
“Bapak berapa macam obat yang diminum per Jam berapa saja obat diminum?”
“Bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam Pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut Bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya abang bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu”.
“Sebelum minum obat ini Bapak dan ibu mengecek dulu label di kotak obat
apakah benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya Bapak tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter”.
Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 30 menit, apakah percakapan ini mau kita akhiri atau
lanjut?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang bang
B minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan ke jadwal kegiatan Bapak? Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya Pak!”
“Pak, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di tempat sama?”
“Kalau begitu saya pamit dulu Pak, Selamat Pagi”
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC :
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
1. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri
Referensi:
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.
ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta. ECG
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
PROSES TERJADINYA MASALAH
Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan
Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
Bunuh diri dilakukan dengan intensi
Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di
rel kereta api.
Tanda dan gejala :
Sedih
Marah
Putus asa
Tidak berdaya
Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Perkenalkan diri dengan klien
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
Bersifat hangat dan bersahabat.
Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
Awasi klien secara ketat setiap saat.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk
diselesaikan).
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.)
Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan
perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas
masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih baik
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung,
saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A
paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien).
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
1. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
b. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan
diri sendiri)
- Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
- Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
- Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya.
c. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya,
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah
dll. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk
mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
- Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah,
tanda-tanda marah yang diserasakan oleh klien.
- Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada
suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien
memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika
tidak senang.
3. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
5. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah,
2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala :
Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor,
gigi kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan
kotor
Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien
perempuan tidak berdandan.
Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makana tidak pada tempatnya
Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan
buang air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya,
dan tidak membersihakan diri dengan baik setelah
BAB/BAK
b. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan
penurunan kesadaran.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a) Fisik
Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat
3. Pohon masala
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan
Isolasi sosial
5. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Referensi
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998.
Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan
Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 –
2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Perawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
B. Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat
terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan
(pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.
Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik
yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span
history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang,
misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan
dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007)
Tanda dan Gejalanya :
Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak
melakukan sesuatu.
Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih
dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah
tampak murung.
C. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan gejala :
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang
lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif :
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
3. Pohon Masalah
Data Obyektif
Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih karena
keadaan tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat.
b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, suara
pelan dan tidak jelas, tampak menangis.
5. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
4.2. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan:
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Kondisi klien
Mengkritik diri sendiri.
Perasaan tidak mampu.
Pandangan hidup yang pesimis
Penurunan produktifitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapih.
Selera makan kurang
tidak berani menatap lawan bicara.
Lebih banyak menunduk.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguang konsep diri : harga diri rendah
C. Tujuan
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih
D. Tindakan Keperawatan
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan
aspek positif yang masih dimilikinya , perawat dapat :
Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di
rumah, dalam keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan
lingkungan terdekat pasien.
Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan tersebut, saudara dapat :
ORIENTASI :
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Agung Nugroho, biasa dipanggil Agung,
saya mahasiswa keperawattan UKSW yang sedang praktik diruangan ini.,
Bagaimana keadaan ibu hari ini ?
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah ibu lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat
ibu dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit ?
KERJA :
” Ibu, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan
kegiatan yang ibu miliki “.
” ibu dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang
masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba ibu pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur ibu”. Mari kita lihat tempat
tidur ibu Coba lihat, sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita
lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” ibu sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau ibu
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan ibu
ibu (tidak) melakukan.
TERMINASI :