Anda di halaman 1dari 24

PENYESUAIAN DIRI DAN KESEHATAN MENTAL

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Kesehatan Mental


Yang dibina oleh Muhammad Arif Furqon, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh

Maziah Ulfah (18410022)


Sabilal Muktadin Ramdhani (18410024)
Ramadhan Dicky Kurniawan (18410038)

Kelas:
Kesehatan Mental - Q

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
PENYESUAIAN DIRI DAN KESEHATAN MENTAL tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Muhammad Arif Furqon, M.Psi., Psikolog. Psikologi pada Kesehatan Mental dan
Penyesuaian Diri. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Kesehatan Mental bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Arif Furqon, M.Psi., Psikolog selaku
Dosen Kesehatan Mental yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kamis,25 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1

A. Latar Belakang……………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………... 2
C. Tujuan……………………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….. 3

A. Penyesuaian Diri………………………………………………………….. 3
B. Frustasi……………………………………………………………………. 6
C. Konflik…………………………………………………………………….. 9
D. Kecemasan………………………………………………………………… 12

BAB III PENUTUP……………………………………………………………….. 18

Kesimpulan dan Saran……………………………………………………............ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirisendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia
hidup.Sesungguhnya ketenangan hidup,ketenteraman jiwa atau kebahagiaan
bathin, tidakbanyak tergantung kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial,
ekonomi, politik,adat kebiasaan dan sebagainya : akan tetapi lebih tergantung
kepada cara dan sikapmenghadapi faktor-faktor tersebut.
Diantara gangguan perasaan yang disebabkan oleh terganggunya
kesehatanmental ialah : rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri,
pemarah, ragu(bimbang) dan sebagainya. Gangguan jiwa(nourose) dan
penyakit jiwa (psychose)adalah akibat dari tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap kekurangan-kekurangannya dengan wajar, atau tidak sanggup ia
menyesuaikan diri dengan situasiyang dihadapinya.
Menurut Zakiah Daradjat mendefenisikan mental yang sehat adalah
terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan
danterciptanya penyesuaian diri antara indiviu dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk
mencapai hidupbermakna dan bahagia dunia akhirat. Berdasarkan hal tersebut
lah, penyusun ingin menulis tentang penyesuaian diri dengan kaitannya dengan
kesehatan mental yang dimana nanti didalamnya akan dibahas mengenai
Penyesuaian diri, frustasi, konflik, kecemasan serta studi kasus yang ada
kaitannya dengan pembahasan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penyesuaian diri dengan kaitannya Kesehatan Mental?
2. Bagaimana penjelasan mengenai frustasi?
3. Bagaimana penjelasan mengenai konflik?
4. Bagaimana penjelasan mengenai kecemasan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang penyesuaian diri dengan kaitanya kesehatan
mental
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang frustasi
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang konflik
4. Untuk mengetahui penjelasan tentang kecemasan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyesuaian Diri

Menurut Yustinus, (2006) penyesuaian diri berkaitan dengan konstruksi


psikologi yang luas yaitu terkait reaksi individu terhadap lingkungan, baik dari
lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Penyesuaian diri juga
dapat diartikan sebagai proses dimana individu mampu menyeimbangkan kesehatan
mentalnya dan mampu berinteraksi dengan orang lain atau relasi sosial. Penyesuaian
diri juga meliputi kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain dan
mampu mengatasi konflik, kecemasan, tuntutan, maupun keadaan frustasi yang
dihadapi. Selanjutnya Hurloc (2006) menyampaikan bahwa penyesuaian diri
merupakan keadaan dimana seseorang mampu menyesuaikan diri dengan orang lain
pada umumnya dan kelompok pada khususnya.

Penyesuaian diri berlangsung secara terus menerus dengan berusaha


menyesuaikan kebutuhan diri sendiri dan tuntutan lingkungan ataupun masyarakat. Hal
ini yang menjadikan penyesuaian diri sebagai komponen penting agar tercapai individu
yang sehat secara fisik dan mental (Mu’tadin, 2002).Menurut Agustina (2006),
penyesuaian diri merupakan penyesuaian yang dilakukan individu terhadap lingkungan
yang berada di luar dirinya seperti lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian
diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam
hidupnya, untuk menyesuaikan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau
tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.

3
Kriteria penyesuaian diri yang baik menurut Lazarus (1961) yaitu sebagai
berikut:

1. Kesehatan fisik yang baik, Kesehatan fisik yang baik berarti individu bebas dari
gangguan kesehatan seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan masalah selera
makan ataupun masalah fisik yang disebabkan faktor psikologis.
2. Kenyamanan psikologis, Individu yang merasakan kenyamanan psikologis berarti
terbebas dari gejala psikologis yang tidak sehat seperti obsesif-kompulsif,
kecemasan dan depresi.
3. Efisiensi kerja, Efisiensi kerja dapat dicapai bila individu mampu memanfaatkan
kapasitas kerja maupun sosialnya.

Runyon dan Haber(1984)menyebutkan bahwa ada 5 aspek penyesuaian diri


yang dilakukan oleh individu yaitu:

1. Persepsi yang akurat terhadap realitas, artinya bahwa individu tersebut mampu
menentukan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuannya serta mampu
mengenali konsekuensi dari tindakannya agar dapat mengarahkannya pada perilaku
yang sesuai.
2. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, artinya bahwa individu mampu
mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima
kegagalan yang dialami.
3. Gambaran diri yang positif, gambaran diri yang positif berkaitan dengan penilaian
individu tentang dirinya sendiri. Individu mempunyai gambaran diri yang positif
baik melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga
individu merasa nyaman secara psikologis. Mampu mengenali kelebihan dan
kekurangannya.
4. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik, artinya individu itu mampu
mengekspresikan emosinya dan memiliki kontrol emosi yang baik.

4
5. Hubungan interpersonal yang baik, memiliki hubungan interpersonal yang baik
berkaitan dengan hakekat individu sebagai makhluk sosial, yang sejak lahir
tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik
mampu membentuk hubungan yang berkualitas dan bermanfaat ketika berinteraksi
dengan orang lain.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri menurut Schneiders (1991) yaitu:

1. Keadaan fisik, Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi


penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat
bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis
akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan
penyesuaian diri.
2. Perkembangan dan kematangan, Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda
pada setiap tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu
meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Kematangan yang
dimaksud disini yaitu kematangan individu dari aspek intelektual, sosial, moral,
dan emosi yang mampu mempengaruhi bagaimana individu melakukan
penyesuaian diri.
3. Keadaan psikologis, Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa individu yang
mengalami frustrasi, kecemasan dan cacat mental dapat menyebabkan seseorang
terhambat dalam melakukan penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan
mendorong individu untuk memberikan respon yang sesuai dengan dorongan
internal maupun tuntutan lingkungannya.
4. Keadaan lingkungan, Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada
anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan mempermudah proses
penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang tidak

5
tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami
gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri.
5. Tingkat religiusitas dan kebudayaan, Religiusitas merupakan faktor yang
memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik,
frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan,
sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk
menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kebudayaan
pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah
laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu
yang sulit menyesuaikan diri.

Hubungan Penyesuaian Diri dengan Kesehatan Mental

Penyesuaian diri adalah aspek mental penting dan sangatberkaitan dengan


keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri dalam mengendalikanberbagai
rintangan dan menggunakan potensi diri. Dalam menyesuaikan diri
terhadaplingkungan, masalah, maupun hal-hal baru diperlukan sebuah proses serta
usaha, namun apabilakita gagal dalam menyesuaikan diri tentu saja dapat menimbulkan
kesehatan mental yangterganggu dan berujung pada stress dan masalah psikis lainnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Scott (1961) bahwa kesehatan mental adalah kunci
untuk penyesuaian diri yang sehat.

B. Frustasi

Kata frustasi berasal dari Bahasa Latin Frustation, yaitu perasaan jengkel akibat
terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustasi
yang dirasakan. Kebutuhan seseorang tidak selalu dapat dipenuhi dengan lancer dan
sering kali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif dan keinginan,
keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan dinamakan frustasi (Sangadah, 2008).
Frustasi adalah keadaan batin seseorang, ketidak seimbangan dalam jiwa, suatu

6
perasaan tidak puas karena hasrat atau dorongan yang tidak dapat terpenuhi. Sementara
itu frustasi menurut ilmu kesehatan mental yaitu seseorang yang mengalami suatu
keadaan, di mana satu kebutuhan tidak bisa terpenuhi dan tujuan tidak bisa tercapai,
sehingga orang kecewa dan mengalami satu halangan dalam usahanya mencapai satu
tujuan maka orang tersebut mengalami frustasi (Nur, 2015)

Berdasarkan penjelasan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa frustasi adalah


tingkah laku seseorang yang terhalang, hasrat hasrat yang tidak terpenuhi dalam
mencapai tujuan. Tujuan tersebut tidak dapat tercapai sehingga terus menerus
mengalami kegagalan yang berimbas pada kekecewaan dan rasa frustasi.

Tingkah laku manusia merupakan metamorphosis beberapa kebutuhan dan


dtunjukkan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Ketegangan atau konflik
batin akan timbul pada seseorang jika kebutuhan kebutuhan yang ada dalam diri
terhalang. Sebaliknya, ketegangan dan konflik batin akan lenyap bila semua kebutuhan
dapat dipuaskan atau dipenuhi dari salah satu bentuk ketegangan atau
ketidaknyamanan yang timbul sebagai akibat dari tidak terpenuhi atau terpuaskan
kebutuhan tersebut dinamakan frustasi. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
tingkat frustasi yaitu factor lingkungan, factor pribadi (fisik dan mental) dan factor
konflik (Sanggadah, 2008):

1. Faktor Lingkungan
Keadaan kekecewaan dan goncangan perasaan yang dialami individu
karena gagal dalam mencapai tujuan yang disebabkan oleh adanya
rintangan yang berasal dari luar individu, diantaranya adalah alam
sekitar berupa peristiwa peristiwa tragis, system hubungan antar pribadi
yang salah, norma norma sosial, peraturan perundang undangan dan
adat istiadat.

7
2. Faktor Pribadi
Factor yang diawali oleh seseorang karena kurang atau bahkan tidak
memiliki kemampuan fisik bahkan mental untuk mencapai tujuan atau
cita cita yang diharapkan
3. Faktor Konflik
Frustasi yang terjadi dalam diri seseorang karena ada pertentangan batin
dalam diri untuk mencapai tujuan.

Kemudian frustasi dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu (Sutarjo, 2007):

1. Blocking, yaitu reaksi tak bereaksi (tidak menampilkan perilaku


apapun). Sebagai akibat dari adanya hambatan yang menimbulkan
frustasi itu, individu tidak dapat menentukan perilaku mana yang
membawanya lepas dari situasi atau keadaan frustasi tersebut.
2. Agresi, suatu tindakan yang ditujukan kepada penghambat, tetapi denga
efek maupun cara yang merusak. Dalam hal ini kerusakan itu bisa
dirinya sendiri, orang lain maupun system.
3. Breakdown, disebut juga sebagai suatu yang menggambarkan perasaan
kecewa atau putus asa adalah suatu rekasi yang sifatnya destructive
dalam bentuk tidak mau atau tidak berkeinginan untuk berusaha lebih
lanjut dalam mencapai apa yang diinginkannya.
4. Penggunaan Mekanisme Pertahanan Diri yang berlebihan, yaitu antara
lain menganggap bahwa frustasi itu tidak ada atau tidak berarti baginya
(denial) padahal dapat merasakannya.

8
C. Konflik

Konflik secara etimologis berasal dari Bahasa latin con yang berarti bersama
dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Konflik artinya percekcokan,
perselisihan dan pertentangan. Sedangkan konflik sosial yaitu pertentangan antar
anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan. Konflik
merupakan suatu keadaan yang sering terjadi dalam masyarakat yang sedang
berubah, disebabkan berbagai kepentingan yang menyertainya. Timbulnya
berbagai kepentingan dilatar belakangi oleh perbedaan nilai dalam proses
perubahan. Selain itu, factor yang berpotensi memicu terjadinya konflik adalah
system nilai dalam masyarakat yang mempunyai korelasi dengan perbedaan tabiat,
karakter dan tindakan sosial masyarakat. Konflik juga berhubungan dengan
kepribadian seseorang dalam hakikatnya sebagai manusia. Kepribadian tidak hanya
meliputi pikiran, perasaan dan sebagainya, melainkan secara keseluruhannya
sebagai panduan antara kehidupan seseorang sebagai anggota masyarakat atau di
dalam interaksi sosial (Sujanto, dkk., 2004)

Coser (2001) mendefinisikan konflik sebagai perebutan nilai dan klaim atas
status, kekuasaan dan sumber daya yang langka di mana tujuan lawannya adalah
untuk menetralkan, melukai atau melumpuhkan pihak yang menjadi lawan. Ia juga
berpendapat bahwa konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam
membentuk, menyatukan dan memelihara struktur sosial. Konflik juga tidak bisa
hanya dipandang dalam pandangan negative saja karena perbedaan adalah suatu hal
yang normal yang sebenarnya berdampak pada memperkuat struktur sosial.

9
Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa bentuk konflik sebagai berikut:

a. Berdasarkan Sifatnya
1. Konflik Destruktif
Merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak
senang, rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok
terhadap pihak lain. Pada konflik ini terjadi bentrokan bentrokan
fisik yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda.
2. Konflik Konstruktif
Merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul
karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok kelompok dalam
menghadapi suatu permasalahan. Konflik ini akan menghasilkan
suatu consensus dari berbagai pendapat tersebut dan menghasilkan
suatu perbaikan.

b. Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik


1. Konflik Vertikal
Merupakan konflik antar komponen masyarakat di dalam satu
struktur yang memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi
antara atasan dengan bawahan dalam sebuah kantor
2. Konflik Horizontal
Merupakan konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang
memiliki kedudukan yang relative sama. Contohnya konflik yang
terjadi antar organisasi massa
3. Konflik Diagonal
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan
alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan
pertentangan yang ekstrim. Contohnya konflik yang terjadi di Aceh

10
Kemudian ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya konflik, yaitu:

1. Perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan


konflik antar individu.
Dalam konflik konflik seperti ini terjadilah bentrokan bentrokan pendirian
dan masing masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya.
Membinasakan disini tidak selalu diartikan sebagai pembinasaan fisik,
tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan simbolih atau
melenyapkan pikiran pikiran lawan yang tidak disetujui.

2. Perbedaan kebudayaan
Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar
individu, akan tetapi bisa juga antar kelompok. Pola pola kebudayaan yang
berbeda akan menimbulkan pola pola kepribadian dan pola pola perilaku
yang berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas. Selain itu,
perbedaan kebudayaan akan mengakibatkan adanya sikap etnosentrisme
yaitu sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya
adalah yang paling baik. Jika masing masing kelompok yang ada di dalam
kehidupan sosial sama sama memiliki sikap demikian, maka sikap ini akan
memicu timbulnya konflik antar penganut kebudayaan
3. Perbedaan kepentingan
Mengejar tujuan kepentingan masing masing yang berbeda beda, kelompok
kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan
dan sarana

D. Kecemasan

11
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu
tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap
situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri
atau bergabung dengan gejala gejala lain dari berbagai gangguan emosi.
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,
pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan
identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah rekasi yang dapat dialami siapapun,
namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan
menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Ramaiah, 2003).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental


yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).

Kecemasan merupakan pengalaman perasaan yang menyakitkan serta tidak


menyenangkan. Ia timbul dari reaksi ketegangan ketegangan dalam atau intern dari
tubuh, ketegangan ini akibat suatu dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai
olehsusunan urat saraf yang otonom. Misalnya, apabila seseorang menghadapi
keadaan yang berbahaya dan menakutkan, maka jantungnya akan bergerak lebih
cepat, nafasnya menjadi sesak, mulutnya menjadi kering dan telapak tangannya
berkeringat, reaksi semacam inilah yang kemudian menimbulkan reaksi kecemasan
(Agustinus, 1985).

Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya


ancaman terhadap kesehatan. Individu individu yang tergolong normal kadang kala
mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada

12
penampilan yang berupa gejala gejala fisik maupun mental. Kecemasan berasal dari
perasaan tidak sadar yang berada di dalam kepribadian sendiri dan tidak
berhubungan dengan objek yang nyata atau keadaan yang benar benar ada. Berikut
adalah gejala gejala kecemasan, yaitu (Kholil Lur Rochman, 2010):

1. Ada saja hal hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan. Kecemasan tersebut
merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal hal yang tidak jelas
2. Adanya emosi emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan
sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangatirritable,
akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.
3. Diikuti oleh bermacam macam fantasi, delusi, ilusi dan delusion of
persecution (delusi yang dikejar kejar)
4. Sering merasa mual dan muntah muntah, badan terasa sangat lelah,
banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.
5. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan
tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.

Nevid Jeffrey S, Spencer A & Greene Beverly (2005) mengklasifikasikan


gejala gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu:

1. Gejala fisik dari kecemasan yaitu kegelisahan, anggota tubuh bergetar,


banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa
lemas, panas dingin, mudah marah atau terseinggung
2. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu berperilaku menghindar,
terguncang, melakat dan dependen
3. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi,

13
ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah , pikiran
terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi

Kecemasan seringkali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar


tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa peristiwa atau
situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut
Ramaiah (2003) ada beberapa factor yang menunjukkan reaksi kecemasan, yaitu:

1. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan
karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu
dengan keluarga, sahabat ataupun dengan rekan kerja. Sehingga
individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya
2. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan
keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini,
terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka
waktu yang sangat lama
3. Sebab sebab Fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu
penyakit. Selama ditimpa kondisi kondisi ini, perubahan perubahan
perasaan lazim muncul,

Contoh Kasus

Kasus 1

Seorang Pria Bunuh Diri karena Frustasi

14
PEKANBARU- Tim SAR berhasil mengevakuasi jenazah Ahmad Afandi (25)
di tepian Sungai Siak, Pekanbaru, Riau. Korban diduga bunuh diri dengan terjun ke
sungai karena frustasi tidak bisa melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2).

Penemuan jenazah pemuda yang baru lulus sarjana oleh tim SAR itu dibantu
masyarakat sekira pukul 10.00 WIB. Jenazah ditemukan di dekat jembatan Siak III
Pekanbaru atau sekira 3 kilometer dari lokasi terjunnya Afandi di Sungai terdalam di
Indonesia itu.

"Korban ditemukan oleh warga tersangkut kapal dengan posisi telungkup," kata
Kapolsek Sektor Kawasan Pelabuhan Pekanbaru, AKP Hermawi, kepada Okezone,
Rabu (6/3/2013) di lokasi.

Kapolsek mengatakan bahwa korban terjun ke Sungai Siak pada Minggu, 3


Maret 2013 sekira pukul 20.00 WIB.Setelah ditemukan, tim SAR bersama pihak
Kepolisian langsung mengevakuasi korban. Selanjutkan korban dibawa ke rumah duka
di Perumahan Putri Tujuh,Panam Pekanbaru.

"Motif sesungguhnya mengapa korban nekat terjun masih kita selidiki," imbuhnya.

Analisis:

Korban melakukan bunuh diri karena keinginannya untuk melanjutkan ke strata


2 tidak tercapai. Karena keinginannya yang tidak tercapai sehingga dia mengalami
frustasi. Karena kefrustasianya tersebut, menyebabkan fungsi kognitifnya
terganggu.Sehingga timbullah reaksi tindakan negatif dalam bentuk agresi yang sudah
tidak memikirkan harga dirinya lagi.Bentuk tindakan agresinya adalah dengan
melakukan tindakan sadistik terhadap dirinya sendiri dengan cara menjatuhkan dirinya
sendiri ke sungai.

Kasus 2

Tak Kuat Hadapi Persoalan, Wanita Paro Baya Gantung Diri di Dapur

15
Rabu, 20 Maret 2013 18:25:40 WIB

Reporter : Temmy P.

Sumenep (beritajatim.com) - Maisyaroh (50), warga Dusun Gunung, Desa


Tamansare, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, ditemukan tewas gantung diri
dengan seutas tali di dapurnya. Korban pertama kali ditemukan Rukiyah (35), anak
korban.

"Tetangga-tetangga kaget mendengar Rukiyah tiba-tiba menjerit keras dan terjatuh


pingsan. Ternyata Rukiyah kaget mendapati ibunya sudah mati gantung diri di dapur,"
kata Purammi (54), tetangga korban.

Ia mengaku tidak tahu persis mengapa Maisyaroh nekat mengakhiri hidupnya


dengan gantung diri. Namun diduga kuat, Maisyaroh tengah menghadapi persoalan
pribadi yang berat, dan tak kuat menanggungnya. "Sudah tiga bulan ini, Maisyaroh
jarang berkumpul dengan tetangga. Padahal biasanya dia aktif kalau ada kegiatan-
kegiatan di kampung. Bahkan dia memilih tinggal di sendirian tengah sawah dan
berpisah dari anak-anaknya. Mungkin dia punya persoalan berat, terus gak kuat
menanggungnya, sehingga memilih bunuh diri," katanya.

Sementara Kepala Desa Tamansare, Herniyati menceritakan, seminggu lalu


korban sempat berupaya bunuh diri dengan cara melompat ke dalam sumur di belakang
rumahnya. Namun karena kondisi sumur airnya penuh, aksi korban tidak sampai
merenggut nyawanya. Ia hanya mengalami luka ringan. "Mungkin karena upaya bunuh
diri yang pertama itu gagal, korban berusaha mencari cara lain untuk mengakhir
hidupnya, yakni dengan gantung diri," tuturnya.

Kapolsek Dungkek, Edi Hariyanto mengungkapkan, setelah menerima laporan


warga, pihaknya langsung menuju ke tempat kejadian perkara (TKP). "Hasil olah TKP,
tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan maupun penganiayaan di tubuh korban. Jadi
korban dipastikan murni meninggal karena gantung diri. Namun keluarga korban

16
menolak korban diotopsi karena sudah mengikhlaskan dan menganggap ini sebagai
musibah. Keluarga korban memilih langsung memakamkan jenazah korban,"
terangnya.

Analisis:

Korban melakukan bunuh diri karena Tak kuat mengadapi permasalahan


keluarga. Karena keinginannya yang tidak tercapai sehingga dia frustasi. Karena
kefrustasianya tersebut, menyebabkan fungsi kognitifnnya terganggu.Sehingga
timbullah reaksi tindakan negatif dalam bentuk agresi dan dia sudah tidak memikirkan
harga dirinya lagi.Bentuk tindakan agresinya adalah dengan melakukan tindakan
sadistik terhadap dirinya sendiri dengan cara menggantung diri, yang mengakibatkan
kematian.

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Yustinus, (2006) penyesuaian diri berkaitan dengan konstruksi


psikologi yang luas yaitu terkait reaksi individu terhadap lingkungan, baik dari
lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Penyesuaian diri juga
dapat diartikan sebagai proses dimana individu mampu menyeimbangkan kesehatan
mentalnya dan mampu berinteraksi dengan orang lain atau relasi sosial. Penyesuaian
diri juga meliputi kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain dan
mampu mengatasi konflik, kecemasan, tuntutan, maupun keadaan frustasi yang
dihadapi

Penyesuaian diri adalah aspek mental penting dan sangat berkaitan dengan
keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri dalam mengendalikanberbagai
rintangan dan menggunakan potensi diri. Dalam menyesuaikan diri
terhadaplingkungan, masalah, maupun hal-hal baru diperlukan sebuah proses serta
usaha, namun apabilakita gagal dalam menyesuaikan diri tentu saja dapat menimbulkan
kesehatan mental yangterganggu dan berujung pada stress dan masalah psikis lainnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Scott (1961) bahwa kesehatan mental adalah kunci
untuk penyesuaian diri yang sehat.

Kata frustasi berasal dari Bahasa Latin Frustation, yaitu perasaan jengkel akibat
terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustasi
yang dirasakan. Kebutuhan seseorang tidak selalu dapat dipenuhi dengan lancer dan
sering kali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif dan keinginan,
keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan dinamakan frustasi (Sangadah, 2008).

18
Coser (2001) mendefinisikan konflik sebagai perebutan nilai dan klaim atas
status, kekuasaan dan sumber daya yang langka di mana tujuan lawannya adalah untuk
menetralkan, melukai atau melumpuhkan pihak yang menjadi lawan

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang


menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah
atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya
tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan
fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).

Saran

Penulis menyarankan agar beberapa hal yang terkait dalam Penyesuaian diri
dan kesehatan mental, frustasi, konflik dan kecemasan ini supaya tidak ada kesalah
pahaman sehingga apa yang sudah di jelaskan tidak membuat kerugian bagi pembaca
nantinya.

19
Daftar Pustaka

Agustina, H. 2006. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitanyadengan


Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: RefikaAditama.

Agustinus, N. (1985). Phobia. Surabaya: Rama Press Institute.

Andrey Haber, Richard P. Runyon. 1984. Psychology of adjustment Homewood,


Illinois : The Dorsey Press.

Arif Luqman. Berbagi Resume. (2013, 25 Maret)

Coser, L. A. (2001). The Functions of Social Conflict. London: Routledge.

Elly, M., Setiadi, & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana Prenada Media.

Hamali, S. (2013). Konflik dan Keraguan Individu Dalam Perspektif Psikologi Agama.
Al- AdYaN .

Hayat, A. (2014). Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. Khazanah , 52-62.

http://berbagiresume.blogspot.com/2013/03/analisis-kasusu-dari-teori-
frustasi.html?m

Haber, A dan Runyon, R.P. (1984). Psychology of Adjusment (Homehood): The Dorsey
Press)

Hurlock, E. B. 2006. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Edisi kelima. Alih bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta:
Erlangga.

Istirohah, N. (2015). Frustasi Sebagai Dampak Psikologis Kegagalan Keberangkatan


Para Calon Jamaah Haji Tahun 2013 Di Kota Semarang Dan Solusinya
Dalam Perspektif Bimbingan Dan Konseling Islam. Semarang: Universitas
Islam Negeri Walisongo .

Lazarus, R. S. (1961). McGraw-Hill series in psychology.Adjustment and personality.


McGraw-Hill Book Company. https://doi.org/10.1037/11301-000

Mu’tadin, Z. 2002. Penyesuaian Diri Remaja. http//:www.epsikologi.com/remaja.

Nevid, J. S., Rathusr, S. A., & Greene, B. (2014). Psikologi Abnormal di Dunia yang
Terus Berubah. Penerbit Erlangga.

Ramaiah. (2003). Kecemasan bagaimana mengatasi penyebabnya. Jakarta: Pustaka


Populer Obor.

Rochman, K. L. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press.

Sangadah, N. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Reaksi


Frustasi Pada Santri Pondok Pesantren Al Huda Kebumen. Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga.

Schneiders, A. A. 1991. Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt,
Rinchart and Winston.

Sujanto, d. (2004). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Yustinus, S. (2006). Kesehatan mental 1:Pandangan umum mengenai penyesuaian diri


dan kesehatan mental serta teori-teori terkait. Kanisius :Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai