Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

SIFAT DAN KARAKTERISTIK BAHAN KIMIA BESERTA CARA


PENANGANAN DAN EFEK YANG DITIMBULKAN

NUR ROUDLOTUL LAILA


NIM. 142011133002

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam mempelajari ilmu kimia tentunya kita harus memahami terlebih

dahulu mengenai sifat dan karakteristik pada setiap bahan kimia. Pengenalan sifat

dan karakteristik pada setiap bahan kimia sangat penting dilakukan karena hal

tersebut merupakan landasan dasar pengetahuan mengenai sifat dan karakteristik

apa saja yang sifatnya berbahaya dan tidak berbahaya. Untuk mempelajari ilmu

kimia tersebut diperlukan sarana dan fasilitas yang tepat, salah satunya yaitu

laboratorium. Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan,

penelitian, pelayanan dan uji mutu. Institusi-institusi pendidikan, industri dan

lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan memiliki laboratorium kimia

dalam jenis yang berbeda-beda. Dalam sudut pandang keselamatan kerja di dalam

laboratorium, semua laboratorium tersebut memiliki bahaya dasar yang sama

sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan teknik selama bekerja. 

Pengenalan bahan kimia dilakukan untuk mengetahui apa-apa saja dan

bagaimana ciri-ciri, bentuk, sifat suatu bahan kimia yang ada dilaboratorium

kimia dasar.Pembelajaran dalam laboratorium merupakan hal yang penting dalam

pembelajaran sains. Studi tentang pembelajaran sains menunjukkan bahwa siswa

belajar lebih banyak ketika mereka diberi kesempatan untuk belajar dengan

"melakukan" daripada siswa hanya berkesempatan untuk mengamati. Hofsten et

al. (2003) menyatakan bahwa kegiatan belajar sains jika dilakukan dalam

kelompok-kelompok kecil (kolaboratif) akan menghasilkan prestasi belajar yang


lebih baik daripada dilakukan secara individual. Hal ini terjadi karena adanya

interaksi sosial di antara anggota kelompok.

Pelaksanaan praktikum dalam laboratorium kimia tidak terlepas dari alat-

alat dan bahan-bahan kimia, baik yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya.

Bekerja di laboratorium kimia, mengandung risiko berupa bahaya terhadap

keselamatan kerja (Imamkhasani, 1990). Salah satu resiko yang sulit diprediksi

dan paling berbahaya di laboratorium adalah kadar racun beragam bahan kimia.

Tidak ada zat yang sepenuhnya aman, dan semua bahan kimia menghasilkan efek

beracun kepada sistem kehidupan, dalam bentuk yang berbeda beda. Sebagian

bahan kimia dapat menyebabkan efek berbahaya setelah paparan pertama,

misalnya asam nitrat korosif. Sebagian bisa menyebabkan efek berbahaya setelah

terpapar berulang kali atau dalam durasi lama, seperti karsinogenik klorometil,

metil eter, dikloromethan, n-heksan, dan lain-lain (Faizal Riza Soeharto. 2013).

Berbagai risiko (dampak bahaya) bahan-bahan kimia sangat rentan

terhadap kesehatan tubuh manusia. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah

dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya iritasi yang disebabkan oleh

bahan bahan iritan (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi

(keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup

atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan

kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan

yang irreversible pada daerah yang terpapar (Karimi Zeverdegani S, Barakat S,

Yazdi, M. 2016).

Mengingat besarnya potensi risiko bahaya pemakaian bahan-bahan

berbahaya (di lab organik) terhadap kesehatan pengguna maupun pekerja, maka
penting untuk disikapi secara serius.Baik pengguna maupun pekerja laboratorium

kimia organik sangat penting memiliki pengertian dan pemahaman yang benar

tentang karakteristik risiko serta upaya preventif untuk mencegah kemungkinan

terpapar risiko.Oleh karena itu, penting untuk dilakukan analisis mengenai sifat

dan karakteristik setiap bahan kimia beserta symbol bahayanya, analisis risiko

terhadap bahan-bahan kimia yang ada di laboratorium kimia dan analisis cara

penanganan yang tepat apabila terpapar bahan kimia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sifat dan karakteristik pada setiap bahan kimia?
2. Bagaimana sImbol bahaya yang terdapat pada setiap bahan kimia?
3. Bagaimana cara penanganan dan penyimpanan pada setiap bahan kimia?
4. Apa efek yang ditimbulkan dari bahan kimia jika terlambat dalam
penanganannya?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat dan karakteristik pada setiap bahan kimia
2. Untuk mengetahui symbol bahaya yang terdapat pada setiap bahan kimia
3. Untuk mengetahui cara penanganan dan penyimpanan pada setiap bahan
kimia
4. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari bahan kimia jika terlambat
dalam penanganannya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Kimia Berbahaya

2.1.1. Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Bahan Berbahaya Beracun

Bahan Kimia adalah media yang mengandung unsur kimiawi yang

sensitive atau resistan terhadap kondisi lingkungan tertentu. Bahan kimia berbahaya

adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang berdasarkan sifat

kimia dan atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi

dan lingkungan (Kepmenaker No. 187 Tahun 1999). Bahan Berbahaya dan Beracun

yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau

konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,

dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lainnya (PP No.74 Tahun 2001). Definisi lain dari B3 adalah bahan

buangan bentuk (padat, cair dan gas) yang dihasilkan baik dari proses produksi

maupun dari proses pemanfaatan produksi industri tersebut yang mempunyai sifat

berbahaya dan sifat beracun terhadap ekosistem karena dapat bersifat korosif,

ekplosif, toksik, reaktif, mudah terbakar, menghasilkan bau, radioaktif dan bersifat

karsinogenik maupun mutagenik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

2.1.2. Karakteristik Bahan Kimia Berbahaya

Kriteria bahan kimia berbahaya meliputi :

1) Bahan beracun

2) Sangat beracun

3) Cairan mudah terbakar


4) Cairan sangat mudah terbakar

5) Gas mudah terbakar

6) Bahan mudah meledak

7) Bahan reaktif

8) Bahan oksidator

2.1.3. Klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun

Menurut PP No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3), B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Mudah meledak (explosive)

2) Pengoksidasi (oxidizing)

3) Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)

4) Sangat mudah menyala (highly flammable)

5) Mudah menyala (flammable)

6) Amat sangat beracun (extremely toxic)

7) Sangat beracun (highly toxic)

8) Beracun (moderately toxic)

9) Berbahaya (harmful)

10) Korosif (corrosive)

11) Bersifat iritasi (irritant)

12) Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

13) Karsinogenik (carcinogenic)

14) Teratogenik (teratogenic)

15) Mutagenik (mutagenic)


2.1.4. Sifat-sifat Bahan Kimia Berbahaya

1) Bahaya Kesehatan :

a) Bahaya terhadap kesehatan dinyatakan dalam bahaya jangka pendek (akut) dan

jangka panjang (kronis)

b) NAB (Nilai Ambang Batas) diberikan dalam satuan mg/m3 atau ppm

c) NAB adalah konsentrasi pencemaran dalam udara yang boleh dihirup seseorang

yang bekerja selama 8 jam/hari selama 5 hari.

2) Bahaya Kebakaran :

Kategori bahan mudah terbakar, dapat dibakar, tidak dapat dibakar atau

membakar bahan lain. Kemudahan zat terbakar ditentukan oleh :

a) Titik nyala : suhu terendah dimana uap zat dapat dinyalakan.

b) Konsentrasi mudah terbakar : daerah konsentrasi uap gas yang dapat

dinyalakan. Konsentrasi uap zat terendah yang masih dapat dibakar disebut LFL

(low flammable limit) dan konsentrasi tertinggi yang masih dapat dinyalakan

disebut UFL (upper flammable limit). Sifat kemudahan membakar bahan lain

ditentukan oleh kekuatan oksidasinya.

c) Titik bakar : suhu dimana zat terbakar sendirinya.

3) Bahaya Reaktivitas Sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai,

bereaksi dengan zat lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik sehingga

eksplosif. Atau reaktivitasnya terhadap gas lain menghasilkan gas beracun.

2.1.5. Syarat Penyimpanan Bahan Kimia

Dalam penyimpanan B3 harus diketahui sifat-sifat berbagai jenis bahan

kimia berbahaya, dan juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari

bahan-bahan yang disimpan. Interaksi dapat berupa tiga hal yaitu :


1) Interaksi antara bahan dan lingkungannya

2) Interaksi antara bahan dan wadah

3) Interaksi antar bahan

Salah satu sumber kecelakaan dalam menangani bahan kimia berbahaya

adalah faktor penyimpanan. Banyak sekali kebakaran dan ledakan berasal dari

tempat penyimpanan. Untuk dapat memahami cara penyimpanan yang aman,

maka selain harus mengetahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia berbahaya,

juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari bahan-bahan yang

disimpan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah batas waktu penyimpanan

2.2 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya

Pengendalian bahan kimia berbahaya adalah upaya dan atau kegiatan yang

dilakukan untuk mencegah dan atau mengurangi resiko akibat penggunaan bahan kimia

berbahaya ditempat kerja terhadap tenaga kerja, alat-alat kerja dan lingkungan

(Kepmenaker No. 187 Tahun 1999). Setiap industri yang menggunakan, menyimpan,

memakai, memproduksi dan mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib

mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja (Kepmenaker No. 187 Tahun 1999).

Dalam pengendalian bahan kimia berbahaya, istilah simbol menjadi peran

penting. Simbol bahan berbahaya dan beracun diatur oleh Peraturan Lingkungan Hidup

Nomor 03 tahun 2008 tentang tata cara pemberian simbol dan label bahan berbahaya

dan beracun bahwa : simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat, warna dasar

putih dan garis tepi belah ketupat tebal berwarna merah. Simbol yang dipasang pada

kemasan disesuaikan dengan ukuran kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan

pengangkut dan tempat penyimpanan kemasan B3 minimal berukuran 25 cm x 25 cm.


Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap air air, goresan dan bahan kimia

yang mengenainya. Untuk di kendaraan pengangkut, simbol dibuat dengan cat yang

dapat berpendar.

2.3. Potensi Bahaya Bahan Kimia

Potensi bahaya bahan kimia yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-

bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki

atau mempengaruhi tubuh pekerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion

(melalui mulut kesaluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh

potensi kimia terhadap tubuh pekerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau

kontaminan, bentuk potensi bahaya dapat berupa debu, gas, uap, asap, daya racun bahan

(toksisitas) dan cara masuk kedalam tubuh. Potensi bahaya bahan kimia terdiri dari :

a. Potensi bahaya besar, Apabila : kuantitas bahan kimia berbahaya yang digunakan

melebihi atau lebih besar dari nilai ambang kuantitas (NAK)

b. Potensi bahaya menengah, Apabila : kuantitas bahan kimia berbahaya yang

digunakan sama atau lebih kecil dari nilai ambang kuantitas (NAK).

2.4. Keselamatan Kerja dan Keamanan (K3) Laboratorium Kimia

Keselamatan kerja dan keamanan (K3) memerlukan perhatian khusus, karena

keselamatan kerja dan keamanan (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,

sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat

kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Berdasarkan penelitian Hassan. N. Dkk (2017) Semakin banyak kasus kecelakaan yang

dilaporkan yang melibatkan siswa pada saat melaksanakan eksperimen di laboraorium.


Oleh karena itu,pentingn mengetahui dan menerapkan metode pencegahan kecelakaan

yang terjadi di laboratorium khususnya pada kalangan pendidikan.

Menurut Sutrisno (2017) salah satu faktor yang menentukan keselamatan kerja di

laboratorium adalah penggunaan alat pelindung diri (APD). Peralatan ini dimiliki oleh

siapapun pekerja atau pengguna laboratorium, dan sebaliknya tidak menjadi milik

bersama dari pekerja atau penggunaan laboratorium tersebut. APD digunakan oleh

setiap individu selama bekerja di laboratorium. Menurut Achandi (2004) APD adalah

peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila berada pada suatu

tempat kerja yang berbahaya. Alat pelindung diri (APD) untuk bahan kimia berbahaya

tersebut adalah baju laboratorium (lab chothe), kaca pelindung mata (gogles), sarung

tangan (gloves), dan pelindung pernafasan (masker). Penting bagi setiap orang untuk

memastikan bahwa laboratorium adalah lingkungan kerja yang nyaman dan aman.

Lembaga bertanggung jawab untuk menyediakan peralatan keamanan, kondisi darurat

yang sesuai, pegawai laboratorium yang terlatih, dan unit atau bagian tanggap darurat.

Semua orang harus bertanggung jawab untuk menggunakan pakaian dengan benar agar

terhindar dari kecelakaan dan cedera.

a. Pelindung tubuh

Alat pelindung badan berfungsi sebagai pelindung tubuh dari kontak dengan

bahan kimia atau panas, bakteri, asap, api dan sebagainya. Alat pelindung badan

yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas

laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum

memasuki laboratorium.

b. Pelindung mata dan wajah


Eksperimen atau proses yang melibatkan material atau bahan kimia yang

korosif dan material korosif atau bahan kimia berbahaya, seperti asam dan basa

kuat, maka sangat ditekankan menggunakan googles atau pelindung mata. Sebelum

bekerja dengan bahan kimia, hendaknya mempunyai rencana tindakan jika terjadi

percikan bahan kimia tersebut, apalagi mengenai wajah atau mata. Untuk percikan,

hendaknya seketika itu juga mata dibilas atau diguyur dengan air (lebih baik jika

dengan pancuran pencuci mata) dengan aliran yang deras sekurang-kurangnya 15

menit. Setelah pertolongan pertama ini dilakukan hendaknya segera ke dokter dan

akan lebih baik ke dokter (spesialis) mata.

c. Perlindungan kulit

APD berikutnya adalah APD tangan. Salah satu APD untuk tangan yaitu

sarung tangan yang mampu melindungi dan mencegah kontaminasi pada kulit

praktikan yang sedang bekerja dengan bahan-bahan kimia berbahaya. Berbagai

jenis sarung tangan untuk melindungi beragam bahaya yang ditimbulkan oleh

bahan kimia. Sifat bahaya dan operasi yang terlibat sangat menentukan sarung

tangan yang dipilih. Setiap pegawai atau praktikan yang akan bekerja dengan

bahan-bahan kimia berbahaya harus menggunakan sarung tangan tertentu yang

dirancang untuk melindungi bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan kimia

bergantung pada jenis dan sifat bahan kimia yang digunakan.

d. Perlindungan pernapasan dan mulut

Menurut (Sutrisno, 2017), Perlindungan pernafasan adalah kepentingan utama

karena hirupan (inhalasi) merupakan salah satu rute utama paparan toksikan kimia.

Menurut (Sari, 2013) Alat pelindung pernafasan berfungsi memberikan

perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya diudara tempat kerja seperti


kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel atau uap dan pencemaran oleh gas

atau. Perlindungan pernapasan dan mulut yang biasa digunakan adalah masker.

e. Perlindungan kaki

Kemungkinan adanya bahan kimia yang tercecer (disengaja atau tanpa

sengaja) atau tumpah, pecah atau terkena potongan peralatan (gelas, logam, kayu

dan sebagainya) yang terjadi di laboratorium sulit untuk dihindari. Demikian juga

kotoran-kotoran yang mungkin terjadi di laboratorium. Oleh karena itu, untuk

menjaga keselamatan atau menghindari dari yang demikian, selain diperlukan

terhadap organ tubuh sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, maka

perlindungan terhadap kaki sangat diperlukan.

2.5. Penanggulangan Kecelakaan dan Keadaan Darurat

Bila terjadi kecelakaan dan atau keadaan darurat yang diakibatkan Bahan

Berbahaya dan beracun, maka setipa orang yang melakukan kegiatan pengolahan B3

wajib :

a. Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan.

b. Menginformasikan tentang adanya kecelakaan Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) kepada petugas tanggap darurat dengan mengaktifkan sistim tanggap darurat.

c. Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur tetap penanggulangan

kecelakaan dan melakukan evakuasi bila diperlukan.

d. Melaporkan kecelakaan dan atau keadaan darurat kepada aparat Pemerintah kota

setempat.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu Pelaksanaan

Selasa, 12 Maret 2021

3.2 Alat dan Bahan

Alat : Laptop

Bahan : Jurnal, Buku, Alat Tulis


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Bahan Kimia Simbol Bahaya Jenis Bahaya Arti Tindakan

(Resiko)
Hidrogen Klorida Corrosive Bahan yang Hindari kontak

(HCl), Asam bersifat korosif, langsung dengan

Sulfat (H2SO4), dapat merusak kulit.

Asam Cuka jaringan hidup,

(CH3COOH), menyebabkan

Asam Klorida iritasi kulit,

(HCl), Asam gatal-gatal dan

nitrat (HNO3) kulit terkelupas

Hidrogen Sianida Toxic Bahan yang Jangan ditelan

(HCN), Aseton, bersifat beracun, dan jangan

Etanol, Formalin dapat dihirup

menyebabkan

sakit serius
Ammonia, Irritant Bahan yang Hindari kontak

Aldehida, dapat langsung dengan

Alkohol, Iodine menyebabkan kulit.

iritasi, gatal-

gatal dan luka

bakar.
Etanol Flammable Bahan kimia Hindari kontak
dengan titik dengan mata

nyala rendah dan

mudah terbakar

Aseton Highly Bahan kimia Hindari kontak

Flammable sangat mudah dengan mata

terbakar

Dietil Eter Extremely Bahan kimia Hindari kontak

flammable sangat mudah dengan mata

terbakar dan

mudah meledak

Trinitritoluena Explosive Bahan kimia Hindarkan dari

(TNT), yang mudah sumber panas dan

Aziroazide meledak matahari

Azide, Amonium

Nitrat,

Nitroselulosa
Kalium Perklorat Oxidizing Bahan bersifat Jangan di telan

dan Kalium pengoksidasi dan hindarkan

Permanganat kontak dengan

kulit
Etilen Glikol Harmful Bahan bersifat Jangan hirup dan

(C6H6O2), akut dan kronis telan. Hindari

Karbon kontak dengan


Monoksida, mata dan kulit

Klorin, Amonia.

Tetraklorometen Dangerous for Bahan kimia Jangan hirup dan

a the berbahaya bagi telan. Hindari

Enviromental ekosistem kontak dengan

lingkungan mata dan kulit

(Sumber : Subamia, 2019)

4.2 Pembahasan
 Jenis bahan kimia beserta simbol bahaya, cara penanganan dan efek yang
ditimbulkan
4.2.1. Hidrogen Klorida (HCL)

Asam klorida atau Hidrogen Klorida adalah garam dari air yang

terprotonasi dan bercampur dengan klorida. Memiliki rumus kimia (HCl)

dengan berat molekul 36,5 (g/mol). Memiliki bau menyengat dan tidak

bewarna dengan titik didih berkisar 50,5 °C. Merupakan oksidator kuat dan

dapat larut dalam alkali hidroksida, kloroform, dan eter (Santoso, A.V.,

Susanto, A., 2019).


Asam klorida bersifat korosif. Korosif merupakan sifat suatu substansi

yang dapat menyebabkan benda lain hancur atau memperoleh dampak negatif

seperti kerusakan pada mata, kulit dan sebagainya (Malayadi, A. F., 2017).

Bahan yang bersifat korosif, dapat merusak jaringan hidup, dapat

menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan dapat membuat kulit

mengelupas (Subarmia, 2019).

Cara penanganan apabila terkena bahan kimia berupa asam klorida

adalah sebagai berikut :

 Jika terhirup, setelah menghirup bahan kimia tersebut hiruplah udara

segar.

 Jika kontak dengan kulit, tanggalkan segera semua pakaian yang

terkontaminasi, bilaslah kulit dengan air / pancuran air.

 Jika kontak dengan mata, bilaslah dengan air yang banyak, lepaskan lensa

kontak.

 Jika tertelan, beri air minum kepada korban (paling banyak dua gelas) dan

segera konsultasi kepada dokter jika merasa tidak sehat.

Cara penyimpanan yang tepat pada asam klorida adalah sebagai berikut :

 Ruang dingin dan berventilasi

 Wadah tertutup dan beretiket

 Dipisahkan dari bahan yang mungkin bereaksi

Efek yang timbul akibat terkena asam klorida adalah sebagai berikut :

 Rasa perih pada bagian kulit


 Kulit yang terasa terbakar

 Kulit yang mengelupas

 Jika terkena mata dapat menyebabkan iritasi

 Menyebabkan gangguan pernapasan

Sementara itu, dua bahaya lain asam sulfat di luar kesehatan tubuh yakni :

 Dapat menyebabkan kebakaran

 Dapat menyebabkan karat pada besi

4.2.2. Hidrogen Sianida

HCN atau Hidrogen sianida adalah senyawa anorganik dengan rumus

molekul ( ). Senyawa ini berbentuk cairan tak berwarna dan sangat

beracun, dengan titik didih 25,6 °C (78,1 °F). Sianida dalam bentuk hidrogen

sianida (HCN) dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat jika dihirup

dalam konsentrasi tertentu. Konsentrasi HCN yang fatal bagi manusia bila

dihirup selama 10 menit adalah 546 ppm (Pitoi, M. M., 2015). Sianida termasuk

ke dalam bahan beracun dimana adalah bahan kimia yang menyebabkan

gangguan atau bahaya terhadap kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan

kematian pada konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi,

mulut atau kontak dengan kulit (Malayadi, A. F., 2017).


Cara penanganan apabila terkena bahan kimia berupa asam klorida

adalah sebagai berikut :

 Jika terhirup atau tertelan sianida

 Berikan oksigen atau bawa ke tempat terbuka dengan udara segar.

 Jika tidak bisa keluar dari tempat paparan, jaga tubuh tetap berada serendah

mungkin, jika memungkinkan tetap sejajar dengan tanah.

 Apabila terjadi kesulitan bernapas atau berhenti bernapas, lakukan CPR

khusus dengan tangan.

 Jika Sianida Terpapar pada Mata

 Lepaskan lensa kontak atau kacamata jika orang yang terpapar mengenakan

salah satu di antaranya.

 Segera irigasi mata dengan air bersih minimal selama 10 menit.

 Masukkan lensa kontak ke dalam kantong plastik untuk kemudian dibuang

oleh petugas.

 Khusus untuk kacamata, bisa kembali digunakan jika telah dicuci dengan

sabun dan air.

Cara penyimpanan hydrogen sianida yang tepat adalah sebagai berikut :

 Ruang dingin dan berventilasi

 Simpan hanya dalam wadah aslinya

 Jauh dari bahaya kebakaran

 Dipisahkan dari bahan yang mungkin bereaksi

Efek yang ditimbulkan akibat terpapar hidogen sianida adalah :


 Jika seseorang terkena sianida dalam jumlah kecil, orang tersebut akan

mengalami beberapa gejala seperti mual, muntah, sakit kepala, pusing,

merasa gelisah, pernapasan cepat, denyut jantung cepat, dan tubuh terasa

lemah. Meski begitu, tidak semua orang yang memiliki beberapa gejala ini

berarti mengalami keracunan sianida.

 Dalam jumlah besar asam sianida bisa jadi mengalami denyut jantung yang

melambat, hilang kesadaran, kejang, kerusakan pada paru-paru, tekanan

darah rendah, dan mengalami gagal napas hingga menyebabkan kematian.

4.2.3. Ammonia

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini

didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas. Amonia merupakan zat toksik

irritant (Xi) dapat masuk ke dalam tubuh melalui jalur inhalasi, ingesti, dan

dermal. Pada kasus inhalasi konsentrasi tinggi, dapat menimbulkan luka bakar

pada sepanjang organ organ pernapasan manusia dan gagal napas. Sementara

konsentrasi rendah akan menyebabkan batuk, sesak, nyeri dada, dan iritasi

saluran napas. Sama seperti inhalasi, kontak kulit dan mata dengan amonia

konsentrasi tinggi juga menimbulkan luka bakar bahkan kebutaan. Kontak

dengan kulit dengan nitrogen yang berwujud cair dapat mengakibatkan radang

dingin (frost bite injury), suatu pembekuan kulit akibat kontak dengan suhu

dingin. Jika amonia tertelan, efek yang ditimbulkan adalah korosi pada mulut
dan lambung, seperti rasa terbakar di sepanjang organ organ pencernaan

manusia, nyeri lambung, dan muntah. Gejala lain yang dapat ditimbulkan oleh

kontak dengan senyawa ini adalah pusing, gelisah, menurunnya koordinasi

gerak, hingga pingsan (Saputra A., et al, 2018).

Cara penyimpanan yang tepat pada Amonia adalah sebagai berikut :

 Simpan pada ruangan yang dingin dan berventilasi.

 Simpan pada wadah yang tertutup rapat dan beretiket

 Pisahkan dari bahan-bahan atau zat-zat kimia beracun

Efek yang ditimbulkan akibat terpapar ammonia biasanya segera

menimbulkan reaksi jika terjadi paparan pada kulit, mata, rongga mulut, saluran

pernapasan, dan saluran pencernaan yang memiliki lapisan lembap (mukus).

4.2.4. Etanol

Etanol merupakan sejenis senyawa bahan kimia yang mengandung

alkohol. Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH)

dengan 2 atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah

CH3CH2OH yang disebut metil alkohol (metanol), C2H5OH yang diberi nama

etil alkohol (etanol), dan C3H7OH yang disebut isopropil alkohol (IPA) atau

propanol2. Dalam dunia perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil
alkohol atau metil karbinol dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol disebut juga etil

alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya

78,4 °C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan dapat bercampur dengan

air (Febriani, D., Mulyanti, D., Rismawati, E., 2015). Alkohol atau etanol

merupakan senyawa yang bersifat mudah terbakar (flammable). Bahan dan

formulasi likuid yang memiliki titik nyala antara +210 C dan +55 °C

dikategorikan sebagai bahan mudah terbakar (flammable). Frase-R untuk bahan

mudah terbakar : R10 (Tutik, R., 2010).

Cara penanganan apabila terkena bahan kimia berupa etanol adalah

sebagai berikut :

 Jika kontak dengan mata, bilas dengan seksama dengan air untuk beberapa

menit, lepaskan lensa kontak jika memakainya dan mudah melakukannya

dan lanjutkan membilas.

 Jika terbakar gunakan air busa karbon dioksida (CO2) serbuk kering dan

pakai alat bantu pernapasan SCBA.

Cara penyimpanannya adalah sebagai berikut :

 Suhu ruang rendah dan berventilasi

 Jaga wadah tertutup rapat

 Jauh dari sumber api/panas terutama loncatan api listrik dan bara rokok

 Tersedia alat pemadam kebakaran

Efek yang timbul akibat terpapar etanol pada setiap individu berbeda–beda

dengan dosis letal antara 500 mg/L sampai 1000 mg/L (Arora, 2005). Penggunaan
etanol secara berlebihan akan menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan organ

pada tubuh. Minuman keras yang mengandung etanol memiliki sifat antidepresan

sehingga membuat penikmatnya bisa menyalahgunakan minuman beralkohol

tersebut (Kraut and Kurtz, 2008). Dampak yang ditimbulkan dari etanol yang

terkandung di dalam minuman keras jika dikonsumsi secara berlebihan dan terus-

menerus dapat menyebabkan perasaan senang (euforia), pusing, mengantuk,

depresi sistem saraf pusat, mual, muntah, nyeri perut, diare, pankreatitis (radang

pada kelenjar pankreas), hepatitis akut dan pendarahan pada gastrointestinal

(saluran pencernaan) (Ayuningtyas, 2016).

4.2.5. Aseton

Aseton dengan nama lain 2-propanon, Dimetil Ketone, 2-

propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana dengan rumus

kimia (C3H6O). Berat molekul, g/gmol : 58,08 dengan titik didih °C : 56,29 dan

titik beku °C : -94,6. Aseton sangat larut dalam air dan tidak memiliki warna

(Sinta, A., 2010). Aseton (C3H6O) merupakan zat dengan sifat Highly flammable

(sangat mudah terbakar). Bahan dan formulasi ditandai dengan notasi bahaya

‘highly flammable’ adalah subyek untuk self-heating dan penyalaan di bawah

kondisi atmosferik biasa, atau mereka mempunyai titik nyala rendah (di bawah

+21 °C). Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar : R11 (Tutik, R., 2010).
Cara penanganan apabila terkena bahan kimia berupa aseton adalah

sebagai berikut :

 Jika kontak dengan mata, bilas dengan seksama dengan air untuk beberapa

menit, lepaskan lensa kontak jika memakainya dan mudah melakukannya

dan lanjutkan membilas.

 Jika terbakar gunakan air busa karbon dioksida (CO2) serbuk kering dan

pakai alat bantu pernapasan SCBA.

Cara penyimpanannya adalah sebagai berikut :

 Suhu ruang rendah dan berventilasi

 Jaga wadah tertutup rapat

 Jauh dari sumber api/panas terutama loncatan api listrik dan bara rokok

 Tersedia alat pemadam kebakaran

Efek yang ditimbulkan akibat terpapar aseton apabila terjadi jika seseorang

menelan atau menghirup zat ini dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang

singkat. Jika terjadi keracunan zat ini dalam tingkat ringan, maka penderitanya bisa

mengalami sakit kepala, lesu, muncul rasa manis di mulut, bicara cadel, dan

berkurangnya koordinasi tubuh. Gejala berat dari keracunan aseton bisa berupa tekanan

darah rendah, pingsan, dan koma. Akibat lainnya yang bisa terjadi adalah iritasi pada

mata, iritasi saluran pernapasan, gangguan pernapasan, kejang, dan bahkan kematian.

Segeralah hubungi dokter jika mengalami gejala-gejala tersebut.


4.2.6. Dietil Eter

Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi etana dengan rumus

kimia (C4H10O) adalah cairan mudah terbakar yang jernih, tak berwarna, dan

bertitik didih rendah serta berbau khas. Komponen paling umum dari kelompok

campuran kimiawi yang secara umum dikenal sebagai eter. Berat molekul 74,12

(gram/mol) dengan titik didih 34,6°C dan titik lebur -116,3°C (Christian, M.,

Putra, N. P., 2018). Dietil eter merupakan salah satu senyawa dengan sifat

Extremely flammable (amat sangat mudah terbakar). Bahan-bahan dan formulasi

yang ditandai dengan notasi bahaya „extremely flammable “ merupakan likuid

yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah 0 °C) dan titik didihrendah

dengan titik didih awal (di bawah +35 °C). Bahan amat sangat mudah terbakar

berupa gas dengan udara dapat membentuk suatu campuran bersifat mudah

meledak di bawah kondisi normal. Frase-R untuk bahan amat sangat mudah

terbakar : R12 (Tutik, R., 2010).

Cara penanganan yang tepat apabila terkena bahan kimia berupa Dietil

Eter adalah sebagai berikut :


 Jika kontak dengan mata, bilas dengan seksama dengan air untuk beberapa

menit, lepaskan lensa kontak jika memakainya dan mudah melakukannya dan

lanjutkan membilas.

 Jika terbakar gunakan air busa karbon dioksida (CO2) serbuk kering dan

pakai alat bantu pernapasan SCBA.

Cara penyimpanannya adalah sebagai berikut :

 Suhu ruang rendah dan berventilasi

 Jaga wadah tertutup rapat

 Jauh dari sumber api/panas terutama loncatan api listrik dan bara rokok

 Tersedia alat pemadam kebakaran

Efek yang timbul akibat terkena dietil eter adalah menyebabkan kulit

menjadi kering dan bisa saja menyebabkan kulit pecah atau retak-retak hal ini

dikarenakan dietil eter memiliki sifat peroksida yang mudah meledak.

4.2.7. Trinitritoluena (TNT)

Trinitrotoluena (TNT, atau Trotyl) adalah hidrokarbon beraroma

menyengat berwarna kuning pucat yang melebur pada suhu 354 K (178 °F, 81

°C).  Tri Nitro Toluena (TNT) banyak digunakan sebagai bahan peledak militer

dan industri karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain titik leleh
rendah, dapat digunakan sebagai bahan peledak senyawa tunggal atau tidak

membutuhkan bahan reduktor, relatif stabil dan tidak sensitif terhadap benturan,

gesekan, maupun suhu tinggi sehingga relatif aman untuk digunakan sebagai

bahan peledak . Namun demikian bahan peledak ini sangat peka terhadap

gelombang energi atau dengan kata lain apabila terhadap bahan peledak TNT

dilewatkan shock wave ( gelombang kejut) maka segera terjadi ledakan, dengan

demikian untuk meledakkan TNT selalu menggunakan detonator dan karena

ledakan yang terjadi dipicu oleh gelombang energi maka yang terjadi adalah

proses detonasi maka ledakan yang terjadi adalah bersifat high explosive atau

mudah meledak (Bahri, M. S., 2014). TNT merupakan salah satu bahan mudah

meledak, dimana bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya

explosive dapat meledak dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan

sumber nyala lain bahkan tanpa oksigen atmosferik. Ledakan akan dipicu oleh

suatu reaksi keras dari bahan. Energi tinggi dilepaskan dengan propagasi

gelombang udara yang bergerak sangat cepat. Frase-R untuk bahan mudah

meledak : R1, R2 dan R3. (Tutik, R., 2010).

Cara Penanganan yang tepat apabila terkena bahan kimia berupa TNT

adalag sebagai berikut :

 Hindarkan dari sumber panas dan matahari Hindarkan pengadukan yang

menimbulkan panas

 Hindarkan dari benturan dan gesekan yang kuat

 Untuk zat reaktif terhadap air harus disimpan ditempat yang kering
 JHindarkan dari uap air dan air. Jika terjadi kebakaran gunakan alat

pemadam, bukan air.

Cara penyimpanannya adalah sebagai berikut :

 Ruang dingin dan berventilasi

 Jaga wadah tertutup rapat

 Jauhkan dari panas dan api

 Hindarkan dari gesekan dan tumbukan mekanis

 Tersedia alat pemadam kebakaran

Orang yang terpapar TNT dalam waktu lama cenderung

mengalami anemia dan fungsi hati yang tidak normal . Efek darah dan

hati, pembesaran limpa dan efek berbahaya lainnya pada sistem kekebalan juga

ditemukan pada hewan yang menelan atau menghirup trinitrotoluene. Ada bukti

bahwa TNT berdampak buruk pada kesuburan pria . TNT terdaftar sebagai

kemungkinan karsinogen bagi manusia , dengan efek karsinogenik yang

ditunjukkan pada hewan percobaan dengan tikus, meskipun sejauh ini tidak ada

efek pada manusia (menurut IRIS 15 Maret 2000). Konsumsi TNT

menghasilkan urin merahmelalui kehadiran produk pemecahan dan bukan darah

seperti yang kadang dipercayai. 

4.2.8. Kalium Perklorat dan Kalium Permanganat


Kalium perklorat adalah garam anorganik dengan rumus kimia K Cl O 4 .

Seperti perklorat lainnya , garam ini merupakan pengoksidasi kuat meski biasanya

bereaksi sangat lambat dengan zat organik. Ini, biasanya diperoleh sebagai

padatan kristal tak berwarna, adalah oksidator umum yang digunakan

dalam kembang api , tutup perkusi amunisi , primer peledak , dan digunakan

dalam berbagai propelan , komposisi lampu kilat , bintang, dan kembang api . Ini

telah digunakan sebagai roket padatpropelan, meskipun dalam aplikasi itu

sebagian besar telah digantikan oleh amonium perklorat berkinerja lebih

tinggi . KClO 4 memiliki kelarutan paling rendah dari logam alkali perklorat (1,5 g

dalam 100 mL air pada suhu 25 ° C). (Wolff, J. 1998)

Kalium permanganat adalah suatu senyawa kimia anorganik yang

memiliki rumus KMnO4 dan merupakan garam yang mengandung ion K+ dan

MnO4-. Kalium permanganat larut dalam air dan menghasilkan larutan berwarna

merah muda atau ungu Intens. Penguapan larutan ini meninggalkan kristal

prismatic berwarna keunguan hitam. Kalium permanganate memiliki nama lain

yaitu chameleon mineral, CI 77755, kristal condy’s dan cairox. Kalium

permanganat merupakan kristal perunggu dan stabil (Feronika, N. I., Zainul, R.

2018).
Kalium klorat dan kalium permanganat merupakan senyawa pengoksidasi

yaitu bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya oxidizing

biasanya tidak mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah terbakar

atau bahan sangat mudah terbakar mereka dapat meningkatkan resiko kebakaran

secara signifikan. Frase-R untuk bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9 (Tutik, R.,

2010). Kalium permanganat dapat bereaksi dengan senyawa yang mudah menyala

sehingga menyebabkan kebakaran dan dijauhkan dari senyawa pereduksi, asam

kuat, material organic, peroksida, alcohol dan senyawa kimia logam aktif

(Feronika, N. I., Zainul, R. 2018).

Cara Penanganan apabila terkena bahan kimia berupa kalium klorat adalah

sbegai berikut :

 Bila terjadi kontak kulit, segera basuh kulit dengan banyak air sedikitnya

selama 15 menit dengan mengeluarkan pakaian yang terkontaminasi dan

sepatu, tutupi kulit yang teriritasi dengan yg sesuatu melunakkan, air dingin

mungkin dapat digunakan pakaian dan cuci sebelum digunakan kembali.

 Bila tertelan, beri air minum kepada korban (paling banyak dua gelas), hidari

muntah (resiko perforasi), segera panggil dokter dan jangan mencoba

menetralisir.

Cara penyimpanannya adalah sebagai berikut :

 Ruang dingin dan berventilasi

 Jaga wadah tertutup rapat

 Jauhkan dari panas dan api

 Jauhkan dari bahan cair mudah terbakar


Efek yang ditimbulkan akibat terkena kalium perklorat adalah menyerang

kesehatan tubuh yang sangat besar. Kalium perklorat dapat menyebabakan

luka bakar dan dapat menyebabkan cedera yang mengancam jiwa karena

kalium perklorat mengeluarkan toksin atau racun berbahaya tinggi ketika

dihidupkan. Dr Terry Gordon yang melakukan studi ini mengatakan toksin

termasuk timah dan tembaga. Racun-racun pada kalium perklorat bisa

meninggalkan kerusakan abadi pada paru-paru.

4.2.9. Etilen Glikol (C6H6O2)

Monoetilen glikol yang sering disebut etilen glikol adalah cairan jenuh,

tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis, dan larut sempurna dalam air. Grup

hidroksil pada glikol memberikan kemungkinan turunan senyawa yang lebih luas.

Gugus hidroksil ini bisa diubah menjadi aldehid, alkil halide, amina, azida, asam

karboksil, eter, merkaptan, ester nitrat, nitril, ester nitrit, ester organik, ester

posphat, dan ester sulfat. Senyawa-senyawa ini membuat etilen glikol bisa

menjadi senyawa intermediet dalam banyak reaksi. Terutama dalam formasi resin,

kondensasi dengan dimetil terephtalat atau asam terepthalat menghasilkan resin

polyester. Rumus molekul etilen gilikol adalah HOCH2CH2OH. Etilen Glikol

merupakan senyawa kimia harmful (Xn) yang akan menunjukkan resiko

kesehatan akut atau kronik jika bahan kimia tersebut masuk melalui saluran
pernapasan, melalui mulut, dan kontak kulit. Kontak jangka pendek (akut)

terhadap etilen glikol melalui mulut dalam jumlah besar dapat berakibat pada tiga

tingkat gangguan kesehatan. Pertama, gangguan system saraf pusat, diikuti oleh

gangguan jantung dan paru-paru, kemudian kerusakan ginjal. Kontak dengan

dosis lebih rendah juga menimbulkan efek, walau tidak separah efek dosis besar.

Efek tersebut antara lain iritasi tenggorokan dan saluran pernapasan bagian atas

(Gusti, T., Fikha A., 2017).

Cara penanganan yang tepat apabila terkena etilen glikol adalah sebagai

berikut :

 Jika terhirup, hirup udara bersih, segera hubungi dokter. Jika napas terhenti,

segera berikan pernapasan buatan secara mekanik, jika diperlukan berikan

oksigen.

 Jika kontak dengan kulit, tanggalkan segera semua pakaian yang

terkontaminasi. Bilaslah kulit dengan air/ pancuran air dan segera panggil

dokter.

 Jika kontak dengan mata, bilaslah dengan air yang banyak dan hubungi

dokter mata

 Jika tertelan, segera beri korban minum air putih (dua gelas paling banyak),

periksakan ke dokter

Cara Penyimpanan yang tepat adalah sebagai berikut :

 Simpan wadah tertutup rapat di tempat yang kering dan berventilasi baik.

 Jauhkan dari panas dan sumber api.


 Simpan dalam tempat terkunci atau di tempat yang hanya bisa dimasuki

oleh orang-orang yang mempunyai kualifikasi atau berwenang.

 Simpan pada +5°C hingga +30°C.

Efek yang timbul akibat terpapar etilen glikol adalah Keracunan etilena

glikol adalah keracunan yang terjadi akibat meminum etilena glikol. Gejala-

gejala awalnya meliputi muntah dan sakit perut. Gejala-gejala yang dapat

timbul belakangan adalah berkurangnya tingkat kesadaran, sakit kepala, dan

kejang. Dampak jangka panjangnya bisa berupa gagal ginjal atau kerusakan

otak. Keracunan dan kematian dapat terjadi bahkan jika banyaknya etilena

glikol yang diminum tidaklah besar (Kruse, 2012).

4.2.10. Tetraklorometena

Karbon tetraklorida, tetraklorometana atau dikenal dengan banyak nama

lain (lihat di bawah), adalah senyawa kimia dengan rumus CCl4. Senyawa ini

banyak digunakan dalam sintesis kimia organik. Dulunya karbon tetraklorida juga

digunakan dalam pemadam api dan refrigerasi, tetapi sekarang sudah

ditinggalkan. Pada keadaan standar (suhu kamar dan tekanan atmosfer),

CCl4 adalah cairan tak berwarna dengan bau yang manis. Karbon tetraklorida


merupakan bahan kimia berbahaya bila tidak ditangani dengan baik. Paparan

karbon tetraklorida konsentrasi tinggi (termasuk uap) dapat mempengaruhi sistem

saraf pusat dan merusak hati dan ginjal. Paparan yang lama bisa berakibat fatal

(Scholten, D., et al, 2015).

Karbon tetraklorida merupakan bahan kimia berbahaya bila tidak ditangani

dengan baik. Paparan karbon tetraklorida konsentrasi tinggi (termasuk uap) dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat dan merusak hati dan ginjal. Paparan yang lama

bisa berakibat fatal (Scholten, D., et al, 2015).

Cara penanganan yang tepat apabila terkena bahan kimia berupa

tetraklorometena adalah sebagai berikut :

 Jika terhirup, hirup udara bersih, segera hubungi dokter. Jika napas terhenti,

segera berikan pernapasan buatan secara mekanik, jika diperlukan berikan

oksigen.

 Jika kontak dengan kulit, tanggalkan segera semua pakaian yang

terkontaminasi. Bilaslah kulit dengan air/ pancuran air dan segera panggil

dokter.

 Jika kontak dengan mata, bilaslah dengan air yang banyak dan hubungi

dokter mata

 Jika tertelan, segera beri korban minum air putih (dua gelas paling banyak),

periksakan ke dokter

Cara penyimpanan tetraklorometena yang tepat adalah sebagai berikut :


 Hindari kontak atau bercampur dengan lingkungan yang dapat

membahayakan makhluk hidup.

 Disimpan pada wadah yang tertutup rapat dan beretiket

Efek yang timbul akibat terpapar tetraklorometena adalah dapat

menyebabkan gangguan fungsi hepar berupa nekrosis, fibrosis, dan sirosis (CCl4)

(Juan Zhang et al., 2004). Karbon tetraklorida (CCl4) adalah toksin pertama yang

berhasil dibuktikan bahwa jejas yang ditimbulkannya dimediasi oleh mekanisme

radikal bebas. CCl4 dapat melalui membran sel dan CCl4 yang tertelan akan

didistribusikan ke semua organ, tapi efek toksisnya terutama terlihat pada hepar.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan

dengan menggunakan data praktikum yang diperoleh dari pengumpulan buku,

jurnal ilmiah, dan dokumen lainnya. Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :

1. Jenis dan karakteristik bahan kimia barbahaya yang terdapat di laboratorium

antara lain bersifat irritant, harmful, toxic, very toxic, corrosive , flammable,

highly flammable, extremely flammable, explosive, oxidizing , dengerous for

the environment.

2. Jenis risikonya berupa keracunan, berbahaya bagi kesehatan, korosif, dapat

merusak jaringan hidup, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan

dapat membuat kulit mengelupas, potensi menimbulkan ledakan, kebakaran

dengan menghasilkan panas, kerusakan ekosistem.


3. Suatu strategi untuk mencegah/menghindar dari risiko bahan kimia adalah

melakukan identifikasi risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko.

5.2. Saran

1. Bagi pengguna laboratorium kimia untuk menggunakan bahan-bahan kimia

seminimal mungkin

2. Bagi pengguna laboratorium memilih jenis kegiatan yang sebisa mungkin tidak

menghasilkan limbah berbahaya

3. Pengguna laboratorium wajib mengenakan alat pelindung diri untuk

keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.

Daftar Pustaka

Ayuningtyas, Krisnha Dian. 2016. Efek Etanol dan Metanol pada Minuman Keras
Oplosan Terhadap Perubahan Histopatologi Organ Hepar Tikus Wistar
Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Jember
Bahri, M. S. 2014. Penolakan Pemerintah Iran Terhadap International Atomic
Energy Agency (IAEA) Untuk Melakukan Pemeriksaan Pengembangan
Energi Nuklir Di Wilayah Negara Iran Ditinjau Dari Perspektif Statuta
IAEA. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum. Vol. 1(11).
Christian, M., dan Putra, N. P. 2018.  Prarencana Pabrik Etil Eter Dari Etanol
Kapasitas: 14.500 ton/tahun. Doctoral dissertation. Fakultas Teknik.
Surabaya: Widya Mandala Catholic University.
Faizal Riza Soeharto. 2013. Bekerja dengan Bahan Kimia Melalui Manajemen
Bahan Kimia dan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Laboratorium Kimia. Jurnal Info Kesehatan, Vol 11 ( 2 ).
Febriani, D., Mulyanti, D., dan Rismawati, E. 2015. Karakterisasi Simplisia Dan
Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona Muricata Linn.).
Feronika, N. I., dan Zainul, R. 2018. Kalium Permanganat: Termodinamika
Mengenai Transport Ionik dalam Air. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Padang: Universitas Negeri Padang.
Hassan. N. Dkk. 2017. Safety and Health Practice Among Laboratory Staff in
Malaysian Education Sector. International Coference on Mechanical
Engineering Research.
Karimi, Zeverdegani S., Barakat S., dan Yazdi, M. 2016. Chemical Risk
Assessment in A Chemical Laboratory Based on Three Different
Techniques. JOHE.
Kruse, J. A. 2012. "Methanol and Ethylene Glycol Intoxication". Critical Care
Clinics. Vol. 28 (4) : 661–711.
Malayadi, A. F. 2017. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun Laboratorium Universitas Hasanuddin Kota
Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Pitoi, M. M. 2015. Sianida: Klasifikasi, Toksisitas, Degradasi, Analisis (Studi
Pustaka). Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Vol. 4(1) : 1-
4.
Santoso, A.V., dan Susanto, A. 2019. Prarencana Pabrik Monoklorobenzena
Kapasitas Produksi : 23.100 ton/tahun. Skripsi. Fakultas Teknik.
Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.
Saputra, A., dan Irfannuddin, S. 2018. Pengaruh Paparan Gas Amonia Terhadap
Perubahan Kadar Serum SGOT dan SGPT pada Kelompok Berisiko.
Biomedical Journal of Indonesia : Jurnal Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. Vol. 4(1) : 32-40.
Saputri, Chairunisa Ayu., Masykuri., Ashadi., dan Haryono. 2013. Pembelajaran
Kimia Berbasis Masalah dengan Metode Proyek dan Eksperimen
Ditinjau dari Kreativitas dan Keterampilan Menggunakan Alat
Laboratorium. Jurnal Inkuiri, Vol 2 ( 3 ) : 227-237.
Scholten, D., Trebicka, J., Liedtke, C., and Weiskirchen, R. 2015. The carbon
tetrachloride model in mice. Laboratory animals. Vol. 49(1) : 4-11.
Sinta, Alfina I. 2010. Prarancangan Pabrik Aseton Proses Dehidrogenasi Isopropil
Alkohol Kapasitas 19.500 Ton/Tahun. Skripsi. Fakultas Teknik.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Subamia, I. D. P., Sriwahyuni, I. G. A. N., dan Widiasih, N. N. 2019. Analisis
Resiko Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Kimia
Organik. Wahana Matematika dan Sains: Jurnal Matematika, Sains, dan
Pembelajarannya. Vol. 13(1) : 49-70.
Sutrisno. 2017. Keselamatan Di Laboratorium Kimia (Safety In Chemistry
Laboratory). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang : Malang
Tutik, R. 2010. Pengelolaan Bahan Limbah Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai