Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki sifat yaitu sasarannya lingkungan kerja dan
bersifat teknik.
Peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau yang mempunyai
potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari
kemungkinan loss (Rejeki, 2016).
Beberapa hal yang dapat dajadikan pegangan untuk terciptanya praktikum yang selamat antara
lain :
Salah satu resiko yang sulit diprediksi dan paling berbahaya di laboratorium adalah kadar
racun beragam bahan kimia. Tidak ada zat yang sepenuhnya aman, dan semua bahan kimia
menghasilkan efek beracun kepada sistem kehidupan, dalam bentuk yang berbeda beda.
Sebagian bahan kimia dapat menyebabkan efek berbahaya setelah paparan pertama, misalnya
asam nitrat korosif. Sebagian bisa menyebabkan efek berbahaya setelah terpapar berulang kali
atau dalam durasi lama, seperti karsinogenik klorometil, metil eter, dikloromethan, n-heksan, dan
lain-lain (Faizal Riza Soeharto. 2013). Berbagai risiko (dampak bahaya) bahan-bahan kimia
terhadap kesehatan tubuh manusia. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya iritasi yang disebabkan oleh bahan bahan iritan
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar (Karimi
Zeverdegani S, Barakat S, Yazdi, M. 2016).
Dalam waktu singkat dampak risiko bahaya pemakaian bahan kimia berbahaya mungkin
belum langsung dirasakan. Namun demikian ada juga bahan kimia yang dalam waktu singkat
sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan. Misalnya, n-heksan merupakan salah satu bahan
kimia yang sering dipakai dalam kegiatan praktikum/penelitian di laboratorium kimia organik.
Belum semua pengguna mengerti bahwa paparan n-hexan dalam jangka waktu singkat saja sudah
dapat mempengaruhi otak dan menyebabkan sakit kepala, pusing, bingung, mual, kikuk,
mengantuk dan pengaruh lain yang menyerupai orang mabuk. Demikian pula pemakaian DCM
(dikloromethan) banyak dan sering dipakai di laboratorium kimia organik. DCM merupakan zat
penyebab kanker dan mampu menyebabkan kerusakan pada janin yang sedang bertumbuh,
sistem reproduksi serta sistem syaraf (Imamkhasani & Soemanto, 1992).
Mengingat besarnya potensi risiko bahaya pemakaian bahan-bahan berbahaya (di lab
organik) terhadap kesehatan pengguna maupun pekerja, maka penting untuk disikapi secara
serius. Baik pengguna maupun pekerja laboratorium kimia organik sangat penting memiliki
pengertian dan pemhaman yang benar tentang karakteristik risiko serta upaya preventif untuk
mencegah kemungkinna terpapar risiko.Oleh karena itu, penting untuk mengetahui tingkat
bahaya penggunaan bahan kimia di laboratorium kimia organik berdasarkan Material Safety
Data Sheet (MSDS).
Material safety data sheet (MSDS) atau dalam SK Menteri Perindustrian No 87/M-
IND/PER/9/2009 dinamakan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) adalah lembar petunjuk
yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan,
cara penanganan, tindakkan khusus dalam keadaan darurat, pembuangan dan informasi lain yang
diperlukan. MSDS juga berisi informasi tentang penggunaan, penyimpanan, penanganan dan
prosedur darurat semua yang terkait dengan material. MSDS berisi lebih banyak informasi
tentang materi daripada label. MSDS dipersiapkan oleh pemasok atau produsen bahan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberi tahu apa bahaya dari produk, cara menggunakan produk dengan
aman, apa yang akan terjadi jika rekomendasi tidak diikuti, apa yang harus dilakukan jika terjadi
kecelakaan, bagaimana mengenali gejala overexposure, dan apa yang harus dilakukan jika
insiden terjadi.
Bahan kimia dalam unsur dan senyawa tertentu memang bukan lah barang mainan. Ada
kalanya senyawa kimia dapat beracun juga bagi kesehatan tubuh manusia. Dalam tingkat
kebahayaannya, setiap senyawa ataupun unsur kimia di tunjukkan dalam MSDS atau disebut
(Material Safety Data Sheet). MSDS ini merupakan hal yang wajib dipelajari sebelum laboran
berkutat dengan senyawa- senyawa di laboratorium.
Secara Umum, MSDS mengandung BAB sebagai berikut, yang kesemuanya menjelaskan
tentang bahan yang bersangkutan.
1. Product and Company Identification / Produk dan Identitas Perusahaan
Menerangkan identitas produk, serta perusahaan yang memproduksi produk.
2. Composition/Information on ingredients / Komposisi /Informasi kandungan bahan
Menjelaskan komposisi bahan yang bersangkutan, konsentrasi, campuran dsb.
3. Hazards Identification / Identifikasi Bahaya
Meliputi Sifat-sifat bahaya :
Bahaya Kesehatan :Menjelaskan berbagai cara bahan kimia bisa memapar tubuh
pengguna dengan beberapa cara misalnya penyerapan melalui kulit, pernafasan
dan lainnya. Informasi tentang gejala dan akibat terhadap kesehatan apabila tubuh
terjadi kontak dengan bahan tersebut seperti kejadian setelah :
Bahaya reaktivitas :
Sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai, bereaksi
dengan zat lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik
(menghasilkan panas) sehingga eksplosif atau reaktivitasnya terhadap gas
lain sehingga menghasilkan gas beracun.
Sifat- sifat bahaya tersebut digambarkan dalam skala bahaya seperti berikut :
Sumber : labsmk.com
Buku daftar bahan-bahan kimia dari Merck atau industri kimia lainnya bukan merupakan MSDS.
Buku-buku tersebut hanya memuat informasi praktis mengenai toksisitas dan sifat fisik bahan.
Sistem Harmonisasi Global yang diberi nama GHS bermula dari pertemuan METI (Ministry
of Economic Trade and Industry) di Jepang yang kemudian berlanjut ke pertemuan tingkat
Internasional di berbagai tempat seperti Rio de Janeiro dan Jenewa. Hasil pertemuan
Internasional tersebut akhirnya menyepakati untuk membentuk satu sistem global dalam hal
komunikasi bahaya yaitu: Klasifikasi Bahaya, MSDS, dan Label / Penandaannya. Dalam hal ini,
PBB menunjuk UNITAR (United Nations Institute for Training and Research) dibawah payung
ILO sebagai koordinator proyek GHS di seluruh negara di dunia dimana di tergetkan tahun 2006
untuk perubahan amandemen peraturan lokal yang terkait dengan GHS dan tahun 2008 untuk
pelaksanaan sistem implementasi secara menyeluruh di seluruh negara di dunia.
APEC sebagai organisasi regional Asia Pasifik telah menyepakati untuk menerapkan
sistem GHS di seluruh negara anggotanya termasuk salah satunya adalah Indonesia. Indonesia
bahkan dipromosikan menjadi salah satu pilot country project untuk pelaksanaan GHS di Asia
Pasifik khususnya di tingkat ASEAN. Keberadaan GHS di Indonesia tentunya akan membawa
berbagai keuntungan antara lain karena dengan adopsi sistem GHS, maka Indonesia akan
memiliki standar penentuan klasifikasi bahaya bahan kimia yang selama ini ada di Indonesia
namun terdapat beberapa klasifikasi yang berbeda antar Kementerian / Departemen. Selain itu
juga Indonesia akan memiliki standar sistem penandaan / labelling bahan kimia yang seragam,
dimana diharapkan tidak akan ada perbedaan lagi dalam hal penandaan bahan kimia antar
sektoral maupun instansi. Terakhir adalah format MSDS akan diseragamkan di Indonesia yaitu
menggunakan format GHS yang terdiri dari 16 sections / bagian. Diharapkan dengan adanya
sistem ini, seluruh instansi dan sektoral terkait akan menggunakan satu sistem yang sama dan
tidak akan ada lagi perbedaan sistem yang digunakan.
Selain keuntungan diatas, beberapa keuntungan lain dari adopsi GHS di Indonesia adalah
mempermudah arus perdagangan bahan kimia secara global baik impor maupun ekspor, dan juga
akan membantu dan mempermudah dalam menghambat perdagangan bahan kimia terlarang yang
tidak boleh diperjual belikan. Selain itu, tujuan utama GHS adalah juga untuk melindungi
pekerja, lingkungan hidup, dan umat manusia secara umum.
Implementasi GHS di Indonesia juga akan berdampak bagi perubahan klasifikasi bahaya,
format MSDS beserta simbol bahaya / piktogram yang digunakan dimana Indonesia akan
menggunakan format MSDS GHS dalam Bahasa Indonesia dan menggunakan Simbol Bahaya
berdasarkan adopsi GHS. Sistem klasifikasi bahan kimia dalam MSDS juga akan menggunakan
standar adopsi GHS. Namun sebelum simbol bahaya, MSDS dan label dikeluarkan, tentunya
penentuan klasifikasi bahaya adalah hal pertama yang harus dilakukan yang akhirnya akan
menentukan kriteria bahaya yang sesuai dan simbol yang cocok untuk digunakan.
Perubahan terhadap format MSDS sebenarnya tidak terlalu signifikan dikarenakan Indonesia
sudah menerapkan sistem format MSDS menggunakan 16 sections / bagian yang dimandatkan
melalui Kepmenaker No 187 tahun 1999. Perubahan signifikan akan terjadi pada sistem
klasifikasi bahaya beserta simbol / piktogram yang akan digunakan dimana standar GHS akan
diadopsi secara menyeluruh oleh berbagai instansi terkait.
Tabel Perbandingan Format MSDS dan GHS
2. Identifikasi Bahaya
GHS menempatkan Bagian 2 yaitu Informasi mengenai Bahaya dari bahan kimia dan
menempatkan informasi komposisi bahan setelahnya dikarenakan pekerja dan perusahaan lebih
membutuhkan informasi bahaya dibandingkan dengan informasi kandungan / komposisi
bahan, oleh karenanya format MSDS GHS menempatkan informasi Identifikasi Bahaya terlebih
dahulu dibandingkan informasi Komposisi Bahan. Oleh sebab itu untuk aplikasi di Indonesia,
revisi Kepmenaker
No 187/1999 dan peraturan terkait lainnya hanya memerlukan sedikit perubahan
menyangkut perubahan Format MSDS dan Simbol bahaya yang digunakan. Sections 2 juga
berisikan klasifikasi bahaya dari zat atau campuran bahan kimia. Selain itu juga sections ini
menyertakan penampilan label / simbol bahaya termasuk pernyataan kehati-hatian dari bahan
tersebut. Implementasi GHS juga akan memandatkan penggunaan simbol / piktogram sesuai
standar GHS, artinya Indonesia juga akan menggunakan dan memiliki standar dalam hal simbol
bahaya. Adapun simbol yang digunakan di Indonesia umumnya mengadopsi dari beberapa
standar seperti EU. Berikut contoh simbol yang umum digunakan saat ini:
Sedangkan pada saatnya GHS diimplementasikan secara menyeluruh maka Indonesia
akan mengadopsi simbol / piktogram GHS. Simbol / piktogram GHS sangat mudah difahami dan
memiliki standar pewarnaan yang sangat mudah dikenali. Hal ini akan membantu pekerja /
konsumen dalam mengidentifikasi bahaya yang ada beserta perlindungan apa saja yang harus
digunakan pada saat bekerja dengan bahan kimia terkait.
Penjelasan klasifikasi dari masing-masing simbol bahaya GHS contoh bahannya :
3. Komposisi Bahan
Komposisi dari bahan kimia menyertakan nama, CAS number, sinonim, impurities dan
konsentrasi bahan dalam campuran, zat aditif penyetabil bahan kimia beserta identifikasi unik
lainnya harus dimasukkan dan ditempatkan pada sections 3 dari GHS MSDS.
4. Tindakan P3K
Penjelasan mengenai tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) harus dimasukkan
di sections ini, hal ini termasuk efek / gejala apa yang biasanya terjadi pada saat terjadi
kecelakaan, apakah gejalanya akut atau tertunda. Masukkan informasi mengenai tindakan medis
apa yang harus segera dilakukan dan perawatan yang dibutuhkan untuk menolong korban
kecelakaan.
1. Informasi Toksikologi
Menyediakan semua data menegenai bahaya kesehatan yang tercakup oleh GHS
termasuk dalam hal ini antara lain:
Rute Kontak Masuk yang mungkin terjadi
Gejala menyangkut bahaya fisika, kimiawi dan karakteristik racun.
Efek kronis, efek tertunda dan efek yang langsung terjadi dari pemaparan jangka
pendek atau panjang.
Nilai toksisitas (LD, LC), Iritasi, dll
Dan data-data informasi lain yang mendukung
Jika data untuk bahaya dimaksud tsb tidak terdapat, sebaiknya dituliskan di SDS dengan
pernyataan bahwa data yang dimaksud tidak terdapat.
2. Informasi Ekologi
Berisikan informasi dan data-data terkait dengan Ekologi / Lingkungan Hidup seperti
Toksisitas, degradabilitas dan persistance, potensi bioakumulasi, pergerakan di dalam
tanah, dan informasi efek samping lainnya.
3. Pembuangan Limbah
Limbah dari produk bahan kimia harus diolah secara baik dan benar. Sections 13 dari
MSDS GHS mewajibkan tersedianya informasi yang cukup mengenai metoda
pengolahan limbah beserta tata caranya.
4. Informasi Untuk Pengangkutan Bahan
Antara lain berisikan UN Number, Nama pengiriman bahan yang sesuai peraturan UN,
Kelas Bahaya Transportasi beserta Label dan Simbol yang diperlukan, Grup Kemasan,
Bahaya Lingkungan Hidup, Petunjuk peringatan khusus bagi pengguna.
5. Informasi Perundang-undangan
Sections ini antara lain berisikan peraturan perundangan yang terkait yang tidak
disediakan pada sections lain dari MSDS. Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
beserta Lingkungan Hidup spesifik untuk bahan kimia yang masih dipertanyakan.
6. Informasi Lain Yang Diperlukan
Berisikan anatara lain:
Tanggal pembuatan MSDS
Indikasi perubahan yang dilakukan dari MSDS sebelumnya
Legenda atau Akronim / Singkatan yang digunakan di dalam MSDS
Referensi literatur dan sumber yang diambil untuk membuat MSDS
Selain simbol / piktogram diatas, GHS juga mengembangkan simbol untuk Alat Pelindung Diri
(APD) yang diwajibkan pada saat bekerja dengan bahan kimia terkait, simbol tersebut berbentuk
lingkaran berwarna dasar biru dengan gambar APD yang sesuai untuk mengurangi resiko
terhadap bahaya pemaparan bahan kimia. Berikut adalah beberapa contoh Simbol APD versi
GHS yang digunakan pada label / penandaan bahan kimia:
Gunakan alas Gunakan Gunakan masker Gunakan sarung Gunakan
kaki / sepatu pelindung / Respirator tangan Kacamata
boot wajah / Face
Shield
Implementasi GHS yang akan mempengaruhi MSDS selain hal diatas adalah penerapan
bahasa lokal baik untuk MSDS maupun Label / Penandaan. Penerapan GHS akan mewajibkan
setiap MSDS dan Label terdapat dalam 2 bahasa yaitu bahasa lokal dan bahasa Internasional /
Inggris. Penerapan ini sangat penting karena tujuan GHS adalah untuk melindungi umat manusia
dan lingkungan hidup dari bahaya bahan kimia, sehingga penting untuk memandatkan seluruh
sistem agar terdapat dalam bahasa lokal, hal ini agar memudahkan dalam hal mengerti dan
memahami isi dan kandungan dari MSDS dan Label yang terdapat pada bahan kimia.
Oleh karena itu, penterjemahan guide GHS atau yang kita kenal dengan nama Purple
Book sangatlah penting karena GHS Purple Book akan menjadi acuan dalam penentuan
klasifikasi bahaya beserta kategorinya, pembuatan MSDS, Label, dll. Diharapkan agar
pemerintahan dapat segera merampungkan penterjemahan Purple Book ke GHS ke dalam bahasa
Indonesia secara penuh dan mensosialisasikannya kepada pihak terkait. Oleh karena itu,
sebaiknya hasil terjemahan purple book GHS dapat tersedia di berbagai situs pemerintahan
seperti Depnaker, Badan POM, dll untuk di download oleh pengguna lokal selain juga
disosialisasikan dalam bentuk hard cover.
Penting untuk diketahui bahwa penerapan GHS tidak akan mempengaruhi sistem
penandaan transportasi yang sudah terlebih dahulu ada yaitu UN-RTDG, IATA, IMDG, dll.
Sistem penandaan transportasi sudah terlebih dahulu diseragamkan dan distandardisasi sebelum
isu GHS diangkat sehingga GHS hanya akan mempengaruhi sistem penandaan pada produk atau
kemasan dari produk tanpa mempengaruhi penandaan pada kendaraan / alat transportasi yang
akan mengirimkan atau membawa bahan kimia. Kedua sistem ini, baik GHS maupun DG
Transport Standards akan berdiri sendiri-sendiri namun tetap memiliki keterkaitan antar satu
dengan yang lainnya
Contoh MSDS
Dimas Satya Lesmana, "MSDS dan Implementasinya berdasarkan GHS", Chemwatch /
Chemcare Asia
Anonymous, (2004) “GHS – Purple Book”, United Nations.
Anonymous, (2004) “Implementation and Maintenance of GHS” Chapter 29, United
Nations.
Anonymous, (2004) “How GHS Fits Into Chemical Safety” United Nations.
Anonymous, (2004) “Survey of Asia-Pacific Countries Regarding GHS Implementation:
Draft Report” Seventh Meeting of the UNITAR/ILO GHS Capacity Building Programme
Advisory Group (PAG)
Arai, K., (2001) “The Globally Harmonized System (GHS) for Hazards Classification
and Labelling”, www.jcia-net.or.jp
Santoso, G., (2004) “Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja”, Penerbit: Prestasi
Pustaka
I Dewa Putu Subamia, I.G.A.N.SriWahyuni, Ni Nyoman Widiasih. 2019. Analisis Resiko
Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Kimia Organik. Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019.
Faizal Riza Soeharto. 2013. Bekerja dengan Bahan Kimia Melalui Manajemen Bahan
Kimia dan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium Kimia.
Jurnal Info Kesehatan, Vol 11, Nomor 2 Desember 2013.
Imamkhasani, Soemanto.1992. Keselamatan Kerja Dalam Laboratorium
Kimia.PT.Gramedia, Bandung
Karimi Zeverdegani S, Barakat S, Yazdi, M. 2016. Chemical Risk Assessment in A
Chemical Laboratory Based on Three Different Techniques. JOHE, Summer 2016
Rejeki, Sri. 2016. Modul Bahan Ajar Farmasi,: Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Salawati, Liza. 2009. Hubungan Perilaku dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Lab. Patologi. Jurnal Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Vol. 1. Hal. 22-28.